4 - KENYATAAN SEBENARNYA

Hai aku tau cerita ini ruwet bagi sebagian org, tapi yah emang begini adanya. Konfliknya berbeda dari cerita aku sebelumnya. Mungkin klo di JR-1 aku buat ruwet dgn silang perjodohan klo disini nggak. Aku justru mau kasih konflik after mereka berjodoh atau sedang tahap dijodohkan. Seperti itulah kira2. Tantangan buat aku dan aku suka... Mari ruwet bersama2.. Hahahah

Sorry for typo

Di depan foodtruck Rafa.

"Lo serius Fir di kampus ada yang jual itu terang-terangan?" tanya Rafa tak percaya kepada Safir.

"Yup.. Curiga sebenarnya mereka mancing gue biar cepat tanggap. Kalo ketauan mereka pasti bakal bertindak." jelas Safir sambil menikmati burger dengan lahap. Rafa dan Safir tidak hanya berdua, ada Raja yang ikut duduk di sana dan Razi yang sedang berganti pakaian di mobil. Foodtruck sederhana dengan dua payung dan meja kecil di sampingnya. Rafa sebenarnya tidak selalu ada di sana, tetapi terkadang mereka suka berkumpul di sana.

"Besok gue mau ke kampus lo ah."

"Jangan nanti mereka semakin curiga." tahan Safir kepada Raja. Rafa melirik curiga.

"Bilang aja lo nggak mau anter Oma Ara besok ke dokter?" Rafa tahu isi kepala Raja.

"Gantian dong Raf masa gue mulu." pinta Raja sedikit memelas.

"Rania kali yang paling sering mengalah anterin Oma Ara! Kita paling sering kabur." bela Rafa untuk adiknya.

"Gue sih jaga car wash daripada lo pacaran mulu." Rafa hanya mencibir mendengar sindiran Raja.

"Oma Ara udah mulai pikun yah?" tanya Safir. Rafa dan Raja mengangguk.

"Kemarin gue dimarahin mama gara-gara suruh temenin Oma. Padahal Oma udah makan eh pas mama pulang ditanya udah makan apa belum dijawab belum." cerita Raja.

Oma Ara adalah nenek orang tua mereka. Nenek dari Rachel dan Leo. Oma Tiara memang sudah sangat renta. Tiga tahun belakangan ini indikasi kepikunan sudah terlihat. Semenjak sang suami  Rahadi meninggal dunia dan sahabatnya Hani meninggalkan untuk selamanya Tiara semakin suka menyendiri.

"Itu mending, nah gue seharian sama Oma di rumah yang ditanya sekarang hari apa berkali-kali. Terus pas malamnya dia tanya gue siapa. Kasihan Oma Ara." Rafa juga menimpali. Oma Tiara memang terkadang sering tinggal di rumah cucunya walaupun sebenaranya ia tinggal bersama anak tunggalnya Biyan.

"Oke gimana penampilan gue?" tanya Razi tiba-tiba yang sudah ada di depan mereka bertiga. Rafa, Raja dan Safir menatap bingung penampilan Razi yang sangat rapi. Terlalu rapi bahkan, ini bukan gaya Razi.

"Mau lamar kerjaan di mana lo?" tanya Raja. Razi tampak rapi mengenakan kemeja biru tangan panjang dan dasi biru tua. Ia juga memakai kacamata dan menenteng tas. Mirip karyawan biasa, cupu tapi terkesan menarik.

"Siapa lagi yang lo deketin?" tanya Rafa  tanpa basa-basi. "Jangan bilang lo mau jadi anggota MLM bawel?"

"Dilihat dari kostum sih jualan obat." Safir ikut nimbrung. Razi hanya tertawa sambil merapikan bajunya. "Salah semua."

"Kemarin mantan lo bukannya apoteker? Sampai tiap hari gue dikasih souvernir obat sariawan, harusnya kasih Safir obat kuat dong sekali-kali." sindir Raja, Safir melirik sebal.

"Bukannya pacar lo instruktur yoga? Kalo masih sama dia lo ajak kita dong! Jangan enak sendiri." Safir berbicara sambil menikmati makan siangnya yang sudah sangat telat.

"Apa enaknya sih cari-cari macam wanita? Cukup satu dan istimewa." Rafa mulai sok bijak di mata mereka.

"Hallah mentang-mentang ada kembaran Ruby cari muka lo Raf." Raja memang dikenal bermulut ketus.

"Pada berisik ah lo semua." Razi kembali merapikan  kacamatanya.

"Fir tolong jemput Raga sama Raka yah di tempat lesnya! Gue mau kerja sampingan dulu." pinta Razi.

"Ah nggak ah kapok, mobil gue kacau balau kalo didudukin adek-adek lo. Kaya ada badai menghadang. Capek-capek modiv." tolak Safir. Razi melirik Raja meminta bantuan.

"Gue naik sepeda." jawab Raja cepat. Razi kembali melirik Safir. "Ngomong-ngomong koper spesial masih ada Fir?" ada senyum licik di mata Razi. Safir tahu kelemahan dirinya karena koper sialan titipan mereka selalu menjadi senjata ampuh mengancam dirinya. Nama baiknya hancur jika koper miliknya diketahui sang mama.

"Iya-iya gue yang jemput duo badung itu." kelemahan Safir yang selalu dijadikan alat bagi yang lainnya. Razi tersenyum lega. Ia melirik jam tangan dan menunggu jemputan spesial.

"Lagian kalau kacau balau kan tinggal dibersihin di car wash Raja." jawab Razi. Safir tetap cemberut.

Tak lama ada sebuah mobil sedan menepi di dekat foodtruck. Pintu terbuka dan turunlah seorang anak kecil perempuan sangat cantik, mungkin perkiraan umurnya delapan tahun. Anak perempuan itu turun dengan pengasuhnya.

"Mister Zi..maaf Oki jemputnya telat. Kakak Oki lama datangnya sih. Sekarang ikut Oki yah pulang ke rumah belajar bersama." anak itu berdiri di depan Razi sambil menarik tangan Razi manja.

Razi mengacak rambut anak kecil bernama Oki tersebut. "Mau Mister belikan milkshake?" Oki melirik ke arah mobil menunggu izin dari sang kakak yang ada di balik kemudi.

"Kak Tania Oki boleh minum ini nggak?" teriak Oki. Razi dan yang lainnya melirik arah mobil. Tak lama keluar seorang wanita muda yang sangat cantik turun dari arah posisi supir. Wanita bernama Tania itu sangat manis dan menawan. Putih dengan perawakan imut, belum lagi body mulus nan menggoda. Selera Razi memang selalu spesial.

"Maaf Mister, Oki masih dalam perawatan medis. Dia dilarang mengkomsumsi selain makanan di rumah." jawab Tania sangat sopan. Razi hanya mengangguk sambil membalas senyuman indah itu. Suara gadis yang sangat merdu batin Razi.

"Ayo mister kita pulang! Oki udah nggak sabar mau belajar sama guru les yang paling Oki sayang." ajak Oki manja menarik Razi.

Rafa, Raja terlihat kaget mendengar anak kecil itu bicara. Safir sendiri hampir menyemburkan makanan yang ada di mulutnya. Dia mendapat tugas menjemput adik kembar Razi yang super bandel sementara sang kakak sedang mendekati seorang wanita yang mempunyai adik kecil?

Dan yang membuat Safir serta yang lain takjub Razi  menjadi guru les anak-anak?

"Bajingan sialan." bisik Safir emosi. Rafa dan Raja menahan tawa.

"Ayo cantik kita pulang ke rumah kamu." Razi menggandeng tangan Oki anak muridnya.

"Maaf jemputnya lama." sekali lagi Tania berkata lembut.

"Nggak masalah ko. Oh iya sini biar saya saja yang menyetir! Saya akan merasa bersalah jika wanita secantik kamu malah mengemudi. Kamu lebih cocok duduk manis di samping saya." Razi langsung inisiatif ke arah pintu kemudi. Tania sedikit tersipu.

"Terimakasih."

"Asyik Mister Zi yang bawa." mobilpun berlalu begitu saja. Razi sempat membuka kaca mobil memasang wajah kemenangan kepada tiga pria yang memasang tampang bodoh, dengan sombongnya Razi melambaikan tangan.

"Alesan tuh playboy kunyuk jadi guru les anak kecil. Adek kembarnya aja kagak diurus sama dia." sindir Raja.

"Manis banget lagi tuh cewek, sial." Raja masih menggerutu. Razi memang selalu bisa mendapatkan perhatian para wanita.

"Udah ah gue mau jemput duo badung, mumpung belum terlalu macet. Bisa stroke semobil kelamaan sama mereka." Safir berdiri meninggalkan tempat itu. Rafa sendiri sudah bersiap menunggu sang kekasih datang. Mereka memang sudah berjanji pergi berdua.

"Mau pergi sama Ruby?" tanya Raja.

"Yup."

"Lo berdua masih rahasiain hubungan?"

"Nanti aja deh kalo Mbak Alvina sudah nikah baru kita jujur sama keluarga." Ruby memang masih belum mau seluruh keluarga tahu hubungan mereka.

"Lagian masih muda lo seneng amat komitmen. Untung Ruby bukan saudaranya yang berisik." seloroh Raja asal.

"Kenapa emang kalo gue?" sepertinya setiap kali Raja memikirkan wanita itu dipastikan tak lama kemudian akan datang dengan sendirinya. Benar saja, Rima berdiri di depan Raja sambil berkacak pinggang.

"Ck nongol aja lo di sini." Raja malas membalas ocehannya. Hatinya masih sedikit jengkel melihat Razi dengan wanitanya.

"Hai maaf yah Raf cari taxi susah, ini juga aku ketemu Rima di jalan." Ruby mendekati Rafa sang kekasih.

"Ayo kita jalan." ajak Rafa setelah selesai memberikan intruksi kepada pelayan. "Kamu mau makan dulu?" tanya Rafa lembut, Ruby menggeleng.

"Kita jalan dulu yah." pamit Rafa dan Ruby.

"Eh enak aja lo berdua, gue pulang bareng siapa? Tau gitu taxi-nya gue suruh tunggu." Rima menahan tangan Rafa dan Ruby yang hendak meninggalkannya.

"Yah Rim, kita takut telat." jawab Ruby.

"Tuh ada tetangga lo. Searah sejalan dan sama-sama mau pulang ke rumah." tunjuk Rafa tanpa dosa.

"Ah nggak bisa, gue naik sepeda. Berat boncengin dia. Udah ah gue cabut, gatel-gatel gue denger toa karang taruna bicara." Raja berdiri dan langsung pergi begitu saja.

"Ye siapa juga yang mau sama lo. Mending naik ojek. Sialan lo Ruby tau gitu gue nggak usah turun." cibir Rima.

"Iya sorry sebagai gantinya ambil satu paket burger buat lo deh." Rafa mengedipkan matanya. "Bener yah?" Rafa mengangguk.

"Bye.." Rafa dan Ruby melambaikan tangan meninggalkan Rima sendiri.

Rimapun  melirik suasana jalanan yang sudah mulai ramai karena kemacetan. Waktu jam pulang kerja memang selalu ramai. 

"Alamat susah cari ojek sama taxi nih." keluh Rima berdiri sendiri.

"Mau bareng nggak? Mumpung gue lagi baik nih." Raja tiba-tiba sudah ada di depannya sedang mengayuh sepeda. Raja memang menyukai sepeda sebagai alat kendaraannya.

"Ogah mending gue nunggu sampai jamuran daripada numpang sama lo." ketus Rima memalingkan muka.

"Yaudah kalo nggak mau dasar toa karang taruna. Hati-hati diculik. Eh tapi rampok juga males culik toa berisik bin cempreng model lo. Bye.. Hati-hati kejahatan merajarela." Raja mengayuhkan sepeda dengan wajah meledek.

"Ngeselin.. Ruby sialan dia yang pacaran gue yang ditinggal." gerutu Rima menghentakkan kaki.

•••

Di rumah keluarga Ar.

"Pokoknya mama nggak mau tahu Aries kalo kamu masih single dan sibuk mikirin kerjaan mama akan cari jodoh buat kamu. Usia kamu sudah kepala tiga Aries. Papa kamu aja menikah hampir usia duapuluh tahun." Prisilla sedang duduk di samping putra tertuanya Aries.

"Ma Aries masih sibuk ma, papa Kevin juga menikah diusia kepala tiga." Aries hanya bisa berkata itu sebagai alasan.

"Kamu ini yah mau ngikutin paman kamu? Papa Kevin lain ceritanya. Udah pokoknya kamu harus kenalin calon istri pilihan kamu sendiri sebelum mama yang akan carikan!" ketus Prisilla.

"Jangan keras-keras lo ama anak." Ar sang suami menimpali.

"Biasanya kamu juga keras sama Aries." sindir Prisilla.

"Tapi mama lo bener, cucu kakek paling ganteng harus cepet nikah." Aries menghampiri sang kakek, Bapak Dullah yang baru keluar dari kamar mereka. Di sampingnya berdiri sang istri Ibu Ipah. Usia tidak membuat mereka lemah.

"Iye Aries nenek kan juga pengen liat cucu nenek nikah." dua pasang orang tua itu duduk di sofa.

"Kalo belum ada gimana nek? Masa mau bohong."

"Makanya mama cariin." Prisilla kembali menimpali.

"Lo tuh suruh Aries buru-buru nikah karena udeh kagak sabar kan pengen jodohin si Rima sama Raja?" Ar menyindir sang istri.

"Iya aku udah janji sama tetangga dari dulu."

"Ya udah ma Rima aja dulu, Aries nggak masalah didului."

"Enak aja kamu."

"Jangan cucu, kagak baek." jawab Ibu Ipah.

"Iye cucu usia lo udah pas buat nikah. Kepala tiga, nanti kalo kelamaan bisa gawat deh. Jangan pernah sepelein urusan daging setengah ons." Ibu Ipah menyenggol sang suami. Bisa-bisanya berkata seperti itu di depan cucu.

"Apaan sih babe daging setengah ons di bawa-bawa. Anak Ar tangguh-tangguh. Kalo kagak dijaga juga cucu babe dari Ar bisa selusin.." giliran Prisilla yang menyenggol suaminya. Sementara Aries hanya bisa memijat pelipisnya. Ini bukan sekali dua kali acara desakan menikah menjadi teror setiap saat baginya.

"Ngomong-ngomong si Rima kemane? Kagak kedengeran berisiknya?" Ar mencari keberadaan putrinya.

"Rimaaa pulaaaaang.."

"Nah tuh die si toa karang taruna." jelas Ar menunggu kedatangan Rima.

"Heh anak perawan kemane aje lo jam segini baru datang?"

"Haduh papa tercinta kaya kagak tau jalanan macet di mana-mana. Tadi Rima bareng Ruby tapi berenti di tengah jalan." Rima menghampiri semua keluarga dan menyalaminya hormat.

"Rima abis ini mau pergi lagi yah."

"Mau kemane belum duduk dah mau jalan lagi?"

"Mau ke rumah Mbak Alvina, mau lihat baju seragam." Aries menegang di tempatnya.

"Aries anterin adek lo."

"Rima bareng Ratu pa. Dia udah nunggu di depan, Rima cuma mau mandi sebentar."

"Udah sana cepat kesian Ratu di depan nungguin." suruh Prisilla.

"Mentang-mentang ama keluarga besan." bisik Ar meledek istrinya.

"Mau kemane lo Aries?" Aries berjalan ke luar ruangan. "Mau ke taman."

"Cucu jangan kebanyakan ngerokok yah." Ibu Ipah tahu kebiasaan akhir-akhir ini dari cucu-nya.

"Iya nek." jawab Aries sopan.

"Iye bahaya buat masa kerja daging setengah ons." lagi-lagi Ibu Ipah menyikut Bapak Dullah.

"Ihh tua-tua nggak tau malu." Aries hanya bisa menahan tawa dengan tingkah keluarga besarnya. Selalu apa adanya. Aries berjalan ke luar rumah menuji taman perumahan.

"Abang Rima mana?" panggil Ratu di depan rumahnya. Rumah mereka berdampingan.

"Mandi sebentar, tunggu aja." jawab Aries.

"Hah tadi bilangnya cuma mau ganti baju." gerutu Ratu.

"Abang mau ke taman yah?" Aries mengangguk. "Iya kenapa?"

"Kalo ketemu Rania di sana suruh balik kita mau ke rumah Mbak Vina." Aries hanya mengangguk dan berjalan ke arah taman. Suasana taman yang sepi selalu disukai Aries. Malam hari waktu yang pas bagi dirinya menikmati taman dan lapangan basket seorang diri.

Aries melihat Rania di sana sedang bermain ayunan sendiri. Ia berjalan mendekati Rania.

"Di cariin Ratu, katanya mau ke rumah Vina." Rania menoleh. Sedikit terkejut kehadiran tiba-tiba Aries. Lagi-lagi Aries tidak menyebut namanya.

Rania diam melirik Aries yang tampak santai mengenakan kaos hitam dan celana jeans pendek. "Iya.."

"Kenapa menginap di sini terus?" tanya Aries tanpa menatap Rania. Ia juga duduk dibangku ayunan.

"Aku sedang belajar buat kue sama mama Rachel." Raniapun tak menatap Aries. "Enak?"

"Mendekati enak." jawab Rania. Aries mengambil satu batang rokok dan menikmati sambil menggerakkan pelan ayunan.

"Kamu nggak melanjutkan pendidikan?"

"Nggak. Papa nggak izinkan aku tinggal di asrama."

"Nggak lulus dong?"

"Kemungkinan. Rania mau buka usaha Cafe aja kaya mama Rachel dulu."

"Lalu?" mereka menikmati perbincangan tanpa saling menatap. Rania sibuk memaju mundurkan ayunan, Aries sibuk menikmati hisapan rokok.

"Lalu jika berhasil, Cafenya ramai Rania mau menikah." jawabnya pelan.

"Kamu sudah punya pacar?" tanya Aries menatap wajahnya. Bahkan tangan Aries menarik tangan Rania agar mereka saling bertatapan. Rania terkejut dengan perubahan sikap Aries.

"Segera."

"Berarti belum?" Rania menggeleng lalu memalingkan wajahnya.

"Kenapa mau menikah muda?"

"Karena aku mau dan sudah siap."

"Tapi kamu belum menemukan pacar bahkan cinta." pernyataan menyakitkan bagi Rania.

Sudah kakak. Sudah..

"Aku akan mencari." Rania berusaha menormalkan nada suaranya.

"Oh.." terdengar hembusan nafas dari Aries.

"Vina sedang sibuk yah?" tanya Aries.

"Iya, tapi w.o benar-benar membantu. Konsepnya tinggal dikasih tau aja."

"Acaranya berapa bulan lagi?"

"Kalo tidak salah lima bulan lagi." Aries mengangguk sendiri. Rania semakin gelisah. Ia tidak sanggup berlama-lama menyaksikan terpuruknya Aries. Cukup hati saja jangan penglihatannya. Rania berdiri dan hendak pulang menyusul saudara sepupunya.

"Rania pamit yah kak." Rania melewati Aries dan tanpa diduga Aries memegang tangannya. "Tunggu."

Rania menoleh tanpa menolak tangan Aries yang masih memegang jari-jarinya. "Iya kak.."

"Mau tolong kakak?" Rania mengerutkan keningnya.

"Apa?" Aries menelan ludahnya. Rania tidak pantas jika dimintai bantuan paling kejam menurutnya. Akhirnya ia melepaskan tangan Rania.

"Tidak jadi." Rania dapat melihat rasa bingung dibahasa tubuh Aries.

"Kak, kalau mau bercerita kakak bisa mencariku. Aku akan ada di samping kakak jika kakak mau." senyum Rania tulus walaupun Aries tidak menatapnya.

"Raniaaaaa ayoo..." teriakan Rima di dalam mobil Ratu membuat Rania dan Aries tertawa.

"Sudah cepat sebelum Rima membangunkan warga." Rania mengangguk dan melangkah meninggalkan Aries.

"Aku serius kak, aku akan ada di samping kakak jika tidak mengganggu." ucap Rania kembali ke arah Aries dah dengan berani merampas satu batang rokok di tangan Aries. "Nanti kakak lebih cepat lelah kalau sering menikmati ini." Rania melemparnya asal.

"Raniaaaaaa.." sekali lagi Rima berteriak kencang.

"Aku pergi dulu kak." Aries membalas senyuman Rania. Ia melirik adik kecilnya yang sudah tumbuh menjadi wanita dewasa. Rania sangat cantik batin Aries.

"Kenyataan sebenarnya aku tidak bisa melangkah lagi,tapi kebahagiaan mama..." lirih Aries memejamkan mata lalu kembali menatap gelapnya awan di atas langit. Suram seperti hatinya.

"Menikah?" Aries masih berbicara sendiri. Dan satu hal yang baru saja terlintas di benaknya.

"Rania.." ucapnya pelan.

TBC...
Minggu, 07 Februari 2016
-mounalizza-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top