23 - Pelangi dan Cincin Ilalang
1972
"Kamu yakin, Nak?" tanya Mak ketika Sayuti tengah sibuk menata kue-kue ke dalam rantang yang akan mereka bawa ke pasar pagi ini.
Sayuti menoleh sejenak. "Kenapa? Mak malu punya anak segede ini tapi hanya mampu berjualan kue?" Dia malah bertanya balik dengan nada kekehan.
"Bukan begitu, Nak. Tapi ...."
Sayuti paham betul perasaan Mak tanpa harus diucapkan lagi. Karena itu dia berhenti sejenak dan meraih kedua tangan perempuan yang telah melahirkannya itu.
"Uti nggak apa-apa, Mak. Lagipula, mumpung Pung Muis mengizinkan Uti untuk berjualan di depan kiosnya. Kan, Mak sendiri yang selalu bilang, susah nemu tempat di pasar."
Berawal dari obrolan ringan dengan Pung Muis di masjid selepas Jumatan kemarin, Sayuti iseng meminta izin untuk menumpang berjualan di depan kios lelaki paruh baya yang terkenal humoris itu. Siapa sangka, ternyata diizinkan. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, Sayuti pun membulatkan tekad untuk kembali membantu Mak berjualan kue. Hanya saja kali ini mereka akan berjualan di tempat terpisah, dengan harapan bisa menarik pembeli lebih banyak.
"Kamu persis seperti Almarhum Ambo. Sabar, tekun, dan nggak pilih-pilih pekerjaan." Meski tersenyum, keretakan suara Mak sangat kentara di telinga Sayuti. Rindu akan sosok belahan jiwanya itu mengalun di matanya.
Sayuti tersenyum miris. Baginya, dia sama sekali tidak mirip Ambo. Ambo lelaki perkasa yang tak gentar menantang ombak di lautan. Sementara dia? Ah, sudahlah. Mungkin dia satu-satunya lelaki dewasa yang berjualan kue di kampung pesisir itu.
Hari pertama Sayuti kembali ke pekerjaan lamanya rupanya tidak mulus-mulus amat. Baru saja dia selesai menata kue-kue bikinan Mak di atas meja yang dipinjamkan Pung Muis, tiba-tiba hujan turun cukup deras. Kalau cuacanya seperti ini tentu saja orang-orang jadi malas ke pasar. Lalu, siapa yang akan membeli kue-kuenya?
Sayuti mengembangkan senyum sambil berusaha tetap berikir positif. Tuhan punya banyak kejutan, termasuk mendatangkan rezeki yang tiba-tiba.
Tarian hujan yang menyetubuhi permukaan tanah perlahan-lahan membangkitkan gelombang ingatan di benak Sayuti, tentang suatu hari yang basah, sebasah rasa yang berkecamuk di dada.
🍁🍁🍁
Assalamualaikum.
Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Kinar bersama meja ajaib itu, silakan baca di:
* KBM App
* KaryaKarsa
Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.
Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.
Aku tunggu di sana, ya.
Makasih.
Salam santun 😊🙏
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top