33 - MENJAWAB TANTANGAN

Di rumah Safir.

Kegugupan sedang melanda Ratu saat ini, pasalnya secara tiba-tiba sang mama Rachel memintanya mengantarkan barang untuk Tante Kimberly, ibu dari seorang Safir.

Aneka genderang di ruang hatinya begitu ramai berdendang. Sebenarnya kegiatan ini sudah sering terjadi dalam hidupnya, bertamu ke sana lalu berkomunikasi basa-basi kemudian pulang kembali dengan hati biasa. Itu dulu..

Sebelum semua hal yang berhubungan dengan Safir terasa spesial dan menyentuh. Sekarang semua serba hati-hati dan perlu dipikirkan matang-matang.

Ratu menatap daun pintu halaman depan rumah itu dengan debaran jantung tak karuan. "Santai Ratu.." ucapnya menenangkan diri.

Ratu menunggu pintu itu terbuka. Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh pagi. Mungkin Safir sudah tidak ada di rumah. Cukup membuat ia bernafas lega. Setelah pintu ini terbuka, ia akan memberikan titipan barang, lalu beramah tamah sejenak dengan Tante Kim dan Nenek Rani lalu segera pergi. Selesai perkara.

Berdekatan di ranah kepemilikan Safir mampu membuat konsentrasinya terkecoh.

Tok..Tok..

Pelan Ratu mengetuk, sambil berdiri menatap pemandangan taman sekitar. Lalu tak lama pintu itu terbuka menampilkan sesosok wanita tua dengan paras cantik yang tak akan bosan untuk dilihat. Wajahnya sungguh mengingatkan ia dengan Ruby. Tante Kimberly tersenyum manis menyambut Ratu.

"Siang Tante.." sapa Ratu.
"Masuk sayang.." ajak Kimberly sambil menggandeng Ratu.

"Apakabar sayang?" Ratu mengangguk dan mengikuti arah Kimberly masuk. Duduk di ruang keluarga dengan santai.

"Sepi tan.." Ratu duduk mengedarkan pandangan. Mungkin saja ada Safir di sekitar.

"Ruby sudah berangkat sama papanya. Safir belum pulang dari semalam. Katanya nginap di rumah Razi."

Informasi ini sungguh membuat Ratu tak terima. Pasti mereka menikmati party semalam suntuk. Tertawa, bercengkrama dengan kaum hawa lalu bermesraan. Tanpa sadar Ratu mengepalkan tangan.

Ini harus dilupakan.

"Nenek Rani tidak kelihatan?" sebisa mungkin ia harus bisa santai mendengar berita itu. Ratu bahkan pernah mendengar dan melihat bukti dua buaya itu berfoto dengan model dengan segala sensasi kehidupan royalnya beberapa waktu silam.

Dulu, sebelum insiden bird terjadi.  Saat ia dengan lapang dada menerima dan tak perduli melihat kebrengsekan mereka , tidak terprovokasi seperti sekarang ini. Darahnya mendidih dan hati ingin menyangkal, terasa menyebalkan untuk didengar apalagi dibayangkan.

"Nenek sedang pergi acara arisan ibu-ibu perumahan." Ratu mengangguk saja dengan pikiran bercabang.

"Kabarnya pengantin baru gimana?"

"Mereka aneh tan.. aku, mama dan papa ditolak berkunjung.." Kimberly terkikik mendengarnya. Tak terasa dua manusia itu sudah berstatus suami istri. Kimberly masih mengingat permusuhan masa kecil mereka, semua berawal karena Raja tidur dalam pelukan Kevin sang paman kesayangan Rima. Semenjak itu mereka seperti bensin dan solar. Dua bahan bakar yang tak bisa disatukan namun mudah tersulut.

"Tapi sih yang aku dengar besok mama, papa dan juga tante Silla, Om Ar akan mendatangi mereka dadakan. Mereka mau membicarakan resepsi, yang aku dengar kakak ingin membatalkan resepsi." Kimberly sedikit terkejut mendengarnya.

"Memangnya kenapa?"

"Mereka mau meminta mentahnya, acara tidak penting kata mereka." Ratu terkikik sendiri mengatakannya, begitu juga dengan Kimberly.

"Dasar mereka itu. Ada saja tingkahnya.." Kimberly sedang membayangkan reaksi para orangtua.

"Tante ambil titipan mama kamu dulu yah. Kita barter..." Ratu kembali mengangguk sopan. "Kamu mau minum langsung ambil saja sendiri..."

Mendengar itu ia pun berjalan menuju dapur rumah yang terlihat sepi. Pelan Ratu mengambil segelas air di dalam kulkas. Ia tertawa membaca catatan-catatan kecil di daun pintu lemari pendingin itu. Kekeluargaan dan penuh cinta sangat terasa.

Dewi awanku, buatkan aku roti kayu manis dan kirimkan aku ke kantor siang ini yah sayang. Ini pasti tulisan Om Kevin. Ratu merona sendiri membayangkan jika ia sudah menikah dan menerima pesan cinta seperti ini.

Mama, aku mau ayam mentega, Rafa suka ayam buatan mama. Nanti sore aku ingin memberikannya ma. Mungkin jika Ratu mempunyai kekasih ia akan seperti Ruby. Mencoba membuat kekasih terkesima, tapi ia tidak bisa memasak. Tenang, sang mama sangat ahli dan ia tidak perlu les memasak di luar. Mama pasti bisa membantu. Ratu menggeleng sendiri dengan khayalan ringannya.

Ma, aku mau omlete. Terus telur balado pedas untuk makan siang. Malamnya telur setengah matang dengan madu. Ratu sangat tahu ini tulisan siapa. Mendadak hatinya gelisah tak karuan. Kenapa Safir mau mengkomsumsi telur setiap waktu?

Secepat kilat ia keluar dari sana. Menghindari bayangan akan telur-telur yang menyiksanya. Belum lagi mengingat mimpi Safir keluar dari cangkang. Apa jangan-jangan Safir memang reinkarnasi dari..

Ah lupakan telur, terutama Safir. Ratu kembali berjalan menuju ruang keluarga, lebih tepatnya teras taman belakang.

Seperti biasa hal yang selalu ia lakukan bila bertandang ke rumah itu ia akan senang menikmati pemandangan halaman belakang rumah. Menatap taman dan rumah pohon yang sangat jelas terlihat. Saat kecil Ratu suka bermain bersama yang lainnya jika sedang bertamu.

Bermain bersama Ruby dan tentu saja Safir. Lagi-lagi ia mengingat Safir.

"Rumah itu lambang cinta orangtuaku. Ada kesedihan dan kebahagian di sana." mengagetkan, Safir tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya. Wajahnya masih kusut dan jangan lupakan pakaiannya, jelas itu pakaian kemarin. Safir belum membersihkan dirinya.

Dan yang paling benar-benar sial Ratu dapat melihat jelas guratan-guratan pemerah bibir di sekitar bibir dan tepiannya. Bahkan di sekitar pipi bagian atas. Mungkin itu efek komsumsi telur. Safir menjadi perkasa. Tidak Ratu, ini tidak boleh dipikirkan terlalu jauh.

Ratu memalingkan wajahnya. Mungkin Safir sudah membersihkan tetapi sisa lipstik itu masih kentara untuk dilihat. Sial, semesra dan semenggebu apa mereka berciuman? Ratu gemas sekali. Ingin sekali ia menyiram air yang sedang ia pegang ke wajah sialan manis milik Safir.

"Ada apa kamu kesini?" seolah tak perduli dengan reaksi Ratu, Safir terlihat santai menanggapi perubahan wajah Ratu yang tampak aneh dan terkejut dengan penampilannya. Terutama di bagian wajahnya. Safir menahan tawa menatap Ratu.

Si kembar sialan, lagi-lagi berbuat ulah. Saat ia tertidur mereka beraksi dengan mengambil pemerah bibir milik sang mommy. Memalukan saat ia muncul di hadapan keluarga besar si kembar dengan penampilan seperti orang pe'a seperti yang young ma Livi ucapkan. Sedangkan Opa Rama dan Om Mark hanya terkikik menatap Safir. Tersangkanya sudah pasti mereka ketahui. Beruntung sang mommy langsung menghukum si kembar. Mereka kembali di larang keluar kamar. Bahkan beberapa permainan disita untuk beberapa hari. Safir tertawa setan menatap wajah usil si kembar.

Ratu yang mencuri pandang semakin geram, Safir sedang meraba bagian wajahnya dan tertawa. Catat!!! Tertawa. Puaskah party semalam?

Tanpa sadar Ratu membuka tas slempang yang ia kenakan. Mengambil satu lembar tisu wajah. Dengan sedikit bergumam ia mendekati Safir dan langsung menyeka dengan kasar wajah Safir. Menghapus sisa-sisa permainan wanita sialan beruntung itu. "Yang bersih dong kalau abis bercumbu. Nggak main halus..." gerutu Ratu yang sungguh menggemaskan. Safir tidak menolak, tidak juga melarang. Ia hanya diam menatap wajah Ratu dari jarak dekat. Gadis ini jika melepas kaca mata sungguh cantik. Masih menggunakan saja tetap cantik.

"Ada apa ke sini?" tanya Safir berusaha tenang, di tengah rasa peri karena Ratu sedikit kencang saat membersihkannya.

"Ada titipan barang dari mama untuk tante." jawab Ratu pelan, mulai tersadar ia sudah terlalu jauh menyentuh Safir, Ratu mundur satu langkah. "Maaf.."

Ratu kembali menjaga jarak dari Safir. Mencoba menenggak air dingin yang masih ia pegang di tangan dengan satu kali telan. Safir terkikik sendiri melihat tingkah Ratu.

Kemudian keheningan menemani mereka. Safir seolah malas meladeni kembali Ratu yanga sedang tegang.

"Oke, aku mau ke kamar. Bye..." belum Ratu mengangguk atau bereaksi Safir sudah menghilang dari hadapan Ratu. Matanya mencari keberadaan Safir dan melihat tubuh itu semakin menjauh dan menghilang terhalang dinding.

"Dasar ovo bodoh.." Ratu kembali menatap rumah pohon itu sendiri. Ada rasa kecewa ia diabaikan Safir.

"Siapa yang bodoh sayang?" Tante Kimberly datang dengan senyuman hangat. Ratu kembali tersadar.

"Nggak apa-apa.." jawabnya kikuk. Tante Kimberly menyerahkan sebuah kotak kecil. Ini pasti pesanan sang mama. Dan tugasnya bertamu sepertinya sudah berakhir. Tapi, Safir masih ada di kamar? Masa bodohlah. Hati Ratu tak karuan kesal.

"Aku balik dulu tante..." Ratu mendekati wanita lembut itu.

"Kenapa buru-buru sayang...? Temani tante memasak mau? Tante mau masak ayam mentega dan kue kayu manis. Ah belum lagi pesanan telur.." mendengar suara geli dari sang tante Ratu tahu maksudnya. Dasar Safir aneh..

"Kapan-kapan saja tan.. Ratu mau ke kampus.." Tante Kimberly memeluk dan mengecup pipi Ratu.

"Hati-hati yah.." Ratu berjalan pelan. Berharap Safir kembali menemuinya, tapi harap tinggal harapan. Safir tak kunjung datang hingga ia sampai di mobil. Ratu melirik mobil milik Safir di sebelah mobilnya.

Di sana ia pernah bercumbu dan ia merindukan saat-saat itu. Sekarang siapa yang sedikit jalang Ratu? Ia menggelengkan kepala dan segera meninggalkan rumah itu.

"Harus diluapkan.. Harus!!!" ucapnya sambil mengemudi dengan kecepatan super kencang. Dan tempat pertama yang ada dalam pikirannya adalah super market.

"Kamu bisa Ratu..." sebelum turun Ratu kembali memberi semangat sendiri.

***
Malamnya di rumah Ratu.

"Ini Ratu yang masak semua Chel?" bisik Satria kepada istrinya. Wajahnya menatap bingung hidangan yang tersaji di meja makan. Menu spesial hasil karya sang putri.

"Iya tadi siang dia pulang cepat dan bilang sama aku mau masak buat kamu dan aku. Dia bekerja sendiri, aku sampai dilarang masuk dapur." bisik Rachel. Kedua orang tua itu menatap takjub putrinya yang sudah lebih dulu duduk di meja makan. Ratu memang sudah menunggu kedua orangtuanya untuk bergabung menikmati makan malam buatannya. Wajahnya penuh semangat.

"Ayo papa, mama aku sudah buatkan makan malam spesial. Jarang-jarang kan aku sibuk di dapur.." ajaknya riang. Rachel dan Satria tahu putrinya sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Semangat menggebu itu jelas terlihat asing. Ratu putrinya tidak seperti ini sebelumnya. Dia berbeda.

"Enak nggak ma..?" Ratu langsung bertanya saat Rachel dan Satria sudah duduk di hadapannya. Sang mama lebih dulu mencicipi rasa masakan putrinya.

Rachel mengangguk lega, rasanya memang pas dan tidak buruk. Tetapi..

"Ratu sayang, kamu masak sebanyak ini buat apa? Sayang kalau tidak ada yang makan." Rachel mulai mengambilkan nasi dan makanan lainnya untuk piring sang suami.

"Iya Ratu, kakak kamu kan tidak ada. Hanya ada kita bertiga dan para pembantu di rumah. Makanan ini terlalu banyak." Satria mengunyah makanan buatan Ratu. Rasanya lumayan, tidak amburadul. Untuk pemula Ratu punya kemampuan lumayan, masuk akal karena di dalam darahnya mengalir darah sang mama, Rachel.

"Kasih tetangga sebelah yah sayang? Ini terlalu banyak.." bujuk Rachel, Satria mengangguk. Ini terlalu banyak.

"Mama tenang saja. Aku juga buatkan Tante Silla dan keluarga menu ini. Porsinya sama dengan yang tersaji di sini." jawabnya riang dan penuh semangat Ratu sambil mengunyah makanan buatannya. Rachel dan Satria saling menatap bingung. Putrinya sedang mengalami fase apa mereka tidak tahu.

"Cari tahu Chel.." bisik Satria.

Sementara di rumah sebelah, tepatnya di rumah keluarga Ar tidak jauh berbeda saat menatap menu yang terhidang di meja makan.

"Heh Silla hari ini lo nggak lagi miring kan? Lo ngimpi dipatok ayam?" tanya Ar menatap tak percaya menu yang dihidangkan. Begitu juga dengan Ibu Ipah dan Babe Dullah. Mereka berdiri bingung. Menelan ludah pun rasanya malas.

Prisilla terkikik. "Itu dari besan sebelah."

"Besan mau buat kita bisul berjamaah ape?" ucap Babe Dullah, sontak Prisilla semakin tak kuasa menahan tawa.

"Ratu yang kasih ini. Katanya dia lagi belajar masak." mereka mulai duduk di kursi untuk segera menyantap makanan pemberian Ratu.

"Iye belajar masak sih nggak apa-apa kasih ke tetangga, tapi masa menu nya telur semua." Ibu Ipah meneliti aneka menu yang terhidang. Semua terlihat menarik dengan satu bahan utama, telur.

Ada telur balado merah, telur dengan bumbu gulei, telur bumbu kecap, rolade telur, telur dadar gulung hingga telur mata sapi dan capcay brokoli dengan telur puyuh mendominasi.

"Nggak tanggung-tanggung lagi, semuanya selusin. Si Ratu abis menang lomba berhadiah telur ape? Ini lebih dari enam lusin terhindang di meja. Wah bener-bener besan kita panen telur." Babe Dullah mau tak mau ikut pasrah mencicipi anekan menu buatan Ratu. Sayang jika ditelantarkan.

"Silla, pisahin setengahnya besok bawa ke Bandung. Kasih Raja sama Rima. Mereka lebih membutuhkan menu ini.." ucap Ibu Ipah.

"Yang ada Raja bisulan mak makan telur sebanyak ini." balas Ar tetap menikmati menu makan malam kiriman dari tetangga sebelah.

Menikmati rasa galau dari seorang Ratu.

***

Siang, di ruang siaran Safir.

"Fir, ada yang mau ketemu lo tuh?" Safir sedang membaca majalah di ruang siaran. Acara yang sedang ia isi sedang rehat mendadak dan di ambil alih oleh siaran serentak oleh beberapa radio lainnya. Sepertinya ada siaran bersama. Safir menolak ikut andil, ia ingin istirahat.

"Siapa?" di ruangan itu memang ada Safir seorang.

"Cewek.." ucap teman penyiar  lainnya yang hanya menaikkan bahu. "Cakep." tambahnya. Safir mengangguk sebagai jawaban tamunya diizinkan masuk.

"Safir.." suara itu mengagetkan dirinya yang hendak berdiri. Ratu berdiri di depan dirinya dengan wajah berani dan tak takut. Baru tiga hari yang lalu ia bertemu Ratu di rumahnya dan setelah itu Safir memang sengaja tidak mendekati Ratu. Ia mengunjungi si kembar di malam hari setiap Ratu sudah pulang.

"Hei Ratu.. Ada apa?" berusaha tenang Safir tersenyum menatap Ratu. Senyuman yang beberapa malam menjadi momok membingungkan cara kerja kepala Ratu.

"Aku mau kasih tantangan ke kamu?!" jelas Ratu cepat tanpa gugup. Safir berdiri bingung. Ratu sepertinya sedang berbeda. Belum Safir bertanya, Ratu kembali membuatnya terkejut dengan penjelasannya.

"Buat aku jatuh cinta dalam beberapa bulan ini!!!" Safir sungguh tak percaya, di depannya  berkata dengan sangat lantang mengajak dirinya bermain hati.

Safir berusaha tenang menjawab tantangan Ratu. Ini sudah di tengah jalan dan ia bukan pria mudah mundur jika diberikan tantangan. Tapi ini cinta? Mempermainkan cinta adalah sesuatu yang dilarang keras sejak kecil oleh sang papa. Tapi penolakan kemarin? Kenapa Ratu bertingkah aneh seperti ini?

"Oke, aku akan menerima tantangan kamu.." senyum Safir tak bisa diartikan Ratu.

"Tapi status kita harus jelas. Aku tidak mau menjadi bahan percobaan. Aku mau kita berpacaran.." ajakan Safir ini membuat ia bergetar. Membuat ia tersadar akan suatu hal, kemarin ia sungguh jahat membuat pria ini sebagai korban rasa penasarannya.

Dan sekarang ia yang meminta lebih dulu. Ia tahu ini kenekatan yang sudah terlanjur terucap. Semua karena rasa galau nya beberapa hari ini. Terlebih saat tadi ia sempat berkunjung menjenguk si kembar. Ia melihat hadiah yang Safir berikan malam sebelumnya.

Kenapa sekarang Safir bergerak sendiri dalam urusan si kembar? Kenapa tidak mengajak dirinya ikut andil? Jika begini, ia tidak punya alasan untuk bertemu Safir.

Tetapi, jika menjadi teman spesial Safir pasti akan ada komunikasi lainnya.

"Apa kamu mau?" sekarang Ratu yang diam tak berkutik. Ia tidak menyesal, tetapi ada sebagian dirinya yang mentertawakan sikap nekatnya saat ini. Sudahlah, sejak rasa ini terus mengganggu sikapnya tak bisa ia tangani dengan baik. Ini harus dicarikan solusinya.

Dan ia yakin Safir bisa membantu. Munafik kamu Ratu. Sebagian diri Ratu memang mengejek, tapi ia tidak perduli.

"Oke.." jawab Ratu gugup. Safir tersenyum kembali menatap Ratu.

TBC..
Senin, 27 Juni 2016
-mounalizza-
Mari kita ruwet bersama-sama.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top