27 - MERANA SENDIRI

Makasih Stepaniii atas bantuan judul lanjutan.. StevhanyRaesyard  😘 buat teman2 ruwet digroup makasih yah selalu mensuport aku.. lenasalsa IsraNurAwiniSahido NITTENUTTE Arielladaliana rizky_andriani  ainatsu_chan  RiniAnsyah3  eh siapa lg yah biang2 ruwet.. Hahaha maap aku ga apal id kalian.. Tp ada dihati koo...

Part ini sedikit boring🤔 tidak mudah membuat suatu adegan dimana ada cast lebih dr lima org.. Ruweeet bung.🤖🙌🏻

Mulmed . Anggap itu Aries yg lagi kabur n yg nyanyi Rania hilang arah.. Hahhaaha ..

***
Where are you now
Under the bright, but faded lights
You set my heart on fire
Where are you now..

-Alan Walker : Faded -

***

Malam minggu di tepi pantai.

"Raniaa ke sini...!!!" teriakan Alvina dan yang lainnya hanya diangguki Rania dengan senyuman manis. Istri Aries ini lebih memilih duduk di tikar yang sudah disewa.

Sendirian menatap seluruh keluarganya bermain pasir di dekat pantai. Lampu yang menerangi daerah sekitar cukup membuat gelapnya malam tidak menyusahkan penglihatan mereka. Malam minggu kali ini memang ramai di sekitar pantai. Banyak perubahan di sekitar pantai di mana lebih menyenangkan walaupun matahari sudah masuk ke peraduannya. Banyak fasilitas yang diperbaharui. Membuat pengunjung nyaman walaupun sudah mulai malam.

"Kak Niaa ayo bantu Ragaa..." teriak Raga saat bola kaki yang ia pegang di rebut Safir.

"Kak Niaaa satu team sama kita yuk!? Kak bird kita tendang bersama." Rania hanya melambaikan tangan mendengar cerocosan sikembar dan aksi mereka bersama yang lainnya. Mereka terlihat bahagia, tertawa dan tanpa beban. Rania tidak mau merecoki kesedihan di tengah acara berkualitas ini. Mbak Alvina pasti akan sangat sedih jika melihat dirinya muram.

"Gimana kalau kakak aja yang masuk team kalian?" pinta Atika sopan yang berada di sekitar si kembar. Kedua anak kembar itu melirik berbicara dalam hati mungkin.

"Oke, tapi kakak janji bantun kita buat istana pasir nanti?" Atika mengedipkan matanya siap-siap jongkok di dekat si kembar. "Mau berapa tingkat? Besok pagi kita buat yah.." tawar Atika.

"Kakak serius? Kak Razi aja nggak pernah mau bantu kita, apalagi kalau ada cewek pada berenang. Kak Ratu nggak bisa lama kena pasir katanya debu. Kalo kak bird?" Raga melirik ke arah Safir dimana pria itu juga sedang bermain bola bersama Rafa dan Razi.

"Ah kak bird kalo ada kak Ratu aja baik sama kita.." timpal Raka sambil ikut melirik Safir dengan muka mencebik. Ratu yang memang sedang menikmati pasir putih dengan kaki telanjang dengan Alvina menatap si kembar. Sepertinya ia sadar sedang dibicarakan oleh si kembar bersama Atika.

"Oke, besok kakak bantu. Kakak juga bisa ceritakan kisah istana besar di mana sang pangeran hilang bersama semua rakyatnya karena tergerus ombak besar. Dewa angin rupanya marah sama raja dan ratunya." si kembar dan Atika duduk di pasir dengan mata saling menatap. Gadis ini sepertinya pandai mendongeng.

"Kenapa dewa angin marah dan menghancurkan istana?" tanya Raka.

"Karena raja dan ratu berkhianat melupakan janjinya. Sang pangeran menjadi tumbal." Atika sepertinya bisa dengan mudah akrab dengan si kembar. Bahkan si kembar bisa duduk bersila di pasir dengan dirinya tanpa mengacaukan sekitar. Mereka tidak mengacak atau menaburkan pasir ke sembarang arah. Seperti yang lalu-lalu, mereka sangat aktif.

Razi yang berada tak jauh dari mereka, merasa heran. Terlebih melihat sorot mata adik-adiknya yang fokus menatap bibir Atika. Sepertinya mereka sangat tertarik dengan apa yang sedang di ceritakan Atika.

Si pipi tembam bisa juga mengambi hati. Razi mendekati mereka.

"Jadi pangerannya nanti menaklukan dewa angin?" tanya Raka lagi semakin antusias.

"Bala bantuan yang dibawa pangeran itu para penghuni hutan. Dewa angin sempat kesusahan karena kehidupan hutan kacau karena kemanpuan pangeran. Itu berpengaruh demi kesejateraan dewa angin di atas." Atika bercerita dengan gaya pendongeng profesional. Razi sedikit takjub. Atika begitu menikmati kebersamaan dengan Raga dan Raka. Adik-adiknya ini sangat aktif dan tak jarang gadis-gadis yang selalu menjadi pacar dirinya kewalahan, bahkan ada yang dengan terang-terangan tak suka keberadaan si kembar jika mereka sedang jalan bersama. Nilai buruk bagi Razi.

Dan sekarang? Mereka bisa patuh seperti saat mereka sangat taat jika bersama Ratu. 

"Wah terus pangerannya bisa kalahin dewa angin?" Raka semakin antusias. Atika mengangguk. "Dia pergi sambil menunggangi singa besar." jelasnya dengan ekspresi seru. Fantasy Atika membuat Razi tertawa.

"Wuaahh keren.." si kembar semakin takjub. Tanpa sadar Razi duduk bersila di dekat mereka. Ikut mendengarkan si pipi tembam mendongeng.

Bukan hanya Razi tetapi Alvina, Ratu, Safir bahkan Rafa dan Ruby. Mereka sepertinya tertarik dengan dongeng ala Atika. Terlebih melihat duo badung super aktif bisa tenang dan diam mendengarkan. Pasti hal yang menarik.

"Lalu saat pangeran hampir bisa bertemu dengan dewa angin, burung Rajawali membantu pangeran terbang ke atas." Raka dan Raga semakin melotot mendengarkan. Mereka menikmati cerita Atika.

"Setelah bertemu dewa angin, mereka dapat mencari  titik temu untuk membantu pangeran kembali ke istana dan situasi genting di sana kembali normal agar rakyat damai sejahtera." Atika dengan segala sifat bawelnya ternyata bisa bermamfaat bagi si kembar. Razi terus tersenyum memperhatikan si pipi tembam. Cara dia bercerita sangat menggemaskan.

"Perjanjian seperti semula. Dia harus menjadi tumbal, pasrah menjadi keluarga di langit dengan dewa-dewa lainnya. Tapi pangeran tidak hilang akal. Dia meminta bantuan Rajawali dan makhluk-makhluk terbang lainnnya untuk menyerang langit. Semua jenis binatang terbang siap membantu Rajawali. Semua jenis burung patuh dengan pangeran."

"Semua burung kak? Angry bird juga?" teriak Raga.

Raka menyela dengan tangannya. "Tunggu kak, ini nggak termasuk burungnya kak bird kan?" dengan polos Raka menunjuk arah Safir yang sedang menaikkan alisnya.

Kembar sialan. Gue jitak juga lo...!

"Hah?" tanya Atika. Praktis semua mata melirik Safir. Ratu terkikik pelan.

"Kenapa sih kamu dipanggil kak bird sama mereka?" Alvina memang sedikit penasaran dengan panggilan si kembar untuk Safir.

"Soalnya waktu itu kakak pernah bukaaa...." Ratu memejamkan mata.

"♪Lalalalalala... Lalalala...♪ gue mau buat lagu ah.. Bagus nggak tadi nadanya?" potong Safir salah tingkah. Ia melirik Rafa yang membalas dengan tatapan aneh. Razi terkikik sendiri. Sukur..

"Biasa aja, jelek iya." jawab Rafa.

"Jadi nih kak..." Raga menimpali kembali. Masih mau dibahas rupanya.

Secepat kilat Safir berdiri menarik si kembar untuk bermain bola. "Ayo kita tanding. Kalian berdua, kakak sendiri. Pangeran rajawali nggak ada apa-apanya sama kakak." tantang Safir yang diangguki si kembar. Mereka terpancing berlarian kembali di pasir. Masalah selesai. Ratu kembali membuka matanya. "Hufft..."

"Aneh." ucap Rafa.

"Ada yang nggak beres." Ruby menimpali.

"Sepertinya." Alvina juga ikut mengangguk. Ratu terlihat serba salah.

"Tanya sama Ratu aja." goda Razi seolah sadar dengan kejanggalan Safir dan panggilan bird untuk dirinya.

Ratu langsung mencubit pinggang Razi. "Sialan kamu.." Ratu lalu berdiri menjauh mendekati Rania yang masih asyik sendiri. Duduk menatap mereka.

"Kak Rafa ayo! Kak Ubii..." teriak Raga lagi. Si kembar sudah kembali aktif.

"Ayo serang kak bird!!!" teriak Raka.

"Makin penasaran gue!" Rafa berdiri ikut bermain bola, Ruby juga sama.

"Mbak ke sana dulu ya Tika." Alvina berdiri menunjuk Rania dan Ratu yang sedang duduk. Atika berniat ikut tetapi tangan Razi menahan. "Aku mau kamu cerita pangeran yang menjadi tumbal dewa angin.." pinta Razi lembut, wajah Atika merona malu. Ini bukan dirinya sebenarnya.

Atika tahu Razi sudah masuk langsung ke relung hatinya. Sayangnya Razi menyikapi kedekatan mereka sangat santai. Atika menjadi serba salah. Mungkin ia belum cukup kekuatan untuk mendapatkan simpati Razi. Dia belum meminta nasihat kepada ahlinya. Ia harus pulang dulu lalu kembali untuk mendapatkan cintanya. Atika sadar Razi adalah play boy. Dan untuk menaklukan pria macam Razi ia harus berguru dengan sang papa di negeri seberang. Sebelum nanti ia akan kembali ke sini. Janji Atika dalam hati.

Atika terlalu berpikiran jauh.

"Hei.." Razi mencubit pipi tembam Atika. Gadis itu rupanya melamun terlalu lama. "I- Iya.." jawabnya gugup.

"Ceritakan pangeran tawanan itu! Apa dewa angin luluh oleh pangeran...?"  Atika hanya diam menatap Razi bingung. 

"Besok saja aku lanjutkan. Saat Raka dan Raga membangun istana pasir." buru-buru Atika berdiri dan ikut bermain bola. Razi menyeringai meliwat tatapan malu-malu Atika.

"Ayo kak Raziiii... Kita diserang!!!" Razipun ikut membantu si kembar. Mereka terlihat kembali bermain bola. Rania, Ratu dan Alvina duduk sambil tertawa melihat tingkah yang lain.

"Abang jadi nyusul nggak Ran?" tanya Alvina. Rania hanya diam tanpa mau menjawab. Rania sudah memberi kabar tetapi Aries belum memberi jawaban. "Belum tahu mbak."

Hembusan angin malam yang mulai dingin tidak mengganggu kondisi Rania. Hatinya memang sedang dilanda rasa dingin yang sedang diberikan Aries. Sudah dua hari ia bertahan menemani dinginnya tingkah Aries. Malam itu ketika ia dengan berani mendekati Aries di tempat persemedian suaminya sebenarnya cukup berhasil. Terbukti dengan ikut memejamkan mata suaminya di sampingnya. Aries malam itu luluh dan mendekap Rania, menjaganya dalam kesendirian malam.

Tetapi..

Menjelang dini hari tanpa diduga Rania kembali merintih dalam tidurnya. Aries mulai terjaga dan kembali merasa bersalah. Rania yang terbangun merasa menyesal karena alam sadarnya berkhianat mengganggu upaya dirinya. Seharusnya ia tidak kembali memimpikan kejadian naas itu. Seharusnya ia ikhlas menerima kepergian buah hati mereka.

Ini di luar kendalinya. Rania benar-benar merutuki kebodohan dirinya sendiri. Aries saat itu memang kembali menenangkan dirinya dengan memeluk Rania erat, tetapi Rania tahu deru nafas sang suami gelisah. Sadar suaminya kembali merasa bersalah Rania berpura-pura memejamkan mata, dan saat tahu Rania sudah tenang Aries kembali meninggalkan dirinya dalam kesendirian.

Ia kembali mundur beberapa langkah.

Rania tahu Aries lebih memilih tidur kembali di sofa. Entah suaminya itu bisa kembali tertidur atau tidak, yang pasti Rania menerima itu dengan hati ikhlas. Ia memang bersalah karena belum bisa menguasai alam bawah sadarnya.

Haruskah Rania meminum bantuan obat penenang yang bisa melupakan ketakutan atau halusinasi kejadian itu kembali terjadi? Pemikiran itu memang sedang ia pikirkan. Bodoh, tetapi ia sudah hilang arah. Tersesat di kesendirian suaminya yang tak bisa ia dekati. Suaminya tidak mau berbagi kesengsaraan.

Aries memang tidak meninggalkan Rania dalam jarak jauh. Tetapi Aries juga tidak mau didekati. Seharian ini contohnya, Rania memang sendirian di kamar di apartment, karena Aries lebih memilih mendekam di ruang kantor kecil yang ia miliki di apartement itu. Saat Rania izin ingin ke sebuah mini market di area bawah apartment, Aries hanya mengangguk tanpa berniat menemani. Raniapun hanya menggigit bibirnya pasrah. Mungkin suaminya memang ingin sendiri, dengan rasa kecewa mendalam Rania berjalan menikmati kesendirian.

Hingga sore bahkan saat para rombongan ini datang menjemput Rania menuju pantai, Aries tidak memperlihatkan batang hidungnya. Saat Rafa menghubungi Aries yang meminta izin Rania ikut mereka,Aries mengizinkan. Rafapun meminta Aries menyusul, namun hingga sekarang tidak ada tanda-tanda Aries menghubunginya ataupun memberi kabar.

"Safirrrr.. Ini Rima kasih kabar sikat gigi pesanan kamu nggak ada." teriak Alvina yang memang sedang membalas chat Rima.

"Suruh cari sampai dapat." jawab Safir sambil menggiring bola.

"Kasihan itu pasangan baru. Diganggu sama pesanan-pesanan." Alvina terkikik geli membaca chat nada sewot Rima di perjalanan menyusul mereka.

"Ran nanti kamu tidur sama siapa? Abang jadi ke sini nggak?" tanya Alvina lagi.

"Aku sama siapa aja mbak.." jawab Rania pelan. Tersenyum ringan menatap kosong ke depan. Ratu melirik curiga. Rania jelas memendam sesuatu.

"Lo sakit?" bisik Ratu kepada Rania. "Nggak, cuma lelah aja."

"Mau ke cottage?" tawar Ratu. Rania kembali menggeleng. "Di sini aja lihat mereka." jawabnya sambil tertawa karena sekarang ia melihat Safir terkapar di atas pasir dengan si kembar duduk di atasnya. Razi dan Rafa memegang kaki dan tangan. Sepertinya mereka sedang mengerjai Safir.

"Kasihan kembaran aku..." teriak Ruby membela.

"Kak Ubii bela kita ajaa.. Kak bird dibela Kak Ratu..." Ratu berakting sibuk dengan ponselnya.

***

Di mobilnya Raja.

Masih di malam minggu.

"Dasar mereka...!!! Seneng banget sih bikin orang repot." gerutuan Rima terus saja menggema di mobil. Mereka sedang menuju pantai di wilayah utara Jakarta. Dengan muka masam Rima masih tak habis pikir jika para saudaranya sangat aktif menghubungi mereka dan meminta aneka titipan. Mulai dari baju dan aneka peralatan menginap. Sesuai kesepakatan, mereka ingin menginap dan menghabiskan malam minggu di cottage yang ada sekitar area.

Karena Rima dan Raja menyusul, jadilah mereka terkena imbas aneka titipan keperluan saudara-saudara tercinta. Merepotkan dan sangat membuang waktu. Mulai dari mengambil pakaian ganti si kembar dan yang lainnya ke rumah masing-masing, membeli cemilan untuk dinikmati semuanya, membeli keperluan mandi bahkan membeli macam-macam pasta gigi dan jenis sikat gigi dan jangan lupakan merk shampo yang berbeda-beda menurut kondisi rambut mereka masing-masing. Semua sesuai daftar yang dikirimkan Alvina, dan dengan sabar pasangan baru ini memenuhi permintaan sialan saudara-saudara tak tahu dirinya.

"Udah jangan sewot terus. Nikmati aja Ima." Raja menggeleng sambil terus fokus menyetir. Jalan mereka masih lurus di arah jalan toll.

"Emang senengnya bikin orang ruwet. Safir nih kebangetan. Segala mau sikat gigi yang ada helmnya dan melengkung indah. Cuma buat gosok sehari aja. Awas aja kalo ketemu." Rima masih menggerutu kesal.

"Nggak penting banget gue suruh ngurusin urusan giginya Safir." Raja menikmati kebawelan Rima.

Mungkin mini market atau mall tidak ada di sekitar sana, batin Rima sungguh jengkel. Jelas-jelas di komplek area pantai yang besar itu terdapat mall baru dimana baju-baju baru dapat dibeli dan makanan minuman bahkan macam restoran ada.

"Yah udah nikmatin aja. Itung-itung kita silaturahmi ke rumah om dan tante. Semenjak kita punya status kan kita belum ketemu sama mereka." memang sebelumnya mereka dengan sukarela pergi ke rumah para penitip perlengkapan dan mengambil baju-baju milik mereka. Luar biasa baik bukan pasangan ini?

Beruntung keduanya tinggal mengambil tas saja. Sebelumnya sipenitip sudah diultimatum oleh Rima agar  memberi kabar orang rumah dan segara minta disiapkan, sisanya perlengkapan mandi mereka minta dibelikan. Hanya permintaan Safir yang sangat merepotkan. Ia mau sikat gigi dengan bentuk tertentu dan kebetulan setiap mini market yang Rima sambangi tidak menjual jenis itu.

"Iya tapi kan gue malu Ja. Digodain sama semuanya." Raja menahan senyum. "Iya itukan sama aja doa buat kita." Rima bergidik ngeri mendengar ucapan Raja. Tanpa beban, apa adanya dan terlihat bahagia.

Kenapa Raja seperti ini? Dia mau Raja apa adanya seperti sedia kala. Lebih bisa diterima dan tidak membuat pacu jantung Rima kalang kabut seperti sekarang ini.

"Lo kenapa jadi kalem sih Ja sama gue?" tanyanya heran. Raja menaikkan alisnya. Kapan Rima ini bisa membuatnya kalem yah? Haruskah Raja menbentaknya terus? Gadis aneh.

"Masa lo maunya gue bentak-bentak terus? Gue masih manusiawi toa. Serba salah jadinya." ucap Raja sedikit ketus. Nah ini yang Rima mau, ia merasa ini Raja-nya.

"Gitu dong..." Rima kembali duduk normal dan mesem-mesem nggak jelas. Raja menggelengkan kepala. Tangannya spontan ingin menoel kepala Rima, tetapi urung ia lanjutkan. Tangan Raja akhirnya kembali di kemudi. Beruntung Rima tidak memperhatikan.

Mencoba santai, Raja menghidupkan musik. "Dengerin lagu yah." beritahu Raja. Rima mengangguk saja.

"Ini rekaman Om Eric waktu konser tahun 1996 di Hyde Park." jelas Raja. Rima tidak perduli sebenarnya, untuk menghormati Raja ia pun ikut mengangguk. Apalagi Raja memberikan senyum indah sambil menggoyangkan kepalanya. Menikmati petikan gitar Eric Clapton.

"Kalau nggak salah ini tanggal dua puluh sembilan Juni deh konsernya." Rima memang sudah hafal macam lagu kesukaan Raja. Ia menyukai semua jenis musik era tahun dua ribu ke belakang. Raja tidak mempermasalahkan jenis aliran musiknya. Ia penyuka semua lagu.

" I feel wonderful. Because I see the love light in your eyes. And the wonder of it all. You just don't realize how much I love you..."

Senandung Raja tanpa malu. Memangnya kapan Raja malu bersenandung lagu. Dangdut aja dia tanpa sungkan bergoyang. "Artinya menyentuh ini toa. Aku merasa luar biasa. Karna kulihat cahaya cinta di matamu. Dan ajaibnya. Kau tak menyadari betapa aku sangat mencintaimu." Sok sekali Raja. Rima memalingkan wajah.

"Gue tahu artinya kuno." cibir Rima.

"Kali aja lo kagak faham." baiklah kali ini Rima merasa tersinggung. Ia kembali menatap Raja dan balasan pria itu sungguh membuat Rima berteriak di dalam hati.

Apa? Apa? Apa?

Sambil melanjutkan kembali bernyanyi, Raja dengan berani mengedipkan mata ke arah Rima. Beruntung remang-remang saat itu. Raja tidak bisa melihat wajah Rima yang memerah dan bergemuruh di dada. Raja kenapa jadi genit begini?

"Oh, my darling, you were wonderful tonight." Raja menggoyangkan kepala ke arah Rima. Pesan tersirat atau tidak jelas membuat Rima gugup. Tadi memang Raja berkata dia cantik memakai pakaian ini. Dan tadi dia baru berkata apa? Wonderfull? Emosinya memudar karena tingkah Raja, mungkin benar seharusnya ia menikmati malam ini.

"Ja.." Rima menuduk malu.

"Hmm.."

"Kita serius mau nikah muda?"

"Ckk.. Mulai lagi.."

"Maksud gue nanti setelah nikah gue ngapain?"

Nah loh.. Rima apa yang sedang kau tanyakan? Rima merutuki kebodohannya dalam merangkai kata, bukan ini yang ingin ia ucapkan. Tapi Rima menjadi bingung sendiri. Rima masih sedikit tak percaya sebenarnya dengan selipan amplop itu. Ia hanya ingin bertanya setelah menikah ia boleh bekerja atau tidak. Kenapa jadi jauh melangkah?

"Tadi udah terima kan amplop dari gue?" Rima mengangguk. "Ya udah tugas lo jadi istri ngurusin gue dan kelak anak kita. Sederhana tapi sulit dijalankan kalo diantara kita ada yang pincang. Makanya kita pegangan tangan sampai batas waktu yang nggak bisa ditentukan. Usia masih muda bukan alasan. Toh setiap menit kita belajar untuk jadi oran dewasa." terang Raja sambil menatap lurus jalanan. Kenapa Raja menjawab dengan kata-kata seberat itu?

"Yaudah deh.." mendadak Rima tak mau melanjutkan pembicaraan. Berat sekali penjelasan Raja. Jalani saja kalau begitu. Rima mengangguk sendiri.

"Dasar toa." ledek Raja. Ia terkekeh melihat Rima serba salah seperti itu.

"Lo musuh halal buat gue Ima. Jadi nanti aja yah kalo mau perang sehat. Setelah menikah." ledek Raja kembali.

Baiklah hari ini Raja sungguh berbeda. Mampu menyumpal mulut berisik Rima dari segala sanggahan. Membayangkan berumah tangga dengan Raja kenapa dirasa mendebarkan yah? Rima ingin berteriak bahkan ingin memakai toa agar semakin kencang.

"Dikit lagi sampe. Ada yang mau dibeli lagi nggak?" Rima menggeleng.

"Mereka udah pada gede, punya mobil pula, udah bisa cari sendiri." ketus Rima sebal.

"Ya udah sih jangan judes. Kan kita lagi jalan berdua." suara Raja lembut.

Nah kan Raja kembali membuatnya kikuk.

"Lo lagi kenapa sih Ja?" ketus Rima jengkel.

"Happy." ucapnya cuek,Raja bahkan memilih sibuk berhenti saat akan memasuki area pantai. Beberapa petugas memeriksa jumlah penumpang. Raja mengurus sejenak, sedangkan Rima diam memperhatikan Raja. Sorot matanya memang sedang fokus ke arah Raja.

Happy? Raja berkata dia bahagia? Bersama diakah? Sudah pasti dong. Memangnya dengan siapa lagi? Sombongnya gadis ini.

"Kenapa?" tanya Raja balik. Raja sadar Rima masih terus menatap dirinya dengan sorot mata berbeda. Untuk menghormati kebahagiaan Raja malam ini akhirnya Rima tersenyum manis. Tulus ia berikan kepada Raja. "Makasih yah buat semuanya. Terus amplop..."

"Itu awal gue memulai bertanggung jawab buat lo. Jangan dilihat jumlahnya tapi artinya tulus dari gue? kalo gue bener-bener serius sama hubungan ini." Rima sekarang yakin. Ini adalah hari dirinya berubah dan besok ia berjanji akan semakin berbeda. Keduanya kembali diam dan menikmati kecanggungan yang mereka ciptakan sendiri.

Mereka masih belajar rupanya untuk menghadapi rasa seperti ini. Diam tanpa suara gerutuan atau cibiran.

"Tuh mobil mereka." Raja menepikan mobil di dekat mobil-mobil yang lain. Sebelumnya Rima juga sudah diberi kabar jika mereka masih asyik bermain di sekitar pantai.

"Ayo. Barang mereka nggak usah dibawa." ucap Raja. Rima sudah keluar mobil, berjalan berdampingan dengan Raja tapi saling berjaga jarak.

"Tuh mereka..." Rima menunjuk tikar yang sedang di tempati Rania, Ratu dan Alvina. Yang lain masih asyik bermain pasir.

"Haii..." sapa Rima langsung duduk di samping Rania. "Abang nggak ikut?" Rima mengerutkan keningnya saat melihat di depannya tidak ada Aries.

"Abang lagi sibuk sepertinya. Tadi juga di apartment nggak ada." Alvina yang menjawab. Ratu memperhatikan Rania. Raja juga sama, ia tahu Rania tidak sedang baik-baik saja.

"Coba biar gue hubungi abang." Rima berdiri menjauh mencoba menghubungi Aries.

"Jaaa main bola yuk!" teriak Rafa. Rafa membasuh keringat sudah membasahi wajahnya. Muka mereka sudah penuh peluh dan tawa terus diumbar.

"Ke sana yuk.." Alvina menarik Rania berdiri. "Nggak deh mbak aku di sini aja." tolaknya pelan.

"Kak Ratuu ayoo ke sini.." teriak si kembar.

"Kak Rimaaa..." Ratu dan Alvina berdiri lalu berlari berhambur mendekati mereka. Raja duduk di samping Rania. "Kamu baik-baik aja?" Rania sebenarnya ingin berhambur memeluk Raja tetapi ia sadar diri. Hari ini Raja pasti sedang merasakan kebahagiaan. Tidak mungkin ia recoki dengan kisah melow dirinya.

"Baik, aku hanya mudah lelah." Raja mengacak rambut Rania. "Apapun yang terjadi kamu harus percaya kalau abang punya alasan sendiri dengan semua perubahan yang terjadi. Sabar yah." dan tanpa diminta Raja memeluk Rania, pelukan sayang seorang kakak untuk adiknya. Rima yang baru saja selesai menghubungi sang kakak diam melihat pemandangan itu.

Rima tidak cemburu, ia sangat tahu ikatan persaudaraan mereka sangat dekat. Dan lagipula Rima juga menyadari keanehan atas hubungan Rania dan Aries sang kakak.

"Nggak diangkat Ran." Rima berdiri di depan mereka. Cepat-cepat Rania melepas pelukan Raja. Rima tertawa. "Santai aja Ran. Si kuno belum mau sentuh gue. Lagipula gue juga kagak cemburu." asal aja Rima berceloteh.

"Heh toa. Entar ada saatnya kalo sama lo." balas Raja.

"Bilang aja cemen. Sok sang bener lo ah." ledek Rima meramaikan suasana. Sebenarnya ia mau Rania tersenyum. Tidak kosong seperti sekarang.

"Ran.. Lihat si toa hari ini deh! Penampilannya sok manis." Rima tidak marah akan ucapan Raja, ia tahu Raja bermaksud bercanda. Rania terkikik menatap Rima.

"Kamu cantik kalo kayak gini Rim." Rania mengakui, adik iparnya sungguh berubah karena bergaya manis dengan dress. Jelas aura kebahagiaan sedang dirasakan sepasang kekasih baru ini.

"Kak Rimaaa bantu kitaa. Kak Rajaaaaa..!!!" sikembar kembali berteriak. Suara mereka ternyata semakin dekat. Ternyata para rombongan penitip barang ini itu mendekati Rima.

"Dapet Rim sikat gigi gue?" dengan santai Safir bertanya. Rima mendengus jengkel. Merusak saat bahagianya saja Safir ini.

"Dapet sikat kamar mandi." ketus Rima sebal. Safir mencubit pipi Rima. "Galak amat tuan putri kita."

"Naik perahu yuk!" ajak Alvina.

"Ayooooo...." si kembar sangat antusias. Saat Raja ingin berdiri berjalan bersama yang lain Rania menolak uluran tangan Raja.

"Aku di sini aja. Kena angin laut suka buat aku pusing." tolak Rania sopan. Rafa sang kakak duduk mendekati Rania bersama Ruby. "Aku temani yah. Ruby juga kurang suka." Rania menggeleng.

"Nggak apa-apa aku sendiri. Di sini aman." Rania memutar kepalanya. Memang ada beberapa pengunjung yang masih betah bermain pasir. Ada beberapa keluarga bermain walaupun mendominasi anak muda bersama teman-temannya. Daerah ini cukup aman.

"Atau kamu tunggu di sana?" Rafa menunjuk restoran cepat saji. Rania mengangguk. "Iya aku di sana aja."

"Gue temenin yah?" tawar Rima. Rania menggeleng.

"Mbak aja yah?" giliran Alvina.

"Apa gue aja di sini?" Razi juga ikut bersuara.

"Lo wajib ikut. Kalo sikembar tenggelem gimana? Enak aja lo duduk tenang terus mau suruh gue gitu yang jaga mereka?" bisik Safir kepada Razi. "Bawel deh kak bird." bisikan menyebalkan. Safir menjauhi Razi.

"Udah nggak apa-apa. Ayo sana semua naik perahu...!!!" Rania berdiri, memastikan yang lain jika ia baik-baik saja ditinggal. "Oke aku sekarang tunggu di sana saja." Rania berjalan mundur menjauhi mereka.

"Abang kemana sih?!" gerutu Rima berjalan menjauh dan merogoh ponselnya. Ia tidak akan membiarkan malam minggu indanya terganggu. Rania kakak iparnya juga, ia mau istri kakaknya juga ikut gembira.

"Udah ayo di sana aman kok." ajak Safir melirik Ratu yang matanya juga masih fokus menatap Rania.

Poor Rania.

"Eh dua perahu yah. Kalau ramai begini mbak takut..." mereka semua cukup ramai. Menghindari resiko.

"Mbak sama aku aja. Atika juga ya?" ajak Razi sambil menggandeng di kanan kirinya Raga dan Raka. Atika menunduk malu karena Raga berpindah tangan menggandeng dirinya.

"Haduh mbak kaya obat nyamuk dong ganggu keluarga kecil." goda Alvina. Jika dilihat Razi, Atika dan si kembar memang seperti keluarga kecil.

"Daripada di perahu sebelah. Lebih kayak obat nyamuk lagi." Razi menunjuk enam orang dewasa di sana.

Ada dua pasang yang memang jelas statusnya dan yang satu lagi sedang bersembunyi. Rafa menggandeng Ruby, Raja dan Rima berjalan berdampingan meskipun tidak saling bersentuhan tetapi yang membuat mereka terlihat kompak adalah gaya pakaian mereka yang paling rapi dibanding yang lain. Siapapun yang melihat pasti tahu mereka adalah sepasang kekasih.

Sedangkan Ratu dan Safir tetap berakting santai. Razi tidak bisa mereka tipu.

"Udah ayok.." setelah Rafa dan Raja menyewa perahu sederhana itu mereka mulai menaiki perahu dibantu penjaga perahu.

"Gelap ini..." Atika sedikit takut saat menaiki perahu.

"Ayo kakk..." si kembar sangat antusias.

"Pak ini nggak apa-apa?" Alvina juga ragu. "Naik aja neng, nggak apa-apa..."

Perahu pertama sudah bergerak pelan. Atika duduk di samping Razi sedangkan si kembar bersama Alvina. Ada dua orang lagi yang di ajak Razi karena pasangan itu ingin naik. Dengan sopan Razi mengajak bersama karena muatan perahu masih bisa dipenuhi. Tidak masalah baginya untuk berbagi.

"Ayo naik.." Ruby dan Rafa sudah naik ke perahu begitu juga yang lain.

"Gelap kayaknya di sana." Ruby mengerutkan keningnya melihat arah depan.

"Gue duduk di mana nih?" tanya Rima. Ia melihat Rafa di bagian terdepan bersama Ruby. Ratu sendiri bersama Safir langsung duduk di bagian belakang. Tidak berdekatan tetapi sejajar. Mengutungkan bagi Safir karena ia bisa istirahat berdekatan dengan Raga dan Raka ditambah Razi sang kakak sialannya. Mereka bertiga itu paket lengkap makhluk yang ingin dihindari Safir setidaknya satu jam ini.

Berdekatan dengan mereka mampu membuat pacu jantung Safir tak karuan. Berindikasi membocorkan sesuatu atau bahkan menjadi banjir berita tak jelas.

"Yang tengah milik pasangan baru." ledek Ruby. Rima mendengus jengkel. Raja menaikkan alisnya menatap pasangan senior di depannya.

"Belum dapat restu aja dari orangtua." sindir Raja. Rima mengangguk. Ah pasangan ini tampak kompak sekarang.  Urusan mencibir memang keahlian mereka sejak dulu.

"Semua ini gara-gara lo berdua yang kelamaan! Ganggu jadwal orang!" Rafa membela Ruby.

"Haduh ribut amat yah." Ratu yang paling acuh merasa adegan ini membuang waktu.

"Ruwet." Safir bahkan ikut menimpali. Raja menaikkan alis menatap sang adik  duduk berdampingan bersama Safir.

"Ratu, lo di tengah sama Rima!" perintah Raja tak terbantahkan. Safir mencibir. Bertahan seolah tidak berpengaruh. Ga ada sikembar sama si kunyuk Razi, eh malah ada si galak dari masa lampau. Sial..

"Kenapa nggak duduk sama Rima kak?" mendengar ini Rima juga merasa tersinggung sebenarnya, setelah tadi mereka cukup menikmati moment di dalam mobil lalu kenapa Raja tidak mau kembali berdekatan dengannya?

"Belum halal." jawab Raja menatap Rima. Ia tahu Rima hendak berfikiran aneh-aneh.

"Yah ilah polos amat sih berdua. Sok sang bener lo." ledek Safir. "Berisik.. Minggir!" Raja duduk di samping Safir.

"Heh kuno, segitu lo nggak mau deket sama gue. Lo kira gue bakal terjang lo gitu nempel kayak lem nasi. Sialan lo!!!!" Rima merasa tersinggung seolah dia yang akan menempel manja. Walaupun memang tersirat ia ingin saling bergandengan tangan, tapi dasar manusia kuno. Harga dirinya sebagai wanita merasa tersindir. Dia tidak seagresif itu.

"Udah deh toa jangan diperpanjang. Nanti ada saatnya." Rima melebarkan matanya. Masih juga Raja menilai dirinya seolah haus akan sentuhan.

"Dasar kuno ngeselin." Rima berbalik membelakangi Raja dan Safir.

"Kapan akurnya sih kalian?" tanya Ratu. "Nanti Ratu, kalau sudah HALAL." Safir menyambar dari arah belakang sambil tertawa. Raja menaikkan alisnya geram menatap Safir.

"Ah galak amat. Gue izinin ko lo nempel sama saudara gue." bisik Safir ketengilan. Raja akhirnya mengacuhkan Safir. Buang-buang waktu.

"Ah gue mau duduk sama kembaran gue aja ah.." Safir berdiri dan mendekati Ruby di depan. "Pindah sana!!!" Safir menggeser Rafa.

"Senengnya ruwet yah kakak bird ini." Rafa meniru gaya sikembar memanggil Safir, secara sukarela Rafa pindah di sebelahnya.

Posisi duduk mereka semua tidak ada yang menguntungkan. Sedangkan di perahu sebelah...

"Ini sih menang si Razi tuh." keluh Rafa, mereka melirik perahu sebelahnya. Menggelengkan kepala bersama, mereka melihat Razi merangkul pundak Atika. Wajah Atika yang malu-malu bersama Razi yang malu-maluin, karena seolah menikmati kemesraan ringan itu.

"Yang enak bro..." teriak Safir iri. "Sosor terus.." sindir Safir.

"Dasar play boy. Mau aja Atika, entar sakit hati deh. Kasihan kan." cibir Rima juga sedikit iri.

"Cuma begitu aja Rima. Bilang aja lo ngiri, ada yang lagi taubat sih" Safir memang hobi menyambar pembicaraan. Tanpa takut Safir menantang wajah Raja. Pasangan aneh, batin Safir. Diberi kesempatan berdekatan tetapi dipersulit.

"Berisik lo kakek." ketus Rima.

"Udah ah berantem mulu." Ruby menengahi. "Kembaran lo nih kurang kerjaan. Masa gue disuruh muter cari sikat gigi..." Rima masih dongkol rupanya.

"Siapa dia? Pangeran William?" tanya Rima mencibir, baru saja Safir ingin bersuara tiba-tiba Ratu ikut menjawab.

"Pangeran buaya." sepertinya Ratu tidak sadar suara hatinya terdengar khalayak ramai. Sadar keceploaan Ratu menutup mulutnya. Safir memberi tanda untuk tidak panik. . "Buaya edan." Rima masih kesal dibuatnya.

"Marah-marah mulu lo. Cepet keriput loh.." suara Raja dekat di belakang Rima.

"Dasar kuno." ketus Rima.

"Kuno tapi suka kan?" Apa-apaan Raja ini? Rima ingin berteriak.

Sementara di restoran cepat saji Rania sedang duduk termenung menatap pesanannya waffle ice cream. Berkali-kali ia melirik ke segala penjuru. Berharap sang suami muncul menemani kesendiriannya. Namun harapan itu sepertinya hanya khayalan belaka. Aries tak kunjung hadir. Bahkan ponselnya saja tidak bisa dihubungi. Aktif tetapi tidak mendapat jawaban. Mungkin ponsel itu dalam kondisi silent. Rania masih ingin berfikiran positif.

Ia sengaja memesan dessert waffle karena ini kesukaan Aries.

Ia mencoret-corer kertas struk pembelian dengan pensil yang ia lihat tergeletak di meja sebelahnya. Rania mengisi kekosongannya saat ini dengan menulis tak bermamfaat.

Hingga suara panggilan berbunyi. Rupanya mereka yang sedang menikmati angin laut sudah selesai. Tanpa berniat menghabisi pesanan yang ia beli Rania meninggalkannya begitu saja. Mungkin memang Aries tidak akan datang.

Rania menghampiri mereka. Wajah-wajah beraneka ekspresi. Namun kebahagiaan mendominasi. Pantaskah ia mengeluh di tengah kondisi bahagia? Rania tidak seegois itu. Bukankah ia sudah terbiasa berdiam diri?

"Yuk.. Si kembar kayaknya udah lelah.." Razi menggendong Raka, sementara Raja menggendong Raga. Si kembar sudah hilang energi.

"Ratu, lo mau jagain dia nggak? Gue jalan dulu sebentar!" Razi melirik Atika. Razi masih belum puas menikmati malam minggunya.

"Biar gue aja yang jagain." tawar Raja. Ratu menghembuskan nafas lega. Sejujurnya Safir juga ingin mengajaknya jalan sebentar. Sesuai pesang singkat yang ia terima dari Safir saat masih di dalam perahu.

"Kalo gitu Ratu lo temenin gue tidur aja yah?" kali ini Rania yang meminta.

Ratu tidak akan bisa menolak. Ratu tahu jika sipendiam Rania tidak sedang baik-baik saja. "Oke.." Safir pasrah mendengarnya, inilah resiko mempunyai hubungan tidak jelas bersama Ratu.

"Ruby mau jalan lagi?" tawar Rafa.

"Nggak deh, aku mau menikmati tidur bareng para wanita. Apalagi Mbak Vina mau pergi. Ran kumpul dulu yuk satu kamar...!" Rania menggeleng. Ia memang sudah kelelahan dan ingin memejamkan mata mungkin.

"Yuk dibicarain di cottage aja. Berat ini sikembar. Ima lo yang bawa mobil yah! Tangan gue pegel." ajak Raja sambil memberikan kunci mobil kepada Rima.

"Lo belum makan malam kan?" tanya Raja kepada Rima.

"Kita juga belum makan semua." Safir menyambar. Ah kapan pria itu tidak ikut serta disetiap pembicaraan orang.

"Gini aja, biar gue sama Atika cari makanan di luar. Sementara lo semua tunggu di cottage?" belum sempat Safir bersuara, Razi sudah memindahtangan tubuh adiknya dalam gendongan Safir.

"Ayo Atika..." dan secepat kilat si sialan Razi memasuki mobil berdua dengan Atika. Catat Atika... Safir mengeram iri,  sangat iri.

Kenapa tidak Razi saja mengurusi adik-adiknya dan Safir yang pergi mencari makanan bersama Ratu? Kombinasi yang cocok bukan?

Mereka memasuki mobil dengan formasi seperti semula. Jarak cottage dan pantai memang tidak terlalu jauh. Ratu membantu si kembar tidur di kamar yang sudah disiapkan. Cottage mereka bersebelahan di mana satu untuk pria dan satu lagi untuk para wanita. Setiap cottage terdiri dua kamar.

"Ratu jalan yuk...!" ajak Safir pelan saat mereka berpapasan setelah Ratu selesai menyiapkan tempat tidur dan membantu si kembar berganti pakaian lalu tidur pulas.

Ratu ingin ke cottage sebelah. Di mana para wanita berkumpul. "Aku lihat kondisi Rania dulu. Kayaknya dia lagi galau deh." bisik Ratu pelan. Ada Raja dan Rafa di sana. Safir lagi-lagi pasrah.

"Razi belum kasih kabar beli makanan apa?" tanya Raja. "Alasan tuh anak. Padahal pesen juga bisa dari sini." Dan lagi-lagi Safir semakin jengkel. Malam ini Razi menang banyak. Play boy sialan!

"Rania mana?" tanya Ratu saat sudah sampai di cottage sebelah. Alvina, Ruby dan Rima sedang duduk di ruang tengah sedang menikmati cemilan yang Rima beli di mini market. Rima menunjuk kamar. "Di kamar tuh.."

"Rim, kasihan yang  di sebelah kayaknya kelaperan. Lo beli malah dibawa ke sini semua." ucap Ratu sebelum masuk ke kamar Rania.

"Ah biarin aja. Masih dongkol gue sama Sapirun..." Ruby memukul pundak Rima. "Kembaran aku kan.."

"Udah kita ke sana aja yuk bawa sekalian cemilan. Mbak belum ngantuk." mereka bertiga membawa beberapa kantong ke tempat sebelah, menikmati malam minggu bersenda gurau bersama. Terkadang liburan mendadak mendatangkan kegembiraan tersendiri.

"Rania sama Ratu kalau mau nyusul ke sana yaah..." teriak Rima sebelum suasana hening kembali hadir. Ratu sudah berada di dalam kamar. Ia fokus melirik Rania di tempat tidur. Ah saudaranya ini selalu diam jika memendam rasa.

"Ngantuk Ran? Nggak mau ke sebelah?" Rania menggeleng lemah. Ia menunjuk dompet kecil di samping tempat tidur. Ada celah dimana Ratu bisa melihat beberapa obat milik Rania. "Aku udah minum obat tidur. Kamu kalau mau ke sana silahkan tapi nanti tidur sama aku yah. Rima tidurnya nakal aku nggak bisa tidur nyenyak." Rania berkata sambil terkikik, sesekali ia menguap.

"Ran.. Kalo ada masalah cerita dong."
Ratu tidak suka berbasa-basi.

"Cerita juga buat apa? Aku nggak punya solusi.." tawanya sambil memejamkan mata. Ratu terus saja menatap saudaranya itu yang mulai memejamkan mata. Mungkin memang dia lelah. Rania bahkan sudah berganti baju. Itu artinya ia memang berniat ingin istirahat.

Lama ia menatap Rania hingga tertidur. Kemudian ide baru muncul. Rania sudah tertidur lalu semua orang sedang bercengkrama di sebelah. Bisa saja kan ia jalan-jalan berdua Safir? Pasti tidak ada yang mencurigainya kan? Mereka kan tahunya Ratu menemani Rania. Dan Safir bisa aja berdalih pergi melanjutkan acara malam minggu.

Ratu mengangguk sendiri dengan ide barunya.

Bip. Sebuah pesan masuk datang dari si buaya yang sedang dekat dengannya. Rupanya mereka satu pemikiran. Secepat kilat Ratu berjalan ke luar kamar. Safir ternyata sedang menunggu dengan senyuman manis di depan.

"Ada restoran di ujung sana. Mirip di Bali.." ucap Safir, Ratu dengan senang hati setuju. Menikmati pantai berdua bersama Safir sepertinya pengalaman menyenangkan. Mereka seperti sedang berkencan.

"Yuk.." ajak Safir tak mau berlama-lama.

"Heh mau kemana lo berdua? Ditunggu yang lain tuh. Pada mau main kartu." Rima bersuara khas dirinya.

Dasar toa berisik!!!  Berisik tidak tepat pada waktunya. Lagi-lagi rencana Safir gagal. Rima sudah berdiri di antara mereka.

"Lo sendiri mau kemana?" tanya Safir.

"Gue lagi tunggu abang ko. Udah sana balik lagi ke sana! Jangan-jangan lo mau mesum berdua yah?!" tuduh Rima asal tetapi berefek fatal bagi keduanya. Ratu dan Safir mendadak merasa mulas. Mereka seperti tertangkap basah melakukan hal jahat.

"Apaan sih lo." Ratu terdengar kikuk. "Lagian lo berdua kalo gue perhatiin aneh sekarang.." belum sempat Rima menjelaskan tatapan mata Rima sudah berpindah.

"Abang kemana aja sih.." Rima melewati keduanya dan mendekati Aries di depannya. Ratu dan Safir seketika merasa lega. Kecurigaan Rima terlupakan karena kehadiran Aries.

"Kamu berisik dan sangat bawel Rima." Aries menjitak kepala Rima. "Lagian punya istri ditinggalin daritadi. Kasihan tahu. Udah temenin tidur sana." Rima mendorong Aries masuk ke dalam dan menunjuk kamar yang Rania tempati.

"Abang udah makan belum? Razi lagi beliin sih tapi belum datang."

"Abang nggak laper." jawab Aries singkat. Ia menatap pintu kamar di mana istrinya berada di dalam.

"Udah diem-diem aja sama Rania di kamar. Kita ada di sebelah. Ayo anak-anak kita balik." Rima mendorong Safir dan Ratu untuk meninggalkan cottage itu. Ratu menahan tangan Rima, ia mendekati Aries.

"Bang, aku cuma mau bilang sepertinya Rania mengkonsumsi obat penenang. Aku hanya takut nanti dia kecanduan." ucapnya pelan agar Rima dan Safir tidak mendengar. Aries sejenak membeku tetapi segera ia mengangguk. "Makasih yah udah kasih tahu." Ratu berjalan meninggalkan Aries.

"Ngomong apaan lo?" tanya Rima penasaran. "Tanya kenapa lo nggak berhasil dapetin sikat gigi buat Safir." ucapan Ratu sungguh memancing emosi Rima yang sempat mereda. Ratu berjalan cepat, ia tahu Rima kembali emosi jika membicarakan sikat gigi.

"Sialan lo Ratu, ini juga si biang tengil malah diem nggak jelas." Safir kembali mendapatkan cubitan oleh Rima.

"Yah gagal deh." bisik Safir sendiri. Dan terus melakukan pembelaan karena Rima terus memberikan cubitan untuknya.

"Eh entar kelihatan Raja dia marah lo peluk-peluk gue." Safir mencari selamat menjauhi Rima.

"Biarin.." ketus Rima masih mengejar Safir. "Rajaaa pacar lo sentuh-sentuh gue niih."

Suara-suara itu semakin menjauh dan kali ini giliran Aries memasuki kamar. Istrinya sudah tertidur saat Aries masuk ke sana. Ia mengunci pintu dan berjalan mendekati Rania, merapikan selimut karena sepertinya pendingin ruangan sangat terasa sejuk. Ia lalu mematikan lampu utama dan menyalakan lampu tidur. Aries sempat meletakkan dompet dan beberapa kertas-kertas struk pembelian di meja.

Aries masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri sejenak. Melepas baju dan celana panjangnya. Tersisa celana pendek,  lalu masuk ke dalam selimut. Menarik paksa Rania tidur di dalam dekapannya. Istrinya sepertinya tertidur pulas. Aries menarik dagu Rania. Tak sadarkan diri saja wajah Rania tetap sendu.

Apa yang telah ia lakukan kepada istrinya? Aries mengecupi wajah Rania lembut. Ucapan Ratu perihal obat penenang semakin membuatnya merasa bersalah. "Maaf sayang." ucap Aries, Rania tanpa sadar memeluk Aries. Menelusup di dada. Kebiasaan Rania yang akhir-akhir ini dihindari Aries.

Sudah cukup bagi Aries untuk menjauhi wanita ini. Karena solusi menjauh bukan pilihan terbaik. Ia berjanji saat Rania membuka mata di pagi hari nanti senyuman dirinya lah yang akan menyambut.

Aries memeluk Rania dan merapikan selimut. Menutupi tubuh mereka. Aries sempat melirik meja di mana ia meletakkan dompet dan beberapa lembaran kertas termasuk struk pembelian waffle milik Rania. Aries tertawa saat membaca coretan milik istrinya beberapa saat yang lalu, saat ia hanya bisa memantau kesendirian istrinya dari jauh.

'Kakak Aries jelek!!!' itulah coretan dari lubuk hati istrinya.

Kejujuran yang diangguki oleh Aries. Ia memang berperilaku jelek akhir-akhir ini. Menikmati kehampaan sendiri. Merana sendiri dan mengakibatkan istrinya juga ikut merana sendiri.

"I love you cantik.." bisik Aries di telinga Rania dan sekilas mengecup bibirnya. Janjinya untuk selalu bersama apapun yang terjadi akan ia tepati sekarang. Sebuah pernikahan itu bersatunya dua sifat. Saling mengisi satu sama lain. Menguatkan pondasi agar selalu kokoh berdiri. Suami bertugas sebagai pilar-pilar dan istri sebagi tempat berteduh. Sejatinya rumah layak huni jika pondasi kuat dipastikan segala halangan akan mampu terlewati. Aries harus bisa membuktikan janjinya.

Janji kepada adik kecil cantiknya, yang sekarang bertranformasi menjadi wanita tercantik baginya, sah di mata agama dan seluruh alam semesta.

TBC...
Sabtu, 21 Mei 2016
-mounalizza-
(Mari kita ruwet bersama-sama.)

Seperti biasa judul part selanjutnya diawali dr kata akhir judul part sebelumnya. Siapa yang mau bantu aku merangkai kata. Setelah sendiri.

Satu kata aja...
Spoiler part depan ; Ratu mulai menolak rencana keluarga menjodohkan dirinya denga Safir.

Sendiri .... ?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top