35 - BERBAHAYA DI HATI
Di sebuah taman.
"Udah sampai dimana?" Ratu sedang berbicara dengan Safir melalui sambungan telephone. Wajahnya tampak kecewa karena sudah hampir satu jam ia menunggu Safir di taman. Dan sang kekasih tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Mungkin jalanan ramai, Ratu tetap berfikir positif.
"Maaf Rainha, sepertinya aku nggak bisa ke arah taman. Macet total.." suara lirih Safir di seberang sana.
Ratu mengangguk sendiri. "Iya nggak apa-apa.." ucapnya dibuat biasa saja. Raut wajah kecewanya hanya bisa dilihat oleh dirinya sendiri dan pengunjung taman sekitar.
"Ya udah kita ketemu di rumah Rafa yah.." jelas Ratu lemah. Safir sebenarnya tak tega menatap dari kejauhan. Ia sudah sampai bahkan dari sebelum Ratu datang di taman itu. Langkahnya terasa berat untuk menghampiri Ratu.
Ini sudah lebih dari satu bulan status mereka berpacaran. Hanya mereka berdua yang tahu dan mereka sungguh menikmati. Ratu sangat pengertian dan tidak egois bahkan Safir sampai dibuat tak percaya.
Ratu tulus mencoba hubungan dengannya. Di luar prediksi Safir.
Jangan berburuk sangka dengan gaya pacaran mereka. Entah kenapa Safir seolah hati-hati dalam membina hubungan aneh ini. Mereka para pendusta yang hanya sedang mempertaruhkan jiwa keegoisan masing-masing.
Ratu dengan usaha menjawab cinta yang ia sendiri juga tak tahu apa arti mencinta, yang ia tahu rasa seperti ini harus diluapkan. Sedangkan Safir masih berkutat dalam jiwa egoisnya. Penolakan Ratu sangat membekas. Ia pria normal dengan harga diri yang masih dianggungkan dideretan terdepan.
Safir memperhatikan gerak-gerik Ratu. Kekasihnya itu sedang sibuk dengan ponselnya. Terka Safir, Ratu sedang memesan mobil untuk ia tumpangi. Di kejauhan ini ia benar-benar menatap saudara jauhnya dengan intens.
Gadis pendiam dengan keunikan tersendiri. Ratu bisa pendiam, bisa juga ramai jika ia sudah sangat nyaman. Ratu tidak suka mengurusi masalah sekitar walaupun terkadang ia yang paling tahu urusan sekitar.
Dan yang membuat Safir sedikit luluh adalah kelembutan yang Ratu berikan untuknya. Selama satu bulan ini Safir benar-benar mengenal sebenar-benarnya Ratu. Gadis itu sangat membuka diri.
"Fir jangan turuti permintaan si kembar pelihara kucing. Kasihan nanti kalau tidak diurus."
"Fir, udah makan belum? Hmm aku buatkan makanan kesukaan kamu. Telur dadar gulung istimewa udah siap."
"Fir, kakak sama Rima aneh, mereka tetap menolak resepsi. Tapi sepertinya tetap dilaksanakan. Sederhana.."
"Kalau aku mau acara pernikahanku itu dilakukan di taman perumahan. Semua harus berpakaian santai dan memegang masing-masing voucher makanan. Tidak perlu w.o aku hanya membutuhkan tukang jualan langganan perumahan."
"Terdengar pelit dan tidak bermodal tapi aku menyukai ide itu."
"Kamu tahu aku benar-benar tak tahu rasanya menjalin hubungan. Ajari aku toleransi dan ingatkan aku jika aku egois."
"Oh iya, Rafa sama Ruby kenapa sekarang menjauh? Aku sedih lihat mereka. Cinta itu pada dasarnya mudah, hati saja yang kadang membuat susah memilihnya. Dan aku rasa Rafa dan Ruby mempunyai satu hati. Aneh aja kalau sekarang mereka menyerah."
"Cinta itu berjuang, berjuang mengikis jiwa egois."
Dan selama sebulan mencoba, Safir melihat dirinya lah yang egois. Ratu seolah belajar mencintai Safir apa adanya tanpa perlu Safir berusaha menarik perhatian Ratu untuk semakin terpesona.
Safir merasa ini bukan yang ia mau. Ratu mungkin tidak sadar jika dirinya terlihat bodoh di mata Safir jika sikapnya menerima tanpa mau konflik panjang. Bukan ini yang Safir inginkan.
Sebagian jiwa baiknya meronta untuk melawan sisi negatif. Dengan keyakinan penuh Safir kembali menatap layar ponselnya, bergantian memperhatikan kembali Ratu yang masih duduk di taman. Wajahnya jelas kecewa. Itu membuat Safir tidak nyaman.
"Hallo.." pertahanan Safir runtuh.
"Iya Safir.." Ratu tidak sadar jika balasan suara darinya dapat Safir lihat. Bahkan senyum yang kian merekah itu membuat Safir lega. Ratu di sana tampak antusias menerima panggilan darinya.
"Tunggu di situ lima belas menit. Aku akan mencari jalan pintas.." ucap Safir. Ratu mengangguk antusias. "Iya aku tunggu..." suara ceria itu menjadi pengecualian niat awal Safir. Izinkan kali ini ia ingin tulus berhubungan dengan Ratu.
Cinta selalu ada, asal kita sudah terbebas dari nafsu. Itulah yang dirasakan mereka saat ini. Sebenarnya baik Safir maupun Ratu sudah mampu mengesampingkan rasa nafsu menjadi sebuah ketulusan. Setidaknya tanpa mereka sadari itulah yang terjadi.
Safir mulai melajukan kendaraan setelah menunggu kembali sekitar dua puluh, Ratu pasti curiga jika ia datang dalam sekejap. Dan selama menunggu tak pernah sekilaspun Safir merubah posisi pandangnya. Memperhatikan wajah Ratu memang sungguh membuat jiwa egoisnya luntur perlahan.
Tin..
Safir membunyikan klakson mobil yang memang langsung diketahui Ratu. Gadis itu menghampiri mobil Safir.
"Masuk..." kepala Safir menunduk saat kaca mobil sengaja ia turunkan. Ratu berjalan cepat dengan wajah bersinar bahagia. Safir menyukai tatapan damai itu. Mungkin hari ini dia harus mengalah dengan rasa ego nya.
"Maaf lama.." ucap Safir lagi saat Ratu sudah duduk di sampingnya. Kekasihnya itu sangat menawan dan mempesona. Dia sangat unik dengan tampilan sederhana. Kacamata yang selalu ia kenakan sama sekali tidak mengganggu keindahan yang Ratu miliki. Walaupun kecantikan Ratu akan semakin terlihat saat kacamata terlepas tetapi Safir tetap memuji apapun yang melekat pada Ratu.
"Kita nggak usah ke rumah Rafa yah?" Safir memberikan opsi.
"Kenapa? Pengantin baru sedang pulang dari Bandung dan Mama Marsha mengundang semuanya untuk makan malam di sana, ini kesempatan kamu membantu Ruby agar kembali bersama Rafa." Safir hanya tersenyum mendengar penjelasan Ratu. Kekasihnya memang sekarang sudah lebih banyak mau berbicara. Tidak seperti dulu, irit bersuara.
"Aku mau berdua saja sama kamu.." balas Safir sambil terus melajukan mobilnya. "Urusan Ruby dan Rafa biar para orangtua yang mengurus." Ratu kembali mengangguk. Kembali menjadi Ratu yang tidak ikut campur masalah yang bukan kapasitasnya.
"Kita mau kemana?" cicit Ratu.
"Maunya?" kali ini Safir menatap wajah Ratu. Ada yang berbeda dari Safir hari ini? Ratu cukup sadar jika selama hubungan ini berjalan, dirinyalah yang terkesan agresip. Apa ini peningkatan jalinan mereka?
Sebenarnya bukan ia yang butuh dibuat jatuh cinta, tetapi Safirlah yang sedang merasakan perjuangan cinta Ratu.
Terkadang Ratu berfikir jika ia terlalu memaksakan kehendak. Memaksa Safir mencintainya. Cinta yang diletakkan tidak pada tempatnya adalah rasa sakit, sia-sia dan membuang waktu. Ratu sempat menduga jika ia mengalami itu, tetapi ini baru satu purnama. Bukankah terlalu cepat menduga? Seperti katanya, cinta harus diperjuangkan.
"Aku mau kita keliling lingkar dalam tol." Safir melongo mendengar ide aneh Ratu.
Ratu terkekeh melihat reaksi Safir. "Kalau kita nonton, pasti fokusnya dengan film. Kalau kita makan, ada jeda untuk menikmati makanan, belum lagi kemungkinan kita bertemu dengan seseorang atau teman-teman kamu itu." jelasnya lagi-lagi panjang lebar. Ratu sudah bisa membuka diri. Memang beberapa kali saat mereka sedang menikmati makan bersama selalu terganggu dengan sapaan teman-teman wanita Safir ataupun mereka yang setia mendengar acara radio yang Safir bawakan. Itu mengganggu pertemuan mereka.
"Jadi maksud kamu kualitas komunikasi kita berkurang?" ledek Safir sambil mencubit pipi Ratu.
"Iya..." lagi-lagi kejujuran Ratu membuat Safir diam. Kekasihnya memang berbeda. Sudah sangat membuka diri.
"Baru kali ini ada wanita yang memberikan ide kencan di dalam tol. Menikmati kemacetan bersama." Ratu terkikik dengan ucapan Safir. "Yang penting aku bisa semakin kenal kamu." jujur Ratu lagi.
"Kita sudah kenal dari dulu Rainha..." lembut Safir berkata.
"Tapi tidak dengan hati kita." Ratu menunduk saat mengutarakan itu. Dan lagi-lagi Safir semakin bimbang untuk melanjutkan niat awal ia dengan Ratu. Rasanya ia juga merasakan sakit jika melihat Ratu kecewa.
***
Di rumah keluarga Rafa.
"Jadi gimana hubungan rumah tangga kalian?" tanya Rafa kepada Raja dan Rima yang sedang bertamu atas undangan orangtua Rafa. Ada Aries, Ruby dan Razi tak lupa si kembar Raga dan Raka di dekat mereka. Para orangtua lebih memilih duduk dan menikmati makan malam di luar ruangan. Sedangkan mereka asyik duduk di ruang keluarga. Memperhatikan si kembar yang sedang menikmati permainan bola dengan play station milik Rafa.
Rania sedang sibuk membantu sang mama di dapur. Sedangkan Ruby, entah kenapa gadis itu hanya duduk diam, tidak seperti yang lalu-lalu dimana biasanya dengan sukarela membantu pemilik rumah di dapur.
"Heh ditanya malah cekikikan!" panggil Rafa kembali menunggu jawaban pengantin baru.
"Enak.." jawaban kompak secara singkat dijawab Raja dan Rima.
"Enak gimana?" Rafa bertanya antara meledek dan jengkel. Ia juga punya impian menikah. Tapi sayangnya kandas dengan mudah. Benarkah semudah itu mereka putus?
"Mau gue jelasin?" Raja dengan sifat ketusnya memang tidak pernah berubah.
"Tau ah." Rafa melengos sendiri mendengar ucapan Raja. Ah jelas binar kebahagiaan terpancar di wajah Raja. Pasti menyenangkan batin Rafa.
"Nanti ada saatnya kalian juga seperti mereka." seolah sadar akan rasa iri , Aries bersuara sambil menepuk pundak Ruby, karena mereka duduk berdampingan. Aries bergantian menatap Ruby dan Rafa.
"Aku ikhlas bang jika memang tidak diperbolehkan." jawab Ruby pelan sambil menatap Rafa. Sedangkan Rafa dengan cepat memalingkan wajahnya. Bukan hal yang mudah menyaksikan tatapan wajah sendu Ruby.
"Makanya lo yang ikhlas berhubungan sama Ruby." Raja sekarang yang bersuara. Rima juga ikut mengangguk. "Iya, lo berdua selalu manis terus nggak pernah merasakan pahit." penjelasan menyebalkan dilanjutkan oleh Rima. Rafa benar-benar sadar mereka dua sejoli menjengkelkan.
"Tau ah.." sinis Rafa. Pasangan pengantin itu lalu tertawa bersama. Benar-benar menyebalkan.
"Lagian lo ngebet amat nikah muda?" Razi yang sejak tadi diam duduk di bawah bersama si kembar ikut bersuara. Tampilan Razi kali ini berbeda, ia bukan lagi guru pramuka. Sekarang ia memakai seragam pelayan sebuah cafe.
"Gue bukan lo yang hobi melalang buana cari mangsa. Hati mata gue udah punya satu tujuan." Rafa menatap Ruby saat mengatakan itu. Dan sekarang giliran Ruby yang dengan cepat memalingkan wajah.
Ini pasangan aneh.
Hal ini diperhatikan oleh Raja. Apa maksudnya pasangan sejoli ini? Masih Raja ingat beberapa waktu yang lalu Rafa mengganggu malam indah untuk segera bertemu dengannya, membicarakan niat untuk putus dengan Ruby. Dan dengan berat hati malam itu Raja menemui Rafa di sekitar bar and lounge yang tersedia di resort. Jelas saat itu Rafa sedang dipengaruhi minuman beralkohol walaupun tidak banyak. Namun jelas membuat Raja kesal, itu bukan Rafa saudara yang ia kenal. Rafa orang paling tenang yang bisa diandalkan. Tidak kacau seperti malam itu. Apa yang terjadi sebenarnya?
"Terus kalo satu tujuan kenapa putus?" Rima langsung bersuara. Baik Rafa dan Ruby keduanya saling memalingkan wajah. Sementara yang lain menunggu jawaban. Bahkan Razi pun ikut fokus menatap dua sejoli putus hubungan. Sangat mendadak dan ganjil.
"Karena ini kemauan kita. Menurut sama orang tua. Percaya aja kalau jodoh nggak akan kemana." ucap Rafa pelan, Ruby tersenyum miris. Aries kembali menepuk pundak Ruby. "Tuh denger By.." ucap Aries. Raja kembali bingung. Ada apa dengan mereka?
"Jodoh nggak kemana, tapi nggak ada salahnya kita icip-icip jodoh orang. Mumpung masih free, nah kalo gitu Ruby kencan ama gue aja yah?!" tawaran sinting dari Razi membuat wajah Rafa memerah. Saudara edan, play boy kelas teri.
"Rima aja dulu kencan sama gue, Raja terima.." dan sekarang giliran Raja yang kesal dengan Razi. Tapi ia lebih memilih menatap wajah istrinya, akhirnya ia ingat Rima memang pernah beberapa kali berjalan berdua bersama Razi, bahkan dengan sukarela membawakan sarapan untuk Razi.
Perlakuan itu maksudnya apa yah?
Seolah sadar dengan tatapan itu Rima bersuara. "Itu juga gara-gara lo yang kasih aneka kencan gagal buat gue. Jadinya gue kalah taruhan sama dia." sungut Rima tak mau disalahkan Raja. Ia benci lirikan maut Raja. Jelas-jelas saat itu Raja yang menggantungkan nasibnya dengan serentetan pria tidak jelas dan sangat di bawah kriteria idaman.
Razi terkekeh. Membuat pengantin baru itu kesal memang tindakan menghibur. Pantas saja sampai detik ini Razi masih dilarang keras bertamu di rumah pengantin baru. Kehadiran beserta mulut menyebalkan Razi sungguh bisa mengganggu stabilitas hubungan Raja dan Rima.
"Makanya, belajar kencan sama gue. Ahlinya menaklukan pasangan. Dari aneka wanita sampai pria gue jagonya.." ucap Razi dengan tawa lepas. Beruntung si kembar tidak memperhatikan ucapan ngawur sang kakak.
"Ueeek..." lagi-lagi pasangan pengantin baru kompak bersuara. Sementara yang lain bergidik ngeri membayangkan Razi dengan segala kelainannya. "Dasar sinting, gue malu ah punya saudara macam lo." cibir Raja.
"Lo beneran jadi pemakan semua jenis?" tanya Rima polos. Razi kembali tertawa. Rima dan Raja benar-benar membuatnya geli.
"Yaa kalo menguntungkan. Sekali-kali nggak apa-apa." bohong Razi mengerjai Rima. Jelas ia pria tulen. "Gue normal dan tulen Ima sayang.." rayu Razi mengedipkan satu matanya untuk Rima.
"Ueeeekkk... Amit-amit.." ucap Rima geli. "Kapan tobatnya sih lo Zi.."
"Kenapa Rima mual? Rima sakit yah? Mau muntah?" mendengar suara Rima seperti orang sakit, Rania terkejut saat memasuki ruangan. Ia membawa kue penutup dan juga aneka buah dibantu asisten rumah tangga.
"Rima hamil Ran.." ucap Razi. Rania menoleh menatap Rima meminta penjelasan Rima.
"Pelayan dipercaya. Heh Zi bantuin tuh Rania. Profesi lo kan sekarang jadi pelayan cafe.." sindiran Rima tak membuat Razi sakit hati. Pakaian yang ia kenakan memang akan membuat siapa saja kembali bertanya. Siapa lagi yang sedang ia incar.
"Jangan bilang kalo yang punya cafe lagi lo deketin? Atau sesama pelayan cafe?" tanya Raja. Razi memang suka berpetualang. Macam jenis kaum hawa tidak harus dari kalangan yang sama. Selain karena sejak kecil orangtua tidak mengajarkan membedakan kalangan, ia sendiri memang menyukai tantangan. Pengalaman itu harus dicari, seperti itulah moto Razi.
"Dia bertugas mencuci di bagian dapur. Akses untuk ketemu dia lebih sering adalah menjadi pelayan juga." jawaban aneh sang playboy.
"Amit-amit..." Rima mengelus perutnya tanpa sadar. Raja ikut mengelus perut Rima. Jangan sampai keturunannya mewarisi sifat sang paman Razi.
"Cantik nggak Zi?" tanya Ruby.
"Aku tidak menyukai wanita cantik. Aku suka wanita manis menggemaskan." Razi berdiri sambil mengeluarkan baju yang terlihat rapi agar ia lebih nyaman. Semua mata memperhatikan tingkah play boy tengil itu. Razi tidak bosankah berpetualang?
"Asal jangan kebablasan Zi." nasihat Aries.
"Abang tenang saja. Pantang bagiku menjadi brengsek tingkat satu. Yah icip-icip sedikit sih nggak masalah. Nggak sampai ke main course, dessert juga boleh.." Razi mengambil kue yang ada di meja.
"Sinting.." dengus Rima. Razi melirik sambil terkikik. "Iya-iya yang sudah jadi Nyonya Raja. Kompak yah melarang keluarga bertamu ke Bandung. Eh tapi kalo ditelusuri gue doang yang dilarang.." sindir Razi. Berkali-kali Razi ingin bertamu ke kota sejuk itu kerap ditolak oleh Raja.
"Iya kami menolak menerima tamu. Apalagi buaya macam lo, bisa-bisa besok lo kerja jadi tukang kebun di rumah gue, karena asisten rumah tetangga sebelah gue cantik." balas Raja polos tanpa sadar.
"Emang cakep Ja?" tanya Razi tak tahu malu. Raja melupakan Rima yang sedang menatapnya garang. Raja melirik Rima, dan tanpa malu Raja mengecup pipi Rima dihadapan semua orang. "Paling cantik yang ini.." dan seketika Rima menciut malu. Raja jarang memamerkan kemesraan di depan umum.
"Ueeek. Toa berisik aja dirayu.." kali ini Razi yang bereaksi. Rafa kembali geleng-geleng kepala. Beban di kepalanya bertambah melihat tingkah tamu-tamu yang datang ke rumahnya.
"Oh iya Ratu mana? Safir juga nggak ada?" Rania melihat sekeliling.
"Tadi katanya Ratu ada tambahan isi suara. Mungkin nanti datang telat sama Safir." Razi diam mendengar ucapan Ruby. Razi tidak bodoh untuk menerka hubungan kedua orang itu. Ia tidak perduli dengan Safir, tetapi Ratu...?
Gadis itu pengecualian. Saudara perempuan yang sangat ia sayangi. Sama seperti Raja yang juga menyayangi Ratu. Jika Safir mempermainkan Ratu, apa yang akan terjadi dengan keutuhan keluarga ini?
Diam-diam Razi merogoh ponselnya dan mengetikkan sesuatu. Razi mengirimkan pesan singkat kepada Safir.
Razi : Jangan main-main terlalu jauh Fir sama Ratu. Ingat dia berbeda, jangan samain Ratu sama cewek-cewek yang suka sama kita.
Safir : kenapa emangnya? Gue juga tahu batasan. Tenang aja. Ratu bahagia dekat sama gue. Dan dia sendiri yang mau. Gue nggak paksa.
Razi : berbahaya di hati kalo nggak distop lebih lanjut. Awas kalo gue lihat Ratu nangis karena lo!!! Gue cari ke ujung dunia jasad lo!!!
Lama Razi menunggu balasan tapi Safir tidak kunjung membalas. Harap Razi, Safir benar-benar membaca pesan itu. Mereka masih muda dan berhak menikmati masa-masa indah. Sudah cukup pemandangan Rafa dan Ruby yang masih menjadi tanda tandanya. Jangan mewabah kepada yang lain.
TBC...
Minggu, 17 Juli 2016
-mounalizza-
mari kita ruwet bersama-sama.
Segini dulu yahh... Beberapa hari lg aku update... 😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top