28 - SENDIRI TERDIAM
Haii maaf lama updatenya😅.. Untuk judul kali ini Sendiri Terdiam ini dari abcshaf makasih yahh.. 😘 Buat penghuni group line ruwets juga terimakasih selalu suport.. Yg ketinggalan kmrn ga kesebut monayunita dhiya_22 AthaliaLemos10 faniku rarezia DinnaNoach8 fyza_A ElWuri annajinriii semuanya deh. Terus buat Vee Valore_22 mudah2an Rania nggak latah ikut2 digorok kaya Mahta.. Kwkwkwkw kabuurrr...
Terus Aku cuma mau bilang perhatikan isi hati masing2 pasangan di awal cerita. Bandingkan mana yg punya niat tulus atau niat main2...😘
Beda JR1 sama JR2 adlh di konfliknya. Mengenai konflik safir aku ralat, part depan sepertinya yg mulai mengarah ke sana. Maaf salah info..
Ada yg minta hadirkan kembali group chat. Dan dgn menyesal aku ga bisa kabulkan itu. Tiap cerita punya gaya masing2.. Jadi akan sangat biasa jika aku masukin group chat. Biarlah group chat terkenang dari Satria, Mark dan Leo.. Oke deh cusss..
***
Masih di pantai, pagi harinya.
"Ayo dong Kak Bird jadi korban yang terkubur..." pinta si kembar kepada Safir. Pagi-pagi mereka sudah asyik berkumpul di pantai. Bermain pasir dan membangun istana. Bosan bermain dengan Atika yang ternyata lebih disibukkan membuat istana ala Razi, dengan teratur si kembar mengalah mundur. Membiarkan sang kakak bermain istana.
Mereka mencari permainan yang lebih menyenangkan daripada membuat istana dimana sang kakak selalu mengganggu dengan caranya sendiri.
Dan salah satu pengalihan yang diinginkan si kembar adalah bermain bersama Safir. Mereka mau mengubur Safir dengan pasir. Jelas Safir menolak. Permintaan menyebalkan dipagi hari bagi seorang Safir.
"Nggak deh. Kakak kalian aja tuh gangguin..." tunjuk Safir ke arah Razi. Mata Safir sungguh dibuat panas. Razi sedang bermain istana dengan Atika. Apa-apan ini..?
"Gangguin sana Kak Razi!!!" perintah Safir. Sikembar menggeleng.
"No no no kasihan Kak Razi kan mau ditinggal Kak Tika. Kita nggak mau ganggu..." ucap Raga diplomatis. Rakapun seolah satu pemikiran mengangguk dengan gaya super tengil di mata Safir.
"Udah kamu aja kenapa sih?" ucap Ratu di samping Safir.
Pagi ini niatnya Safir ingin mengajak Ratu bermain di pantai. Tetapi seperti kejadian semalam, lagi-lagi manusia-manusia yang mengaku sebagai keluarga mengacaukan niat Safir. Kecuali Alvina, Rania dan Aries, yang lain ternyata sudah menikmati pagi hari di pantai juga. Dan sekarang mereka kembali bercengkrama. Membosankan dan cukup memuakkan batin Safir menatap mereka. Ada Ruby dan Rafa dan tak lupa pasangan terbaru Raja dan Rima.
"Aku nggak mau ah. Panas dan gatal nanti badanku Rainha." bisik Safir setengah manja. Ratu sedikit tersipu dengan panggilannya. Masing-masing dari mereka ternyata sudah mempunyai panggilan khusus.
"Iya Safir Ovo.." balas Ratu yang justru membuat Safir melirik kesal. Dari sekian banyak istilah kenapa Ratu memanggilnya itu.
"Ayo mau nggak Kak Bird?" Ini lagi sidua manusia mirip, selalu memanggilnya Bird.
Ganggu saja sana kakak tersialan kalian!!! Sayangnya Safir hanya bisa menggerutu di dalam hati. Ah minggu ini ia terlalu banyak mengalah. Razi menang banyak. Sekali lagi ia melirik Razi dan Atika. Pasangan sialan.
Safir kembali menyelidik sekitar. Pantai sudah terlihat ramai dengan suara berisik anak-anak dan yang lainnya.
"Kenapa mereka semua tertawa?" Safir masih menggerutu di dalam hati. Selain Razi dan Atika. Safir melirik pasangan baru yang sedang duduk berjauhan di atas tikar. Raja dan Rima, keduanya sedang diam menatap lautan. Mungkin mereka sedang menunggu ombat menghadang dan mereka tergerus bersama. Atau mereka sedang mengumpulkan energi untuk memanggil badai menerjang? Bukankah hobi mereka senang dengan keributan? Safir terkikik geli dengan khayalannya. Ia masih kesal dengan ulah Rima semalam.
Dan Safir semakin geram melihat tingkah saudara kembarnya bersama pacar forever-nya. Ruby dan Rafa sedang duduk menikmati roti selai dan saling berbagi dengan tidak tahu malunya. Sebenarnya masih dalam batas wajar tapi entah kenapa Safir geram.
Iya juga mau seperti mereka. Bercengkrama tanpa perlu diam-diam bersembunyi seperti ini. Setan kah dirinya? Ah memikirkannya saja sudah membuat Safir resah.
Resah yang menyenangkan sih. Sensasi tegangnya berbeda. Lagi-lagi Safir terkikik sendiri. Ini pengalaman teraneh selama ia pernah menjalin suatu hubungan dengan seorang wanita. Tapi, apakah ini pantas disebut hubungan?
"Fir.. Kenapa melamun?" senggol Ratu santai. Baiklah gadis di sampingnya sudah bisa menyenggol. Safir menyeringai.
"Kak Bird ayo..." Panggilan ini lagi. Safir berdecak kesal. Mengganggu.. Badai tolong datanglah dan terjang saja manusia-manusia ini kecuali Ratu dan dirinya.
"Hei Rafa.. Gantiin gue dong. Jadi model si kembar buat di kubur di pasir." Teriak Safir melirik Rafa dan Ruby.
"Ganggu aja." dengus Rafa yang sedang menelan roti suapan dari Ruby.
Ruby berdiri mendekati si kembar. "Biar aku aja yang dikubur."
Mendengar suara merdu Ruby, Rafa ikut berdiri dan menahan tangan kekasihnya. "Biar aku aja..." Rafa siap bermain dengan si kembar.
"Ayo kakak aja yang siap di kubur.." Rafa sudah berbaring di dekat si kembar. Ruby tersenyum menatapnya.
"Nah gitu dong. Pengorbanan sama kakak ipar. Belum tentu lo gue izinin nikah sama Ruby." Sambar Safir yang juga ikut mendekati si kembar. "Ayo biar gue bantu kubur lo idup-idup."
"Asiikkk..." si kembar tampak antusias melihat Rafa sudah berbaring pasrah.
"Kak Rafa nggak apa-apa? Kita maunya Kak Bird sebenarnya." Raga sekali lagi bersuara. Raka ikut mengangguk.
Tuk.
Safir menyentil terang-terangan telinga Raga dan juga menjitak kepala Raka. "Tega banget kalian..."
"Sakit... Kakakkkmmp..." Safir membekap mulut Raga dan Raka karena teriakannya ke arah Razi.
"Ngaduan ah.. Udah ayo kita kerja sama kubur idup-idup dia..." gerutu Safir.
"Jangan lama-lama yah." tawar Rafa.
"Nggak bisa sebentar kak, kan mau diukir..." Rafapun hanya pasrah karena tidak hanya sikembar tetapi Ruby, Safir bahkan Ratu ikut bermain pasir menutupi tubuhnya.
"Kenapa jadi dikerubutin gini?" Rafa heran dengan kelakuan yang lain.
"Kamu di sini aja." perintah Rafa agar Ruby bermain di sekitar bagian atas tubuhnya. "Iya sayaaaang..." Ruby mencubit pipi Rafa. Safir melirik jengkel.
Kapan dia bisa dicubit seperti itu? Lagi-lagi Safir menatap sendu Ratu. Kenapa dia bisa mempunyai hubungan aneh dengan Ratu? Ini tidak benar.
"Kak Bird jangan buat bird yah.." tegur Raga kembali. Tangan Safir memang berada di sekitar bagian paha Rafa yang masih belum tertutupi pasir. Mendengar suara Raga sontak Safir kembali melirik.
Ah betapa menyebalkannya tingkah si kembar. Cukuplah bermain pasir jangan bermain lidah.
"Itu pasangan baru kenapa jadi mirip patung?" Rafa mengarahkan kepalanya ke arah Raja dan Rima duduk menatap lautan di depannya. Mereka seperti tidak tertarik bermain pasir ataupun melakukan pergerakan lainnya. Jangankan bergerak, berbicara saja tidak.
Aneh.
Ini bukan mereka.
Kecuali si kembar yang lain menatap keanehan dipagi hari itu.
"Kurang dibelai kali si toa?" ucap Safir. Ratu dan Ruby memukul bersamaan ke pundak Safir. Rafa melirik Safir, memberikan kode jika ada si kembar yang bisa mendengar. Jangan pernah berbicara aneh-aneh.
"Semalam saat main kartu kayaknya tenang-tenang aja. Cuma kakak terlalu terang-terangan nggak mau menyentuh Rima." Ratu juga ikut menatap keanehan kakak dan calon istrinya. "Mungkin Rima merasa sakit hati..."
"Rima minta disosor emangnya?" lagi-lagi Safir menyambar dengan tidak tahu malunya. Ruby langsung menutup mulut saudara kembarnya itu. "Ada si kembar tauuuu...." bisik Ruby penuh penekanan.
"Hoi ke sini dong!!!" teriak Safir kepada Raja dan Rima, yang lain juga ikut melambai.
Keduanya hanya saling melirik lalu mengangguk dan dengan sadar mereka berdiri, berjalan beriringan menghampiri saudara-saudara tercinta.
Rima melangkah santai tanpa suara sedangkan Raja juga melakukan hal yang sama, bedanya kedua tangannya ia masukan di saku celana.
"Minta pasir lagi ah terus sekop sama Kak Razi.."
"Aku ikut, Kak Rafa tunggu kita yah..." si kembar berlari mendekati Razi bersama Atika dan istananya. Meninggalkan Rafa dengan siraman pasir yang belum selesai.
"Lo berdua lagi bertengkar sengit kah?" tanya Safir saat Raja dan Rima sudah berdiri di depan mereka.
"Nggak." jawab keduanya bersamaan.
"Lagi marahan?" Ratu ikut bersuara.
"Kagak.." lagi-lagi mereka berdua menjawab serempak.
"Raja buat lo kesel?" tanya Ruby kepada Rima. Gadis itu menggeleng lalu memalingkan wajah.
"Rima nggak buatin lo sarapan?" tanya Rafa kepada Raja. Si manusia kuno itupun juga menggeleng.
"Terus kenapa lo berdua aneh begini?" Rafa semakin penasaran.
"Iya, inikan masih pagi. Ceria dong!" Ruby satu pemikiran dengan Rafa.
"Kakak kenapa?" Ratu juga menjadi khawatir.
"Gue cuma lagi mikirin jalan hidup ke depan." jawab Raja santai sedangkan Rima menunduk.
"Emang jalan hidup lo kenapa? Kesasar?" ejek Rafa.
"Hidup itu bukan hanya untuk hari ini, tapi masa depan juga harus dipikirkan dan gue mau mulai secepatnya." Raja berkata aneh menurut yang lain.
"Maksudnya?" tanya Ratu.
"Kakak lo yang kuno ini, mau mempercepat pernikahan. Gue maunya tahun depan." akhirnya Rima ikut bersuara, nadanya terdengar menggerutu. Mereka berdiri berdampingan dan sama-sama memalingkan wajah. Sementara yang lain setengah ternga-nga mendengar berita serius dipagi yang cerah.
Bukankah mereka sedang bersenang-senang? Mereka mau menikah? Sudah tak tahan rupanya.
"Berat amat pembahasan dipagi hari. Ya udah Rima terima aja napa sih. Biar cepat halal." Rafa terlihat bangkit dari tidur bersiramkan pasir, namun sulit dilakukan.
"Lagian lo juga ruwet toa. Diajak nikah cepat nggak mau." Raja mulai tersulut menatap Rima.
"Iya tapi nggak harus bulan depan. Gue kan juga mau acara itu berkesan buat gue." Rima juga akhirnya tersulut. Mereka sudah saling menghadap.
"Terus mau nunggu setahun gitu? Oke, selama itu gue akan tinggal di Bandung. Gantiin Abang Aries." balas Raja.
"Tuh lo gitu sih. Maunya enak sendiri. Terus gue gimana?" terdengar manja sekali nada bicara Rima.
"Ya lo di sini. Gue nggak mau ketemu lo kalo status kita masih kayak sekarang." Rima mendengus jengkel. Kenapa Raja mempersulit keadaan?
"Lo tuh seakan-akan gue minta banget di grepe-grepe sama lo. Biasa aja dong!!! Gue bukan cewek kegatelan..." Rima kesal dan sangat tersinggung.
"Bukan begitu toa, lo ngertiin gue juga dong!" Nah mereka memang tidak akan kuat berdiam diri. Keduanya bahan bakar yang mudah tersulut atau disulut.
"Hei hei saudariku tersayang, sabar manis." ucap Safir sambil berdiri dan merangkul pundak Rima. Raja dengan sadar mendorong tubuh Safir. "Jangan dekat-dekat!" bentak Raja. Masih sempat memikirkan cemburu rupanya si manusia kuno. Rima menggerutu dalam hati.
"Mau lo apa sih kuno...?"
"Lihat, anehkan si toa nih. Diajak berbuat baik malah ditunda." jelas Raja.
"Iya Rim.. Kakak berniat baik masa ditunda." Ratu membela sang kakak.
"Dia emang aneh. Diajak mencari kebaikan malah ditolak. Mungkin masih suka nunggu kali." Raja semakin gemas melirik Rima yang sedang cemberut.
"Sabar Ja, kebaikan akan menemukan jalannya sendiri." Safir menepuk pundak Raja dengan sok bijak.
"Lagak lo kayak Mas Medok..." sembur Rima tiba-tiba yang membuat mereka di sana tertawa. Bahkan Rajapun ikut terkikik sedikit, semarah-marahnya dia dengan Rima, tetap saja ada hal yang bisa membuat Raja tersenyum.
"Yee bukannya sok bijak, tapi kalo emang Raja punya niat baik harusnya lo dukung. Entar akhirnya mental loh. Apalagi kalo Raja tinggal di kota lain." Rima diam sambil menatap tanpa malu Raja. Pria itu menaikkan alis seolah menantang tatapan Rima. Pasangan yang aneh dengan segala sifat terang-terangannya.
"Iya Rim.. Kamu nggak takut kalau Raja terpesona sama gadis-gadis di kota kembang?" Ruby ikut memanasi rupanya. Dasar kembar sialan.
Apa tadi Ruby bilang? Terpesona dengan gadis-gadis lain? Kenapa mendadak dada Rima terasa nyeri. Rasanya sakit dan tidak bisa ia bayangkan jika Raja menduakan dirinya lagi. Ah memang kapan Raja selingkuh? Pacaran seperti ini saja seperti tidak berpacaran. Tapi kalau Raja nanti benar-benar main mata dengan yang lain? Batin Rima berperang sendiri.
"Ya udah sih lebay banget pake melotot gitu. Terserah deh mau nikah kapan, minggu depan juga terserah!!!!" setelah mengucapkan itu Rima berbalik dan langsung berlari. Sepertinya gadis itu malu dengan jawaban mengejutkannya.
"Yah dia kabur ala-ala gadis tersipu. Ga pantes toa.." lagi-lagi Safir bersuara sambil meledek. Raja mengejar Rima.
"Toa tungguin! Mau ke mana lo!!!"
"Ah lebay tuh pas pasangan. Merusak pagi indah yang sudah terlanjur suram." Ratu memukul kaki Safir yang berada tepat di depannya.
"Hei Raga, Raka jadi nggak kita kubur hidup-hidup dia..." panggil Safir kepada si kembar. Rupaya si kembar menikmati kebersamaan dengan Atika dan Razi.
"Jadiiiii...." mereka kembali berlari.
Pagi yang indah bersama keluarga. Terlebih Razi dan Atika. Liburan singkat ini sangat menguntungkan Razi.
"Yang enak bro.." teriak Safir yang hanya dibalas lambaian tangan oleh Razi.
***
Masih pagi, di cottage tempat mereka menginap.
Jika pagi adalah awal hari mulai beraktifitas, maka ingin rasanya Rania tetap terpejam jika rasa nyaman ini ia rasakan. Pagi ini Rania bermimpi dengan sangat puas. Terang saja puas karena saat ia membuka mata senyuman sang suami menyambutnya. Tidak hanya tersenyum tetapi mengusap lembut pipi Rania. Sentuhan yang ia rindukan akhirnya kembali lagi.
Namun ternyata itu hanya sebuah mimpi. Karena keadaan sesungguhnya Rania terbangun seorang diri di kasur itu. Lagi-lagi ia hanya bisa menghembuskan nafas kecewa. Tetapi kenapa mimpi itu terasa nyata? Bahkan aroma sang suami seperti melekat di tubuhnya.
Rania duduk dan menatap sekeliling. Semalam ia meminta Ratu menemaninya. Dan pagi ini sepertinya ia ditinggalkan. Sambil merapikan rambutnya Rania turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi. Langkahnya terhenti saat melihat jam tangan, dompet dan ponsel yang sepertinya ia kenal siapa pemiliknya di atas meja. Tak hanya itu, Rania juga melihat kertas yang kemarin sempat ia gunakan menulis asal di restoran cepat saji.
"Kakak..." bisiknya pelan. Rania kembali menoleh ke arah ranjang. Tidak ada siapa-siapa?
Lalu ia menoleh ke arah kamar mandi. Secepat kilat Rania berlari menuju kamar mandi mencari keberadaan sang suami, tetapi kosong menyambutnya. Mungkin suaminya sedang di depan. Rania segera membersihkan wajah dan menggosok gigi. Biarlah jika memang suaminya berada satu pijakan dengannya toh dengan sendirinya mereka akan bertemu.
Selesai membersihkan wajah Rania segera ke luar kamar. Tetapi lagi-lagi hanya sepi yang menyambut. Cottage ini tidak berpenghuni. Samar-samar Rania mendengar suara tawa di depan pintu masuk cottage. Pelan Rania melangkah, Rania tahu suara siapa di sana. Di dekat pintu Rania menatap.
"Abang bahagia kalau Vina bisa mengakui itu."
"Tapi Vina masih ragu Bang. Vina nggak berani..."
"Abang selalu ada untuk Vina..."
Di jalan itu Aries sang suami sedang tertawa dan saling menatap dengan Alvina. Senyum Aries sangat tulus dan penuh kasih sayang untuk Alvina.
Lagi-lagi Rania tersenyum miris. Ia juga merindukan senyuman itu. Mungkin memang seperti ini jalannya. Rania memang tidak akan bisa merubah isi hati sang suami. Selalu seperti ini pada akhirnya, batin Rania mentertawakan dirinya sendiri.
Dia akan selalu menjadi orang ketiga antara Aries dan Alvina.
Secara sadar Rania mundur, berbalik badan. Mungkin secangkir kopi pahit bisa menemaninya di pagi hari. Tanpa berniat memberitahu keberadaannya, Rania bergegas menuju pantry yang tersedia. Ia mempersiapkan cangkir dan kopi bubuk sambil menunggu air panas yang masih belum tersedia.
Ingin rasanya Rania menangis. Entah kenapa hatinya semakin yakin untuk mundur baik-baik di hati Aries. Rania dengan pemikirannya sendiri.
"Hai..." sebuah tangan tanpa di duga langsung melingkar di pinggang Rania. Aries sudah mengurung tubuh Rania dengan tubuh besarnya dari belakang. Kepalanya menunduk mengecup pundak Rania.
Kaku dan tegang itulah yang dirasakan Rania.
"Kenapa tidak keluar? Kenapa malah berbalik dan lebih memilih membuat minuman?" tanya Aries lembut. Aries mengecup pipi Rania.
"Aku baru bangun dan haus." ucap Rania pelan.
"Kamu berisik tidurnya. Kamu mendengkur sayang." ucap Aries lagi. Kali ini tangannya menyampirkan sedikit baju di bagian pundak Rania. Ia mau mengecup kulit pundak sang istri. Menghirup feromon yang ia rindukan.
"Kakak semalam tidur di sini?" Rania memiringkan wajahnya. Ia mau menatap wajah suaminya. Benarkah kehangatan yang ia dapat saat tertidur itu nyata? Bukan mimpi?
Aries semakin mempererat pelukan sambil mengangguk. "Suami kamu yang jelek ini semalaman tidak bisa tidur karena mendapat suara gratis dari kamu." jelas Aries. Rania menahan malu. Benarkah dia mendengkur?
Cup.
Sekarang giliran bibir Rania yang menyambut kelembutan Aries. Kecupan pelan dan indah. Rania merasa hilang konsentrasi.
"Jangan berfikiran yang tidak-tidak." dengan sengaja Aries menjitak ringan kepala Rania.
"Kakak tahu kamu sedang berfikir untuk mundur karena melihat kakak bersama Vina di depan. Sudah berapa kali kakah katakan kamu paling istimewa di hati kakak." Rania memalingkan wajahnya. Apa yang dikatakan Kakak Aries memang benar, tapi melihat sikap suaminya yang menghindar seperti kemarin wajar jika ia pesimis akan kedudukan hatinya di hidup Kak Aries.
Seolah faham istrinya sedang berfikir Aries akhirnya kembali bersuara. "Maaf yah kalau beberapa hari ini lagi-lagi kakak menjadi suami brengsek. Suami pengecut yang mau lari dari kenyataan. Tapi kakak janji itu terakhir kalinya. Kita harus bergandengan tangan bersama, bukankah janji kita menikah seperti itu?" Aries membenamkan kepalanya di pundak Rania. Pelukan semakin erat membuat Rania bingung ingin bergerak. Tangannya masih ia pakai untuk mengaduk campuran kopi di dalam cangkir. Sebenarnya Rania ingin bergerak mengambil air panas tetapi Aries menahan dengan sangat kuat. Ia diam menikmati sandaran di pundak Rania.
"Kenapa diam saja cantik? Suami jelekmu ini butuh hukuman." Rania tahu Aries sedikit terkikik saat mengatakan itu. Rania berfikir suaminya sedang menyindir tulisan di kertas itu. Kenapa kertas itu ada bersama suaminya? Jangan-jangan saat di restoran suaminya berada di sekitar?
Entah mau marah atau bahagia yang pasti hati Rania sedikit menghangat. Disaat seperti ini seharusnya ia harus extra sabar menghadapi suaminya yang sedang frustasi. Jangan mundur tapi melangkah bersama.
"Ayo sebutkan Rania, hukuman apa yang pantas diterima suami jelek kamu." jepitan yang menggulung rambut Rania sudah terlepas.
"Kakak memang jelek." untuk pertama kalinya suara Rania terdengar ketus. Aries semakin terkikik. Kenapa ia begitu bodoh meninggalkan istrinya yang sangat menggemaskan ini. Dengan cepat Aries membalikkan badan Rania. Mengangkatnya dan tanpa izin Rania sudah berada di atas meja pantry.
Rania sedikit kaget, ia langsung memeluk Aries sebagai tumpuannya. Wajah suaminya tersenyum manis menatap Rania. Senyuman itu tadi juga dipersembahkan untuk Alvina.
"Hukum manusia jelek ini! Digigit atau dicakar misalnya." tawaran yang aneh untuk di dengar. Rania membenci dirinya yang tidak akan pernah bisa bertahan marah dengan Aries.
"Atau kakak yang gigit kamu?" Rania mendorong dada Aries tetapi tak mampu membuat mundur. Aries bahkan sudah melingkarkan kaki Rania di sekitar pinggangnya. Posisi ini menantang.
"Maaf yah kalau kamu menderita. Kubur rasa itu karena kakak sudah menggali kebahagiaan yang tak akan pernah habis untuk kamu. Aries cinta Rania. Selamanya istriku. Buang obat penenang itu, kakak akan menenangkan kamu selamanya." wajah Rania memerah. Wajahnya panas menjalar antara takut dan malu.
"Jangan berfikiran kamu orang ketiga antara kakak dan Vina. Kamu segalanya sekarang. Tadi itu Vina sedang curhat dengan kisah barunya. Mau melangkah atau tidak.." Aries mengangkat dagu Rania. Tersenyum sangat berbeda.
Rania tahu senyum ini, tatapan memuja yang selalu ditampilkan Aries jika sedang dirudung gairah. Ini tatapan berbeda saat tadi ia menatap Alvina atau yang lainnya. Sejenak Rania merasa menang.
Menang karena hanya dia yang menguasai hati Aries. Batinnya sekarang kembali bangkit bangga. Bangkit untuk mampu berada Aries.
"Jangan menjauh kak. Semakin kakak menjauh Rania akan sulit mengerti kemauan kakak. Semakin tersesat.." Aries mengangguk dan tanpa bertanya atau izin, bibir Rania sudah ia bungkam dengan hisapan kerinduan.
Penyatuan bibir yang syarat rasa frustasi. Betapa Aries juga merindukan berdekatan dengan kelembutan Rania. Seharusnya kemarin tidak terjadi, Aries benar-benar menyesal sempat melupakan janjinya kepada Rania diawal pernikahan. Dia yang meyakinkan keraguan Rania akan rasa dirinya. Dan sekarang sudah saatnya ia semakin membuktikan. Jika Rania memang pantas ia cintai dan ia bahagiakan.
"Maafkan kakak sayang." Rania tidak bisa menjawab karena serangan bertubi-tubi itu begitu memabukkan. Biarlah tindakan yang menjawab.
"Ehm..."
"Udah entar aja Ima jangan diganggu."
"Nggak bisa.. ABAAAANG...."
Sontak pergumulan mesra di bibir mereka terlepas karena suara menggema di ruangan itu. Bibir Rania sudah terlihat bengkak dan deru nafasnya tak beraturan. Belum lagi beberapa kancing baju Rania yang terlepas. Mereka benar-benar lupa berada di zona umum.
"Nggak lihat tempat banget sih.." gerutu Rima yang menatap tajam Aries dan Rania sementara Raja yang berada di sampingnya memalingkan wajah. Dia sedang menjaga aneka sentuhan kenapa disuguhkan pertunjukan langsung.
Akhirnya pemikiran Raja untuk menikah secepatnya semakin yakin untuk ia lakukan. Ia juga mau mempunyai status hubungan halal seperti pasangan tidak tahu tempat ini.
Aries dan Rania tidak langsung berdiri bagai tertangkap basah. Rania mungkin sedikit malu tetapi Aries terlihat tenang bahkan tidak merasa malu. Dengan sabar ia membantu Rania merapikan kancing baju karena ulahnya sendiri. Aries juga sempat merapikan rambut Rania.
"Ada apa Rimaa?" tanya Aries akhirnya setelah ia membantu menurunkan Rania dari atas meja pantry.
Rima mendekati mereka dan menarik tangan Aries masuk ke dalam kamar. "Aku mau bicara bang..." Aries pasrah ditarik oleh Rima.
Raja melirik dengan senyuman menggoda ke arah Rania yang tersipu. "Ehm hot dipagi hari." ledek Raja.
"Rima kenapa?" Rania memukul pundak Raja, ia berkilah menutupi rasa malu. Belum sepatah kata Raja berbicara suara Rima kembali hadir.
"Lo juga Ran, gue mau tahu pendapat lo.." wajah Rima menyembul di depan pintu. Rania tertawa dan berjalan ke arah kamar. Ternyata ia dibutuhkan juga.
"Lo di sini aja dulu jangan kemana-mana." Lirik Rima ke arah Raja.
"Bawel lo toa! Ruwet. Gue mau mandi aja dulu." bentak Raja kesal. Ia pergi ke luar, bersabar lebih baik daripada meladeni Rima yang sebenarnya ujian terberat baginya akhir-akhir ini.
Andai Rima tahu jika dirinya sangat ingin memeluk dan berdua selalu. Raja menggeleng dan meninggalkan sementara.
"Jangan lama-lama.." Bisa-bisanya Rima berkata seperti itu.
Setelah Raja keluar Rima langsung menatap Aries dan Rania dengan tatapan jengkel. Terang saja jengkel, sang kakak sedang duduk di depan tempat tidur berdampingan, berpegangan tangan dan berbagi binar kebehagiaan.
Andai Raja si kuno bisa berbagi seperti itu? Rima menggeleng dengan pemikiran nakalnya.
"Kenapa kamu menggeleng?" tanya Aries bingung. Rima langsung mendekati pasangan tak tahu tempat itu. Duduk di antara mereka bahkan secara sadar menggeser Rania. Rima berada di tengah-tengah.
"Mesra-mesraannya nanti aja." Rania sama sekali tidak cemburu atau kesal. Ia terkikik melihat tingkah Rima.
"Abang, Raja mau mengajak aku menikah secepatnya. Terlalu aneh kan bang....?" manja Rima. Aries tertawa. Adiknya memang tidak akan pernah bisa berbasa-basi.
"Iya, Raja sudah izin sama abang beberapa waktu yang lalu. Kenapa kamu bersikap aneh? Kamu mau menolak?" Aries sedikit curiga.
"Bukan begitu bang. Rima masih muda, dia juga. Terus masa kita jadi nikah muda sih.." mendengar itu Rania sengaja membisikan sesuatu di telingan Rima. "Aku juga masih muda, bahkan lebih muda dari kamu Rim..."
"Ah kalo lo kan emang ngebet. Tapi kan abang udah tuir, nah kita seumuran..." Jawab Rima asal.
"Usia seperti abang juga nggak menjamin sikap dewasa Rima. Semua tergantung dengan niat. Kamu tahu kenapa antara Raja dan Rafa orang tua lebih setuju Raja lebih dahulu menikah?" Rima menggeleng. Kenapa abangnya menambah aneka dugaan yang membuat kepalanya ingin pecah.
"Makanya nikah nanti kamu akan tahu kenapa Raja ingin segera berubah status halal dengan kamu." suara lembut Rania lagi-lagi berada di telinga Rima.
Sekarang giliran Rima berbalik badan membelakangi Aries. Matanya tampak serius menghadap Rania. "Waktu lo terima abang, apa yang lo harapkan Ran?"
Rania menjawab sambil menatap Aries di belakangnya. "Abang kamu menjanjikan berjalan berdampingan bersama." jawab Rania. Aries tersenyum manis.
"Ah sok manis." suara Rima mengacaukan kemesraan ala kontak mata suami istri ini. Aries menoel kepala Rima sambil tersenyum masam. "Nanti juga kamu senang digombalin Raja."
Rima menghiraukan ledekan Aries. "Terus Ran, apa lo bahagia?" lagi-lagi pertanyaan aneh dari adik iparnya membuat Rania terkikik. "Jangan ketawa Raniaaa.. Gue tanya serius! Kan abang suka rada-rada. Kuat lo ngadepinnya?" sindir Rima tak tahu malu.
"Apa kamu bilang?" Aries langsung berdiri dan memiting kepala Rima. Memaksa kepala Rima berada di sekitar tangan Aries. "Ah abang belum mandii..." teriak Rima.
"Kamu bilang apa? Rada-rada?" cecar Aries lagi. Rania tertawa melihat tingkah dua bersaudara ini. Aries lalu membekap mulut Rima. Wajah Aries sangat lepas dan ini sudah sangat jarang ia lihat. Aries yang sekarang ia lihat sangat normal dan tidak kaku.
"Raja itu punya niat baik sama kamu. Dia menghargai kamu dengan status istimewa. Jangan mempersulit. Rania bisa menerima abang karena dia berusaha yakin sama janji abang. Kamu harusnya seperti itu." ucap Aries. Rania berusaha melerai tangan suaminya. "Kasihan Rima kakak..."
Rima berhasil lolos dari bekapan tangan Aries tetapi tangan Aries masih merangkul sayang pundak adiknya. "Percaya sama abang. Raja menjanjikan masa depan bersama. Jangan ragu."
"Iya tapi terlalu cepat bang." gerutu Rima sambil merapikan wajah dan rambutnya. Sudah gila kakaknya ini, memberi nasihat dengan cara seperti ini. Tadi saja bermesraan yang mampu membuat ia iri. Ah dasar kuno cemen. Penakut berdalih halal. Rima semakin menggeleng karena hasrat nakalnya menguasai.
"Kalau bisa menikah besok abang setuju." Rima dan Rania melebarkan matanya menatap Aries.
"Nggak bisa gitu dong kak. Wanita butuh persiapan." sekarang giliran Rania yang membela. Rima mengangguk. Ah dia mau menikah dengan aneka persiapan seperti calon pengantin lainnya.
"Sudahlah.. Nanti dibicarakan sama papa dan mama. Kalau tidak salah kalian disuruh pulang lebih dulu. Sana mandi..." Aries menarik tangan Rima untuk keluar kamar.
"Ah nggak seru nih abang. Udah bersekutu sama Raja." Aries tidak menghiraukan. "Sana mandi abis ini kita pulang bersama. Papa sudah menghubungi abang untuk pulang. Nanti abang bantu..." dan dengan santainya Aries mendoronh tubuh Rima keluar kamar.
Bumm...
"Ah abang aku belum selesai berbicara." teriakan Rima di luar sana tak dihiraukan lagi oleh Aries. Matanya sedang fokus pada satu anugerah yang ia miliki. Istrinya yang sangat menggemaskan.
"Abang...." teriak Rima lagi. Rania tertawa melihatnya. Menutupi rasa gugup yang melanda tiba-tiba. Kenapa terasa seperti awal-awal ia menikah?
"Tunggu satu jam lagi Rim.. Abang akan ikut pulang bareng kamu dan Raja." Aries bersuara. Diam meninggalkan Rima kesal itu bukan solusi. Rima akan semakin berisik dan menyebalkan. Tak lama suara gerutuan Rima semakin menjauh. Sepertinya Rima juga mau membersihkan diri.
"Jadi, apa kakak sudah dimaafkan?" tanya Aries, Rania menggeleng dan segera berdiri. "Belum kak.." Aries menarik pinggang Rania.
"Serius?" bisiknya pelan. Rania mengangguk sekali lagi. "Kakak jelek." dan dengan santainya Rania berbalik meninggalkan Aries.
"Mau kemana?" tangannya menahan tangan Rania. "Mandi.."
Rania melepaskan tangannya. "Sendiri..." seolah sadar seringai dari suaminya. Rania langsung berjalan cepat dan mengunci pintu kamar mandi. Aries terkikik dengan tingkah Rania. Ia tidak marah, karena dirinya pantas mendapat hukuman.
"Raniaaaa..." desahnya sambil menelungkup di kasur. Targetnya setelah ini adalah kebahagiaan Rania. Janji Aries selalu.
***
Siang harinya di cottage.
"Sekarang ada apa lagi nih? Kenapa kita disuruh pulang juga?" tanya Safir yang tampak kesal mendapat panggilan dari Rafa dan Alvina.
Pagi tadi, Safir berhasil mengajak Ratu menjauh dari semuanya. Berdalih ingin melihat akuarium besar mereka menghilang berdua. Terlebih setelah Aries, Rania, Rima dan Raja pamit lebih dulu. Tidak ada lagi pengacau yang merusak rencana Safir. Sikembar dijaga oleh Alvina, Rafa dan Ruby, sementara Razi dan Atika menikmati dunianya sendiri. Itu pasangan tersialan bagi Safir.
Tetapi kebahagiaan tidak berlangsung lama. Siang ini juga mereka dipaksa pulang. Panggilan dari seluruh keluarga mewajibkan mereka pulang.
"Emang ada apaan sih?" tanya Safir lagi berdecak kesal. Mereka sudah akan pergi dari cottage. Semuanya sudah berdiri di depan mobil masing-masing. Sikembar sudah duduk rapi di mobil sang kakak.
"Oke, tapi jangan terkejut yah. Tadi mama bilang kemungkinan Raja dan Rima akan menikah besok..." ucap Alvina sambil tersenyum bahagia.
"Hah?" semuanya tampak tak percaya. Melingkari Alvina menunggu penjelasan.
"Kenapa cepat sekali? Mama dan papa belum mengatakan apa-apa." Ratu masih tak percaya.
"Udah makanya kita pulang dulu. Mungkin menikahnya besok karena dua hari lagi mbak mau berangkat. Tetapi perayaan resepsi bisa sebulan atau mungkin dua bulan lagi."
"Wah bener-bener nggak adil mbak. Aku dan Ruby kan yang paling siap menikah, kenapa pasangan berisik itu yang dapat izin paling cepat? Besok lagi." Rafa tak terima. Ruby juga mengangguk.
"Raja udah nggak sabar mau main ps Raf... Sabar, nikmati aja yang sekarang." Razi menepuk pundak Rafa. Sebagai saudara ia juga tahu Rafa dan Ruby sama-sama mengharapkan restu.
"Main ps apaan?" Atika bersuara.
"Kamu mau tau aja..." bukannya menjawab, Razi lebih memilih mencubit pipi tembam Atika.
"Main ps itu perang sehat..." Safir dengan segala sifat menyambarnya.
"Nggak ngerti aku." Atika semakin bingung, Razi terkikik.
"Udah ayo kita pulang. Kita lihat ada apa gerangan sampai-sampai dua manusia itu menjadwalkan pernikahan besok." Razi sepertinya sedang berbahagia. Selalu pamer senyum tanpa henti.
"Menang banyak yah lo Zi.." sindir Safir sebelum memasuki mobil masing-masing.
"Ayo Raf! Mbak yakin giliran kalian akan segera datang..." Rafa masih diam duduk di depan mobilnya bersama Ruby. Pasangan ini seolah tak percaya dengan berita yang terbaru.
"Ayo Raf..!" aja Razi. Rafa hanya mengangguk. Kenapa mereka sulit sekali bagi dirinya untuk mendapat restu meminang Ruby?
"Ayo sayang..." ajak Ruby yang melangkah lebih dulu. Rafa masih duduk,sendiri terdiam mencari cara. Haruskah ia menghamili Ruby..
Rafa menggeleng dengan ide frontalnya. Jika memang besok pasangan itu akan menikah maka dia juga harus secepatnya menikah. Bukankah kedua orangtuanya menikag dengan proses cepat?
TBC...
Jumat, 03 Juni 2016
-mounalizza-
Mari kita ruwet bersama-sama.
-----
Rainha : Ratu
Ovo : Telur
Ini bahasa Portugis thx Alya AthaliaLemos10 . 😜😍
Bantu aku di Part depan Terdiam apa? Mohon isinya di bawah ini jd aku nggak keder...
Cluenya Raja Rima menikah... Hiaaaaa
Ayo terdiam apa?
Terdiam....?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top