8 - BOHONG BERCINTA

Wah part kemarin banyak yg kesel sama Aries yah? Jangan marah sama abang.. Semua hanya salah paham... wkkwkwk...

•••

Di suatu rumah dekat tempat acara akan berlangsung.

"Lepaskan dia!!!" geram Aries duduk di depan seorang pria paruh baya. Di hadapan Aries berdiri salah satu anggota divisi. Tangannya terikat tali wajahnya lebam di sana sini. Aries geram menatap kondisi Bagas salah satu orang kepercayaannya di Divisi. Bagas juga merangkap salah satu guru bela diri satu angkatan dengan Aries.

Sungguh ironis Bagas bisa takluk. Pasti mereka bermain licik mengelabui Bagas. Pikir Aries.

"Lepaskan? Tidak semudah itu anak muda. Jawab dulu dengan jujur kepada siapa anda berkerja?" pria itu tersenyum penuh arti. Aries tidak bisa bersuara lebih jujur. Ini termasuk pelanggaran kerja sama.

Bugh..

"Aw..." Bagas mendapat pukulan lagi di sekitar perutnya. Aries masih tetap bertahan. Ia tahu pria tua ini menguji kesabarannya. Berkali-kali ia melihat jam tangannya. Ia sadar waktunya tidak banyak jika harus mengurusi segerombolan orang tidak penting ini. Tetapi menyerah bukan sifatnya.

"Dengan siapa anda berkerja?" tanya pria tua itu geram. Aries mengetuk jari telunjuk di meja di hadapannya.

"Wajibkah saya menjawab?" tantang Aries tak mau kalah. Ingin rasanya Aries melawan. Tetapi ia cukup sadar untuk tidak berbuat nekat. Mereka lebih dari sepuluh orang, setengah dari mereka bahkan membawa senjata api. Terlebih Bagas dalam ikatan mereka.

Kekerasa bukan jalan terbaik. Negosiasi adalah solusi. Walaupun membutuhkan waktu. Sayangnya Aries lupa jika sekarang ini ia tidak boleh membuang waktu.

"Saya suka keberanian anda anak muda." pria tua itu bertepuk tangan sambil berdiri. Berjalan mengitari Aries. Menatap wajah Aries dalam-dalam. Sesekali melirik tawanan yang sudah lebam tanpa bentuk. Kenapa Aries belum mau mengaku di tengah ancaman memilukan. Setidaknya hal ini yang ada dibenak pria tua itu.

"Jangan sekali-kali mengganggu bisnisku anak muda. Saya tahu anda mencari tahu penghuni Britania dan berbagai kegiatan di sana." pria tua itu menyentuh pundak Aries. Sebenarnya ia juga tidak sabar dengan aksi bungkam Aries. Hanya berkata jujur saja lalu pria itu itu akan membebaskan Aries. Mungkin...

"Bagaimana kalau saya menjadi sponsor penjualan bisnis anda?" tawaran Aries yang membingungkan. Bagas setengah sadar melirik Aries. Ia menggeleng. Apa yang ada dibenak boss-nya ini?

"Kami bisa menjadi pengirim handal." sekali lagi Aries meyakinkan. "Jaminan dari kami jejak tidak akan terlihat."

"Saya tahu anda bukan jaringan pihak yang berwajib. Anda hanya boneka boss besar di atas anda. Saya tidak bodoh anak muda. Biodatamu cukup mencengangkan saya. Anda cucu jaringan Vegas yang tersisa. Saya cukup mengenal paman dan ayah anda di masa lalu." pria tua itu menatap garang Aries.

"Kevin dan Ar adalah pengacau dan pengkhianat. Mereka bodoh membongkar bisnis menggiurkan ini ke pihak yang berwajib." Aries cukup tahu masa lalu silsilah keluarganya. Dan ia memang tidak berminat kembali ke kehidupan seperti orangtuanya.

"Saya bukan mereka dan tidak berniat menjadi mereka. Menjadi pengkhianat buka kamus saya Tuan." Aries terus menatap jam tangannya.

Demi apapun yang ada di isi kepalanya adalah kemarahan sang mama. Seratus algojo tidak akan mampu membuat ia ciut nyalinya dan takut. Tetapi satu ibu kandung mampu meluluh lantahkan keberaniannya.

"Anda sibuk?" ejek pria tua itu. Beruntung mereka tidak tahu Aries akan menikah. Jika tahu mereka akan semakin mempermainkan Aries.

"Bagaimana kalau besok kita lanjutkan?" pada akhirnya Aries harus bisa menyerah. Ia harus kembali ke tempat berlangsungnya acara. Masih tersisa dua jam lagi, batin Aries ketar-ketir dibuatnya.

"Katakan dulu kepada siapa anda berkerja?" tawar pria tua itu.

"Sudah saya katakan, sebenarnya kami bermaksud berkerja sama dan jika menguntungkan boss saya akan menambah modal." jawab Aries diplomatis.

"Lalu kenapa anak buah anda mengganggu? Bahkan di beberapa tempat kami digeledah polisi tanpa tahu siapa yang mengadu. Aneh bukan? Tentu tidak karena anda tahu." ejekan yang membuat Aries geram. Ia sedang tidak berniat berlama-lama.

"Katakan!!!" bentak pria tua itu.

"Mungkin dengan mengajak kami, saya yakin tidak akan ada acara geledah menggeledah." ucap Aries yakin. Pria tua itu menyipit menatap Aries. Anak muda ini sangat angkuh dan tetap pada pendirian batin si pria tua dibuat bingung. Dia bisa membawa angin segar sepertinya.

Nnnnnng... Sirine mobil terdengar semakin mendekat di daerah mereka. Aries sedikit memiringkan senyum. Mungkin bantuan akan segera datang. Dengan wajah angkuh Aries melipat kedua tangannya di dada.

"Kamu melapor polisi?" tanya salah satu anak buah pria tua itu. Senjata apinya sudah ia tempelkan di punggung belakang Aries. Beberapa anak buah yang lain ke luar dari ruangan itu. Memeriksa jalan keluar jikalau mereka benar-benar terkepung seperti akhir-akhir ini yang selalu menimpa mereka.

"Berdiri!!!" bentak pria tua itu. Aries berdiri. Ia melirik Bagas yang sudah lemah tak berdaya. Jika ia melawan sekarang dipastikan akan kalah. Mungkin terkena luka tembak. Terlebih dengan satu tembakan di belakangnya. Bukan itu yang ia mau. Aries memberikan sedikit kode kepada Bagas untuk menarik perhatian. Seolah mengerti di tengah rasa sakit disekujur tubuhnya Bagas berteriak kesakitan. Ia duduk di lantai sambil memeluk perutnya dengan tangan yang diikat.

"Arrhhhhh.. Tolong.. Tolong.." teriaknya mengecoh perhatian. Si pria tua dan beberapa anak buahnya menatap bingung Bagas.

Merasa mereka tertarik dengan aksi Bagas, Aries mengambil kesempatan dengan menyikut lengan pria di belakangnya. Secepat kilat ia mengambil alih senjata api dan menarik pria itu dalam cengkraman di lehernya. Aries bersembunyi di tubuh anak buah itu. Ia sudah sangat hafal cara membuat lawan tak bergerak karena ia mengunci dengan satu tangannya. Aries tahu titik kelemahan lawan.

Dor.. Aries menembak ke arah sembarang membuat panik anak buah si pria tua itu.

Nnnnnng... Suara sirine semakin mendekat bahkan sangat jelas terdengar.

Dor..

"Jangan dekati dia!!!" Aries menembak mereka yang berkumpul di dekat Bagas. Sambil terus mencengkram leher pria dalam tawanannya. Menjadikan tubuh itu alat berlindung. Mungkin saja ada yang berniat menembaknya.

"Bangsat.." pria tua itu tampak murka.

Nnnnng...

"Bos sebaiknya kita kabur dari sini. Polisi mendekat." anak buahnya datang dengan wajah tergesa-gesa. Pria tua itu di tarik untuk diamankan oleh kerumunan anak buahnya.

Ssrrttt..

"Arrhgg.." teriak Aries tak sadar jika pria dalam cengkramannya memegang pisau kecil. Pisau itu berhasil menyobek baju Aries di sekitar dada bagian kanan. Seketika darah keluar dari tubuh Aries.

Bugh.. Bagas menendang kaki pria sialan itu dari bawah. Pria itu terjatuh dan secepat kilat kabur bersama temannya yang sedang menunggunya sambil menondongkan senjata api. Aries hendak menembak tetapi matanya seperti berkabut terlebih mereka berhasil keluar dari tempat sialan itu. Pengecut memang akan selalu kabur di bagian terdepan. Aries mengumpat kesal.

Nnnng...

"Boss.." panggil Bagas khawatir. Darah segar itu keluar di dada Aries. Terlebih Aries mengenakan kemeja berwarna putih.

"Anda tidak apa-apa?" seharusnya ia yang bertanya bukan Bagas. Aries tersenyum sumbang. Lukanya tidak terlalu parah. Hanya sayatan kecil bagi Aries. Sedangkan Bagas..

Brak... Pintu didobrak, muncullah Raja dan Razi. Mereka bersama beberapa anggota divisi.

"Abang.." panggil Raja langsung memapah tubuh Aries. Razi memeriksa sekeliling. Sementara yang lain mengangkat Bagas yang terlihat lemah.

"Ada apaan ini bang?" tanya Raja.

"Nanti aja sekarang antar abang ke hotel. Abang nggak mau telat." bisiknya lemah. "Tenang aja nggak bakal telat. Kalau nggak ada abang yah kagak ada acara bang." Raja berusaha mengajak bercanda Aries. "Abang takut keluarga ikutan ruwet.."

"Ayo cepat. Zi ayo.." ajak Raja.

"Mereka kabur. Bodoh hanya karena dengar suara sirine mereka menduga itu polisi." jelas Aries menatap Razi.

"Sorry bang tadi kita nyalakan itu. Niatnya sih supaya mereka terkecoh. Eh malah kabur." Razi juga ikut memapah Aries. "Pengecut.."

"Kalian urus Bagas. Nanti saya akan tengok setelah acara selesai." Aries masih sempat melirik Bagas.

"Boss jangan pikirkan yang saya. Hari ini bersenang-senanglah. Ini hari bahagia anda." ucap Bagas. Aries mengangguk. "Hati-hati, jaga Bagas sangat ketat di rumah sakit." pesan Aries sebelum meninggalkan rumah sepi itu yang mirip sebuah kantor.

"Zi kasih tahu Safir sama Rafa. Mereka masih menunggu kabar dari kita."

"Boss ini ponselnya tertinggal." teriak salah satu anggota divisi mengejar Aries yang hampir masuk ke mobil.

"Tadi waktu sms ke Safir abang diam-diam supaya nggak ketahuan. Lalu ponsel itu abang lempar supaya mereka percaya."

"Beruntung nggak terjadi hal yang lebih parah." syukur Razi sambil mengemudikan mobilnya.

•••

Di gedung acara pernikahan.

"Baguslah..." suara Rafa terdengar lega.  Ia berada di kamar Rania. Menenangkan adik perempuannya. Sesaat sesudah Raja dan Razi pergi Rafa melihat sang adik hampir saja meninggalkan tempat ini sepihak. Ia sempat menduga Aries membatalkan pernikahan. Rafa menahan adiknya dan meyakinkan jika semua hanyalah salah faham.

"Abang Aries udah aman bersama Razi dan Raja, tadi dia pergi membeli kaus kaki.  Sayangnya dia malah dikerubuti berandalan." bohong Rafa kepada Rania. Adik perempuannya ini tidak bodoh. Aries ahli bela diri, hanya sebatas berandalan jalanan bukan tandingan Aries. Rania hanya mengangguk pasrah.

Alasan membeli kaus kaki?

Rania bertahan karena sebelumnya sang mama Marsha dan calon mama mertua Prisilla menghampirinya. Raut wajah keduanya sangat berseri dan tanpa beban. Jika ia mengacaukan bisa dibayangkan kesedihan mereka akan berlanjut lama. Rania menerapkan hatinya untuk selalu berfikir positif kepada Aries.

"Oke Ratu lo temenin Rania yah..." Rania masih di dandani oleh penata rias. Ratu sendiri sudah rapi dengan gaun panitianya. Acara akan berlangsung kurang dari satu jam lagi. Rafa hendak keluar dari kamar. Ia mendapat pesan jika Aries dan yang lainnya sudah berkumpul di kamar ganti.

"Oups.." Rafa berhenti saat pintu terbuka sendiri. Ada seseorang yang membuka pintu kamar itu. "Mbak Alvina cantik sekalii." puji Rafa.

"Iya dong.. Inikan hari berbahagia dua orang yang aku sayangi. Tadi Mbak siap-siap di salon. Kamu di cariin Safir tuh." Rafa hanya mengangguk dan meninggalkan para wanita. Setelah sempat memeriksa persiapan di tempat acara akan berlangsung Rafa kembali ke kamar tempat Aries dan yang lain berkumpul.

"Jadi kita harus gimana bang? Masa diam aja udah diganggu gini. Bagas diancurin gitu tandanya dia meremehkan kita bang." saat Rafa masuk ke kamar itu Raja sedang berkacak pinggang. Wajahnya seperti tersulut emosi.

Razi dan Safir sedang mengobati luka Aries di sekitar dada kananya. Darah yang keluar berhasil disumbat. "Abang minum vitamin ini biar sehat dan bugar." Safir memberikan pil vitamin dan gelas ke Aries.

"Rania gimana Raf?" tanya Aries penasaran. Rafa tidak memberi tahu perihal salah paham adiknya sebelum ini. Ia harus bijak untuk tidak meramaikan suasana.

"Masih dalam tahap di make-up tapi sebentar lagi dia akan jadi queen untuk hari ini." Aries tersenyum sambil meringis. Tangan Safir masih berada di dekat luka sayatan.

"Orang tua semua sudah rapi?" tanya Aries lagi.

Rafa mengangguk. "Semua siap, tinggal menunggu abang mengucapkan sumpahnya."

"Bang apa kita serbu aja tempat kotor si pak tua itu. Biar hangus sekalian dan mereka kocar-kacir." Raja masih berapi.

"Iya bang. Jelas-jelas kita dihina." Safir juga sepertinya tersulut.

"Kita ajak anggota yang lain. Kalau dilihat dari cara anak buah mereka sepertinya otak mereka dangkal. Mudah untuk menyerbu mereka." Razi bersuara. Rafa hanya duduk melihat kondisi luka Aries yang sudah tertutup perban.

"Kita bisa aja menaklukan mereka seperti itu tapi itu opsi terakhir. Itu namanya menyerah sebelum bertanding. Berbuat seperti itu nggak lebih dari rasa putus asa kita sendiri. Pakai cara yang lebih bisa dipercaya sama dia. Ikuti permainannnya. Bukan hanya kemenangan yang akan kita dapat, tapi bonus berlimpah yang kita dapat. Jangan gegabah." jelas Aries. Yang lain mengangguk. Aries memang dikenal hati-hati dalam urusan ini. Itulah sebabnya adik-adik di hadapannya antusias dengan divisi yang Aries ciptakan. Mereka merasa tertantang.

"Emosi kendalikan. Hari ini mereka boleh tenang tapi lihat besok." janji Aries berapi.

"Bang nggak mau ke rumah sakit aja?" tawar Safir. Aries menggeleng. "Ini luka kecil..."

"Oke ayo kita lupakan sejenak masalah ini..." Rafa bersuara. Bukan saatnya membicarakan pekerjaan rahasia mereka.

Waktu berjalan dengan cepat. Satu jam terasa sangat mudah datangnya. Saat ini Rania terpaku melihat sosok Aries yang berdiri tegap penuh keyakinan di depannya. Acara paling sakral akan dimulai. Jantungnya berdegub kencang saat Aries tersenyum manis menatap dirinya lalu ikut duduk di samping Aries.

Dan saat itupun tiba...

"SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA RANIA BINTI LEONARDO ARGA RAHADI DENGAN MASKAWIN TERSEBUT TUNAI." Dengan satu nafas sekali ucapan Aries mengatakan janji sucinya kepada ayah mertuanya.

Keraguan Rania sirna karena Aries mengatakan ijab kabul dengan lantang kepada sang papa. Pria di sebelahnya sekarang Imam dikehidupannya kelak. Pemimpin yang akan membimbingnya dalam berbagai urusan dan keputusan.

Rania merasakan keringat dingin saat semua keluarga memerintahkan dirinya untuk mencium tangan Aries. Ia berdiri dan mengambil tangan kanan Aries. Sorak ramai dari seluruh keluarga menyambut pasangan pengantin ini.

Chup. Tanpa diduga Aries mengecup kening Rania. Ia sempat diam dan berkata pelan, mungkin hanya Rania yang mendengarnya. "Doaku bersamamu istriku." bisik Aries. Wajah Rania memerah tak percaya. Getaran yang baru ia rasakan terasa berbeda. Hidup barunya akan segera di mulai.

Menjadi istri Kakak Aries.

Setelah selesai dengan prosesi ijab kabul mereka menghampiri para orangtua dan sanak keluarga. Meminta doa dan restu untuk kelangsungan rumah tangga. Tangis haru menemani walaupun banyak juga canda tawa. Keluarga semua terlihat bahagia.

Waktu berjalan terus hingga malam acara resepsi digelar di tempat yang sama. Jika di acara ijab kabul Rania mengenakan kebaya putih saat ini Rania memakai gaun Internasional putih gading yang sangat elegant. Aries sempat tersihir oleh cantiknya sang istri berdiri di hadapannya tapi keadaan ramai membuat ia harus menahan rasa itu.

"Ayo saatnya berjalan ke arah sana." Rafa memberikan instruksi kepada kedua pengantin. Setelah proses pernikahan hingga detik ini Rania tidak bersuara dengan Aries. Selama di kamar saat merias diri keduanya disibukkan dengan repotnya penata rias dan anggota keluarga yang lain.

"Jangan gugup." Aries menggenggam jemari Rania. "Kamu bukan adik cantik kakak lagi tapi istri kakak yang cantik." bisik Aries sekali lagi. Wajah Rania kikuk tidak berani menatap Aries. Ini bukan khayal ini kenyataan. Ketakutan itu hanya pengganggu belaka.

"Siap.." Rania berdiri di samping Aries. Mereka menatap para orangtua yang sudah menanti mereka di dekat pelaminan. Kebiasaan keluaga mereka memang berbeda dari tradisi pada umumnya. Para orangtua tidak ikut iring-iringan pengantin. Hanya saudara pengantin yang mewakili para orangtua.

Di belakang kedua pengantin berdiri Rafa dan Rima. Mereka adalah saudara kandung keduanya. Di susul Safir dan Ruby selaku saudara sepupu Aries, lalu di belakang mereka ada Ratu dan Raja mereka juga keluarga Rania dan penutup di belakang ada Razi dan team rusuhnya, sikembar Raga dan Raka tampak aktif dalam bergerak.

Srett.. Raja menarik Safir ke belakang. "Pindah ah, sikembar berisik." dengan santainya Raja berdiri berdampingan bersama Ruby, menyisahkan ketidaknyamanan Safir dan Ratu. Mereka sama-sama membuang muka karena jalan berdampingan. Masih risih dengan kejadian sebelumnya di lorong kamar hotel. Safir bahkan dengan bodohnya memeriksa celana yang ia kenakan. Memalukan.. Safir masih menggerutu karena kejadian itu.

"Hai Ruby.." panggil Raja. Mendengar kemesraan di arah belakangnya Rafa menoleh. Ia melihat sang kekasih sedang membalas senyum Raja.

"Pindah lo gue mau di belakang." Rafa menarik Raja ke posisi dirinya. Rima melirik jengkel dengan penampakan manusia kuno di sampingnya. "Ini jaman modern yah nggak perlu mendatangkan pitecanthropus." sinis Rima. "Sia -sia gue dandan."

"Biarin yang penting gue mah baik. Bukan kaya si Akbar yang ninggalin lo di restoran.." sindiran yang membuat Rima bungkam. Jadi Raja tahu..?

"By the way tampilan lo cantik mirip Ellya Kadam.." goda Raja berbisik tanpa malu. Rima mengatur emosinya. Demi Tuhan ini di iring-iringan dan dia diharuskan tersenyum. Tidak akan ada adegan jambak-menjambak untuk saat ini..

"Sabaar.." bisik Rima pelan. Raja melirik sinis.

"Kak Razi tahu nggak tadikan Kak Safir pamer bird sama Kak Ratu?" suara Raga cukup kencang untuk di dengar iring-iringan pengantin di tengah alunan music romantis. Razi dan yang lainnya melirik Safir. Ratu terus memalingkan wajah yang sudah memerah.

"Adek lo mulutnya entar gue cabein boleh?" desis Safir kepada Razi. Kembar sialan..

Razi hanya tertawa. "Mereka emang aktif tapi mereka jujur. Lo berdua ngapain emangnya?"

"Apaan sih Zi." protes Ratu pada akhirnya.

"Udah jangan berisik.." tegur Ruby di depan mereka. "Aku mau habis ini kita seperti Rania dan Abang Aries.." bisik Rafa kepada Ruby. Wajah gadis itu merona.

"Buruan deh lamar kembaran gue. Jangan lama-lama sebelum gue berubah pikiran." Safir dan perkataannya yang selalu tak diundang. Ratu tetap memalingkan wajah.

"Haduh.." Raga dan Raka menarik jas bagian belakang Safir. Razi hanya tertawa bersama duo team tersayang.

"Santai saja kaya yang di belakang. Tangan kamu dingin.." bisik Aries meremas tangan Rania. "Iya kak.." Rania hanya mengangguk sambil berusaha berjalan cantik hingga sampai ke atas pelaminan.

Rania melihat para orangtua berdiri dengan senyum yang mereka tampilkan begitu tulus. Itu wajah kebahagiaan yang berhasil Rania dan Aries berikan. Setidaknya pengorbanan Rania tidak sia-sia. Ini memang yang ia harapkan. Membahagiakan orangtua.

Alvina berdiri diantara para kakek dan nenek. Karena ia calon pengantin juga Alvina memang tidak ikut iring-iringan. Meskipun ia tetap memakai baju panitia sama seperti sepupuh yang lain.

"Selamat yah kalian berdua." teriak Alvina menatap Rania dan Aries.

•••

Di kediaman Aries.

"Haduh abang nih ada-ada ajah. Enak-enak menginap di hotel eh malah minta pulang malem-malem gini." bisik Rima pelan. Malam sudah sangat larut dan mereka baru saja sampai di rumah. Awalnya para orangtua sudah meninggalkan hotel lebih dahulu, tersisa kedua pengantin di kamar yang sudah di siapkan tetapi Aries merasa tidak aman untuk tetap di sana.

Tanpa bertanya terlebih dahulu Aries mengajak Rania pulang yang masih mengenakan gaun pengantin. Rima yang membukakan pintu rumah tampak terkejut. Disusul kedua orantua dan kakek neneknya.

"Yah kenape pulang? Enakan juga di hotel kagak ada yang ganggu." tanya Bapak Dullah kepada cucu-nya.

"Kamu nih selalu buat keputusan sepihak. Untung mama udah merapikan kamar kamu." gerutu Prisilla.

"Udah ajak istri kamu ke kamar. Sayang istirahat yah.. Sudah minum jamunya?" tanya Prisilla kepada Rania.

"Mama.." tegur Aries. "Rima anterin Rania ke kamar. Kakak mau telephone seseorang dulu yah.." Aries berkata lembut dengan Rania.

"Ayo ke kamar abang." tarik Rima kepada kakak iparnya.

"Rima pelan-pelan tarik kakak ipar lo." tegur sang papa. "Iya pap.."

"Ran semoga lo bahagia yah sama abang. Dia emang diam kaya patung tapi hatinya lembut kaya boneka sebenarnya." Rania tahu yang diucapkan Rima.

"Ini barang-barang lo mau gue bantuin taro di mana?" Rima membuka lemari kosong yang memang di siapkan untuk keperluan Rania nantinya.

"Nanti biar gue aja Rim.." Rania terlihat tidak enak dengan adik iparnya. "Udah lo mandi aja sana. Gue bantuin lo, lagian pasti lo udah nggak nyaman kan pakai baju itu?" Rania mengangguk. Ia memang merasa gerah memakai gaun pengantin ini.

"Kalo perlengkapan mandi udah gue siapin sama mama di sana. Wanginya lo pasti suka." Rania mengambil baju piyama untuk ia kenakan dan berjalan menuju kamar mandi. Sementara Rima mengeluarkan baju-baju dan memasukannya ke dalam lemari. Tidak memakan waktu lama bagi Rania untuk membersihkan diri.

"Maaf Ran gue asal masukin aja kalo amburadul lo tata ulang aja." Rima terkekeh dengan hasil karyanya. Ia bukan orang yang sabar dalam menata pakaian. "Nggak apa-apa gue jadi ngerepotin lo."

"Sama ipar sih santai aja. Oh iya kenapa pakai piyama begini. Gue pikir lo pake baju sexy lingerie buat menggoda abang patung.."

"Rimaa.." tegur Aries tiba-tiba yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Aries masih mengenakan baju resmi. Ia masih memakai jas lengkap.

Rania dilanda gugup. Malam ini dan seterusnya ia akan berbagi ruangan dengan pria ini. Bahkan ia sekarang yang menumpang di kamar pria ini. Apalagi saat Rima berkata pakaian sexy untuk menggoda abangnya? Ini memalukan.

"Oke Ran gue keluar yah. Kalo bisa volumenya dikencangkan jadi kita nggak terlalu kepo." Rania menepuk pundak Rima.

Aries tetap masuk ke kamar dan melupakan mereka berdua. Aries meletakkan jam tangannya di meja rias yang sebelumnya tidak ada di kamar ini, sang mama memang merombak ulang kamar Aries menjadi sangat romantis walaupun kesan maskulin masih terlihat di beberapa sudut. Perlengkapan olahraga Aries masih ada sebagian karena Aries sering latihan di dalam kamar.

"Kalo butuh bantuan lo tinggal ke kamar sebelah kamar gue. Tapi kayanya lo nggak akan butuh." goda Rima sekali lagi. Aries hanya diam dan berusaha membuka jasnya.

"Oh iya besok gue mau ke rumah Mbak Alvina sama Ruby. Ratu nggak mau biasa dia mana mau gosap gosip. Lo tau nggak gosip yang beredar Kak Dimas bukannya sibuk kerja di luar kota, tapi hubungan mereka hampir kandas." Aries mematung membelakangi kedua wanita itu.

Alvina dan Dimas kandas?

Kenapa ia tidak bisa menilai? Baru tadi pagi Alvina murung saat ia mengantarkan menuju salon. Jelas Alvina tadi ingin mengatakan sesuatu. Batin Aries terus bertanya-tanya.

"Apa?" tanya Rania tak percaya. "Ruby yang cerita. Sebenarnya ini masih rahasia banget." jelas Rima tanpa dosa.

Rania menelan ludahnya. Ia melirik sang suami yang masih tak bergerak di sana. "Ya udah kunci deh pintu. Selamat bermalam pertama." Rania memukul pelan lengan Rima.

"Kunci pintunya." perintah Aries masih tetap memalingkan wajah. Rania menuruti kemauan Aries.

"Kakak mau aku siapkan air panas untuk mandi?" sesuai ajaran sang mama ia harus bisa menguasai tugasnya dengan baik.

"Nggak perlu." akhirnya Aries membalikkan tubuhnya. Menatap lekat wajah Rania. Wajah penuh ketakutan dan rasa bersalah. Aries tidak sanggup membuat wajah itu menderita jika ia meninggalkan dirinya di malam pengantin hanya untuk memeriksa keadaan Alvina.

Aries ingat janjimu untuk gadis ini.

"Tolongin kakak mau?" panggil Aries. Rania mengangguk dan menghampiri suaminya dengan perasaan gugup.

"Ambilkan kotak obat di lemari kecil di kamar mandi." Rania tanpa bertanya lebih lanjut bergegas menuju kamar mandi. Setelah mendapatkan kotak obat itu ia segera keluar kamar.

Degh..

Langkahnya terhenti saat melihat pemandangan yang tak pernah ia bayangkan. Aries duduk di tempat tidur membelakanginya. Suaminya itu tidak mengenakan baju hanya celana.

Tenang Rania, ini harus kamu hadapi lubuk hatinya selalu mengingat perkataan sang mama. Belum lagi aneka nasihat dari para tante dan grand ma-nya. Ia bukan gadis lugu lagi. Ia sudah tahu tugas seorang istri.

"Ini kak." Rania berdiri menyamping tanpa berani menatap Aries yang duduk di sebelahnya. Aries melirik Rania yang memalingkan mukanya. Ia sadar tangan Rania bergetar menyerahkan kotak obat itu.

Sedikit senyum muncul diwajah kaku Aries. "Bantu kakak mengobati luka ini..!" pinta Aries pelan.

Luka? Rania pada akhirnya penasaran dan menoleh. Betapa terkejutnya saat ia melihat balutan perban di dada bidang suaminya. Balutan itu sedikit berwarna merah. Sepertinya darah menembus bagian depan perban.

"Kakak kenapa?" tanya Rania panik dan langsung duduk di depan Aries. Ia sudah tidak memperdulikan rasa gugup lagi. Baginya sekarang mengobati Aries adalah kewajibannya. Terlebih keadaan suaminya keringat dingin. Apa ia demam?

"Jadi benar ucapan Rafa kalo kakak tadi diserbu berandalan jalanan?" tanya Rania polos merasa bersalah. Ia langsung membuka kotak obat dan mencari apa yang ia butuhkan.

"Kakak seharusnya minta bantuan yang lain jika hanya sekedar membeli kaus kaki." gerutu Rania manja. Ini dia Rania milik Aries sipendiam yang hanya bisa berlaku manja kepadanya.

Apa yang dikatakan Rafa? Diserbu berandalan? Membeli kaus kaki?

"Perbannya diganti yah?" tanpa meminta persetujuan Rania membuka balutan seadanya itu. Aries sempat meringis tetapi ini bukan hal besar bagi dirinya.

"Dibersihkan air dulu." Rania langsung bergegas ke kamar mandi. Mencari handuk dan dibasahi dengan air. Setelah itu kembali lagi.

"Seharusnya kakak ke dokter." suara Rania bergetar.

Aries memperhatikan betapa wajah Rania sangat khawatir memberikan bantuannya. Ia sadar tangan Rania bergetar saat menyentuh luka sayatan itu. "Kakak nggak apa-apa ini hanya luka kecil. Besok juga cepat pulih." Aries memegang tangan Rania. Matanya menatap dalam tatapan khawatir Rania.

"Sekarang istirahat yah." setelah selesai membalut dengan rapi wajah Rania sedikit lega. "Tadi siapa yang membantu kakak mengobati ini?"

"Safir sama Razi."

"Pantas berantakan." Aries tersenyum sekilas. "Ambilkan celana pendek di lemari kakak di bagian bawah." perintah Aries, Rania langsung menuruti perintah. Setelah itu memberikan celana santai kepada suaminya. Ia masih betah berdiri menatap luka itu saat celana pendek sudah di tangan yang punya. Tanpa malu Aries berdiri dan hendak membuka kaitan celana panjangnya.

Rania akhirnya sadar ini bisa membuat jantungnya tak berdetak. Segera ia memalingkan wajah. Aries terlihat santai mengganti celana itu di depan Rania. "Ini letakkan saja di kamar mandi ada keranjang cucian." Rania langsung berjalan cepat menetralkan rasa gugupnya.

Bodoh, kenapa ia bisa diam saja terlena menikmati dada bidang Aries sampai melupakan niat memberikan celana. Rania menatap dirinya di depan cermin kamar mandi. "Kamu pasti bisa Rania. Ini alami sebagai seorang istri." yakinnya sendiri menatap cermin.

"Permisi." lagi-lagi Aries membuatnya terkejut. Aries yang bertelanjang dada menjulang tinggi di belakangnya.

"Kakak mau apa?" tanya Rania polos.

"Kakak belum bisa mandi. Mungkin hanya cuci muka dan sikat gigi." jelas Aries tenang. Rania memberikan jalan untuk Aries menggunakan wastafel.

"Ada yang kakak butuhkan lagi?" tanya Rania serak. Aries menggeleng sambil menggosok giginya.

"Aku tidur dulu yah kak..." Rania secepat kilat meninggalkan kamar mandi. Ia bisa gila melihat pemandangan Kakak Aries-nya bertelanjang dada.

"Huffft..." desah Rania cemas. Ia melirik berkali-kali arah kamar mandi. Di mana ada seorang pria bertelanjang dada sedang membersihkan diri. Pria itu mampu membuat jalan pikiran Rania kacau balau. Dia suaminya..

Apa yang harus ia lakukan? Apakah malam ini ia akan melaksanakan ritual malam pertama? Tapi tidak mungkin ditengah luka di bagian dada itu. Rania terus saja bertanya sendiri di dalam hatinya.

"Kamu biasa tidur lampu terang atau redup?" tanpa disadarinya Aries sudah duduk bersandar di kepala ranjang di sampingnya. Rania memang masih duduk bersila di tempat tidur. Kenapa ia selalu telat dengan keadaan sekitar?

"Redup kak." jawabnya kikuk. Aries segera ingin beranjak tetapi Rania menahan. Banyak pergerakan akan memperlambat sembuhnya luka. "Biar aku saja yang mematikan lampu, kakak jangan banyak bergerak."

"Di samping pintu masuk." Rania mengangguk saat Aries menunjuk arah tombol lampu. Aries sendiri menyalakan lampu tidur di sampingnya.

"Kakak mau aku ambilkan baju?" Rania tampak gugup dengan pemandangan remang di hadapannya. Dada suaminya menjadi arah matanya menatap.

"Kamu keberatan kakak tidak memakai baju? Sebenarnya saat tidur kakak suka bertelanjang dada."

Oh apa lagi ini? Apa jantungnya akan dipercepat lajunya setiap saat? Rania terus berusaha membuat rasa gugupnya hilang.

"Tidak masalah." jawabnya bohong. Jelas masalah, ini menganggu konsentrasinya.

"Ayo istirahat." ajak Aries tenang. Kenapa hanya Rania yang tampak tegang dengan perubahan situasi ini. Dimulai dari malam ini dua orang berbeda akan berbagai dalam segala hal. Hanya dia dan aku, batin Rania ingin berteriak bahagia. Pada akhirnya ia berada di fase ini. Menjadi istri Aries.

Rania dan Aries sama-sama terbaring menatap langit-langit kamar. Dengan pikiran masing-masing hanya kesunyian yang menemani mereka.

"Rania.." akhirnya. Ini panggilan pertama Aries berstatus sebagai suami Rania."Iya.." jawab Rania pelan.

"Maaf malam ini kakak nggak bisa kasih yang terbaik di malam pertama." wajah Rania memanas. "Kamu tahu kan maksud kakak?" Ia malu. Haruskah ia menjawab?

"Kakak janji akan menjadi suami seutuhnya buat kamu." tangan Aries mencari tangan Rania. Menarik dan menggenggamnya. Membagi kehangatan di tengah gugup melanda keduanya. Ini pengalaman pertama bagi mereka berdua.

"Kakak yang akan menafkahimu lahir dan batin. Tegur jika kakak melakukan kesalahan kepada kamu." Rania mengangguk.

"Temani kakak yah." ini seperti permintaan orang kesepian. Rania tahu  pria di sampingnya sedang mengalami kegundahan hati. "Iya kak selamanya Rania akan menemani kakak." lama mereka terdiam sambil berpegangan tangan. Mungkin Aries bisa mendengar detak jantung Rania yang berdegup kencang. Rania memang dilanda kepanikan. Ia belum terbiasa seperti ini.

"Rania.." panggil Aries sekali lagi.

"Bisakah kita berbohong seolah sedang bercinta?" ucap Aries ambigu. "Hah?" tanya Rania tak mengerti.

"Aduhh.." teriak Rania terkejut karena tiba-tiba Aries mencubit pelan lengannya. Aries terkikik sekilas.

"Kamu jangan tegang.. Ayo tidur." tanpa pemberitahuan tangan kiri Aries menarik tubuh Rania mendekat paksa dengan tubuhnya. "Kakak sangat mengantuk hari ini begitu panjang dan melelahkan. Kamu juga lelah bukan?" ucap Aries sebelum memejamkan mata. Sementara Rania diam tak berkutik di dekapan suaminya.

Bagaimana ia bisa tidur jika posisinya seperti ini.

"Aw.. " sekali lagi Rania menjerit. Sekarang giliran tangan Aries mencubit pipinya.

"Kakak kenapa mencubitku lagi?" tanya Rania akhirnya berusaha tenang, bahkan ia memang mulai santai. Wajahnya mengerucut di pelukan Aries. "Kan sakit.." Rania kembali manja.

"Biar lebih meyakinkan kalau kita sedang beraktifitas. Mereka pasti penasaran." jawab Aries menahan geli. Rania hanya diam berusaha memejamkan mata di tengah rasa penasaran dengan jawaban aneh Aries.

"Tidurlah.." bisikan lembut Aries mampu membuat Rania mengangguk. Menuruti memejamkan mata.

Sementara di luar pintu Abdul Razak sang kepala rumah tangga mengerutkan keningnya. Ia melihat sang istri juga anak perempuan dan jangan lupakan kedua orangtuanya sedang berdiri bersama di depan kamar Aries putra pertamanya.

"Heh ngapain lo pada kaya cicak nempel di depan kamar orang..?" panggilan Ar membuat semua mata menoleh dengan rasa kaget mendera. Khawatir di dengar mereka mendekati Ar.

"Berisik kamu! Ganggu kita aja." Prisilla terlihat sewot. Mereka tertangkap basah mengintip pengantin baru.

"Lagian nempel ditembok kamar orang rame-rame, bikin malu aje ama mantu baru." protes Ar.

"Iya ah emak ko jadi malu sendiri." Ibu Ipah mengangguk menatap putranya Ar. "Tahu emak udah tua juga."

"Namanya juga orang penasaran." bela Prisilla.

"Eheh.., gue kan juga pengen tahu hasil olah buah-buahan.." Bapak Dullah juga ikutan membela diri.

"Ah papa ganggu aja padahal kakak ipar tadi udah teriak ah ah tadi." cerita Rima. Prisilla dan Bapak Dullah mengangguk.

"Udah balik ke kandang masing-masing. Malem-malem kelakuan ada-ada aja.." Ar menyeret Prisilla.

"Rima besok pagi jangan lupa buatkan nasi goreng untuk Raja. Mama tadi udah janji sama dia." teriak Prisilla sebelum masuk ke kamar.

"Mamaaaaa..." gerutu Rima kesal. "Siapa dia sih? Pangeran Inggris? bukan. Cucu Raja Brunai? juga bukan..."

"Jangan menolak.." teriak Prisilla tak terbantahkan.

TBC...
Sabtu, 20 Februari 2016
-mounalizza-

Mari kita ruwet bersama-sama.

Oke adil kan dua part diminggu ini. Selamat weekend semua.. Maaf belum bisa bales coment.. Nanti aku bales kalo ada waktu..^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top