9 - BERCINTA BERSAMA

Holla para ruwetss... Dipart ini aku kasih visual versi aku yah... Sbrnya aku sih terserah mau kalian imajenasikan apa itu bebas2 aja.. Tp klo aku milih mereka.. Hahaha nyantol aja dihati.. Jgn liat latarbelakangnya gmn yah krn aku hanya melihat face nya aja...

Sorry for typo..

•••
[18+]

Pagi di kamar Aries.

Awal hari yang berbeda baru saja dilalui Aries selama dia hidup di dunia ini. Matanya mengerjab bingung saat meneliti pemandangan manis tepat di sampingnya. Ini masih pagi sekali bahkan para pemanggil mentari masih berkokok ramai di depan sana. Aries lupa jika ia sudah mempunyai istri. Seorang wanita muda dengan wajah menenangkan bagi siapa saja yang melihatnya sedang terlelap di dekatnya. Aries hanya tersenyum menatap wanita yang sudah halal untuk dimiliki dan wajib dijaganya.

Posisinya begitu intim, dipelukan Aries.

"Nnnggg.." gumam Rania masih berada di alam mimpi. Aries terus meneliti. Bulumata yang sangat indah dan garis wajah menarik. Terlebih bibir mungil tetapi tebal itu dengan posisi mengerucut. Aries tiba-tiba merasa gemas ingin mengecup bibir nan menggoda itu.

Bolehkah?

Bicara masalah kecupan Aries baru tersadar dia belum pernah menyecap bibir milik Rania, milik istrinya. Semasa ia mengenal Rania baru kemarin siang ia mengecup dahi Rania. Selebihnya sesuai daya ingatan yang masih dalam batas normal Aries belum pernah bertindak lebih jauh.

Aries masih asyik menikmati wajah tenang Rania dalam dekapannya. Ia menarik tubuh itu semakin dekat dengannya. Mendatangkan kehangatan tersendiri, terlebih Aries bertelanjang dada. Selimut tidaklah cukup untuk menghangatkan jiwa dingin Aries.

Rasa sedikit ngilu di dada tak ia hiraukan. Pergerakan Rania bukan menjadi penyebab rasa perih di luka itu terjadi. Aries menikmatinya. Ini pengalaman baru baginya. Dia tidak bodoh untuk mensia-siakan moment indah ini. Sensasi asing ini menyenangkan.

Tangannya tak tinggal diam, ia menyapu helaian rambut di sekitar leher dan sebagian pipi istrinya. Lembut dan terlihat rapuh. Seolah tubuh ini butuh perlindungan.

"Rania..." bisik Aries pelan di telinga Rania. Merasa terganggu Rania mempererat pelukannya. Ia merasa nyaman. "Raniaa.." bisiknya sekali lagi.

"Bangun.." Aries hanya tersenyum karena panggilannya tidak berefek. Merasa tak tega, ia melepaskan pelukan itu. Pelan Aries duduk dan terus menatap Rania. Damai rasanya menatap pendamping cantik tidur menemaninya. Aries merasa ditemani dihidup sepinya.

"Rania.." Aries mengelus pipi lembut Rania. "Bangun..." Aries kembali membungkuk dan berbisik sekali lagi.

Ada rasa penasaran pada diri Aries. Ia memang menyukai mata bulat syahdu Rania. Sedikit memaksa Aries mau saat Rania membuka mata wajah dirinyalah yang ia lihat. Wajah pertama sebagai seorang suami.

"Nggg.." Rania membuka matanya. Dan senyuman tulus Aries menyambut.

Kakak Aries menyambutnya dipagi buta ini?

Matanya tiba-tiba melebar seketika. Seolah masih tak percaya jika ia sudah menikah dan berbagi tempat tidur, Rania terduduk kaku.

"Maaf aku telat.." kata-kata kikuk keluar begitu saja dari mulut Rania. Aries terkikik geli. Mata Rania memang bisa menjadi penawar hatinya. Penyemangat mengawali harinya.

"Nggak telat ko.." Aries mengacak Rania yang memang sudah berantakan.  Rania langsung menatap dada polos Aries. Memeriksa balutan luka di sana. "Masih sakit?" tanya Rania pelan. Aries menggeleng.

"Ayo kita shalat.. Semalam kita kelewatan.." Aries berdiri dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi meninggalkan Rania yang masih belum pulih dari rasa kantuk bercampur gugup.

"Ambilkan kakak baju koko dan  kain sarung di lemari yah!" Rania langsung berusaha mengumpulkan tenaga dan siap berdiri menuruti perintah sang suami. Ini masih sangat pagi.

"Ini kak..." Rania masih malu untuk menerobos masuk padahal Aries membuka pintu kamar mandi. Aries tertawa saat melihat tangan Rania melayang di depan pintu dengan baju dan sarung miliknya. "Masuk saja ke sini. Kita bisa berbagi kamar mandi." kenapa mendengarnya saja membuat rona merah muncul di sekitar wajahnya.

Rania ini bukan mimpi. Ini akan menjadi keseharianmu dengan Aries saling berbagi. Mungkinkah Aries mau membagi hatinya? Kenapa rasanya Rania masih merasa tidak yakin? Rania tetap diam di depan pintu.

"Hei.." Aries melongokkan wajahnya. Mulutnya penuh busa pasta gigi. Kepalanya memerintahkan Rania masuk ke kamar mandi. Jangan lupakan dada polos itu. Rania menurut dan masuk ke kamar mandi.

Aries memberikan sikat gigi milik Rania lalu menarik lengan istrinya untuk berdiri berdampingan. Rania mengambil pasta gigi dengan kikuk tapi ada rasa yang sulit ia utarakan. Ini sederhana tetapi penuh makna bagi kisah hidupnya.

Aries lebih dahulu berkumur dan mencuci wajahnya. Tanpa risih ia menggunakan toilet di sebelah kanannya. Tidak terlihat memang karena sekat memisahkan mereka tapi Rania tahu Aries sedang apa hingga tak selang beberapa lama suara gemericik air meramaikan ruangan itu. Raniapun membuka kran air untuk acara gosok giginya. Setelah selesai ia melihat Aries sudah rapi dengan baju dan kain sarung di belakangnya. Entah kenapa Rania memalingkan wajahnya.

Kenapa pria ini terlihat biasa saja? Apa ia tidak risih? Rania berfikir bahkan menganggap dirinya saja yang terlalu berlebihan dengan perubahan aktifitas sehari-harinya.

"Rania ayo kita shalat berjamaah." ajak Aries di luar sana. "Iya kak tunggu aku.." Rania langsung membersihkan diri dan mengambil air wudhu dengan wajah bahagia. Impiannya terkabul.

"Ayo.." ajak Aries sebagai kepala Imam rumah tangga. Pagi yang indah untuk sepasang pengantin baru. Selesai melaksanakan kewajiban mereka duduk di sajadah saling menghadap, lebih tepatnya Aries yang membalikkan posisi ke belakang.

"Seminggu ini kakak libur dan keluarga memberikan kita hadiah untuk berlibur. Kamu mau pergi sekarang atau kita tunda?" tawar Aries.

"Aku terserah kakak." Aries mengangguk. "Kakak mau tahu dulu kondisi Alvina kamu tidak masalah?" tanya Aries pelan. Rania gugup ingin menjawab.

Jahatkah ia mau bersikap egois? Ia mau Aries hanya terfokus hanya untuknya.

"Kita ke sana yah pagi ini. Rima mau ke sana bukan?" Rania mengangguk, ralat Rania menunduk. Aries bangkit dan melepaskan kain sarungnya, Raniapun mengikuti membuka mukena yang ia kenakan. "Kakak mau sarapan?" tanya Rania bingung karena Aries merebahkan dirinya kembali di tempat tidur. Rania melihat arah jam memang masih jam lima pagi, masih terlalu dini untuk mengisi perutnya makanan.

"Nanti saja, kemari di samping kakak." ajak Aries menepuk tempat yang semalam menjadi tempat ia beristirahat. Pelan Rania duduk lalu merebahkan diri di samping suaminya yang hanya memakai kaus dalam. Ah kenapa dia selalu membuat Rania gugup. Bahkan tata cara menelan ludah saja butuh konsentrasi extra.

"Lukanya sudah membaik?" cicit Rania. "Sudah tertutup. Ini hanya luka ringan." jawab Aries tenang. Ia menghadap Rania yang sedang menerawang menatap langit-langit kamar. Rania demam panggung. Udara dingin penyejuk ruangan semakin membuat ia serba salah. Mendadak perutnya mulas. Oh jangan sekarang Rania..

"Biasanya setiap pagi kamu sarapan apa?" tanya Aries memulai hubungan resmi mereka. "Rania nggak suka sarapan tapi mama mewajibkan minum susu." Aries tetap menatap wajah samping istrinya. Sekilas ia melirik arah perut Rania dimana kedua tangannya istrinya sedang saling bertautan dilanda gugup. Aries tahu Rania mungkin belum terbiasa. Begitu juga dengan dirinya. Seandainya Rania tahu ia juga berusaha tenang ditengah rasa gugupnya. Tetapi Aries dididik oleh sang ayah menjadi pria pemberani. Pantang gugup baginya.

Dan satu langkah berani Aries selanjutnya adalah menindih Rania secara tiba-tiba.

Degh..

Rania benar-benar ketakutan. Aries memenjarankan dirinya dalam satu pandangan mata. Tangan Rania ingin mendorong dada Aries hampir saja sampai akhirnya ia mengingat kembali luka di dada suaminya.

"Kakak mau apa?" pertanyaan super bodoh batin Rania. Aries memasang senyum geli. "Kamu membuat kakak seolah seperti pria hidung belang penyuka anak-anak." Aries menoel hidung Rania lalu mencubitnya gemas.

"Apa hobby kakak mencubit?" jujur Rania. Aries mengangguk. "Kamu akan santai setelah kakak cubit. Anggap saja itu pancingan." wajah Rania malu menahan rasa aneh yang menggelenyar. Terlebih Aries menatapnya tajam. Sangat Aries batinnya.

"Kenapa melihat aku seperti itu?" Aries tidak menjawab pertanyaan Rania. Perlahan tapi pasti wajah Aries mendekat ke arah wajah Rania. Mata mereka saling menatap. Seolah berbicara dengan pandangan saja sudah cukup menjawabnya. Baiklah Rania berfikir mereka akan berciuman. Ucapan kasih sayang selamat pagi.

Tuk.. Tuk..

"Abaaang... Kakak ipar mari sarapan pagiii..." teriakan Rima di depan pintu membuat mereka diam di posisi masing-masing.

"Rima jangan ganggu pengantin baru.."

"Ah nek biarin aja, jam segini udah diganggu mama.."

Rania terkikik mendengar teriakan Rima di luar sana. Aries menggeleng. "Rima tetap akan menggedor selama kita belum keluar." faham maksud suaminya Rania mengangguk tetapi Aries memang berniat ingin menyecap bibir mungil berisi milik istrinya.

"Abannng bangun.. Raniaaaa.." teriakan Rima yang sangat mengganggu. Rania masih menoleh ke arah pintu sebelum wajahnya kembali menatap suaminya.

Chup. Aries benar-benar menempelkan bibirnya di sana. Mencoba melumat perlahan sebagai perkenalan. Menggodanya dengan sentuhan lembut berharap Rania menyapa balik kelembutan yang sedang diberikan Aries.

Ini menuju keintiman hubungan mereka, sangat menyenangkan dan pengalaman baru bagi peningkatan kedekatan alami. Pertautan intim yang hanya menimbulkan reaksi suara-suara desahan dari Rania. Memalukan batin Rania tetapi dorongan mendesah memang keluar begitu saja, terlebih berkali-kali Aries menekan tubuhnya lebih dekat lagi dengan Rania. Aries menguasai aktifitas ini.

Perlahan Aries melepas ciumannya. Rania mengatur nafas gugup. "Kenapa tidak membalas?" haruskah Rania menjawab? Sekali lagi Aries mengecup bibirnya. Memberikan tatapan tulus membuat Rania melambung ke atas awan.

"Terbiasalah Rania istriku, ini baru permulaan." perkataan yang membuat Rania bingung untuk menimpali apa. "Kamu tahu rasa kamu sangat indah tapi sayang kamu tidak membalas." benarkah ini Kakak Aries yang berbicara? Rania mencubit lengan Aries. "Kamu akan santai ternyata jika kakak goda.." ledekan indah bagi Rania.

"Ayo Rima pasti berisik kembali.." Rania mengalihkan rasa malunya dan benar saja..

Dor.. Dor..

"Bangun pengantin baru! Udah keramas belum..."

"Rima udah gila lo pagi-pagi..."

Aries yakin gedoran itu tidak akan berhenti sampai mereka mau menjawab atau keluar. Menghela nafas Aries beranjak bangun dari tubuh Rania. Mereka merapikan tampilan sebelum akhirnya keluar kamar. Ini masih sangat pagi untuk sarapan tetapi di ruang makan rumah itu sudah ramai akan suara gaduh wanita yang dipaksa memasak sarapan.

Rima memang sengaja membangunkan semua penghuni di rumah itu karena kesal, ia tak perduli status terbaru pemilik kamar di sebelahnya.

"Nggak usah malu kamu kan tahu sifat keluargaku.." Rania mengangguk, ia sudah mengenal keluarga ini lama walaupun tidak sedekat yang lain tapi Rania memang sudah terbiasa.

"Eh pengantin baru." panggil Rima melihat kakak dan istrinya memasuki ruang makan yang tak jauh dari pantry tempat ia membuat sarapan. Aries berjalan lebih dulu.

"Maaf yah Rania, adik ipar kamu ini keterlaluan semua orang dibangunkan untuk mencoba nasi gorengnya. Kalian istirahat saja biar sarapannya diantarkan ke kamar.." perintah Prisila memegang lengan Rania dengan lembut.

"Nggak ganggu ko ma, Rania malah penasaran sarapan buatan Rima." jawab Rania.

Aries duduk di kursi meja makan di mana sang papa dan kakek neneknya sudah duduk menikmati teh dan kopi hangat.

"Emang Rima ini bikin repot aja pagi-pagi.." Prisilla melirik putrinya.

"Lah mama sendiri bangunin aku pagi-pagi suruh buatin si manusia kuno sarapan. Emangnya aku terima jasa catering makanan apa." cibir Rima sebal. Dia mendekat dan duduk di samping Rania, dengan menyebalkannya Rima memegang rambut Rania yang kering mendekati lembabpun tidak. Rania sedang meminum air hangat.

"Ini nggak keramas apa emang tadi udah dikeringin? Main cantik niye.." ledek Rima, Rania hampir saja menyemburkan minumannya.

"Rima.." tegur Ibu Ipah. Aries tampak tenang tidak terpancing. Ia menikmati kopi hangat. Prisilla dan yang lain melirik curiga. Haruskah mereka meyakinkan diri untuk menguping di malam berikutnya? Prisilla menggelengkan kepala.

"Jangan didengerin ocehan adik ipar yah mantu." Ar menatap menantunya dengan sayang.

"Iya pa udah biasa sama kelakuan Rima." Rima terkikik menatap kakak iparnya.

"Eh Ran anterin nasi goreng nih di rumah sebelah. Lo kan keluarga sana." pinta Rima.

Rania mengangguk. "Iya sini biar Rania yang anter.." Rima tersenyum lebar.

"Nggak bisa enak aja kamu suruh pengantin baru.. Harus kamu." cegah Prisilla. Rima mendengus sebal ia lalu berdiri dan mengambil mangkuk besar lainnya yang memang sudah disiapkan Prisilla untuk diberikan kepada tetangga sebelah.

"Eh mau kemana?"

"Tadi katanya suruh aku yang anter.." protes Rima bingung.

"Mandi dulu sana. Masa mau ketemu Raja kumal dekil bau dapur..."

"Ah perduli amat ma.. Kalo bisa pake semprotan obat nyamuk juga aku mau, nggak apa-apa siapa tahu dia bisa klenger..." Prisilla mengambil mangkuk besar itu dan mendorong putrinya ke luar ruangan. "Mandi sana dandan yang cantik.."

"Ribet.." protes Rima sambil lalu. Permintaan sang mama tidak akan pernah bisa ia bantah.

"Jangan lama-lama nanti Raja kelaparan.." teriak Prisilla.

"Iya paling dua jam ma. Biarin kelaparan sekalian busung lapar juga lebih bagus." balas Rima. Prisilla menggeleng dan terus berusaha meyakinkan perjodohan kedua. Aries putra pertamanya sudah aman dari macam kecurigaan. Prisilla bahkan mengira putranya punya kelainan dalam menyikapi ketertarikan lawan jenis.

"Jadi kapan mau honeymoon nya sayang?" tanya Prisilla menatap Aries.

"Nanti ma lihat kesibukan di kantor sama gym dulu.." Prisilla menggeleng.

"Nggak bisa. Kamu harus honeymoon mumpung masih hangat-hangatnya. Rania rayu suami kamu dong.."

"Iya ma Rania terserah kakak aja.." jawabnya bingung. Ia menyerahkan semua keputusan kepada Aries.

"Yah kamu kenapa nurut banget sama Aries..." lirih Prisilla.

"Heh mertua aneh. Kewajiban Rania nurut sama Aries. Lo ribet amat ngurusin honeymoon orang." Ar menyambar ucapan istrinya.

"Dalam waktu dekat ma pa.. Aries lihat keadaan dulu.." Aries melirik Rania dengan senyuman.

"Kakek sama nenek pesen buyut yah.." godaan Bapak Dullah membuat Rania dan Aries salah tingkah.

"Pisangnye dimakan kagak?" sekali lagi Aries dibuat serba salah. Pisang-pisang itu sebenarnya dinikmati Safir dan yang lainnya di kamar hotel.

"Dimakan." jawabnya singkat.

"Lah ko kagak keramas.." suara Ibu Ipah hampir tak terdengar. Bapak Dullah menyenggol sang istri. Aries dan Rania tahu mereka menjadi pusat rasa penasaran. Biarlah waktu yang menjawab. Rania yakin ia bisa berjuang mendapatkan hati sang suami.
•••

Di ruang makan rumah Raja.

"Pagiiii..." suara seseorang terlihat menyambut Raja yang baru saja duduk di meja makan bersama mama Rachel. Satria, baru saja berangkat ke kantor. Raja menatap orang itu dengan perasaan menyelidik.

"Ngapain lo bertamu ke rumah orang pagi-pagi?" sinis Raja tanpa malu. Rachel menyenggol lengan putranya.

"Raja..!" tegurnya kesal. "Ayo masuk Safir kita sarapan bersama.." dengan senyum bahagia Safir duduk di samping Raja yang sedang menikmati kopi hitam buatan sang mama.

"Sudah sarapan?" tanya Rachel.

"Belum tante.." Rachel memberikan susu hangat untuk Safir, tak lupa roti bakar yang sudah diberikan selai oleh Rachel.

"Ma aku ko nggak dibuatin nasi goreng sih?" tanya Raja memeriksa sarapan kesukaannya tidak tersedia di meja makan.

"Masih dibuatin, tunggu yah." sambil terkikik Rachel menjawab pertanyaan putranya. Raja mencebik kesal. Ia menyesap kopi hitam sambil menikmati aromanya.

"Ratu mana?" tanya Rachel, Raja hanya menggeleng. "Mama mau bersiap-siap yah baru ke rumah grand ma. Safir makan yang banyak yah jangan malu-malu." Safir mengangguk dan tanpa sungkan menikmati sarapan.

"Dia sih hobbynya malu-maluin ma.." sindir Raja, Rachel hanya menggeleng. Putranya memang bermulut pedas seperti suaminya.

"Ada apaan lo ke sini?" bisik Raja melirik Safir. Tangannya memegang sendok kecil, mengaduk-aduk cangkir kopi.

"Gue mau tanya sesuatu sama lo, punya game...." wajah Safir terlihat serius.

"Mau tanya apaan?" Raja menunggu pertanyaan Safir. Saat Safir ingin mengeluarkan bunyi dari mulutnya tiba-tiba pandangannya terganggu karena suatu penampakan yang datang ikut memenuhi ruang makan itu.

"Gue mau tanya, Rajaa..." Safir mulai tidak fokus. Ratu berjalan dari arah belakang Raja dan duduk tanpa menatap orang sekitar.

"Mau tanya apaan?" Raja menatap Safir. Mendadak Safir dilanda demam panggung. Ratu duduk dihadapannya.

"Heh mau tanya apa lo?" tanya Raja sekali lagi suaranya sudah naik satu oktaf. Safir mendadak tersadar dari lamunan. "Safir lo mau tanya apaan?"

"Siapa nama Raja Kerajaan Majapahit periode ke empat?" tanya Safir satu kali nafas. Raja menatap jengkel ulah saudaranya ini. Apa-apaan ini mengganggu pagi indahnya dengan kelakuan absurd yang sulit ditebak.

Ratu melirik tingkah mereka berdua dengan ekspresi bingung, tetapi Ratu memang tetaplah pribadi cuek yang tidak usil. Mungkin mereka sedang membahas sejarah macam-macam Kerajaan di Indonesia. Ratu duduk dan mempersiapkan sarapannya dalam diam.

"Jangan bercanda deh pagi-pagi bikin kepala gue ruwet." sinis Raja. Safir merutuki kebodohannya. Menggaruk kepalanya yang sedikit gatal mungkin. Kehadiran Ratu membuat ia hilang konsentrasi. Ini bukan dirinya. Dan hanya ada satu penyebab kenapa dia bisa mati gaya di hadapan Ratu,

Kembar sialan dengan segala tingkah aktif menyebalkannya. Awas yah Raga sama Raka. Gue pites kalo ketemu.

"Entar aja deh.." jawab Safir kikuk. Ia melirik wanita di depannya. Ratu tampak manis mengenakan kemeja putih dengan rambut tergerai sedikit basah.

Basah? Mungkin Ratu habis keramas. Oh keramas yah? Batin Safir melalang buana dengan pikiran aneka ragam. Kenapa Ratu bisa keramas? Apa dia punya juga koper laknak seperti miliknya? Mungkin gerah semalam terkena sapuan penata rias.

"Heh.." Raja menepuk pundak Safir. Ratu tetap tidak bergeming. Dan untuk pertama kalinya dalam hidup Safir ia merasa cemburu dengan selembar roti yang begitu diperhatikan Ratu. Makanan itu tampak aman dalam genggaman tangan putih Ratu. Seolah butuh perhatian, roti itu dimanja dengan kelembutan tangan Ratu.

Dibelai dengan arah horizontal maupun vertikal. Mendadak Safir merasakan ngilu dibagian harta berharganya.

Sial, ini masih pagi dan Ratu menjadi objek fantasy nya? Keparat kau Safir. Makian dan cacian untuk dirinya sendiri terus berkumandang di hati Safir.

"Oh iya Fir gue bareng lo yah.. Entar lo turunin gue di bengkel!" pinta Raja yang masih sibuk menikmati kopi hitamnya. "Gue males bawa kendaraan." Safir hanya mengangguk tak perduli. Mungkin kopi hitam bisa meredahkan kesintingannya dipagi hari ini.

"Heh Ratu.. Hari ini lo pulang jam berapa? Teman kampus lo siapa tuh namanya? Kalina yah?" tanya Raja kepada adiknya, wajah Raja jelas punya niat terselubung. Ratu hanya mengangguk dan tetap fokus dengan roti super sialan beruntungnya itu. Safir ingin sekali membejak tak berbentuk roti itu. Kenapa Ratu tidak mau menyapanya? Kenapa lembaran berbahan dasar tepung terigu berprotein tinggi itu begitu beruntung?

Memang selama ini Ratu pernah menyapa dan bersenda gurau dengannya? Safir tersadar, mereka memang tidak dekat bahkan mendekati kenal saja tidak.

"Iya Kalina? Mau apa kakak? Dia nggak suka musik jaman purba. Aku jamin sehari jalan di mobil kakak dia akan pusing tujuh keliling. Nggak usah deketin dia deh dijamin ditolak." suara Ratu lantang dengan sifat tegas tak terbantahkan, oh tidak heran Ratu satu darah dengan Raja. Mulut mereka tidak jauh berbeda. Pedas.. Safir mencurahkan isi hatinya dalam hati.

"Dia emang anti musik lawas?" selidik Raja. "Anti dangdutan malah." Ratu menjelaskan.

"Oke batal didekati.." jawab Raja cepat. Safir tertawa dia harus berusaha santai. Ratu bukan penghalang jiwa normalnya.

"Kebanyakan wanita juga akan mundur begitu tahu selera lo kuno.." goda Safir.

"Setuju." jawab Ratu yakin tanpa menatap lawan bicaranya. Safir diam tak berkutik. Jadi dia menganggap keberadaan Safir? Bahkan setuju dengan pernyataan Safir.

"Lo semua nggak akan mengerti arti sebuah sejarah. Dulu tetap terkenang tapi yang sekarang masih belum jelas." jawab Raja enteng.

"Aneh.." jawab Ratu dan Safir bersamaan. Mereka seperti sejiwa saja. Keduanya kembali diam. Ratu dengan lembaran putih empuknya sementara Safir mengetuk piring tanpa tujuan yang jelas.

Sial kenapa gue bisa mati gaya. Pekerjaan gue penyiar radio dengan berbagai ocehan mudah gue lakukan. Tapi sekarang...? Kembar sialan..

"Rajaaaa..." panggilan sang mama membuat mereka bertiga menoleh ke arah Rachel.

"Coba liat siapa yang buatin nasi goreng spesial di pagi hari ini." Rachel memeluk lengan anak tetangganya dengan bahagia.

"Rima buatin nasi goreng buat Raja?" Safir memang tidak akan malu bertanya dimanapun dia berada. Rima berdiri dengan wajah terpaksa membawa mangkuk besar berisi nasi goreng.

"Ayo sayang katanya mau kasih Raja." ajak Rachel mendorong Rima mendekati Raja.

"Kali ini pake sianida nggak?" ketus Raja melirik Rima yang sedang meletakkan mangkuk besar berisi nasi goreng. Senyuman Rima terlihat menyeramkan. Terlalu dipaksakan.

Ini bukan yang pertama kali ternyata. Setiap dua minggu sekali Rima diwajibkan bertandang di pagi hari ke rumah itu. Dimana ia dengan senyum anehnya membuat nasi goreng untuk pria bukan main menyebalkan yang pernah ia kenal selama dua puluh tahun hidup.

"Ini kaya kemarin nggak hambar dan kurang kecap?" tanya Raja sekali lagi. Rima hanya diam berdiri dan setengah ikhlas mengambilkan nasi itu untuk diletakkan di piring Raja.

Mereka tampak seperti suami istri harmonis menyambut pagi. Safir melongo menatap pemandangan langka ini. Saudari sepupunya bertingkah ajaib.

Oh ayolah bahkan dinding-dinding yang pernah Raja dan Rima datangi bisa menjadi saksi bagaimana ketidakakuran mereka yang tidak pernah mereka tutup-tutupi. Perang selalu menjadi bagian disetiap pertemuan.

"Buat gue dong Rim!" pinta Safir tidak tahu malu. "Tahu nih masa kakak aja kita nggak diperhatiin?" timpal Ratu tiba-tiba. Suaranya terkesan santai mendekati biasa saja. Dan jangan lupakan si roti sialan yang masih betah digenggam Ratu.

Kita? Berarti aku dan kamu? Batin Safir kembali bersorak karena Ratu seperti mengajaknya bicara. Baiklah Safir akan ikuti.

"Eheh.." Safir seolah ikut setuju walaupun terdengar canggung.

"Eh nggak bisa sayang. Rima kan sedang belajar.." Rachel menepuk pundak Safir di sebelahnya. "Kalo Safir mau nanti biar tante suruh Ratu yang membuatkan spesial." tawaran yang menggiurkan batin Safir.

"Mama apaan sih. Udah ah aku mau berangkat kuliah. Bye Rima..." Ratu berdiri dan hanya menyalami sang mama lalu menegur Rima. Safir tidak ia tegur. Kenapa rasanya sakit? Hei Safir bahkan lupa Ratu memang selalu seperti itu dengan kamu.

"Pengantin baru apakabarnya Rim..?" tanya Rachel. Rima masih berdiri di antara Raja dan Safir.

"Baik ma.. Tadi sih disuruh mama balik ke kamar." Rima terkikik geli mengingat wajah malu-malu Rania.

"Ya sudah mama mau pergi dulu yah. Raja makan sarapan dari Rima. Safir juga yah.." pamit Rachel kepada semua. Rima masih tertawa sendiri dengan pemikirannya.

"Ngapain lo ketawa depan muka gue? Oh iya yang ini lumayan. Besok-besok jangan pake sosis! Gue maunya udang kupas." ketus Raja.

"Suka-suka gue dong. Terima aja napa sih. Capekkan gue pagi-pagi suruh di dapur ngurusin isi perut sialan lo! Udah untung ga gue kasih racun." balasan ketus seperti biasa.!

"Gue bilangin mama lo nih kalo nggak mau?" ancem Raja. Rima melirik jengkel ia lalu duduk di samping Safir. "Tau ah.." Raja tak perduli ia lebih memilih menikmati sarapan nasi gorengnya.

"Fir entar lo temenin gue mau nggak?" bisik Rima kepada Safir. Raja penasaran. Matanya memicing menatap mereka berdua.

"Gue mau anterin Raja ke bengkel dulu." Rima berdecak kesal. "Suruh aja naik angkot." bisikan yang sangat bisa didengar Raja.

"Raja gue nggak bisa anterin lo ke bengkel, sibuk ada urusan." kilah Safir dengan polosnya. Raja tahu titik kelemahan Safir.

"Ehem mau gue bilangin kakek sama nenek lo di sebelah kemarin yang lahap makan banana siapa? Oh abis itu lo sama Razi kemana yah?" ancaman Raja super menyebalkan. Safir melirik Rima.

"Mama dan papa perlu tahu nggak yah koper punya lo?" ancam Rima tak mau kalah.

Baiklah Raja dan Rima mungkin memang ditakdirkan menjadi dua manusia menyebalkan bermodalkan ancaman. Menyesal Safir bertandang dipagi hari ke perumahan mereka. Dan lagi-lagi ini ulah Razi yang memintanya  meminjamkan video game untuk menenangkan adik-adik kembarnya. Ya pada akhirnya kesialan Safir berpusat pada..

Kembar sialan gue jadi kejebak sama dua orang kutukupret ini.

"Gimana kalo lo berdua gue anterin dulu.. Gue siaran radio siang sih.." Safir bernegosiasi.

"Tapi kan gue minta temenin sama lo." bisik Rima. Raja semakin penasaran.

"Lo mau ketemu sama Akbar yah?" cecar Raja tak terima. "Awas aja gue seret lo pulang. Gue aduin ke abang lo." ancam Raja tak terbantahkan.

"Kenapa sih lo niat banget mau misahin gue sama Akbar? Nyebelin tau nggak.." Rima dengan segala suara lantangnya. Raja ingin membalas tapi Safir menahan dengan tangannya.

"Udah sana cakep maniss pulang gue tunggu di depan, hari ini gue temenin lo yah." bujuk Safir mencubit pelan pipi Rima.

"Tapi nanti sore turunin gue di rumah Mbak Alvina yah. Gue janjian sama Ruby ke sana."

"Iya tuan putri.. Ayo sana dandan yang manis.." rayu Safir kepada Rima. Raja bergidik ngeri.

"Oke gue siap-siap dulu. Anterin si kuno aja dulu baru kita jalan yah Fir." Rimapun berlalu. Raja memanas.

"Lo ko diem aja sih Fir kalo Rima deket sama Akbar. Bahaya.."

"Siapa yang diem aja gue sengaja ko. Gue mau tahu Akbar ngapain aja." Raja mengangguk. Baiklah ini masuk akal dan bisa diterima.

Setelah sarapan Safir dan Raja menunggu di halaman depan. Menanti kedatangan gadis bersuara kencang itu.

"Lama amat sih lo. Mau ketemu Akbar aja dandan menor. Ujung-ujungnya ditinggal kaya kemarin." Rima tidak menjawab apalagi membalas. Itu sama saja merusak tampilan dan mengganggu aura bahagianya setelah bersiap diri.

"Ayo masuk.. Repot bener gue ini hari.." Safir mendorong Rima duduk di belakang. Raja di depan.

"Gue anter lo dulu yah. Lo kenapa nggak mau bawa mobil?" tanya Safir di dalam mobil sambil melajukan dengan pelan.

"Sepeda gue ada di sana, entar gue pulang mau naik sepeda." Safir mengangguk.

"Gue mau beli mobil antik ah Fir.." Safir hanya menggeleng dengan kegemaran saudaranya akan barang-barang kuno.

"Susah perawatannya."

"Justru itu yang antik itu penuh pengorbanan. Kalau mau dibuang pasti nggak akan tega, harganya berbeda di hati." Rima hanya diam sambil memainkan ponselnya. Manusia kuno tetaplah kuno.

"Sebentar ke toilet dulu yah.." Safir menepikan mobilnya di toilet umum di tempat pengisian bahan bakar mobil. Raja hanya mengangguk.

"Ada yang mau ikut?" tawar Safir dan keduanya kompak tidak menjawab. Tidak sadarkah mereka bahwa mereka ini mirip? Batin Safir jengkel.

"Jangan lama-lama." ucap keduanya, bahkan isi hatinya saja bisa sama.

Lama Raja dan Rima menunggu dengan kebosanan. Raja terus menatap arah jamnya. Sementara Rima berdecak kesal memainkan ponselnya.

"Lama amat sih Safir.." gerutu Rima. "Males banget gue semobil sama barang kuno." Raja malas mendengarkan. Hingga sebuah pesan masuk bersamaan untuk mereka.

Safir : sorry gue naik ojeg buru2. Rima anterin Raja ke bengkel terus lo pake aja mobil gue. Ntar malem gue ambil di rumah. Bye. Dimohon kesadarannya untuk memaklumi jalan yang aku pilih.

"Sialan.." gerutu Raja.

"Kan gue minta temenin... Gue nggak mau sendiri.." gerutu Rima pelan. Raja menengok ke arah Rima.

"Lo diapain sebelumnya sama Akbar?" tanya Raja langsung tanpa malu. Rima membuang muka.

"Jujur.." pinta Raja.

"Bukan urusan lo." ketus Rima sebal.

"Udah gue mau naik taxi aja lo urus mobil sialan ini." saat Rima ingin membuka tangan Raja menahan.

"Biar gue yang anter." Rima menatap horor tawaran Raja.

"Nggak perlu, lepasin.." tangan Raja tetap memegang erat.

"Gue serius..ayo pindah ke depan." Rima menggeleng lalu berontak sambil menggigit tangan Raja. "Aww.."

Rima keluar dari mobil dan hendak mencari taxi, ia berhenti karena panggian kencang Raja di belakangnya.

"Imaaaa..." teriakan Raja yang selalu mampu membuat Rima tak berkutik. Itu panggilan Raja untuk Rima dari masa kecil mereka bersama. Entah kenapa Rima selalu bergetar jika Raja memanggilnya imaa..

"Imaaa.." tangan Raja kembali menarik Rima ke arah mobil. Ia membuka pintu depan dan mendorong masuk Rima dengan segala kebisuannya.

"Gue anterin lo. Jangan dibantah atau gue aduin ke abang. Oh bukan ke abang tapi ke mama.." ancam Raja.

"Imaaa.." panggil Raja. Rima melirik sekilas wajah garang Raja dan pada akhirnya mengangguk. Di dunia ini hanya Raja yang memanggilnya ima. Dan ia sedikit merindukan panggilan itu. Raja memang sudah sangat jarang memakai nama itu untuk dirinya.

"Gue mau ke rumah Mbak Alvina aja." ketus Rima memalingkan wajah.

"Kasih tahu sama gue kalo Akbar berbuat macam-macam sama lo!" ancam Raja. "Bagus lebih baik lo ke rumah Mbak Alvina." Raja langsung mengarahkan mobilnya menuju rumah saudaranya itu. Selama perjalanan mereka hanya diam dan malas saling bersahutan.

Hingga sampai di rumah keluarga Alvin Pradipta ternyata banyak mobil yang sudah terparkir. Mereka memasuki rumah itu dengan perasaan bingung.

"Ada apaan yah?" tanya Raja bingung. Ia cukup tahu siapa-siapa pemilik mobil yang terparkir. Bahkan milik pengantin barupun ada di sana.

"Keluarga udah pada tahu mungkin." jelas Rima. "Emang ada apaan?" Rima menggigit bibirnya.

"Mungkin pernikahannya batal." Raja melebarkan matanya.

"Udah ayo masuk.." Rima meninggalkan Raja yang diam membisu.

"Nah kebetulan ada lo berdua." Ruby berdiri di belakang mereka. Rima berhenti dan menengok ke belakang.

"Rima kalo keluarga tanya lo datang bareng gue yah. Rafa sama Raja." pinta Ruby. Rafa yang berdiri di sisinya hanya tertawa.

"Kamu takut banget sih kalau keluarga curiga. Aku yakin topik hari ini bukan kita, tapi mereka yang jalan berdua." Rafa melirik Raja dan Rima.

"Kita dijebak Safir.." jawab Rima dan Raja bersamaan.

"Pokoknya aku mau alasan itu.." manja Ruby kepada Rafa.

"Mulai sekarang aku mau jujur sama keluarga. Kalau kita menjalin hubungan." Raja mengangguk setuju begitupun Rima. "Setuju bro.."

"Bercinta bersama saat seluruh keluarga tahu itu menyenangkan. Daripada sekarang memusingkan." Rafa menarik tangan Ruby memasuki rumah. Yakin untuk memberi kabar bahagia.

"Ayo kita tinggalkan pasangan kuno ini.." ledek Rafa.

"Sialan.." dan lagi-lagi Raja dan Rima kompak bersuara.

TBC...
Selasa, 23 Februari 2016
-mounalizza-
Mari kita ruwet bersama-sama..

Ada yang bisa bantu visual Razi? Gak cocok yah? Ah pusing aku...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top