34 - TANTANGAN BERBAHAYA
Selamat hari raya lebaran bagi semua yang merayakan.. Maaf sibuk sekali dan aku g pny waktu utk melanjutkan.. Maklum rempong ciinn.. 😍😘 dan skrg sudah kembali normal mudah2an selalu lancar... (Ini sbnrnya msh holiday, ada gratisan wifi.)
Sekali lagi aku bilang, alur utk crita Ratu Safir ini udah lama dipikirkan seperti ini. Jadi jgn kaget dgn konflik mereka.. Bisa dibilang cepat atau lambat.. Heheheh
Semua konflik pasangan sdh aku pikirkan matang, so bagi yg bilang yg ini kurang greget, yg itu kenapa begini dan aneka kenapa2... Maaf aku sudah ada jatah ruwet dgn caraku sendiri.. Maaf yah cyinn klo diluar keinginan kalian...😘
oh iya waktu itu aku dibuatin silsilah.. Thx fitriyani96 😅😘😎
Kalau mau ikut ruwet silahkan lihat.. Hahaha fix kamu keluarga ruwet...
Sudah pusingkah kalian?😜😂
***
Di rumah pengantin baru.
"Makasih ma bawaan makanannya. Tapii.. Ini kenapa sama semua menunya?" ucap Rima kepada Prisilla dan Rachel. Rima merasa heran karena diberi aneka makanan berbahan dasar telur baik dari sang mama mertua dan mama tersayang, bukankah masih banyak menu lain?
Kenapa telur?
"Itu Ratu yang buat." Rachel terkikik saat memberitahu siapa yang membuat aneka makanan berbahan dasar telur ayam tersebut.
"Hah?" Rima tak habis pikir dengan pemikiran Ratu adik iparnya. Apa maksudnya membuat telur sebanyak ini? Mau buat dirinya tumbuh jerawat?
"Sudah taro saja di sini! Sekarang kamu ikut kita, jelaskan bersama Raja. Kenapa menolak acara resepsi.." tidak perlu berbasa-basi Prisilla untuk menarik tangan Rima agar berkumpul bersama Raja dan suami mereka.
Pengantin baru ini akan disidang.
"Duduk..!!!" perintah Prisilla agar Rima duduk di samping Raja.
Ada Satria dan Ar juga di ruangan itu.
"Ada apa ma?" tanya Rima seolah tak mengerti maksud kedatangan para orangtua.
"Langsung saja.. Kenapa menolak acara yang sudah 50% rampung?" tanya Prisilla lagi langsung. Ke empat orang dewasa itu menatap serius pengantin baru. Mencari jawaban atas penolakan tradisi. Sudah sewajarnya menikah dan merayakan dengan tujuan memberi tahu khalayak ramai jika mereka pasangan berbahagia. Ini juga sebagai bentuk kebahagiaan sebagai orangtua melepas tanggung jawab kepada anak-anaknya.
"Sudah cukup acara intinya ma. Buat apa dibuat pusing dengan acara resepsi. Kami tidak butuh acara seperti itu." ucap Raja pelan. Rima mengangguk di sampingnya. Menikah bertujuan untuk ibadah, tetapi merayakan lebih ramai hanya sebagai bonus.
Yang penting perjalanan rumah tangganya, bukan perjalanan sampai ke tempat pelaminan. Raja dan Rima sudah bisa membayangkan betapa lelahnya jika itu terlaksana. Dimulai dari senyuman tak pernah putus hingga tak sempatnya mereka duduk sejenak karena banyaknya tamu undangan yang tak henti-hentinya memberikan salam kepada kedua mempelai. Sangat bukan Raja dan Rima sekali.
"Iya ma, pa.. Sebelumnya kami ingin meminta maaf. Mungkin ini terlihat kurang sopan, tetapi kami rasa acara itu hanya buang-buang tenaga dan dana. Ya kalo mau dikasih mentahnya sih kita nggak nolak. Buat modal usaha lain.." ucap Rima pelan, Rima lebih santai berhadapan dengan orang tua. Ar dan Prisilla menyipitkan menatap putrinya.
"Tapi kamu putri mama sayang. Kakak kamu saja kami buatkan acara resepsi. Kamu tidak kesal...?" Rima menggeleng dan memberikan senyum menatap Prisilla.
"Nggak ma, Rima bukan anak yang selalu membandingkan.. Mama tahu sendiri kan?" Prisilla memang mengenal putrinya ini luar dalam. Rima terbiasa sederhana dan tidak pernah membandingkan bentuk perhatian dirinya dengan sang kakak. Mereka memang tidak dibedakan ataupun dibuat berbeda.
"Tapi kalian memangnya tidak mau memberitahu teman-teman yang belum tahu? Berbagi kebahagiaan bersama. Apa kata teman-teman kamu nanti kalau tiba-tiba perut Rima membesar karena mengandung anak kamu?" sambung Rachel. Selain untuk memberi kabar, acara ini juga bertujuan mempertegas status hubungan mereka. Menghindari fitnah.
Raja terkikik mendengar alasan sang mama. Secara sadar ia melirik manusia di sampingnya. Wanita yang sudah berstatus istrinya dan mungkin sebentar lagi akan bertambah menjadi ibu dari anak-anaknya. "Itu mudah ma, kita akan merubah status di media sosial masing-masing." Zaman sekarang memang serba dipermudah.
Rima ikut mengangguk. "Dengan mengganti foto profil saja mereka sudah tahu." mendengar itu Raja sedikit melirik sinis istrinya. Dasar tukang narsis.
"Tapi kan nggak semua orang punya media sosial. Kalian terlalu menggampangkan sesuatu." timpal Prisilla lagi.
"Udehlah.. Lo, anak kita maunya sederhana kenapa lo paksa? Yang penting acara intinya sudah selesai, dana yang kita siapkan dari dulu untuk Rima kita kasih mentahnya aja." ucap Ar kepada istrinya. Rima yang mendengar mengangguk setuju. Raja menyenggol kaki Rima. Tidak sopan!
"Aku juga sama.." Satria ikut menimpali Ar. "Raja mungkin punya alasan kenapa tidak mau acara resepsi ini." Satria memperhatikan wajah putranya, meminta jawaban.
"Ribet pa, bertele-tele. Belum capeknya." jawabnya jujur. Satria tertawa. Putranya mirip dengannya.
"Dasar nggak mau ribet, tapi kemarin ngeribetin buat acara dadakan mau.." sindiran lucu dari sang mama Rachel. Sebagai seorang ibu Rachel dibuat pusing oleh Raja dalam sehari saat ingin mempersunting Rima. Biar bagaimanapun ia mau menantu disambut dengan tangan terbuka oleh keluarga. Kenapa kaum pria sangat senang sekali menyepelekan?
"Sudahlah.. Nanti saat Ratu kita akan buat meriah..." Satria menggenggam tangan istrinya. Ia sangat tahu isi hati sang istri yang masih kecewa. Tetapi memaksakan kehendak bukan solusi terbaik. Setiap anak mempunyai sifat bermacam-macam. Suara hati mereka juga berhak di dengar.
"Tapi pa, jatahnya aku adakan?" pertanyaan tak tahu malu dari Raja. Rima mendengus menatap suaminya. Sekarang siapa yang mata duitan? Bukan dirinya saja. Mereka satu hati memang.
"Dasar kalian berdua sama saja." ejek Rachel. Raja terkekeh.
"Baiklah.. Dipaksa juga kalian sepertinya tidak mau.." Satria dan Ar saling menatap lalu mengangguk.
"Mentahnya siap dikasih, tapi dipotong 10%...." goda Ar kepada pengantin baru.
"Ya papa, tega amat sama anak sendiri." Rima merajuk mendekati sang papa Ar. Memeluknya dengan sayang. Ar menyambut.
"Haduh anak gadis gue udah ada yang punya. Kalo inget jaman dulu kagak sangka akhirnye lo berjodoh. Lo dulu kagak ada akurnye sama Raja. Mana bandel, cengeng, cempreng, bulet lagi kayak emak lo, tapi kesayangan gue.." Ar mencubit pipi Rima dalam pelukannya. Waktu seakan cepat berlalu.
"Perlu yah ngatain aku bulet? Terus aku rasa dia sudah tidak gadis lagi.." Prisilla dengan sifat asal bicaranya. Ar hanya tertawa. "Emang bulet lo dari dulu.." Rima yang berada di antara keduanya hanya tersenyum malu. Biar bagaimanapun di hadapan dirinya sekarang ada dua orangtua dengan status mertua.
"Kamu contoh mertua kamu Raja. Komunikasi santai itu tidak membuat hubungan kaku dan membosankan. Bertengkar itu sudah pasti ada disetiap melangkah dalam berumah tangga. Jangan dijadikan beban.. Percaya disetiap pertengkaran pasti mempunyai jalan keluar.." nasihat Rachel sambil mendekati Raja.
"Iya dan jangan pernah berfikir untuk menyerah. Karena menyerah hanya untuk mereka yang berstatus pecundang." lanjut Satria.
"Iyaa ma, pa." baik Raja maupun Rima mendengarkan dengan sungguh.
"Nah sekarang kamar buat kita sudah siap?" pertanyaan Rachel membuat Raja tak berkutik. Menginap di sini? Apa resort sudah kekurangan kamar? Gangguan lagi...
"Emang mama papa mau nginap di sini?" tanya Raja tak tahu malu. Rima yang berada di depannya melotot dengan ucapan suaminya. Dasar tidak tahu malu.
"Memangnya kami tidak boleh menginap di sini?" Rachel menaikkan alisnya. Sikap Raja sangat mirip dengan suaminya. Tidak senang diganggu. Melihat tatapan sang mama Raja tak bisa memberikan alasan yang masuk akal. Memang tidak ada larangan mereka menginap di rumah ini. Tapi... Ah bagaimana menjelaskannya?
Raja hanya bisa mendesah pasrah. Kebebasan berpaduan suara bersama istrinya harus kembali terganggu.
"Mama sama papa mau nginap juga di sini?" bisik Rima kepada Prisilla dan Ar. Harapan gelengan kepada dari kedua orangtuanya sepertinya tinggal mimpi.
"Emangnya nggak boleh kite nginep di rumah baru lo berdua?" Ar langsung bersuara lantang. Rima ingin sekali membekap mulut sang papa, andai bisa. Pada akhirnya pasrah memang menjadi teman setia pengantin baru.
"Kalian ini... Kami tidak akan mengganggu.. Kamu tenang saja Rima, mama bukan mertua yang mewajibkan kamu bangun pagi. Hei mama sudah tahu kebiasaan kamu sehari-hari sayang." Rima menunduk malu, kenapa sekarang berhadapan dengan kedua mertuanya membuat ia canggung? Rasanya sungguh berbeda. Ia harus bisa menampilkan kesan sempurna di mata mereka.
"Papa juga sudah kenal kamu Rima. Sicempreng musuh kecilnya Raja. Kamu dipanggil lady rocker.." sekarang Satria yang menggoda Rima. Membuat pipi Rima memerah karena malu. Membayangkan jika ia selalu berteriak dan bertengkar dengan Raja tanpa tahu tempat dan keadaan sekitar. Benar-benar memalukan. Dan sekarang semua rasa dengan Raja sudah tersalurkan dengan benar.
Raja menerima apa adanya. Benarkah ia sudah menerima Rima apa adanya?
"Eh tapi jangan salah.. Ada beberapa hal aneh yang belum kalian ketahui.." sambar Prisilla. Ia mengerling sambil mencubit pipi putrinya.
"Raja sudah tahu belum?" tanyanya menggoda. Rima semakin malu. Raja belum sepenuhnya tahu kebiasaan dirinya yang tersembunyi.
"Tahu apa ma?" tanya Raja penasaran, beberapa hari hidup bersama Rima ia memang belum menemukan keanehan.
Rima menatap sang mama untuk kembali diam. Sepertinya tidak penting Raja tahu beberapa kebiasaan tersembunyi dirinya. Raja pasti memaklumi.
Bahkan sekarang Raja menjadi orang paling pribadi yang mengetahui segala hal tentang Rima, tetapi itu wajar. Siapapun wanita akan berbeda jika status mereka berubah menjadi teman setiap malam, bahkan sudah bisa bermain perang sehat yang sudah dipastikan kehalallannya. Raja punya kedudukan istimewa.
"Jadi kamu belum lihat keanehan Rima?" Raja semakin penasaran. Keanehan Rima? Apa mendesah itu termasuk jenis keanehan Rima? Justru jika tidak mendesah Rima dipastikan punya kelainan.. Isi kepala Raja memang sedang fokus ke hal sensitif itu.
"Mama.." rajuk Rima. Prisilla dan Ar tertawa.
"Memang apa sih keanehan Rima?" Rachel ikut penasaran. Secepat kilat Rima berdiri. Ia tidak mau keanehannya terbongkar oleh sang mama mertua.
"Ayo mama dan papa semua. Kamarnya sudah Rima rapikan. Maaf hanya tempat tidur yang tersedia. Kita tidak meletakkan televisi. Belum dirapikan lagi. Kamar mama dan papa abis ini aku periksa lagi, sebelumnya abang yang pakai." Rima membawa Rachel dan Satria lebih dulu menuju kamar. Prisilla dan Ar terkikik.
"Keanehan Rima tidak merugikan. Kamu jangan khawatir.." Ar menepuk pundak Raja saat ingin berjalan menuju kamar. Prisilla rupanya masih senang menggoda menantu tersayang.
"Kamu tahu, Rima itu punya keanehan dengan kamar mandi. Dia sangat mencintai kamar mandi lebih dari apapun." setelah memberi bisikan tak masuk akal, Prisilla meninggalkan Raja dengan penuh tanda tanya.
Jatuh cinta dengan kamar mandi? Jadi dia akan mempunyai saingan? Kamar mandi?
"Tau ah.." menggeleng sendiri Raja lalu berjalan pelan menyusul yang lain. Menata ulang rencana yang kembali gagal. Aries sudah bisa disingkirkan, tetapi para orangtua? Raja harus kembali mencari cara. Apa perlu dia menyebarkan rumor mistis agar mereka tidak nyaman di rumah ini?
"Gue bilang aja yah ini rumah berhantu, tapi mereka nggak ada yang penakut.. Ah ruwet..." gerutuan pasrah pengantin baru.
***
Di dalam kamar resort.
"Ayo dong kak, kali ini aja turuti permintaanku..." rajuk Rania sambil bergelayut manja di lengan Aries. Malam ini mereka sudah bertransmigrasi dari rumah pengantin baru. Sadar akan sindiran demi sindiran pemilik rumah.
"Dari kemarin kakak sudah menuruti kemauan kamu Raniaaa..." Aries merubah posisi, memeluk Rania dari belakang dan menjatuhkan kepalanya di pundak Rania. Mengecup bahu polos itu dengan lembut. Rania hanya memakai bathrobe milik resort.
Sadar istrinya masih diam, Aries kembali mencari cara. Ia meniup-niup pelan di sekitar bahu Rania, membuat sang istri merinding. Terkadang Aries memang bisa sangat tahu titik kelemahan Rania. "Aku serius kak.."
"Rania..." Aries semakin memeluk erat. Menatap pemandangan gelap di depannya. Beruntung di bawah sana pemandangan lampu taman dengan aneka lampion menghiasi resort, mata mereka menjadi cerah saat menatap hiasan-hiasan tersebut.
"Kamu menjadi bagian dari divisi masih rahasia, hanya Raja yang kakak beritahu. Rafa saja masih belum bisa kakak beritahu, lebih tepatnya kakak belum bisa meraba reaksinya. Sekarang kamu masih dalam masa pelatihan dimana kakak sendiri yang akan melatih. Jadi kamu harus terima dengan segala prosesnya. Kakak tidak bisa menerangkan lebih detil.." Rania hanya mengerucutkan bibirnya lucu. Susah sekali mencari tahu. Aries terkekeh saat menoleh.
Lagi-lagi ia menekan kepala Rania dengan dagunya. "Lagipula kamu masih baru, bisa jadi kamu mata-mata musuh." ledek Aries. Rania memberontak tetapi kekuatan Aries tidak bisa ia lawan. Selain itu, menolak pelukan seorang Aries adalah ide bodoh. Rania menyukai kehangatan ini.
"Kak.." panggil Rania sambil menyandarkan kepalanya di dada Aries. "Hmm..."
"Kak Rafa sedang menuju ke sini. Mungkin sebentar lagi dia sampai." Aries mengerutkan keningnya. "Ada apa?"
Rania menggeleng sambil tetap menatap langit gelap. Sesekali ia melirik ke bawah, ke arah aneka lampion dengan macam-macam bentuk binatang dan tokoh kartun.
"Sepertinya suara kak Rafa serius dan terburu-buru. Dia datang sendiri." Aries memejamkan matanya. Menghirup harum rambut Rania yang sekelebat ia rasakan.
"Aku masih tidak bisa mengerti kenapa niat Kak Rafa dan Ruby dipersulit? Apa karena sejarah papa dengan tante Kim?" pikir Rania.
"Sudahlah, perjuangan masing-masing berbeda." Rania tetap menggeleng mendengarnya. Ini tidak adil.
"Kenapa orangtua setuju dengan pernikahan kita, padahal jelas-jelas semua mendadak. Bahkan hati kakak untuk menerima aku saja datang dengan tiba-tiba..." mendengar itu Aries membuka mata lalu berdiri tegak membalikkan tubuh Rania agar menatap jelas wajahnya.
"Maaf kak kalau Rania mengulas masa yang kemarin. Rania hanya bingung. Oke, nggak perlu kisah kita yang diambil contohnya. Raja dan Rima, semua tahu mereka tidak menjalin hubungan, tetapi permintaan dadakan mereka untuk menikah langsung disanggupi para orangtua. Ini di luar niat lampau perjodohan mereka. Maksud aku, kenapa izin dipermudah. Padahal untuk keharmonisan jelas Ruby dan Kak Rafa unggul dari mereka, bahkan kita juga kak..." Aries terkekeh mendengarkan penjelasan panjang istrinya.
"Kamu banyak bicara..." Aries menjawil hidung Rania.
"Aku serius..." protesan Rania terhenti karena suara bell pintu kamar.
"Itu mungkin Kak Rafa.." Rania melepaskan diri dari suaminya dan berjalan masuk ke dalam kamar menuju pintu masuk. Dan benar saja, saat pintu itu terbuka Rafa berdiri kaku seorang diri. Tampilannya sedikit kacau. Sangat bukan Rafa sekali.
"Kak Rafa sendiri?" tanpa menjawab Rafa langsung masuk mendalui Rania.
"Abang dimana?" tanya Rafa sambil berjalan masuk. Kamar yang ditempati Aries dan Rania memang besar.
"Abang di sini..." suara Aries masih berada di balkon kamar. Duduk di bangku yang memang tersedia.
"Kenapa kamu kusut sekali?" Rafa duduk sambil menyandarkan seluruh tubuhnya. Jelas pikirannya lelah bercampur menjadi satu. Rania sendiri sedang mengambil minuman dari lemari pendingin dan beberapa kue untuk Rafa.
"Bang, misal aku kawin lari sama Ruby.." belum selesai Rafa menjelaskan, raut wajah Aries mulai berubah. "Misal bang..." lanjut Rafa lagi. Pada akhirnya Aries menjawab dengan tawa pelan. Pasti isi hati Rafa sedang kacau.
"Kamu ini aneh.." Rafa mendengus lelah dengan jawaban Aries. "Lagian, keluarga nggak adil bang..."
"Kakak kurang serius kali..." Rania duduk di samping Rafa.
"Mama sama papa yang kurang serius dengan urusan aku dan Ruby. Niat kami baik tapi diundur seolah kami main-main." Rania pada akhirnya hanya diam. Ia juga merasa aneh dengan sikap para orangtua. Bermusuhan tidak, hubungan dua keluarga bahkan tidak renggang. Tapi.. Kenapa..
"Kamu tahu apa yang membuat kamu sama Raja dan abang berbeda?" tanya Aries menatap Rafa.
"Apa bang? Diantara kita yang paling tua yah abang, Raja kedua. Jangan bilang faktor usia? Karena aku dan Raja tidak beda jauh." Lama-lama Rafa dibuat pusing memikirkan penyebab ditundanya niat indah bersama Ruby.
"Tekad kamu masih belum yakin." ucap Aries sambil menikmati cokelat yang disajikan Rania.
"Tekad?" tanya Rafa. Aries mengangguk. Raniapun hanya menaikkan bahunya saat pandangan Rafa seolah meminta penjelasan.
"Ah sama aja kalian.." Rafa berdiri dan bersiap pergi. "Out dulu deh."
"Kakak mau kemana?" tanya Rania.
"Ya tidur Rania.. Apa perlu kakak tidur di sini bersama kalian?" desis Rafa sedikit jengkel sebelum akhirnya ia menghilang meninggalkan Rania yang tampak iba. Sungguh ia mau Rafa sang kakak bersanding dengan Ruby.
Sepertinya yang sang suami katakan benar, Rafa mungkin belum mempunyai tekad seperti Raja ataupun suaminya. Penjelasan yang membuat Rania pusing.
"Tekad?" ucapnya pelan. Dan tiba-tiba Aries sudah berada di belakangnya. Memeluknya sambil terkikik geli. Aries sepertinya mempunyai hobi mendekap Rania dari belakang.
"Rafa masih setengah-setengah dalam urusan tekad. Begitu juga dengan Ruby." bisik Aries menjelaskan. Rania menoleh.
"Maksud kakak?"
"Ada saatnya nanti keadaan akan memperjelas semuanya. Ruby pasti akan kesulitan antara memilih Rafa atau Safir." Rania semakin dibuat bingung.
"Maksud kakak selama Safir belum mempunyai pendamping atau niat ke arah sana, Ruby akan sama nasibnya?"
Pemikiran aneh dan tidak adil. Kembar tidak harus selalu seirama. Takdir setiap manusia berbeda. Batin Rania terus memberontak.
"Bukan itu maksud kakak, sudahlah biar waktu yang menjawab. Kalau Rafa punya tekad kuat, kakak yakin tidak lama lagi mereka akan bersanding. Seperti kita sayang." Dan seketika Aries membopong Rania menuju tempat tidur. Waktunya mereka beristirahat.
***
Masih di rumah pengantin baru.
Dor.. Dor..
"Imaaa..." panggilan kelima dari Raja untuk sang istri yang masih senang berlama-lama di dalam kamar mandi. Awalnya Rima memang membersihkan tubuh lebih dulu, disusul Raja. Tetapi setelah Raja keluar dari kamar mandi Rima kembali masuk. Dan hal itu membuat Raja sadar, Rima memang akan selalu masuk setelah dirinya keluar dari kamar mandi. Kenapa ia tidak memperhatikan yah keanehan istrinya?
"Rima punya keanehan dalam urusan kamar mandi." Ucapan sang mertua masih menggema di isi kepala. Apa yang Rima lakukan sebenarnya?
"Imaaaa..." sekali lagi Raja berteriak. Ia dilanda rasa penasaran. Kegiatan apa selain mandi yang Rima lakukan.
Ceklek..
"Berisik tahu gedor-gedor.."
Raja menaikkan alisnya saat matanya bertemu dengan mata Rima. "Ngapain sih lo di kamar mandi? Lama amat.." tanyanya tanpa ragu. Raja pun langsung menerobos masuk ke dalam kamar mandi. Rima menahan. "Mau ngapain lagi Ja..?" tanya Rima dengan nada aneh, terkesan frustasi.
"Gue mau ke kamar mandi lagi emang nggak boleh? Sedangkan lo lama dari tadi." Raja meneliti wajah istrinya. Sebenarnya istrinya ini punya keanehan apa? Ucapan sang mertua benar-benar membuat ia penasaran dan menduga-duga.
"Lo nonton video p.s yah di dalam kamar mandi?" dari sekian banyak kecurigaan Raja kenapa pertanyaan itu yang terlontar. Sontak membuat Rima jengkel. Dengan sadar ia mencubit lengan Raja. "Sembarangan kalo fitnah. Lo kira gue semesum itu apa...?"
Raja terkekeh sendiri merutuki kebodohannya. "Kali aja lo belajar aneka gaya untuk gue." Dan sekali lagi cubitan bertubi-tubi Rima persembahkan untuk Raja. "Mesum."
"Iya-iya maaf.." Raja akhirnya memeluk Rima dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Rima. Menjadi suami wanita judes macam Rima bukan berarti Raja tidak tahu cara meredahkan sifat galak Rima.
Ia sudah tahu cara meredahkan Rima.
"Terus lo kenapa lama di dalam kamar mandi? Nggak baik loh lama-lama di sini." suara Raja sudah berubah sangat lembut. Rima memasang wajah bingung untuk menjelaskan. Dalam keadaan dipeluk Rima menggiring tubuh Raja agar keluar dari kamar mandi, melupakan niat awal Raja bertanya perihal keberadaannya di kamar mandi.
"Ja, besok gue mau buat makanan yang banyak buat papa dan mama. Anterin gue besok yah ke supermarket.." pintanya manja. Rima berhasil menutup pintu kamar mandi dan mereka berjalan menuju tempat tidur.
"Kalo lo buat mereka betah, kapan pulangnya?" dasar anak tidak tahu diri. Raja memang selalu mengeluarkan isi hatinya apa adanya. "Minimal mereka merasa tidak kerasan. Bego lo ah kalo dibuat betah kapan cabut nya mereka?"
Bugh..
Raja menjatuhkan tubuh Rima di tempat tidur. Tidak kasar tetapi sangat cepat dan pasti. Pria itu memerangkap istrinya sambil membelai wajah dan lengan istrinya. Menghantarkan sentuhan lembut keahlian Raja. Rima bergidik dengan tingkah Raja. Keahliannya akhir-akhir ini. "Kapan kita punya waktu bener-bener berdua sih." gerutu Raja terus. Impian sederhana sebagai pengantin baru, tidak diganggu dan mengganggu. Hanya ingin berdua.
"Kan sekarang bisa berdua Ja. Dari kemarin juga kita berdua." ucap Rima ditengah tubuhnya yang menggeliat. Tangan Raja mulai beraksi rupanya.
"Pokoknya tetep gue mau jangan diganggu dulu. Susah amat sih mereka ngertiin kita. Kan kita udah sepakat tunda honeymoon." bibirnya tetap menggerutu tetapi tangan Raja lihai bertindak. Dan Rima menyambut, menarik wajah Raja untuk menyatukan bibir mereka. Ini lebih menyenangkan dibandingkan suara protes Raja, belum lagi kalau Raja ingat pertanyaan dirinya tentang kamar mandi. Rima harus bisa mengalihkan. Dan bercumbu menjadi jawaban. Bermesraan menjelang tidur menjadi rutinitas mereka.
Drt.. Drt..
"Ck.. Siapa lagi sih.." keluh Raja kesal. Nafas mereka berdua masih belum teratur, lumatan panjang itu masih membekas.
Drt.. Drt..
Suara telephone itu mengganggu. Saat sedang berdua Raja memang tidak suka aneka gangguan sedikitpun. Dengan cepat ia akan tindak lanjuti. Raja mengambil ponsel yang kebetulan memang berada di dekat bantal di atas kepala Rima. Tanpa merubah posisi ia meraih ponselnya. Rima diam menatap wajah suaminya. Musuh tersayang.
Raffa calling..
Raja melihat nama yang tertera. "Ngapain lagi sih..?"
"Kalo nggak mau angkat ya dimatiin.." sewot Rima tak sabar, ia sudah terpancing hasrat dan Raja memilih meneliti ponsel.
"Hallo.." sapa Raja sedikit kesal.
"Ja, kali ini lo bantuin gue buat melaksanakan tantangan berbahaya? Gue butuh nasihat lo untuk setuju apa nggak." Raja menatap wajah Rima bingung. Rima juga melakukan hal yang sama. Ia juga mendengar suara Rafa di seberang sana.
"Tantangan berbahaya apaan?" tanya Raja penasaran. Rima juga ikut mendekatkan telinganya di ponsel Raja. Terdengar suara desah lelah dari Rafa sebelum akhirnya pria di seberang sana bersuara.
"Gue ditantang putus sama Ruby."
TBC...
Sabtu, 16 Juli 2016
-mounalizza-
Mari kita ruwet bersama-sama.
Aku tau part ini rada gaje.. Hahaha nikmatin aja lahh. Malming jgn yg galau2...
Oiya aku baru post cerita baru judulnya Destiny. Ini di luar crita ruwet. Jadi wajah baru, karakter baru dan nuansa baru. Romance.. Klo berkenan masukin dilibrary,. Hiahahaha
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top