6 - SAYANG SELAMANYA
Di rumahnya Aries
"Tunggu kak.." Rania menahan lengan Aries, setelah menikmati acara makan bersama di restoran Padang pilihan Rania mereka langsung pulang kembali ke rumah Aries. Saat turun dari mobil Rania melirik rumah sebelah Aries. Di halaman parkir rumah itu terparkir mobil orangtuanya dan keluarga yang lain. Seketika rasa panik melanda.
"Kenapa?" tanya Aries datar.
"Rania takut, lebih baik Rania tunggu di rumah sebelah." Aries melirik arah pandang Rania. "Sehabis minta restu mama dan papaku baru kita ke rumah sebelah."
"Kenapa kakak bisa santai sih?" gerutu Rania pelan. Apa dia saja yang memakai hatinya menyikapi rasa gugup ini.
"Nggak ada kata santai di rumus kakak. Apalagi gugup." Aries tidak tersenyum tapi matanya lekat menatap Rania membuat Rania merasa yakin jika ini bukan mimpi. Aries bahkan menautkan jari-jarinya di tangan Rania, rasa tenang sejenak masuk di diri Rania.
"Aku gugup kak." manja Rania sekali lagi. Nadanya pelan dan Aries menyadari sosok ini yang ia rindukan beberapa tahun terakhir. Kemanjaan Rania yang tersembunyi.
"Keluargaku nggak makan orang." jelas Aries sambil menaikkan alisnya. Sungguh Rania masih belum bisa menerima ini benar-benar nyata.
"Ayo.." Aries menarik paksa tangan Rania. Mereka berjalan memasuki rumah. Suara berisik penyiar berita menyambut mereka berdua dan juga penghuni rumah.
"Kak.." panggil Rania sekali lagi. Aries berhenti mendadak, melepas pertautan tangan mereka lalu mengusap kepala Rania dengan pelan.
"Kamu percaya kakak?" tanya Aries lembut. Rania mengangguk. "Percaya."
"Maka temani kakak menghadapi semua ini." pinta Aries yakin. Rania seperti tersihir, biarlah dewa asmara menertawakan betapa bodoh dirinya karena setuju dengan permintaan pria di hadapannya. Rania tahu sejak dulu dewa asmara akan memilih dirinya sebagai korban bertepuk sebelah tangan, dan sekarang bertambah menjadi korban pelarian.
Ironis, batin Rania tertawa miris, tapi saat mata pria sialan yang mampu menguasai hatinya menatap ke arahnya seketika segala pertahanan itu runtuh. Rania ikhlas masuk perangkap Aries. Jiwa mudanya menuntut rasa penasaran berlebih. Rania berfikir picisan jika suatu saat ia mampu menang diperangkap Aries. Setidaknya itu harapan yang bisa ia banggakan sekarang ini.
"Rania..?" panggilan namanya hadir lagi. Rania bersorak ramai di dalam hati. Ini semakin memantapkan pilihannya. Ia selalu bergetar saat Aries memanggil namanya.
"Iya kak aku akan menemani kakak selamanya." jawabnya yakin. Aries tersenyum lega.
"Ayo." mereka berjalan berdampingan.
"Lihat aja kalo sampai dia pulang. Aku akan melanjutkan mogok makan." suara sang mama terdengar di ruang televisi.
"Heem.. Entar juga lupa pas malem kaya kucing dapur ambil roti." Aries dan Rania mendengar suara di sana.
"Mana ada kucing dapur makan roti pa." Rania semakin gugup, sepertinya keluarga sedang berkumpul.
"Diem lo cempreng. Bikinin kopi sana! Inget gula bukan garam. Perawan ko nggak bisa bedain gula sama garam."
"Yailah papa kemarin itu kesalahan sistem otak. Orang lagi boci di bangunin. Otak kanan dan kiri loadingnya lama."
"Boci?"
"Bobo ciang.."
"Boca boci, dasar perawan males, eh mau kemane lo..?"
"Tadi katanya suruh bikin kopi?"
"Nggak jadi, sini pijitin pundak gue aje."
"Hah papa ganggu aja!!!"
"Ini pelatihan sebelum lo kawin. Nanti kalo laki lo minta pijit capek kan kagak kaget lagi. Secara lo udah berlatih."
"Suruh aja panggil tukang urut."
"Duh entar kepincut tukang pijet bahenol baru nyesel loh."
"Liat aja kalo berani."
"Haduh sakit Rima! Remuk tulang gue..."
"Berisik amat sih ini berdua. Rima kamu nggak tahu abang pergi kemana?"
"Nggak ma.."
Rania menahan nafas sejenak. Mengatur laju dengan benar. Oke sekarang saatnya mereka masuk ke sana. Menuju keluarga barunya.
"Assallamuallaikum.." Aries menyapa keluarganya, tangannya tanpa sadar menggenggam tangan Rania. Mereka menoleh ke arah suara Aries. Ada orangtua Aries dan adik perempuannya Rima.
"Waallaikumsalam..." jawab Ar papa Aries.
"Hei Ran kenapa bisa ke sini sama Abang?" tanya Rima bingung, tangan
Rima masih berada di pundak sang papa. Ar dan Prisilla saling menatap. Putranya tidak pernah mengajak gadis lain ke rumah. Terlebih sekarang ia melihat Aries menggandeng tangan Rania.
"Rania masuk ke sini." ajak Prisilla sopan. "Apakabar sayang? Kamu makin cantik aja." Rania berjalan duduk di samping Prisilla. Aries masih berdiri di tempat semula.
"Tante apakabar?" tanya Rania sopan.
"Baik sayang." Rania mengangguk dan melirik Rima yang sedang setengah duduk di belakan sang papa.
"Om sakit?"
"Kagak, ini lagi ngelatih Rima biar jadi calon bini solehah." jawab Ar santai. Rania memang menyukai cara Om-nya ini berbicara.
"Heh Aries darimane aje lo? Emak lo ngrungsing tuh." tanya Ar kepada putranya. Prisilla menoleh sekilas putranya. Ia berniat memulai aksi ngambeknya.
"Pa.. Ma.. Sebenarnya Rania calon istrinya Aries." Rania melebarkan matanya menatap Aries yang tanpa basa-basi lebih dulu berucap dengan mudahnya status mereka yang terbaru.
Prisilla dan Ar pun tak kalah terkejutnya. Terlebih Rima. "HAH ABANG AMA RANIA?"
"Haduh cempreng kira-kira dong! Gila lo kuping gue sakit." gerutu Ar kepada anak gadisnya. Rima memang berteriak di depan telinga sang papa. Aries mengatur nafasnya lalu dengan tenang berjalan duduk di samping Rania. Memegang tangan Rania tapi siempunya tangan menolak karena malu semua mata tertuju kepada mereka.
"Maaf ma selama ini Aries diam nggak memberitahu mama atau papa."
"AKU JUGA BANG KAGAK TAHU!" teriak Rima masih di belakang sang papa.
"Ck.. Pindah sono lu." Ar mendelik kepada Rima sambil menutup telinganya. "Iya-iya maaf. Abisnya bikin syok." jelas Rima lalu berjalan mendekati Rania duduk di sebelah kirinya.
"Iya kamu juga Rima maaf yah.." jawab Aries. Rima menarik lengan Rania. "Heh kemarin-kemarin lo nggak cerita ama gue?" bisikan Rima tetap saja terdengar seisi ruangan. Rania hanya menunduk malu. Andai tidak ada kedua orangtua Aries bisa dipastikan Rania akan berhambur memeluk Rima yang cukup ia kenal.
"Rima sono bikinin minum buat tamu!" perintah sang papa. Rima mencibir. "Yah papa Rania bukan tamu, kalo haus entar juga dia ambil sendiri. Lo nggak haus kan Ran?" Rania menggeleng menatap Rima.
"Rima bikinin minum buat abang juga." perintah Aries menatap adiknya. Rima mendengus kesal dan berdiri meninggalkan ruangan. "Ganggu orang penasaran." gerutunya sambil jalan.
"Aries?" panggil Ar kepada putra tertuanya. Prisilla terus tersenyum dalam diam menatap Rania. Sementara Rania berkali-kali menghindari tatapan mata calon mertua.
"Iya pa,ma maaf baru kasih kabar sekarang. Rania sebelumnya masih mau menutupi hubungan kita. Tapi sekarang kami sudah yakin mau melanjutkan ke jenjang yang lebih serius."
"Rania sudah siap?" tanya Prisilla lembut. "Siap." jawabnya malu. Prisilla dan Ar saling menatap.
"Apaan yang udah siap?" Rima kembali datang dengan empat gelas syrup segar.
"Rima panggilin kakek sama nenek lo. Paling mereka habis shalat berjamaah." suruh Ar kembali.
"Baru juga mau duduk.." jawab Rima tapi tetap menuruti perintah.
"Mama nggak marah lagi kan sama Aries?" tanya Aries kepada Prisilla.
"Mama akan marah kalau kamu menyakiti Rania." senyum Prisilla terus ia berikan untuk Rania.
"Papa menyetujui hubungan kalian. Ingat jangan pernah mempermainkan pernikahan. Papa sama mama menikah itu saat masih usia muda. Makanya sekarang kamu sudah berkepala tiga. Kita nggak pakai proses pacaran, tapi bumbu-bumbu pacaran jangan dilupakan. Itu pemanis supaya hubungan kalian nggak bosen." Rania dan Aries mengangguk. Aries terus menggenggam tangan Rania.
"Jarak kalian jauh. Aries kamu harus bisa memaklumi pemikiran Rania. Mama tahu karena Rima nggak jauh beda usianya sama Rania. Komunikasi harus selalu dijaga. Saling diam tidak akan menyelesaikan masalah. Saling terbuka yah!" pesan Prisilla.
"Mana-mana calon bini cucu kakek?" terdengar suara Bapak Dullah yang sedang berjalan bersama Rima. Rupanya calon adik ipar sudah memberikan informasi terkini. Aries berdiri bersama Rania.
"Mana calon cucu nenek?"
"Ini nek. Rania keluarga tetangga sebelah." beritahu Rima sambil menyenggol Rania.
"Waduh nggak jauh-jauh yeh jodohnye. Kakek doain cepet nikah." Rania menyalami kakek nenek Aries.
"Cakep bener si neng. Jadi inget dulu si Ojak kawin muda."
"Mak masa manggil gitu sama calon mantu." Ar mendengus sebal.
"Itu panggilan sayang Jak." bela Ibu Ipah.
"Kamu setuju sama pilihan abang?" tanya Aries kepada Rima. "Setuju..." Rima memeluk teman masa kecilnya.
"Awas jangan lo siksa kakak ipar." goda Bapak Dullah kepada cucu perempuannya. "Syok therapy dikit nggak masalahkan? Lagian nggak bilang-bilang kalo pacaran. Apa jangan-jangan nggak pacaran?" pertanyaan Rima membuat Aries dan Rania membeku.
"Kagak usah pacaran. Dulu gue kagak pacaran, nenek lo langsung ngangguk diajak kawin."
"Ma pa abis ini kita ke rumah sebelah. Kelurga Rania sedang berkumpul di sana. Papa Kevin sekeluarga juga mau ke sana."
"Kenapa nggak bilang Aries? Jadi kita bisa siap-siap." Aries hanya bisa menggarukkan kepala.
"Udah ayo cepet kita siap-siap." Prisilla terlihat panik.
"Yailah cuma jalan kaki ke sebelah aja ma." ledek Rima.
"Kamu terutama Rima! Dandan yang rapi!" tunjuk Prisilla. Karena tidak sabar ia menyeret Rima pergi bersiap-siap.
"Sayang tunggu di sini yah." ucap Prisilla manis kepada Rania. "Ayo Rima kamu harus dandan extra. Oh iya puding yang kamu buat tadi sekalian dibawa Raja pasti suka."
"Hah? Kenapa buat dia? Nggak mau itu buat aku makan sendiri ma urusan apa sama si sepeda kuno..." gerutu Rima menggelegar. "Udah ayo cepat dandan yang cantik."
"Nenek siap-siap dulu yah." pamit Ibu Ipah. Merekapun tinggal berdua. Ar dan Bapak Dullah juga sedang bersiap.
"Kak Rania balik lebih dulu aja. Jadi di sana tidak kaget saat keluarga kakak datang." Aries melihat jelas rona merah di pipi Rania.
"Mereka sudah tahu. Tadikan kakak bilang kalau sudah ke sana lebih dulu. Ini Raja sms kita sudah ditunggu keluarga besar." Rania menggigit bibirnya. Aries tidak main-main rupanya.
"Apa kita ke sana lebih dulu?" tawar Aries berani. Rania menggeleng. "Aku saja kak..yah?" Aries berfikir sejenak, gadis di depannya memang mungkin butuh waktu sejenak dengan seluruh keluarganya.
"Baiklah, setengah jam lagi kita ke sana." Rania mengangguk lega.
"Aku pergi dulu kak." Rania mundur dan berjalan keluar rumah calon keluarga barunya. Aries menatap tubuh indah itu semakin menghilang. Ia duduk sambil memejamkan mata.
"Ini mudah." bisiknya pelan.
"Bertahan seperti ini lebih baik."
•••
Di depan rumah keluarga Satria.
"Ma yang mau ngelamarkan abang. Kenapa aku yang harus berdandan?" gerutu Rima sebal. Terang saja sebal, sang mama mendadaninya sedikit tebal bahkan sangat resmi. Ini aneh batin Rima. Hanya bertandang ke rumah tetangga yang sudah sangat ia hafal isi ruangannya tetapi ia diharuskan berdandan resmi. Rima bahkan membawa puding mangga buatannya. Merepotkan saja.
"Udah berisik kamu! Ini latihan kamu ke rumah mertua." bisik Prisilla. Mereka sudah berada di depan pintu rumah keluarga Satria di mana sudah berdiri satu keluarga lengkap menunggu mereka. Kevin sekeluarga bagian dari keluarga Aries. Ada Kimberly istri Kevin dan kedua anak kembarnya Safir dan Ruby.
"Kenapa tidak bilang kalau kamu mau melamar Rania?" tanya Kevin menggoda Aries keponakan tertua.
"Papa Kevin." Aries memeluk paman tersayang.
"Abang selamat yah.." Safir memeluk sayang.
"Silla katanya kamu mau besanan sama Rachel? Kenapa jadi sama Marsha?" bisik Kimberly. Prisilla balas membisikkan sesuatu. "Ini di luar rencana. Tapi rencana awal tetap berlaku." Kimberly hanya mengangguk.
"Lo menor amat Rim?" Ruby terlihat bingung menatap Rima yang berdandan sangat tebal.
"Berisik lo ah.."
"Ayo masuk.." Aries yakin ini jalan yang terbaik, lembaran hidup barunya sudah ada di depan mata dan itu sudah ia pilih bersama Rania.
Suasana di dalam pun sangat kental kekeluargaan. Mereka sudah di sambut oleh semua keluarga besar. Seluruh keluarga inti Rania datang, Leo memang tak bisa merahasiakan kebahagiannya. Sebenarnya ini bukan sekali dua kali pertemuan antara mereka terjadi, hanya saja ini berbeda. Karena ini menjadi awal semakin dekatnya ikatan keluarga disatukan.
"Duh nggak sangka kita jadi besan." jelas Prisilla kepada semuanya.
"Semoga ini awal agar yang lain kena efek wabah menikah." sahut Rachel senang. Ia melirik Rania yang sedang duduk malu-malu di samping Marsha sang bunda.
Saat Rania sampai lebih dulu di rumah itu seluruh keluarga mencecar dengan berbagai pertanyaan. Rania tidak menjawab, yang ia lakukan hanya memeluk sang papa dan menelusupkan wajah malu-malunya di dada Leo. Seluruh keluarga pada akhirnya hanya tersenyum bahagia karena tingkah Rania jawaban bagi mereka. Rania terlihat setuju dan bahagia.
"Oh iya Raja ini Rima buatin puding mangga buat kamu." Prisilla menarik Rima yang sedang membawa mangkuk besar puding. Raja menaikkan alisnya bingung. Bibirnya sedikit mencibir dilanda kebingungan. Apa Rima kesambet arwah gentayangan? Dan jangan lupakan dandanan Rima. Habis tampil lomba karang tarunakah? Batin Raja bergidik keheranan.
"Iya terimakasih ma." jawab Raja kepada Prisilla. Sekedar pemberitahuan sejak mereka bertetangga sejak dulu, Prisilla dan Rachel membiasakan anak-anak mereka memanggil sebutan sama sebagai orangtua, papa dan mama.
"Rima ayo dikasih ke Raja." dengan langkah malas dan berat hati Rima memberikan puding buatannya ke tangan Raja. "Tau gitu gue racunin nih puding." desisnya pelan.
"Taro sendiri sana di dapur." bukannya mengambil alih puding itu ke tangannya Raja justru mendorong pundak Rima menuju arah dapur. Rimapun berjalan tanpa ragu. Ia sudah hafal rumah itu. Sementara seluruh keluarga bercengkrama membahas berita bahagia ini. Aries yang tenang, Rania yang malu-malu.
"Lo lagi kesambet bikinin ini puding buat kakak gue?" Ratu mendekati Rima menuju dapur, Ruby pun mengekor. "Tau ah pusing, entar ini gue bawa pulang lagi yah! Cape-cape bikin masa buat kakak lo." Ratu menaikkan bahunya. "Terserah."
"Eh sejak kapan Rania pacaran sama abang Aries?" tanya Ruby kepada Rima. Ratu juga sepertinya ikut penasaran.
"Gue juga nggak tahu." jawab Rima bingung. "Abang lo kan misterius masa bisa deket sama Rania yang pendiem?" Ratu yang terkenal sangat tidak mau tahu urusan orang tergerak sangat penasaran.
"Udah nggak usah penasaran. Sekarang siap-siap aja diperiksa dadakan orangtua. Karena Rania sama Abang nggak ketahuan berhubungan tiba-tiba mau menikah dipastikan abis ini mereka mau sidak." Rima melirik Ruby. Hanya para orangtua yang belum tahu hubungannya dengan Rafa. Interaksi Ruby dan Rafa memang sangat normal jika sedang berkumpul seluruh keluarga. Nyaris tidak mencurigakan.
"Yah gimana dong?" Ruby sedikit panik.
"Yah nggak gimana-gimana. Palingan di kawinin.." goda Rima dan Ratu sambil tertawa.
"Ayo ke sana lagi." ajak Ratu selaku tuan rumah.
Dan hasil rapat keluarga sudah diputuskan atas permintaan Aries yang ingin mempercepat proses pernikahan. Dua bulan dari sekarang acara akan berlangsung, lebih cepat dibandingkan pernikahan Alvina. Malam ini Alvina memang tidak datang hanya orangtuanya saja yang ikut hadir. Alvina sedang pergi dengan Dimas tunangannya ke luar kota di mana keluarga Dimas bermukim. Tetapi ia tahu perihal pasangan baru yang akhirnya memproklamirkan hubungan. Alvina memberikan pesan selamat kepada keduanya melalui sambungan telephone dan ia sangat bahagia menyambutnya.
"Baiklah semoga acara nanti berjalan lancar dan tidak ada halangan niat baik keluarga kita." ucap Leo bahagia.
"Acara kita serahkan kepada mereka berdua saja. Tadi mereka maunya sederhana." timpal Ar.
"Kakak pamit dulu." sapa Aries kepada Rania saat seluruh keluarga mengantar keluarga Aries pamit pulang setelah makan malam dan rencana persiapan pernikahan.
"Mau kakak antarkan pulang nanti?" Rania menggeleng.
"Malam ini biar Rania pulang bareng papanya. Sebentar lagi dia milik kamu selamanya." goda Leo. Rania seperti biasa selalu memeluk manja sang papa. Aries tiba-tiba gemas melihat tingkah Rania. Mulai sekarang dia harus belajar meyakinkan hati jika gadis itu yang akan menjadi pendamping hidupnya.
"Emak harus siapkan aneka pisang dan yang lainnya untuk Aries." Kimberly mengedipkan matanya.
"Beres kalo buat cucu kesayangan pasti yang paling spesial." jawab Ibu Ipah.
"Kalo Rania sih sudah punya aneka ramuan." Kimberly melirik para wanita di samping Rania. Mereka ahlinya meracik jamu dan segala persiapan istri idaman.
"Pokoknya kita akan terapkan acara pingitan buat Rania." mendengar itu Rania sadar jika ia akan menikah diusia muda.
..
"Apa kamu bahagia sayang?" tanya Marsha kepada Rania sang putri. Seluruh keluarga sudah masuk ke dalam rumah dan bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing.
"Bahagia ma." jawabnya yakin. Marsha sangat tahu sifat putrinya sangat tertutup. Marsha seperti mengaca kepada dirinya sendiri saat menatap Rania.
"Mama akan ada di samping kamu sayang. Selamanya sayang. Selamanya tidak akan pernah berubah."
"Rania tahu ma."
•••
Cuplikan selanjutnya.
"Rafa gawat ini. Acara tinggal tiga jam lagi tapi Abang Aries malah menghilang begitu aja. Keluarga belum ada yang tahu nih." Safir berbisik kepada Rafa.
"Lo gimana sih Fir di suruh nemenin malah ga dijaga."
TBC...
Selasa, 09 Februari 2016
-mounalizza-
Oke.. Semua doakan yah mamaku mau operasi mata. Dan sebagai anak aku wajib menemaninya. Jd seminggu ini off dulu yah...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top