26 - BATIN MERANA


***

Malam minggu di rumah Rima.

"Rimaaaa..." teriakan Bapak Dullah membuat gadis itu hampir aja menjatuhkan sendoknya. Rima sedang menikmati somay di ruang televisi seorang diri. Sore yang sangat indah seperti biasanya.

"Apaan sih kek?" tanya Rima bingung. Kakek dan neneknya berjalan berdampingan mendekatinya.

"Mane pacar lo? Ko kagak ngapel?" tanya Bapak Dullah. Rima menaikkan bahu santai sebagai jawaban 'nggak tahu'. Ibu Ipah menarik lengan Rima agar menatap dirinya.

"Masa Raja kagak mau ke sini Rim?" ibu Ipah penasaran.

"Jaman gue muda dulu, kalo waktunya malem minggu yah melancong ke rumah die. Meskipun kagak boleh ketemu." Bapak Dullah ikut-ikutan bersuara.

"Yah kakek, hari ginikan ada media yang lain. Kan bisa via handphone."

"Iya tapi kalian ini masih pasangan baru. Lagi seneng-senengnya ketemu. Masa kagak ada niat ngapel?" jelas bu Ipah kepada cucunya.

"Iya Rim, kamu nggak jalan sama Raja?" kali ini sang mama ikut datang menghampiri mereka. Ar juga mengekori istrinya Prisila masuk ke ruang televisi. Prisilla bahkan mengambil piring berisi somay yang sedang dilahap Rima.

"Kamu nggak diapel sama Raja?" tanya Prisilla. "Emak juga heran." Bu Ipah menatap sang menantu. Pemikiran mereka sama.

"Yah ilah nek. Kenapa jadi pada ribut sendiri. Tadi Raja bilang entar mau ke sini. Udah puas?" jelas Rima pada akhirnya. Ia bangkit dan hendak mengambil kembali somay tetapi Prisilla menahan.

"Kamu udah mandi belum?" tanya Prisilla. Rima menggeleng.

"Haduh lo gimana sih jadi anak perawan. Mandi sono pacar mau datang malah santai makan somay." Ar yang memang dari tadi hanya mendengar pembicaraan yang lain ikut bersuara. Rima menggerutu. Mulai deh tingkah seluruh keluarganya.

"Eh bikinin gue kopi dulu sono!" pinta Ar kepada Rima. Mau tak mau Rima menurut.

"Aries mana?" tanya Ar kepada istrinya. "Masih dia menginap di apartement?" Walaupun sedang kesal dengan putranya tetapi lama-lama tidak melihat Aries ia sedikit merasa bersalah. Sejak kecil Aries jarang mendapatkan perlakuan sayang dari dirinya. Dia mendidik Aries tegas.

"Masih, Rania mungkin lebih tenang tinggal di sana." jawab Prisilla. Ini sudah hari kedua semenjak Rania menyusul suaminya dan mereka belum kembali. Mungkin sudah saatnya Ar meminta putranya pulang.

"Iya biar dia dapat hiburan. Itung-itung bulan madu lagi." jawab ibu Ipah.

"Ah mak, baru juga luka masa mau mulai lagi." jawab Ar seadanya. Ia juga masih belum bisa memaafkan kelalaian putranya.

"Udah sekarang yang penting lo tanya sama tetangga. Kapan si Rima mau dikawinin sama Raja?" Rima yang baru saja masuk kembali ke ruangan itu melotot menatap sang kakek.

"Sampe segitu banget nggak mau urus Rima lagi kakek." rajuknya manja. Bapak Dullah tertawa.

"Gue kagak demen liat orang kelamaan pacaran. Nambah dosa." setelah meletakkan kopi untuk Ar, Rima duduk lagi di samping Bapak Dullah. Manja bersama kakek. "Heh, lagian nikah muda enak. Tuh kaya emak bapak lo. Masih tetep muda tapi udah punya anak segede Aries."

"Iya tapi tetep aja kesannya Rima kayak nggak mau diurus." manjanya lagi. Ibu Ipah yang juga berada di sampingnya merapikan rambut Rima. Mengusapnya pelan dengan sayang cucu perempuannya.

"Ah entar juga pas nikah lo seneng." ledek Bapak Dullah. Rima hanya terkikik. Ia masih tidak percaya dengan acara perjodohan ini. Dan semakin terkikik mengetahui calon suaminya adalah Raja. Tetangga menyebalkan.

"Kapan datangnya Raja?" tanya Ar sambil menyeruput kopi.

"Katanya sih sekarang, samperin aja pa rumah sampingan ini." jawab Rima asal.

"Enak aja lo kalo ngoceh. Kalo Raja bilang mau ngapel artinya beda. Makanya mandi sono! Dandan yang cakep biar Raja kesemsem." ledek Bapak Dullah.

"Ayo nenek temenin dandan. Jangan pucet mukanya pake lipstik merah." Ibu Ipah berdiri menarik tangan Rima.

"Ah ogah nek. Seru amat timbang mau ketemu si kuno aja."

"Eh nggak bisa! Emak bener dia harus ditemenin dandan. Ayo mama juga temenin!" Prisilla juga menarik tangan Rima.

"Ah bikin ribet nih si kuno." gerutu Rima pasrah mengikuti mama dan neneknya.

Sementara di luar rumah berdiri Raja bersama Rafa dan Razi. Raja tampak sibuk merapikan baju yang terlihat rapi. Raja yang biasanya memakai kaos santai berwarna putih dengan celana jeans kali ini memakai kemeja tangan panjang yang ia lipat melewati siku tangan. Raja benar-benar rapi jika hanya untuk bertandang ke rumah tetangga. Wajahnya sungguh segar dan sangat berseri.

Babak baru hidupnya akan segera dimulai.

"Parfume gue?" pinta Raja kepada Razi.

"Ja, lo sih kebangetan. Ini malam minggu dan jadwal gue jalan sama Ruby. Lo kan tahu akhir-akhir ini gue sibuk. Urusan Rania sama yang lain." keluh Rafa karena ulah keruwetan Raja.

"Tau lo. Ngapel pertama aja masa minta temenin kita. Lompat aja berapa langkah sampe. Malu-maluin gue lo." Razi ikut menggerutu sambil menyemprotkan parfume ke belakang punggung Raja.

"Udah ah berisik. Kata orang dulu ngapel pertama nggak boleh berduaan. Lagian sebentar aja, abis itu lo boleh pulang deh atau temenin kakek." Razi dan Rafa saling melirik.

"Ruwet amat sih lo berdua. Ajak aja jalan si Rima. Kelar.. Lo bener-bener kayak orang dulu. Pake acara ngapel segala." Razi tetap menggerutu.

"Sensasinya beda yah Ja?" ledek Rafa yang mulai menerima. Lagipula ia juga sudah membuat janji agar Ruby juga datang. Menyaksikan gaya Raja dan Rima pacaran adalah sesuatu yang patut diketahui. Langka dan sangat sayang dilewatkan.

"Mana Ratu? Lama amat." tanya Raja sambil melihat arah rumahnya.

"Lo nih mau ngapel apa mau lebaran sih? Segala bawa kita. Nggak sekalian bawa semua, nikahin aja sekarang juga!" Razi masih saja jengkel. Malam minggu bagi play boy macam dirinya seharusnya sudah mencari mangsa atau sedang bersama mangsa.

"Cepet Ratuu..!!!" panggil Raja kepada sang adik yang sedang berjalan membawa bungkusan. Bukan bungkusan tetapi aneka buah-buahan yang tertata rapi dalam keranjang.

"Ini kita kenapa jadi kayak mau nengokin orang sakit  sih?" Rafa geleng-geleng kepala. Pemikiran saudara sepupunya memang sedikit antik.

"Ja, lo serius ajak kita? Serombongan ini namanya. Malu ah. Ketemu kaleng rombeng Rima aja sampe bawa kita." Razi semakin geleng-geleng kepala.

"Apa lo bilang? Kaleng rombeng?" Oh Raja tidak terima ceritanya. "Iya merangap toa karang taruna." balas Razi tak takut. Raja hanya mendengus jengkel, ia tidak mau bertengkar. Ini bukan waktu yang tepat.

"Rania bukannya di apartement sama abang?" tanya Ratu saat sudah di samping mereka. Ratu memang menduga buah-buahan ini untuk Rania.

"Udah ayo! Nungguin lama." Raja berjalan paling depan dengan yakin.

"Sumpah ini norak banget, apa kata dunia seorang Razi di hari sabtu nemenin manusia jadul ngapel pacar super berisiknya." Razi rupanya masih tidak habis pikir oleh ide Raja. Bukan ide, tapi cara ngapel ala Raja. Rafa terkikik sambil merangkul Ratu yang sibuk membawa bingkisan aneka buah.

"Emang kita mau temenin kakak ngapel?" selidik Ratu. Ia hanya diperintahkan Raja membeli bingkisan buah dan siap-siap ikut dengannya.

"Abisss?" serentak Rafa dan Razi menjawab. Raja kembali membalikkan badannya kesal. Kenapa susah sekali memberi tugas mereka berjalan dan ikut dirinya bertamu.

"Ck.. Berisik bener lo semua. Gue janji nggak lama. Abis magrib pada pulang deh!"

"Ya ampun Ja, lo bener-bener jadul. Lo niat ngapel kagak sih? Masa sebentar aja? Bisa-bisa dilempar Rima lo abis itu." Rafa mendekati Raja, merangkulnya. "Gimana kalo kita double date? Seru juga kali tuh. Nonton gimana?" Raja menggeleng. Berjalan kembali memasuki halaman rumah Rima.

"Nggak mau, nanti aja kalo udah halal kencannya. Selama belum halal gue mau ngapel ke rumahnya aja." Rafa, Razi dan Ratu melongo mendengarnya.

"Lo jadul apa pelit sih?" protes Razi, saudaranya ini sepertinya perlu dibenturkan isi kepalanya.

"Tapi kak, kalau Rima mau pergi jalan gimana?" Ratu ikut bersuara, Rajapun kembali berbalik badan mendekati mereka. "Yah gue anter, tapi itu itungannya bukan kencan. Pokoknya setelah halal baru gue berani ajak dia kencan." tegas Raja. Dasar tukang hobby ruwet.

"Ah tau ah pusing gue, lo nggak menikmati hidup Ja. Kemarin-kemarin lo kan pernah kencan atau jangan-jangan gebetan-gebetan lo nggak pernah lo ajak kencan?" cerocos Razi, entah kenapa hari ini ia tampak sedikit bawel. Razi masih tak habis pikir dengan cara Raja memaknai arti kencan dan ngapel. Dipersulit dan terkesan jaman dulu. Ah dia lupa, Raja penyuka gayamasa lalu. Pantas, tidak heran.

"Gue bukan lo Zi, grepe-grepe gue buat Rima saat dia sah halal di mata agama. Minimal sejak dini gue nggak nambah dosa begitupun buat dia. Dia akan jadi tanggung jawab gue selamanya. Sebaik-baiknya pria adalah mereka yang nggak akan membiarkan wanitanya terjerumus dosa." alasan Raja membuat ketiganya diam. Sampai berfikir ke sana rupanya Raja memaknai arti Rima di hidupnya.

"Haduh ribet lo Ja. Yakin lo nggak ada keinginan buat cium dia sedikit aja?" Razi rupanya masih penasaran.

Raja dengan santai mengangguk dan memukul pundak Razi. "Gue normal sialan, tapi ciuman gue buat dia harus indah." ketiganya kembali menatap. "Kakak lo akut ruwetnya." ledek Razi menatap Ratu.

"Ciuman yang indah itu adalah ciuman sepasang kekasih yang sudah halal di mata agama. Dan Rima masih belum halal sekarang. Pokoknya segala sesuatu yang menyangkut Rima sekarang sebisa mungkin harus gue tahan dulu sampai waktunya diperbolehkan." ucap Raja yakin.

"Kemarin-kemarin kemana aja lo. Perasaan lo nggak kayak gini sama Rima?" sindir Rafa. Siapapun tahu cara Raja berinteraksi dengan Rima. Raja bahkan tidak risih bertelanjang dada di depan Rima.

"Kemarin itu status dia kan masih simpang siur kalo sekarang udah pasti." ketiganya mencebik. Alasan.

"Siapapun wanita yang menjadi calon halal buat gue, akan gue perlakukan seperti ini. Sebisa mungkin gue jauhkan dari hal-hal menjurus dosa. Udah ayo bawel banget lo semua." Raja berlalu meninggalkan mereka yang masih tak percaya.

"Kakak lo fix ruwet, grepe-grepe dikit sih nggak masalah." Razi dengan segala pemikirannya.

"Kakak berubah karena kemarin malam dia pergi ke acara pengajian." Ratu tersenyum menatap punggug Raja. Merekapun kembali mengikuti Raja. "Gue jadi merasa tersindir." ucap Rafa.

"Makanya buruan halalin si Ruby." sindir Razi. "Kalo bisa dari kemarin juga gue lakuin. Sayang aja izin buat gue susah banget." jawab Rafa sedikit lelah.

Lelah karena para orangtua sepertinya mempermainkan niat baik dirinya dengan Ruby.

"Mudah-mudah segera dikasih izin." ucap Ratu tulus. Rafa merangkul pundak Ratu. "Ayo, kakak lo bisa nyeruduk kalo kita lama jalannya."

"Hei, ada apaan datang rame-rame?" suara seseorang membuat mereka penasaran.

Ruby bertanya masih di dalam mobil. langkah mereka kembali berbalik. Itu mobil Safir. Oh sikembar ternyata juga mau hadir di acara ngapel-nya Raja.

Suara mobil menepi semakin membuat Raja geram, kapan sampainya ia melangkah menuju rumah Rima? Demi Tuhan jaraknya sangat dekat dan kenapa butuh waktu lama singgah di pintu depan rumah Rima. Raja berbalik kembali mendekati ketiga orang yang dia ajak menemani acara ngapel perdana.

"Sayang." sapa Ruby mendekati Rafa sang kekasih lalu memeluk Ratu yang berada di tengah Rafa dan Razi. Ratu masih setia membawa bingkisan aneka buah.

Safir keluar dari mobil dan ternyata tidak hanya si kembar yang berada di mobil itu. Safir juga membawa rombongan rupanya.

"Hai semua.." Alvina menyapa adik-adik tersayang. Tak lupa Atika keluar mengekori Alvina. Ia tersenyum malu-malu menatap Razi. Entah apa yang terjadi sejak kejadian Razi menolong dari aksi serempet mobil Atika menjadi gugup bertemu Razi. Nyali berbicaranya menjadi surut.

"Siapa yang sakit?" tanya Alvina kepada Ratu. Mereka masih berkumpul ramai di depan halaman rumah Rima. Raja semakin geram. Ah kenapa jadi seramai ini?

"Kita mau lagi mau nganter Raja ngapel ke sini Mbak." terang Rafa terkikik sambil melirik si pemilik acara Raja.

"Udah ayo masuk." ajak Raja tak sabar.

"Lo mau ngapel apa acara lamaran?" sambar Safir sambil mendekati Raja dan mengedipkan matanya ke arah Ratu. Tidak ada yang memperhatikan aksi genit Safir ke Ratu kecuali Razi.

"Ehemm.." peringatan dari Razi membuat Ratu salah tingkah. Hubungan aneh dengan Safir harus tetap dirahasiakan. Ratu belum siap jika semua umat tahu. Ini jenis hubungan yang berbeda. Mereka tidak berpacaran, karena dari merekapun tidak menuntut status.

Mendengar Razi seolah terbatuk Atika merasa terpanggil. "Kamu sakit?" Atika mendekati Razi dengan malu-malu. Razi penyelamat hidupnya. "Nggak, hanya butuh asupan minum tapi udah meredah karena kehadiran kamu." ucap Razi santai tanpa beban bahkan Razi mencubit pipi tembam Atika. Gadis itu semakin salah tingkah. Razi ini play boy dan Atika harus sadar.

"Katanya, Mbak mau ikut Atika ke Australi yah?" tanya Rafa.

"Iya tiga hari lagi. Dari kemarin kan mbak tunda karena banyak kejadian. Mbak juga kasihan sama Rania. Nah berhubung situasi sudah berjalan normal mbak bisa tenang pergi."

"Kamu ikut?" tanya Razi tersenyum menatap Atika yang masih merona. "Iyalah kan kampungnya dia di sana." Safir  menyambar jawaban. Khas dirinya.

"Gue nggak tanya lo." sinis Razi.

"Gue memberitahukan. Membantu menjawab." Safir tak mau kalah.

"Oh jadi tugas lo bantu membantu yah? Pantas Ratu sekarang lebih berbeda karena sering dibantu lo." Ratu menegang dengan sindiran Razi.

"Iya gue juga lagi mau tanya sama lo berdua. Beberapa kali setiap kita ketemu lo berdua pasti abis jalan bersama. Apa yang lo bantuin si Fir?" Rafa menimpali. Ruby juga mengangguk penasaran. Mereka cukup tahu kadar keakraban Ratu dan Safir.

"Engg.. Itu .." Safir tak bisa berbicara. Mendadak hilang kekuatan menjelaskan. Tidak mungkin pula kan ia memberitahu jenis bantuan ala mereka. Bantuan menghilangkan rasa penasaran.

"Bantu cari istilah. Kebetulan cerita yang harus aku isi Safir tahu idenya." bantu Ratu yang sadar Safir sulit mencari alasan.

"Ide apaan?" tanya Ruby. Kali ini Ratu yang sulit melebarkan penjelasana. Ide apa? Baik Safir dan Ratu saling menatap gelisah mencari penjelasan yang masuk akal.

Arrhhh Razi sialan.

Razi terkikik geli melihat pasangan diam-diam ini mencari alasan. "Ide cara membuat kerajian dari cangkang telur. Safir kan ahlinya menghias dan berprakarya dari bahan telur dan Ratu menyukai itu." Ratu melotot menatap Razi. Safir sedikit gemas. Ingin sekali dia membekap mulut sialan Razi. Penjelasan macam apa itu?

"Prakarya telur?" Rafa dan Ruby semakin dibuat bingung.

"Tadi katanya ide mengisi suara? Urusan apa sama telur?" Ruby semakin membuat pasangan diam-diam ini tersudut.

"Yah ada lah By. Telur yang menetas akan menghasilkan junior yang sehat begitu digemari Ratu. Makanya Safir terus membantu. Sesungguh telur kaya akan protein walaupun juga mengandung lemak tapi konon Ratu pandai menutupi lemaknya.." Razi semakin melantur. Ini sebenarnya sedang membicarakan apa sih?

Raja yang memang sejak tadi diam sudah semakin tak tahan. Jika ia menjadi balon sudah dipastikan akan meledak saat ini juga.

"Ayo mbak aja yang temani aku. Mereka semua sinting.." Raja menarik Alvina berjalan meninggalkan perbincangan tidak penting itu.

"Hahaha, mbak pasti akan merindukan suasana kayak gini." Alvina mengikuti tarikan sambil tertawa. Yang lainpun ikut mengekori.

"Pusing ah." jawab Ruby berpegangan tangan dengan Rafa. Razi melewati sambil tertawa meninggalkan Atika dengan wajah tersipu ikut mengekor. Dan Ratu bersama pawang buayanya sedang saling tatap harap-harap cemas.

"Razi sialan." desis Safir, Ratu menyenggol lengan Safir. "Kamu sih kemarin pake ajak aku ke tempat Rafa." suara Ratu berbisik tapi terdengar manja. Safir jadi gemas sendiri.

"Daruratkan. Mana aku tahu kalau ada si kunyuk Razi di sana." Ratu terlihat cemberut lucu. Andai tidak ada orang dan mereka dalam lokasi yang aman, Safir tidak akan segan-segan mengajarkan kembali aneka rasa penasaran Ratu. Sayang sekarang lokasi mereka sangat berbahaya. "Ayo jangan sampai mereka curiga." Ratu berjalan meninggalkan Safir. Tantangan yang sangat indah. Safir masih ingat bagaimana mereka bercumbu mesra setelah kesepakatan rahasia mereka tentukan.

"Jangan sampai ada yang tahu yah! Aku malu dan belum siap." pinta Ratu, mereka berada di rumah Ratu. Kebetulan saat itu Ratu ditugaskan keluarga mengambil baju milik Rania dan Abang Aries yang sedang berada di rumah sakit. Ratu izin sebentar ingun mengambil pengisi daya ponselnya. Dan entah siapa yang memulai mereka berciuman mesra di ruang tamu. Pelayan di rumah dipastikan tidak melihat karena Ratu tidak memanggilnya.

"Kita jadi main rahasia-rahasiaan?" ucap Safir terkikik geli sambil menikmati pemandangan bibir berantakan Ratu akibat ulahnya. Lipstick warna pink muda itu sudah tak jelas ukirannya.

"Janji selama kita berstatus diam-diam kamu jangan main sama yang lain!" Safir mengangguk. Menarik Ratu ke atas pangkuannya. Mereka nakal dan sepertinya tidak perduli. Situasi memang mendukung mereka, sangat berpihak.

Sekali lagi mereka berciuman, tidak menggebu tetapi sangat lancar dan tanpa rasa risih ataupun malu. Rupanya rasa terpendam dari sebelumnya sudah terlampiaskan.

"Oke, hancur sudah persaudaraan kita." ucap Safir yang tak menyangka bisa bermesraan dengan Ratu. Catat!  Ratu.

"Oke, lagipula kita saudara yang tidak dekat satu sama lain, aku bahkan sedikit tidak menyukaimu." balas Ratu jujur, Safir mengangguk. "Iya kita tidak dekat, aku juga sama. Kamu sedikit kuper sih jadi wanita."  Ratu tidak marah bahkan mengangguk dan kembali mereka terhanyut dalam rasa penasaran yang indah.

"Fir.." lamunan Safir kembali sadar. Ratu mengajaknya segera mengikuti yang lain. Safir berjalan dengan senyuman. Begitu indah ternyata mempuyai tantangan.

Balik lagi ke tujuan utama mereka bertamu ke rumah ini. Ternyata Raja sudah ditunggu oleh pemilik rumah. Raja disambut oleh Bapak Dullah dan Ar di ruang tamu rumah itu.

"Wah Raja.. Lo mau ngapel kenape bawa rakyat Indonesia yang lain?" ledek Bapak Dullah saat melihat tidak hanya Raja yang bertandang. "Gue mah kagak tenang deh ngapel bawa rombongan begini." ucap Bapak Dullah. Raja hanya tertawa, ia tidak malu bahkan terlihat santai. Ini memang kemauannya meminta adik dan saudara sepupunya menemani dirinya.

Setelah acara salam menyalam selesai baik Bapak Dullah maupun Ar kembali terkikik dan geleng-geleng kepala. "Penuh yah tamunya." goda Ar kepada calon menantu Raja.

"Nggak ko om, Vina kebetulan emang mau ke sini. Mau pamit beberapa hari lagi Vina mau ikut Atika ke Australi." Ar hanya mengangguk. "Tapi kalo mereka emang datang menemani Raja." sambar Ruby menunjuk Rafa, Razi dan Ratu.

"Ya udah masuk deh ke dalem. Ruby panggil si Rima!" perintah Ar. Ruby yang hendak masuk berhenti karena sang tante Prisilla dan nenek sudah lebih dulu masuk ke ruangan itu sambil menggiring Rima. Ruby diam menatap penampilan Rima yang memakai dress putih dan riasan manis. Bukan Rima sekali ini, Rima yang terbiasa santai. Tapi penampilan Raja juga tidak seperti biasanya. Ruby  melirik Raja.

"Nggak perlu dipanggil. Ini udah datang..." beritahu Prisilla. Sontak semua mata menatap Rima dengan perubahan penampilannya.

"Cieeee..." ledek yang lain bersamaan, terutama Safir yang langsung melangkah mendekati Rima. Raja hanya tersenyum menatap Rima.

"Ini mah kayak mau foto prawedding berdua." goda Safir sambil memeluk Prisilla. Safir berlindung dari cubitan Rima.

"Nenek tolong.." sekarang Safir memeluk dari belakang Ibu Ipah. Rima sepertinya ingin meluapkan segala kekesalan kepada Safir. Memang seperti yang sudah-sudah Safir selalu menjadi pelampiasan.

"Wah rame amat.." Prisilla mendekati Ar suaminya. Raja memberikan salam. Sungguh manis memang pilihan Prisilla, tidak menyesal ia merestui Raja sebagai calon menantunya.

"Tante, kita sebenarnya malu juga ke sini rame-rame. Cuma Raja minta ditemani." sapa Rafa sopan.

"Makasih sayang." Ratu juga memberikan bingkisan aneka buah untuk Prisilla. Rima melirik mereka bingung.

Aneh lebih tepatnya. Ini acara apa sih? Kenapa terasa kaku yah?

"Wah rapinya tetangga." Prisilla hanya tersenyum menatap betapa manisnya para tamu di rumahnya sore hari ini.

"Eh calon mantu, besok-besok jangan bawa buah jeruk segala macem temen-temennye. Duren dong buat gue." Bapak Dullah menatap serius Raja. Ibu Ipah menghampiri suaminya. "Enak aja. Mau klenger makan duren. Nggak inget sama penyakit???"

"Hallah. Duren lo salahin. Kasihan itu duren difitnah sana sini. Die nggak berdosa."

"Iya nek.. Dia nggak berdosa. Yang aneh Rima kenapa jadi manis begini. Fitnah ini namanya. Cubit dikit ah." setelah mencubit pipi Rima, Safir kabur menjauh sebelum terkena pukulan dari Rima.

"Sini Rima, berdiri aja di situ." panggil Prisilla. "Untung ruang tamunya besar yah jadi bisa menampung tamu." Rima berjalan mendekati Prisilla dan Ar. Di kursi sampingnya duduk Raja. Mereka dipisahkan meja kecil.

"Kenapa jadi nggak ada suaranya kamu Rim?" tanya Alvina.

"Raja juga, ini aneh dan langka." sambar Safir kembali. Bahkan semua orang memperhatikan. Raja dan Rima memang belum membuka suara. Hanya saling melirik dan melempar senyum irit.

"Udah kite masuk aje. Lo juga sih Raja masa ngapel bawa rakyat sebanyak ini. Abis deh nasi di rumah diserbu mereka." ledek Bapak Dullah.

"Kagak apa-apa. Mereka cucu kita juga. Udah ayuk masuk aja. Biar mereka beduaan." ajak Ibu Ipah kepada semua cucu-cucunya.

"Gimana kalo kita jalan aja yuk rame-rame!? Kan tiga hari lagi aku mau pergi." Alvina memberikan ide yang diangguki oleh Rafa dan Ruby. Ratu dan Atika terlihat diam. Sementara Razi dan si tukang sambar Safir juga ikut mengangguk.

"Boleh juga, udah terlanjur kacau jadwal malam minggu gue hari ini. Kumpul sama rakyat di sini bukan masalah.." alasan Razi jujur.

"Ya udah sana. Sekalian ajak Rania dan Aries. Kasihan mereka juga butuh hiburan." pinta Prisilla. Alvina mengangguk.

"Raja sama Rima ikut juga yah?" ajak Alvina. Dan dengan sangat kompaknya mereka menggeleng bersamaan. "Nggak deh."

"Lah.." Safir bersuara, ia sebenarnya takjub dengan jawaban kompak Raja dan Rima.

"Cieeee..." Ruby dan Rafa menggoda.

"Kenapa nggak mau Ja?" tanya Alvina.

"Maaf mbak, aku ada urusan yang harus diselesaikan sama Rima." ucap Raja diplomatis. Alvina mengangguk.

"Besok aku akan siap menemani mbak kemanapun mbak mau." janji Raja. Alvina memakluminya. Ini moment pertama mereka sebagai sepasang kekasih. Alvina tahu rasanya.

"Ya udah nggak masalah. Ratu hubungi Rania. Ajak mereka berdua, atau kita ke sana yuk! Ganggu mereka." usul Alvina.

"Ide bagus. Udah yuk, di sini biar pasangan baru berduaan." Ruby berdiri yang diikuti yang lain.

"Atika udah beli oleh-oleh untuk orangtua kamu?" Atika menggeleng menjawab pertanyaan Prisilla. "Belum tante, tapi udah ada sih titipan dari Tante Kim."

"Biar aku yang temani nanti kalau kamu butuh supir." Razi dengan berani memegang tangan Atika.

"Hmmm..." ledek Alvina. Razi tetap percaya diri. Merayu bukan hal yang sulit. Membuat kaum hawa tersenyum adalah pekerjaan paling membahagiakan bagi Razi.

"Udeh lo aja sana pada jalan. Biar ini pasangan nikmatin acara ngapel." usir Ar. Biar bagaimanapun ia moment pertama putrinya. Ar senang melihat wajah Rima berbeda hari ini. Mereka mengantarkan rombongan berisik itu keluar rumah.

"Oke, mbak Alvina sama kita aja!" ajak Ruby menunggu mobil Rafa yang diparkir di rumah sebelah. Razi juga melakukan hal yang sama. Saat Rafa menepikan mobil, Ruby dan Alvina memasuki mobil. Alvina melirik yang lain. "Ketemu di apartement abang yah." Ratu dan Atika mengangguk. Safir sendiri sudah duduk di mobil, ia ingin mengajak Ratu. Biarkan saja Atika bersama Razi. Mobil Razipun datang.

"Atika sama gue aja. Ratu lo ama Safir yah?" baru kali ini Safir ingin memeluk Razi. Pemikiran Razi sungguh sangat baik hati. Akhirnya ia bisa berdua dengan Ratu. Beberapa hari ini mereka memang jarang bertemu.

"Oke." Atika masuk malu-malu ke mobil Razi. Baik Razi dan Safir sama-sama membalas senyum. Dua pria brengsek ini bisa juga berbagi tawa. "Thanks bro." ucap Safir tulus kepada Razi.

"Ratu anterin mereka dulu yah atau kalau mereka mau ikut ajak aja nggak apa-apa. Biar gue nanti yang jagain. Bye." dan Razipun berlalu dengan Atika di sampingnya yang tersipu.

Firasat Safir sedikit terganggu.

"Mereka?" bisik Safir masih mencari kebenaran apa maksud si sialan Razi.

"Ayo Ratu masuk!" ajak Safir.

"Aku panggil mereka dulu." Ratu berjalan ke arah rumahnya.

"Mereka siapa?" belum sempat Safir ke luar mobil. Pemandangan mama Rachel menggandeng sikembar Raga dan Raka menjadi jawaban kata mereka.

"Razi keparat, sialan, racun tikus." Safir menahan nafasnya. Jadi dia akan satu mobil dengan mereka? Duo badung si tersangka yang mengadu kepada kakak super sialannya itu? Kapan buaya bisa merdeka?

"Safir tante titip mereka yah? Tadi kata Razi kamu yang mau anterin." ucap Rachel. Mau tidak mau Safir turun menyalami tante Rachel.

"Iya tante, nggak masalah." bohongnya di tengah rasa mual dan kesal mengingat nama Razi. Ah pria itu kenapa suka sekali merecoki rencana.

"Hai Kak bird.." sapa sikembar sambil memukul mukul dan berlaga bertengkar dengan Safir. Kegiatan yang selalu mereka lakukan jika bertemu dengan Safir, menerjang dan aneka pukulan diterima Safir.. "Kali ini kalah kalian...." Safir menggoda mereka.

"Raga sama Raka temani mama Achel aja yah jangan pulang? Masa nggak mau nginap di sini?" rayu Rachel. Spontan Safir ikut mengangguk menyetujui ide Mama Rachel. Ia akan bersorak gembira jika sikembar batal mengganggu dirinya bersama Ratu. "Iye deh nginap sana!!!" batin Safir berteriak.

"Keduanya menggeleng. "Nggak mau ma, ada Oma Ara. Aku capek ditanya itu-itu aja." jawab Raga polos. Safir mengela nafas pasrah. "Gagal dehh."

Rachel terkikik, Oma Tiara memang sedang berada di rumah dan efek kepikunan membuat orangtua itu bertanya bisa berulang-ulang dengan pertanyaan yang sama. Raga dan Raka sangat lelah dan bosan mendapat pertanyaan bertubi-tubi setiap duduk menontom televisi bersama Oma Tiara.

"Lagipula tugas kita jadi detektif untuk kak bird. Kalo nggak kak Razi bilang bisammppp..." Safir membekap mulut Raka, Ratupun membekap Raga. Khawatir info yang dikeluarkan bisa merusak rahasi mereka.

"Loh kenapa?" tanya Rachel.

"Ma kita berangkat duluan." pamit Ratu.

"Ayo kita beli es krim dulu yah." rayu Safir. "Permisi tante."

"Sialaan Raziiii...." gerutu Safir dalam hati. Hampir saja. Beruntung sikembar sudah diamankan di dalam mobil.

"Iya hati-hati..." ucap Rachel sambil berlalu melangkah ke rumahnya. Setelah melihat mobil Safir pergi bersama putri dan keponakannya dengan ceria.

Benarkah ceria?

Sementara di dalam rumah tersisa Rima dan Raja di ruang tamu. Orang tua Rima dan kakek nenek sudah lebih dulu pergi ke dalam rumah. Mereka tidak mau menganggu pasangan yang sedang berpacaraan.

Nyatanya mereka memang tidak seperti orang pacaran kebanyakan. Duduk dipisahkan sofa dengan jarak satu meter di halang meja kecil.

Rima baru saja membuatkan kopi hitam untuk Raja. Meletakkannya dengan tenang.

"Ima mau ikut sama yang lain? Ini Mbak Alvina bilang mereka mau main ke apartment terus jalan-jalan?" Rima menggeleng. Dia sedang malas bertemu dengan orang-orang berisik itu.

"Ya udah kita di sini aja yah!?" Rima mengangguk.

"Nggak masalahkan kalo kita di rumah?" Rima menggeleng dan mengangguk. Raja menaikkan alisnya. Si gadis berisiknya kemana?

"Bisa nggak lo biasa aja? Jawab pake mulut bukan pake kepala." ucap Raja dengan lirikan anehnya. Rima menghembuskan nafasnya. Ia sendiri juga bingung, duduk berdua di ruang tamu dengan pakaian bak putri manis seperti ini bukan dirinya. Ia merindukan kaos santai dengan celana jeans. Dan Raja juga, apapula mengenakan pakaian rapi seperti ini?

Raja mulai sadar Rima seperti gugup atau kikuk mungkin. "Ke taman yuk, di sini auranya beda." ajak Raja yang sudah berdiri berjalan. Rima mengekori dari belakang. Tidak ada tarikan tangan atau sentuhan agar jalan sejajar. Kenapa jadi kaku? Rima cemberut dibuatnya.

"Ayo cepet! Lelet amat sih lo!" teriak Raja di jalan. Mereka seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Raja di depan dan Rima menjaga jarak.

Dasar pria tidak peka. Rima menggerutu dalam hatinya. Beruntung taman sepi. Padahal ini menjelang malam minggu, sepertinya para penghuni perumahan lebih memilih menikmati malam minggu di luar dibandingkan menikmati ayunan.

"Ayo sini!" perintah Raja sekali lagi. Raja sudah lebih dulu sampai dan langsung duduk serta menggoyangkan ayunan sendiri. Sambil menatap Rima yang berjalan bak model ratu pelan. Lama dan terasa berlarut-larut. Dan jangan lupakan ekspresi cemburut Rima. Tidak bersuara tetapi wajahnya seolah menggerutu tanpa henti.

"Kenapa lo mesem nggak kelar-kelar?" tanya Raja saat gadisnya sudah duduk di ayunan sebelah.

"Lagian lo ngajak ke sini tapi gue ditinggalin." gandeng kek kayak pacar-pacar lain. Kaku amat idup.

Raja menaikkan alisnya. Pemikiran wanita dengan segala dramanya, Raja sadar mungkin Rima ingin diperhatikan. "Lah buktinya gue di sini toa? Drama amat sih."

Drama? Dasar manusia kuno. Dia hanya mau layaknya sepasang kekasih normal. Rima berdiri kembali dan hendak meninggalkan Raja. "Mau ke mana?"

"Pulang, ganti baju terus tidur." ketus Rima. Raja segera berdiri dan menghalangi jalan Rima. Mereka berhadapan walaupun tidak bersentuhan. Raja menaikkan alisnya seperti biasa. "Kenapa pulang? Kan gue lagi ngapel?" selidik Raja. Rima memalingkan wajahnya. Sebenarnya apa maunya Raja sih?

"Abisnya lo gitu. Gue kayak nggak dianggap." ketus Rima tak berani menatap.

"Lo kira gue anggap lo kuntilanak gitu?"

Tuh kan, Raja memang manusia kuno yang terlahir kembali di era sekarang.

"Iya-iya gue tahu, ga pantes kan gue pake baju ini.." Rima jadi berfikir Raja ingin mengejek gaya pakaian Rima.

"Kata siapa? Gue justru suka lo pake baju ini. Manis dan gue suka. Lo cantik." Raja berani menatap Rima. Perlahan si gadis cerewetnya tertawa malu. Benarkah ia cantik?

"Masa sih?" tanya Rima memastikan. Raja mengangguk. "Iye toa. Lo cantik." sepertinya rasa panas di pipi Rima mulai bereaksi. Dan kenapa rasa jengkel sebelumnya memudar.

"Ayo duduk lagi." Raja kembali duduk di ayunan, Rimapun ikut duduk di ayunan. Mengikuti kemauan Raja yang katanya sedang ngapel. Mungkin tadi Rima terlalu terbawa suasana.

"Gue udah bilang sama papa dan mama. Sebulan lagi mungkin acara pertunangan." Rima melebarkan matanya. "Cepet amat Ja?"

"Itu menurut gue lama. Sebenernya gue mau kita langsung nikah aja." Rima semakin melebarkan matanya.

"Kita masih muda Raja?!" Rima menggeleng takut. Ngapel aja begini, bagaimana setelah menikah? Ah pria ini terlalu egois dan memikirkan kemauannya sendiri.

"Yang bilang tua siapa?"

"Jangan bercanda deh..!" lama-lama Rima dibuat emosi.

"Ima gue mau lo cepet-cepet halal sama gue." Rima melirik Raja. Jelas itu ungkapan jujur. "Kenapa sih emangnya?"

"Karena gue akan menunjukan siapa gue sebenarnya setelah kita resmi halal." Raja sialan. Membuat Rima merona, padahal kata-kata itu tidak romantis bahkan menjurus teka-teki. Tapi kenapa ia luluh dan suka?

"Sekarang mana ponsel lo?" Raja meminta ponsel milik Rima. Tangannya sudah ia julurkan.

"Buat apa?" Rima memberikan ponselnya. Raja terlihat mengutak-atik ponsel Rima. Jangan-jangan dia mau kayak waktu itu, memeriksa isinya.

"Nggak ada chat dari cowok lain ko. Gue sadar diri." ketus Rima. Ia tahu Raja pasti memeriksa aneka percakapan. Setelah melihat aplikasi chat Raja berpindah memeriksa akun sosial media milik Rima.

"Ini apa? Siapa nih berani colek-colek?" cecar Raja memperlihatkan layar ponsel Rima. Memang ada sebuah feature di media sosial itu dimana seseorang bisa mencolek yang lain.

"Itukan orang gue nggak kenal. Lagian gue nggak bales colek ko." Raja menaikkan alisnya. Ini alasan kenapa ia membenci orang-orang memamerkan foto sok cantik dan manisnya. Apalagi kalau bermodalkan aplikasi edit camera super cantik mulus tanpa cela. Bahkan komedo saja tidak terlihat. Ini namanya pembohongan publik, gerutu Raja dalam hati.

"Tapi ini banyak yang colek lo!"

"Ini lihat, yang colek gue bukan cuma orang yang gue kenal. Malah ini dari Pakistan, Nigeria sama ini mana lagi gue nggak tahu." bela Rima merampas ponselnya dan menjelaskan pembelaan.

"Mereka colek lo karena lo pamer foto sok manis." Raja kembali merampas ponsel milik Rima. "Ganti dp nya!!!"

Raja langsung mengambil gambar kaki Rima yang memang ada di bawahnya. "Kenapa jadi kaki gue pake sendal jepit buat dp?" Rima tidak berniat merampas tetapi gerutuan tetap ia jalankan. Meskipun ia tak sepenuhnya marah.

"Private semua foto lo!!! Ngapain sih pamer foto! Nanti kalo kita sudah nikah foto itu di pajang di dinding kamar atau ruangan lain. Jangan di media sosial. Lihat ini akibatnya! Orang colek-colek lo sembarangan." Rima hanya diam saat Raja mengganti semua visibilitas foto-foto dirinya menjadi tertutup untuk ruang publik.

"Udah delete aja semua. Percuma nggak ada yang bisa lihat!" ketus Rima,entah menyindir atau memang setuju Raja justru mengangguk dan tanpa basa-basi menghapus semua foto di mana Rima bergaya cantik, manja, sok manis dan jenis-jenis foto narsis lainnya. Raja sangat tidak menyukainya.

Reaksi Rima? Terlalu sulit dijabarkan. Memangnya kapan Raja pernah membuatnya tidak kesal? Pria keras kepala, tukang ngatur dan semaunya.

"Kalo gitu caranya gue juga mau semua foto lo di sosmed di hapus!!!" ancam Rima yang kesal dengan tindakan Raja semena. Keributan khas mereka kembali, tidak butuh waktu lama ternyata bagi mereka untuk berinteraksi ramai seperti ini.

"Oke." diluar dugaan Raja mengangguk dan secara sukarela memberikan ponsel miliknya.

"Ini ponsel gue! Lo boleh periksa dan silahkan delete semua foto gue!" Rima yang tadinya ingin marah karena sikap menang sendiri Raja mendadak kikuk. Ah kenapa susah sekali pasang aksi? Seharusnyakan Raja tidak mau kalah, tapi kenapa Raja juga menawarkan solusi? Rima mengambil ponsel itu.

"Password-nya RR85 double." Rima melirik kembali Raja yang sedang sibuk memeriksa sosmed Rima. Sedikit penasaran maksud arti password-nya .

"RR itu kita, delapan itu tanggal kemarin lo terima gue dan lima kan bulan kemarin." ucap Raja tanpa perlu membalas lirikan Rima.

Raja sampai memikirkan hal itu? Dia saja lupa saat hari itu. Karena hari itu penuh kesedihan bagi keluarganya.

"Tapi jangan disebar yah makna 85! Sepertinya hari itu bukan hari baik buat keluarga kita. Tapi gue cukup bersyukur karena dihari itu terselip kebahagiaan buat kita. Artinya Dia Maha Mendengar!" Raja menatap langit sambil tersenyum. Rima masih diam memegang ponsel Raja tanpa berniat membuka.

"Udah di delete belum?" Raja mengambil alih ponselnya setelah selesai membersihkan aneka foto dan pesan-pesan rayuan terlebih colek-colek ala sosmed. Raja membencinya.

"Ini gue udah delete gebetan yang dulu-dulu. Terus foto juga gue ganti nih!" Raja mengambil foto kaki dirinya dengan pose yang hampir sama seperti Rima. Raja menjadikan foto kaki itu dp di media sosialnya.

"Akun gue private. Atau lo mau delete lagi teman-teman gue?! Silahkan! Sisanya ini emang ada wanita tapi mereka pelanggan car wash." Rima diam tak bisa bersuara, ternyata Raja menawarkan kesepakatan berdua. Dia tidak semena-mena dan semaunya. Rima salah menduga.

"Sorry kalo tingkah gue ini ga bisa lo terima. Tapi gue nggak mau wajah lo jadi bahan fantasy mereka. Apalagi mereka nggak kenal lo. Pria itu berbeda dan gue nggak mau lo dinikmatin sama orang lain termasuk foto lo sekalipun."

"Terima nggak?" Rima diam mengerucutkan bibirnya. Kenapa saat ini susah sekali marah. Padahal bisa saja Rima menyemburkan aneka umpatan karena seenaknya Raja menghapus foto tetapi dia juga menawarkan hal yang sama.

"Heh toa jangan diem aja!" Raja menaikkan alisnya.

"Tapi kalo foto kita berdua, masa tetap ga boleh di share?" Rima merutuki jawaban dirinya yang justru berbalik bertanya. Dan.. Apa-apaan itu bertanya foto berdua? Ah Rima banting saja ponselnya!!! Kenapa jadi mau mengajak Raja foto berdua?

Raja terkikik menatap wajah super blo-on calon tunangannya. "Jadi lo mau foto sama gue?" ledek Raja, Rima memalingkan wajah. "Nanti aja yah kalo udah nikah. Share boleh, tapi di pajang di dinding rumah. Atau yang bisa lihat kita berdua aja. Udahlah gue tetep nggak mau lo pamer foto di media sosial. Titik!" Rima menghela nafas panjang. Ucapan Raja menurutnya tidak ada yang salah. Ini memang demi kelangsungan hubungan mereka.

"Sekarang kita atur masalah hubungan  sebelum menikah!?"

Apalagi ini? Raja terlalu antik.

Drt.. Drt..

"Siapa?" Raja baru saja ingin menjelaskan tetapi suara ponsel Rima mengganggu. "Mbak Alvina."

"Angkat.." Raja menatap Rima. Gadis itu sejak tadi hanya diam dan minim protes. Apa ia terlalu keras dan frontal atas peraturan hubungan mereka? Raja bukan seperti itu, ia hanya tidak menyukai aneka pamer di sosial media.

"Iya mbak.. Oh gitu? Iya nanti coba Rima tanya sama Raja. Oke.." Rima mematikan ponselnya dan menatap Raja.

"Mbak Vina bilang mereka menuju pantai. Mau main di sana. Semua ikut bahkan sikembar ikut kecuali Abang Aries, tadi katanya belum pulang tapi Rania ikut. Kalau mau kita susul mereka?" Raja mengangguk dan berdiri. Sekarang sudah cukup perkenalan ngapel gaya Raja. Dan karena Mbak Alvina akan pergi dalam jangka waktu yang lama, mungkin tidak ada salahnya bersenang-senang bersama.

"Ayo, gue mau ambil mobil nanti ke rumah lo lagi." mereka berjalan berdampingan walaupun ada jarak. Rima hanya menunduk kaku. Sejujurnya ia sedang gugup karena rasa aneh menjalar di dada. Rasanya ia ingin berteriak tetapi sulit diluapkan apalagi Rima cukup sadar Raja tidak berkeinginan menyentuhnya. Sebenarnya Raja sadar nggak sih kalau mereka kan berpacaran?

Ah kenapa Rima jadi mesum sendiri.

Raja bingung karena Rima menggelengkan kepalanya. "Kenapa?"

"Nggak apa-apa." mereka berhenti saat sudah sampai di depan rumah.

"Abis magrib gue ke rumah lo lagi. Tanggung kalo jalan sekarang." Raja melirik jam tangannya. "Oh iya itu di meja samping deket lo duduk di bawah taplak ada amplop buat lo dari gue." ucap Raja pelan.

"Hah?" Rima bingung. Raja tersenyum, manis sekali dan ini belum pernah Rima dapatkan. Ini murni senyuman tulus.

"Maaf yah kalo gue tadi keras sama lo. Gue hanya menghindari kejadian yang aneh-aneh. Sekarang banyak kasus perceraian dan aneka ribut ya tersangkanya dari sosmed. Jadi sebisa mungkin kita jangan bergantung dari sosmed. Gue nggak mau yah saat bangun tidur hal pertama yang gue lihat istri di samping gue sibuk ngeraba ponselnya hanya mau lihat sosmed." Rima pada akhirnya mengangguk dan membalas senyum tulus Raja.

"Gue janji nggak akan buat batin lo merana saat menjadi istri gue." sekali lagi Rima ingin memekik bahagia. Raja kenapa berubah sekali hari ini? Raja yang berubah atau dia sendiri?

"Udah sana siap-siap dan jangan diganti bajunya! Gue suka lihatnya." belum Rima membalas Raja sudah balik badan dan berjalan cepat meninggalkannya.

Rima kikuk dengan rasa aneh di dada. Raja sialan, kenapa hari ini seperti menebar virus aneh ke tubuhnya. Efek sampingnya jelas mampu membuat ia gugup, tak bisa bersuara dan jantung berdetak kencang. Belum lagi rasa ingin selalu tersenyum. Dikira Rima miring apa tersenyum tanpa sebab.

Rima berjalan sampai ke dalam rumahnya. Ia melangkah mendekati meja kecil di antara sofa. Ia melihat amplop putih terselip di sana. Penasaran Rima mengambilnya.

Surat cintakah? Ah Raja, ini zaman kapan memangnya? Masa surat menyurat?

Rima hampir tak percaya saat membuka amplop itu. Tidak ada surat di dalamnya. Hanya tulisan 'buat jajan' di depan amplop itu. Dan isi amplop itu ternyata beberapa lembar uang berwarna merah.

Apa maksudnya? Dan tiba-tiba Rima mengingat perbincangan dirinya dengan sang kakek dan nenek beberapa saat lalu.

"Jaman kakek pacaran dulu kalo ngapel itu kagak boleh ketemu. Jadi gue duduk di depan sama babenya nenek lo. Sampe malem juga die yang temenin, gue cuman liat Ipah senyum-senyum bawain kopi sama pisang goreng."

"Yah nggak seru amat ngapel begitu kek. Terus kapan pacarannyq! Ga seneng amat idup jaman dulu. Gimana bisa yakin kalo kakek ga berusaha deketin nenek? Pedekate gitu."

"Jangan salah. Dari situ bisa juga diliat keseriusannya."

"Iye Rim, nenek kalo abis kakek pulang selalu nunggu di dalem begitu udah ga keliatan kakek. Nenek ke depan liat deh ada uang diselipin di taplak meja. Itu dari kakek buat nenek."

"Yah ilah kayak bocah aja nek dikasih duit."

"Kalo ngomong lo Rima. Itu artinya gue siap bertanggung jawab sama idup nenek lo dan ga sabar mau cepat-cepat halal. Itu uang jerih payah gue buat nenek lo. Sedikit juga ga masalah yang penting gue bangga jika uang itu dinikmati nenek lo.

"Iya nenek selalu ingat itu Rima."

"Itu awal sebagai tanda kalo gue berjanji nggak akan membuat batinnye merana."

Jadi itu maksudnya? Rima terkikik geli jika mengingatnya. Ini sudah zaman canggih dimana Raja bisa saja meminta nomor rekeningnya, kenapa justru melakukan seperti orang zaman dulu seperti kisah asmara kakek dan neneknya? Atau jangan-jangan ini ide kakeknya?

"Dasar Raja kuno." Rima mengecup amplop itu dengan senyum merona.

TBC...
Senin, 16 Mei 2016
-mounalizza-
Mari kita ruwet bersama-sama.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top