18 - Babak Baru di Hidup Sayuti

1972

Sejak saudara kembarnya ditelan lautan, Sayuti memiliki trauma tersendiri terhadap laut. Warna birunya serupa hidup dan siap menerkamnya kapan pun dia memandang ke sana. Karena itu, sejak kecil dia berusaha menghindari laut. Jika ditanya soal cita-cita, dia cukup jawab, jadi apa pun, asal kerjanya tidak di laut.

Namun, upaya menghindar itu tentu saja tidak mudah bagi bocah yang hidup di daerah pesisir. Anak-anak di kampungnya bahkan diarahkan untuk menjadi nelayan sejak dini. Seolah-olah mereka memang dilahirkan untuk laut.

Sayuti hanya tamat SD karena sekolah menengah pertama lumayan jauh dari kampungnya. Selain pertimbangan biaya, dia bahkan tidak punya kendaraan. Namun, bisa tamat SD saja sudah bagus, karena teman-temannya bahkan banyak yang berhenti di tengah jalan karena harus fokus membantu orangtuanya bekerja.

Karena masih trauma terhadap laut, setelah lulus SD Sayuti membantu Mak berjualan kue di pasar. Sambil sesekali mengangkatkan barang orang-orang dengan upah seadanya. Bagi Sayuti, itu sudah sangat menyenangkan daripada harus ikut Ambo melaut.

Namun, setelah beranjak dewasa, Sayuti mulai sadar bahwa seorang lelaki sewajarnya melakukan hal yang lebih menantang daripada sekadar berjualan kue di pasar. Dia juga mulai gerah dengan omongan tetangga yang sering mempermasalahkan pekerjaannya itu. Akhirnya, pelan-pelan dia berusaha melawan ketakutannya dan mulai belajar ikut Ambo melaut.

Awalnya memang tidak mudah. Dia terus kepikiran saudara kembarnya yang tenggelam dan mayatnya tidak ditemukan sampai sekarang. Di sisi lain dia harus menerima takdirnya sebagai anak pesisir yang lahir untuk bersahabat dengan laut.

Ironis sekali. Ketika Sayuti mulai terbiasa dengan aroma laut serta irama ombaknya, suatu hari Ambo malah meninggal di tengah laut. Malam itu, di atas perahu kecil mereka, tiba-tiba Ambo mengalami pusing berat hingga tersungkur di dasar perahu. Sayuti panik. Mereka lumayan jauh dari daratan. Sepanjang mata memandang hanya gelap yang membentang. Kendati demikian, dia tetap teriak minta tolong sekencang-kencangnya. Namun, suaranya kalah jauh sama angin.

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Kinar bersama meja ajaib itu, silakan baca di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top