25 - TERSIKSA BATIN
When i need love, i hold out my hand and i touch love. I never knew there was so much love, keeping me warm night and day.
***
"Katakan Aries!!!" teriakan itu menggema di sebuah gudang kosong. Rania memekik kaget menatap arah sekelilingnya. Hatinya bertanya penuh penasaran. Kenapa ia bisa berada di sini dengan kondisi seperti ini?
Kanan kiri tangannya dipegang kuat oleh dua pria dewasa menyeramkan. Setidaknya penampilan mereka membuat nyali Rania menciut, tangan-tangan kasar itu menyentuh kulit Rania.
Satu pandangan yang tak lepas dari penerawangan Rania adalah Aries di depannya. Terkulai tak berdaya menerima pukulan demi pukulan.
Ada apa ini?
Sebelumnya Rania dan Aries sedang menikmati makan siang bersama di sebuah restoran. Mereka hendak pulang dan berjalan santai saling berpelukan menuju tempat parkir. Tiba-tiba sebuah pululan keras membuat Rania menoleh ke arah suaminya.
Aries mendapat pukulan mendadak dari belakang, praktis Aries langsung tersungkur tak berdaya. Rania sendiri langsung merasa gelap karena dua tangan membekap mulut dan hidungnya dengan sapu tangan.
Dan sekarang, ia melihat pemandangan tak menyenangkan. Ini menyeramkan. Suaminya bersimbah darah dan tak bisa berbuat apa-apa.
"Jangan.." Rania berteriak tak tahan. Beberapa orang yang memukuli Aries berhenti dan menatap Rania. Mereka tersenyum penuh arti.
"Istri lo sepertinya nggak tahu kalau suaminya ternyata pembohong sejati." pria seram itu mendekati Rania. Berjalan santai.
"Sedikit aja lo sentuh atau lukain dia, nyawa lo nggak akan lama." ancam Aries tak berdaya. Aries berusaha berontak namun darah yang keluar membuat ia lemah tak berdaya. Punggung belakangnya pun terasa sangat nyeri.
"Jangan coba-coba mengancam Bang Aries!!! Mungkin lo lebih dulu yang akan mati dari pada gue!!!" Rania menarik kedua tangannya dari genggaman dua orang di kanan kirinya. Terlebih satu orang yang ingin mendekatinya sepertinya memberikan izin. Rania berdiri tegap dengan berania. Toh kekuatan Rania tidak sebanding dengan mereka.
"Manis, apa kamu tahu jenis pekerjaan suami kamu?" pria itu berdiri di samping Rania sambil mengajak Rania menatap Aries.
Rania tak tahan menatap Aries lemah berusaha berdiri dan aliran darah dari pelipis bibirnya. "Lepaskan kami! Berapapun uang akan kami bayar!" pinta Rania ingin mendekati Aries. Pria itu menahan tangannya.
"Kamu mendekati suamimu, pukulan akan kembali dilayangkan untuknya!" Rania mengangguk menuruti ancaman pria itu. Rania menangis tak kuasa, ia tidak menatap sekeliling, fokusnya hanya untuk Aries yang kesakitan di hadapannya.
"Jadi kamu mengira kita adalah sekawanan perampok?" tanya pria itu meledek Rania. Beberapa pria seram lainnya ikut tertawa mengejek.
"Don kita disangka maling? Apa sekalian memperkosa aja yah?"
"Hahah..." Rania semakin takut. Aries menatap tak berdaya. "Lepasin brengsek!!!" teriak Aries.
"Maka katakan yang sejujurnya sama kita!!!" teriakan pria di sebelahnya membuat Rania semakin takut. Tangisnya pecah, ditambah rasa sakit di sekitar perut bagian bawahnya. Rasanya seperti kram mendadak. Rania berusaha tak memperdulikan, ia tetap berdiri menatap Aries.
"Kakak..." panggilnya sambil terisak. Aries menatap kasihan Rania. Ia menyesal menerima ajakan istrinya makan siang di rumah. Kondisi Rania masih belum stabil. Kandungannya masih sangat lemah.
Demi Tuhan, Aries rela mati saat ini jika Rania dan calon anaknya bisa terbebas dari tempat ini. "Gue mohon, keluarkan istri gue sekarang dari sini." suara Aries terdengar lirih.
"Terlambat. Ini balasan karena kesombongan lo selama ini. Lagi pula istri lo harus tahu siapa suaminya sebenarnya." Rania tetap tidak mau menatap yang lain selaian Aries. Bahkan pria itu menarik tangan Rania agar mendekat ke arah meja dekat Aries, fokus Rania tetap sang suami.
"Kakak..." tangis Rania semakin pecah saat mereka berdekatan. Rania duduk di samping Aries. Memeluk Aries dengan sayang. Keduanya meringis merasakan rasa sakit masing-masing. "Kakak baik-baik aja." Aries berusaha duduk di tengah rasa pusing dan lemas yang ia rasakan.
"Lihat manis!!!" panggil pria itu. Rupanya ia ingin menunjukan sebuah foto di laptop yang berada di meja kecil itu kepada Rania.
"Lihat brengsek!!!" teriakan itu membuat Rania semakin memeluk Aries. Ia tidak mau menatap apapun. Rania takut bercampur bingung dengan situasi yang sedang terjadi.
"Lihat kelakuan suami lo!!!" panggilnya geram. Bahkan pria itu ikut duduk dan menarik paksa Rania berdiri, menyeret Rania agar menatap laptop itu. "Arrhg..."
"Lepassin dia sialan.." teriak Aries. Berdiripun dirasa tak mampu. Aries ingin berteriak marah atas ketidakberdayaan dirinya. Menjaga istrinya saja ia tidak mampu.
"Lihat brengsek!!!" paksa pria itu. Rania berdiri kaku menatap pemandangan di layar itu. Di sana terlihat Aries sedang berdiri sambil merangkul seorang wanita sexy. Rania ingat baju itu, Rania ingat Aries pernah memakai baju itu beberapa waktu yang lalu. Saat itu Aries bilang ia ada acara teman lama.
"Iya, itu suami kamu dengan aneka wanita-wanita jualannya.." seakan ingin membantu rasa penasaran Rania, pria itu menambahinya.
"Brengsek!!! Sialan!!! Rania jangan percaya!!! Kakak bisa menjelaskan." teriak Rania frustasi. Aries menyeret dirinya agar bisa melihat apa yang istrinya lihat.
"Suami kamu itu punya bisnis gelap sampingan cantik. Dia penadah dari boss besar. Dia pria brengsek sama seperti kami." layar itu bergerak selang beberapa detik dan memperlihat Aries duduk dan tertawa bersama wanita-wanita berbeda yang tak kalah sexy-nya. Tidak ada kecanggungan dalam bahasa tubuh Aries. Setidaknya itu yang Rania kira.
"Nggak mungkin..hiks.." lirih Rania.
"Mungkin saja manis. Selama ini kamu tidak tahu kan apa saja yang dilakukan suami kamu?" Rania memberanikan diri menatap ke bawah, tepatnya arah Aries. Lagipula ia memang tidak tahan melihat foto-foto itu.
Rania menatap tak percaya Aries. Apalagi ini? "Kakak.." panggilan ini berbeda. Ini bukan panggilan membutuhkan, ini seperti nada kekecewaan.
Aries menggeleng frustasi. "Bukan waktu yang tepat untuk menjelaskan sekarang Rania. Kakak bersumpah ini tidak seperti yang kamu lihat sayang." Rania merasa sedikit jijik mendengar kata sayang yang Aries ucapkan. Mungkin Aries juga menggunakan kata itu kepada wanita lain.
"Percaya sama kakak Rania!!!" Aries berusaha menatap Rania di tengah rasa pusing melanda.
"Ayo brengsek!!! Jujur siapa di belakang lo!!!" pria itu membentak Aries. "Bunuh gue aja sialan..." ucap Aries lemah.
"Beri dia sentuhan lagi!!!" Rania menggeleng saat beberapa orang kembali mendekati Aries dan menendang sesukanya ke tubuh Aries. Dengan keberanian yang entah datang dari mana Rania ikut tersungkur memeluk Aries, melindungi suaminya dari terjangan orang-orang yang tidak ia kenal itu siapa.
"Arrhhgh..." teriak Rania karena ia merasa pukulan menyakitkan mendarat di sekitar pahanya.
"Minggir Rania jangan di sini!!!" bentak Aries sebelum akhirnya gelap menyelimuti.
***
Di kamar Aries dan Rania.
"Minggir Rania jangan di sini!!!"
"Kakak..." Rania kembali bermimpi buruk. Mimpi akan kejadian dua minggu silam. Nafasnya tersengal seluruh badannya terasa dingin. Ia merasa takut. Pukulan bertubi-tubi itu sungguh menyakitkan.
Takut kejadian itu akan kembali terulang. Rania melirik nakas di sampingnya. Baru pukul sepuluh malam. Ia memang sempat makan malam bersama mama mertua pukul tujuh dan pamit ingin beristirahat kembali. Ia lalu melirik arah sampingnya, di mana tempat yang biasa Aries tempati masih kosong.
Rania menunduk dan meraba perut ratanya. Ia benar-benar sendirian sekarang. Semenjak kejadian dua minggu yang lalu Aries memang sedikit berubah. Jelas berubah karena kejadian itu berakibat fatal, mereka harus mengikhlaskan calon kebahagiaan pergi untuk selama-lamanya.
Ini sudah malam ke lima Aries tidak pulang dan menemami istrinya. Rania memang diperbolehkan keluar dari rumah sakit hampir seminggu yang lalu. Selama di rumah sakit Aries tidak pernah sekalipun meninggalkan Rania. Ia selalu berada di samping istrinya itu. Menemani di saat Rania histeris tak terima akan kepergian calon anak mereka.
Aries dengan sabar dan rasa bersalah yang sangat dalam mendampinginya. Di tengah luka dan kesakitan yang juga ia derita. Seolah tak perduli Aries tidak memprioritaskan kesehatannya. Rania lebih utama.
Tetapi keadaan berubah saat Rania diizinkan pulang. Aries memang menemani Rania hingga ia tertidur tetapi entah pergi kemana setiap malam jika Rania terbangun ia tidak menemukan Aries di sampingnya.
Aries akan kembali dipagi hari atau sore kembali menjelang malam. Berdalih ia harus menyelesaikan pekerjaan yang terbengkalai. Jauh di lubuk hati Rania ia tahu sang suami sedang menghindarinya. Rania tahu Aries merasa bersalah teramat dalam atas semua yang terjadi.
Rania bahkan belum membahas perihal rahasia Aries dan pekerjaan sampingannya. Keluarga hanya tahu mereka mengalami musibah perampokan saat sedang pergi berdua. Hanya beberapa saja yang tahu kejadian sesungguhnya. Rania sempat bertanya dengan Rafa sang kakak.
"Ran, kamu harus percaya sama abang. Kita nggak sedang nekat masuk ke dunia hitam ko. Abang bukan seperti yang dibicarakan. Mengenai foto-foto itu, kamu tenang saja, aku ada di sana saat abang harus berakting mesra dengan wanita penggoda. Hanya sampai memeluk pinggang tidak lebih."
Rania masih ingat penjelasan sekelibat Rafa. Ia memang masih belum mempunyai waktu pas untuk bertanya dan meminta penjelasan. Seluruh keluarga selalu menemani dan saat malam menjelang Aries memaksa dirinya untuk tidur dan tidak memikirkan yang lain. Ia tahu sang suami memendam rasa bersalah. Rania mau Aries berbagi penderitaan. Mereka juga sama-sama berduka.
"Kamu tahu Ran, abang terpukul banget waktu tahu kamu keguguran. Kakak belum pernah lihat abang menangis seperti itu."
Lagi-lagi Rania teringat ucapan Rafa. Tapi kenapa Aries seolah tidak mau berbagi duka dengannya? Rania sadar, suaminya sedikit malu jika Rania menatap atau pandangan mata mereka bertemu. Rania sadar itu.
"Kakak..." panggilnya sambil meraba bantal milik Aries. Ada di mana sekarang dan sedang apa? Pikiran Rania berkecamuk. Rania mengambil ponselnya dan menghubungi Aries namun hanya suara operator yang menjawab. Selalu seperti itu. Kenapa Aries menikmati rasa ini sendiri? Ia juga mau diajak terlibat.
Lama Rania berfikir akhirnya ia ingin berbuat nekat, dengan keberanian seadaanya Rania mengambil tas miliknya dan memakai jacket tanpa perlu lama-lama mengganti baju. Ia hanya memakai piyama berwarna hijau.
Pelan Rania keluar kamar. Suasana sudah terlihat sepi di rumah itu. Mungkin Rima masih terjaga di kamarnya, tetapi kali ini Rania tidak mau mengganggu adik iparnya. Sudah cukup Rima selalu menemaninya belakangan ini.
"Masih jam sepuluh." ucapnya pelan saat ia keluar rumah itu. Hanya satu tujuan Rania kali ini. Ia ingin pergi ke apartment milik suaminya. Ada atau tidak sang suami di sana ia tetap akan ke sana.
Samar Rania mendengar suara orang berbicara di halaman rumah. Rania mengintip dari dalam garasi yang masih terbuka satu pintunya.
"Ah ribet banget sih lo. Buruan deh dirapiin gue capek mau tidur!"
"Berisik lo toa, bukannya bantu pegangin ini malah nyerocos nggak guna!"
"Lagian siapa suruh sih kerajinan ngerapiin sepeda butut papa? Cari muka."
"Heh, gue nggak perlu cari muka di depan papa. Udah berisik lo toa!!! Elapin keringet gue nih. Asisten nggak guna."
"Tugas gue nggak mamfaat banget dari tadi. Suruh pegang handuk kecil lo, ambilin lo minum, pegang ini lagi. Ah gue ngantuk kuno."
"Iya maap kalo ngantuk. Cuma dari kemarin kan gue nggak sempat ketemu lo. Cuma malam aja bisa. Emangnya lo nggak kangen sama gue?"
"Lah lo juga aneh. Sok sibuk. Nenek sama kakek tanyain. Heh Rima mana pacar baru lo? Ko kagak ngapel?"
"Yah nanti malam minggu gue ngapelnya. Hari biasa yah kerja. Dasar toa..."
"Udah cepet deh gue ngantuk kuno!!!"
Rania tahu suara-suara siapa itu. Pasangan aneh yang baru saja mendapat restu dari seluruh keluarga. Mundur menghindar dari mereka sepertinya bukan pilihan terbaik.
"Eh Ran mau ke mana?" Rima yang sedang memegang kotak perkakas melihat kemunculan Rania dari pintu garasi. Raja yang sedang berjongkok merapikan sepeda juga ikut melirik ke arah Rania.
"Mau ke mana Ran? Ini udah malam?" tambah Raja. Rania mendekati mereka berdua.
"Mau ke apartement. Mungkin kak Aries ada di sana. Bye..." Rania melewati mereka berdua dengan santai. Rima menahan tangan kakak iparnya. "Gila lo, udah malam jalan sendiri! Kondisi lo juga masih lemah Ran." Raja ikut mengangguk dengan perkataan Rima.
"Ayo kita yang antar!" Raja berdiri dan memasukan sepeda ke dalam garasi. Sepeda itu memang milik orang tua Rima.
"Heh toa, izin dulu sama papa mama!" Rima menggeleng. "Yailah cuma jalan anter Rania aja pake izin. Lagian papa mama udah tidur. Udah buruan sana ambil mobil. Kasihan nih kakak ipar kedinginan menanti pelukan abang." goda Rima sambil merangkul Rania. Raja berlari menuju rumahnya mengambil kendaraan.
"Ran, emang abang lagi ada di apartment?" Rania mengangguk. Ia memang berbohong karena tidak mau Rima tahu ada kejanggalan. Bisa ramai jika Rima tahu.
"Abang kayaknya lagi sibuk yah?" Rania kembali mengangguk. "Gue masih nggak tega waktu lihat abang nangis dan bilang dia nggak becus jagain lo berdua." Rima menutup mulutnya.
"So-sorry Ran bukan maksud gue.." Rima merutuki keteledorannya. Padahal seluruh keluarga sedang berupaya melupakan kejadian itu.
"Ayo." Raja sudah siap dengan mobilnya. Rima hendak ikut Rania duduk di belakang tetapi tatapan mata Raja garang, belum lagi satu alisnya yang sengaja dinaikkan. Entah kenapa Rima jadi tertawa. Dia baru menyadari beberapa hari ini tatapan menyebalkan itu hilang dari pandangannya.
"Lo udah makan Ran?" tanya Rima membalikkan badan. Kakak iparnya itu menyandar sambil melamun menatap kaca jalanan. Situasi ibukota jam sepuluh malam tampaknya masih ramai. "Udah tadi."
"Gue belum." Raja menyambar sambil fokus menyetir. Rima melirik bingung. "Kenapa belum makan?"
"Yah belum sempet." jawab Raja. "Sempetin!!! Udah gede juga." sewot Rima.
"Kita makan dulu aja yah?" tawar Raja. Mendengar itu Rania duduk tegap. "Antar aku dulu deh, baru kalian bisa kencan berdua." Rania tidak mau berlama-lama terlebih menemani pasangan aneh nan berisik selalu.
"Yah kenapa? Sebentar aja Ran?" ajak Rima. Rania tersenyum sambil menggeleng. "Aku ngantuk Rim.."
"Iye kita anterin lo dulu. Lagian gue yakin lo bosen liat muka si toa kan?" ledek Raja. Rima memukul lengan Raja. Mereka tampak asyik bercanda rupanya. Rania kembali duduk dan memalingkan wajahnya.
"Lo masih kuat nyetir?" tanya Rima kepada Raja. "Lo kira gue tua renta. Ke kutub juga gue masih kuat." sombongnya Raja. Rima mencibir.
Puk.
"Jangan pasang musik. Merusak suasana!" tangan Rima menarik tangan Raja yang sepertinya ingin menghidupkan radio ataupun lagu-lagu yang ada di sana. "Kenapa?" balasnya sewot.
"Lo pasti mau dengerin lagu kuno kan? Ah ogah gue. Rania juga bisa stress kalo denger lagu meratap ala lo." sembur Rima.
"Yee siapa juga yang mau denger lagu meratap. Sekarang gue mau denger lagu yang semangat." Rima kembali menarik tangan Raja. Bahkan Rima menggenggamnya erat tangan kiri Raja dengan dua tangannya. "Nggak mau. Jangan sekarang Rajaa.." pintanya antara ketus dan manja. Raja melirik bingung.
Sebenarnya ia bingung dengan tindakan Rima yang menggenggam tangannya tanpa niat dilepas. Bahkan sampai Raja menatap tangannya sendiri Rima tetap tak tahu malu menggenggam dan meletakkannya di paha.
"Nanti aja nyanyinya. Gue mau lo cerita tentang reaksi papa dan mama perihal acara kita nanti." suara Rima nyaris tak terdengar. Raja terkikik geli, bahkan saat malupun Rima tetap aneh.
"Emang acara kita apa?" ledek Raja sambil mengkerlingkan matanya. Dan jangan lupakan tangan kiri Raja yang masih setia di genggam dan di letakkan di paha Rima.
"Ya acara itu.." ketus Rima sambil meremas tangan Raja dipangkuannya. Raja tahu Rima ingin bertanya acara pertunangan mereka. Kedua keluarga sudah sepakat akan melaksanakan pertunangan satu bulan lagi. Menunggu sampai kondisi berduka Aries dan Rania memudar, meskipun Aries sejak awal sudah mengatakan tidak masalah tetapi keluarga Raja seakan tahu diri. Mereka juga ikut berkabung atas kehilangan calon keturunan dari Rania.
Rima sebenarnya ingin bertanya dengan sang papa, tetapi semenjak kejadian itu sang papa Ar lebih banyak diam dan mengurung diri di kamar. Bahkan Rima pernah memergoki Aries sedang dimarahi habis-habisan oleh sang papa.
"Udah, jadi apa nggaknya itu acara kan nggak ngerubah komitmen kita. Sekarang nikmatin aja. Ngebet bener lo mau gue halallin." Rima memalingkan wajahnya tanpa melepas genggaman.
"Duh pura-pura malu tapi tetep tangan gue diremes." sontak Rima melepas dan melempar tangan itu. Raja tertawa terbahak-bahak. "Dasar toa." Raja menoel kepala Rima. "Kuno." ketus Rima memalingkan wajah.
"Ya udah ah dengerin lagu aja." goda Raja dan kembali tangan Rima menarik tangan Raja. Menggengam erat tanpa berniat melepas. "Males ah kuno kalo denger lagu lawas loh. Masa malem-malem dangdutan."
"Yee gue lagi mau dengerin when i need you toa!" Rima tetap menggeleng.
"When i need you, i just close my eyes and im with you, and all that so want to give you, its only a heart beat away.." nyanyi Raja tak tahu malu. Mendadak Rima gugup. Ah kenapa si kuno ini mampu membuat hatinya serba salah yah? Cara kuno yang tak pernah dimakan zaman.
Rupanya mereka tidak sadar tingkah mereka disaksikam pada wanita di belakangnya yang sedang dilanda galau. "Pacaran aja terus. Aku dilupain." sindir Rania tak tahan.
"Emang kita pacaran.." bela Rima. Rania kembali duduk tegap di tengah dan menunjuk arah tangannya ke arah genggaman Raja dan Rima.
"Mesra kalian berdua kan aneh." cibir Rania kesal. "Udah ngebut aja Ja jalannya!" pinta Rania tak tahan.
"Sabar Nyonya Aries." goda Raja. Rania menyandarkan tubuhnya. Nyonya Aries? Bahkan suaminya itu saja sedang menghindarinya.
***
Di depan lobby apartment.
"Thanks yah. Udah nggak perlu diantar ke atas. Kasihan Raja lapar." potong Rania saat Rima ingin turun.
"Nggak apa-apa lo naik sendiri?" tanya Rima khawatir. "Kalau abang nggak ada gimana?"
"Ada ko, tadikan aku udah kabarin." bohong Rania. Ia segera turun dan melambai kepada Raja dan Rima. Mengusir secara halus.
"Jangan berantem terus udah malem." ledek Rania pelan. Keduanya hanya mengangguk. "Udah masuk sana!" perintah Raja. Raniapun segera berbalik badan tanpa perduli lagi suara Raja dan Rima, biarlah pasangan itu bermesraan dengan caranya sendiri.
Sekarang ada yang lebih utaman, Aries suaminya. Hatinya mendadak gelisah. Apa suaminya ada di sana? Jika benar ia akan semakin kecewa karena Aries benar-benar menghindarinya.
Tapi kenapa?
Jika Aries tidak ada di sanapun Rania semakin kecewa dan bahkan berfikiran yang tidak-tidak. Apa jangan-jangan Aries sedang bersenang-senang dengan wanita penghibur? Rania menggeleng pelan, ia menekan kartu miliknya ke dalam lift. Segala sesuatu harus ia terima nantinya.
Tling.
Rania sudah berada di lantai yang dituju. Ragu ia ingin menekan kembali kartu ke pintu apartement. Matanya terpejam dan segera memberanikan diri masuk ke dalam apartment. Suara pelan acara televisi menyambut dirinya. Ini menandakan ada penghuni di sini.
Rania berjalan, lampu cukup remang di sana. Hanya satu lampu yang dinyalakan terhalang sekat oleh Rania. Ruangan televisi tidak berpenghuni walaupun menyala. Sekilas Rania melihat meja yang berantakan di sana. Ada beberapa kotak makanan yang belum tersentuh dan sudah dibuka, lalu minuman kaleng yang sudah terbuka. Aroma rokok sangat dominan di ruangan itu. Rania menoleh arah dapur yang terlihat baik-baik saja. Ia belum berani melirik kamar miliknya dan Aries.
Apakah Aries ada di sana? Jangan-jangan bersama wanita lain? Tapi tidak ada tanda keberadaan wanita, Rania meneliti gelas dan botol minuman. Ia tidak melihat bekas lipstik seperti yang selalu ia lihat di drama-drama televisi.
Pintu balkon terbuka dan Rania melihat asap dari arah sana. Asap rokok sedang mengebul di sana. Pelan Rania berjalan. Ia berhenti saat melihat sang suami sedang berdiri kaku membelakanginya menatap awan gelap sambil menghisap rokok. Kenapa suaminya lebih memilih sendiri dari pada dengannya?
Perlahan Rania berjalan mendekati Aries. Pria itu tak sadar Rania tepat di belakangnya. Menatap punggung kokoh yang sedikit terlihat kurus dan tidak berbalut apapun. Aries memang hanya memakai celana jeans tanpa khawatir bertelanjang dada. Kebiasaan Aries jika ingin tidur.
Rania meringis melihat memar-memar biru dan goresan luka yang masih tersisa di sana. Kenapa suaminya tidak meminta bantuan kepadanya? Setelah ke luar dari rumah sakit dan selama di rumah sakit suaminya tidak pernah mengeluh padahal ia juga terluka.
"Huuufft.." helaan nafas terdengar frustasi mampu dirasa Rania. Aries kembali menghisap rokok. Tanpa pertimbangan Rania langsung memeluk pinggang Aries. Membuat Aries merapikan posisinya kaku. Aries terkejut akan sentuhan lembut ini.
"Kenapa kakak meninggalkan Rania sendirian?" ucap Rania pelan sambil terisak. Rania benar-benar merindukan tubuh ini. Dekapan perlindungannya.
"Rania..?" tanpa berniat berbalik badan Aries sudah hafal tangan mungil ini. Terlebih aroma Rania yang sangat manis.
"Aku sendirian lagi.." isaknya sambil terus memeluk erat Aries. Bahkan tetesan air mata Rania dapat Aries rasakan di punggung belakang.
"Maaf." ucap Aries menunduk. Memperhatikan tangan mungil Rania melingkari pinggangnya. Aries tidak berniat membalas sentuhan. Ia berdiri kaku. Membuang sembarang puntung rokok, kedua tangnnya mencengkram pagar besi dengan kuat.
"Rania mau sama kakak. Menemani kakak. Bukankah kita sudah berjanji?" Rania sadar suaminya tidak membalas sentuhannya. Pelan Rania mengecup punggung Aries. Ia sudah tidak perduli apa itu rasa malu. Aries suaminya dan ini hal normal.
Aries memejamkan mata. Tak tahan akan sentuhan Rania Aries berbalik badan. Mereka saling bertatapan. Rania tampak kaget menatap wajah kusut Aries. Sepertinya Aries baru saja dipukuli. Ini luka terbaru, luka beberapa waktu yang lalu sudah memudar. Tidak mungkin belum hilang perlahan.
"Kakak kenapa?" tanya Rania khawatir. Aries menggeleng dan menarik tangan Rania ke dalam. "Kamu harus istirahat. Ayo ke kamar." Rania menuruti perintah sang suami. Tangan Aries terasa dingin di kulit Rania.
"Kamu sendiri ke sini?" tanya Aries saat ia menduduki Rania di kasur. "Ini yang terakhir kali kamu berbuat nekat. Jika masih kamu lakukan kakak akan marah besar." Rania berani menatap suaminya. Ia bahkan tidak perduli mata tajam Aries yang mengancam. Rania mengelus wajah Aries. Meraba luka lebam itu.
"Rania di antar Raja dan Rima." ucapnya lembut, menghadirkan senyum untuk suaminya yang berarti ia ingin menemaninya dalam keadaan apapun. "Kakak kenapa?" sekali lagi Rania bertanya. Aries menarik tangan Rania dari wajahnya. "Tidurlah! Kakak di depan mau mengurus pekerjaan." Ariea berdiri dan Rania menahan tangannya.
"Pekerjaan kakak menghindari aku bukan?" entah kenapa Rania yang sekarang suka sekali bertindak di luar sifatnya. Aries hanya melihat sekilas lalu berjalan hendak meninggalkan Rania. "Tidurlah."
Rania tak tinggal diam, ia berjalan cepat melewati Aries mengunci pintu kamar dan membuang kunci itu asal entah di mana. "Kakak masih ingat saat hari kedua kita menikah? Kakak melempar kunci kamar sembarang. Kita mengurung diri di kamar sampai sore." jelas Rania sambil tersenyum. Aries memejamkan mata menahan semua gejolak di dalam hati.
"Mau kamu apa Rania? Ini sudah malam, cepat istirahat!" Rania menggeleng dan mendekati kembali Aries. Memeluk pinggang Aries dengan berani. Suaminya hanya diam menatap wajah manis Rania yang menenangkan tanpa perlu membalas pelukan.
"Rania mau kakak juga istirahat. Rania mau kakak membagi semua hal sama Rania!" Aries tertawa mengejek. Sebenarnya ia mengejek dirinya sendiri.
"Kakak nggak bisa dan nggak mau." Aries memalingkan wajahnya. Hembusan nafas Rania menggelitik dada telanjangnya. "Kenapa? Apa Rania terlihat lucu meminta hal itu?"
"Rania." panggil Aries saat tangan Rania meraba pelan dada bidang Aries. "Rania akan siap mendengar rahasia kakak atau apapun itu. Baik, jika kakak tidak bisa, tapi jangan menjauh dari Rania." sedikit terbata Rania mengucapkan itu.
"Cerita kak! Bagi bersama Rania!" Aries membuka jacket yang Rania kenakan. Istrinya yang menggemaskan mengenakan piyama. Bodoh, pergi ke luar rumah tanpa perlu memikirkan pakaian yang dikenakan. Aries yakin Rania tidak perduli.
"Jangan sekali lagi kamu ke luar rumah tanpa berfikir mengganti baju!" tegas Aries, Rania malah terkikik sambil meraba dada dingin di depannya. "Biarin." manjanya lagi.
"Ayo, Rania obati luka ini!" tawarnya lembut. Aries menggeleng, ia justru menarik tangan Rania lagi ke tempat tidur. Merebahkan istri manisnya. Menyelimuti dengan lembut dan mengusap kepala Rania. "Tidurlah!" Rania hanya menatap sedikit kecewa tapi ia harus sabar. Lambat laun ia mulai mengerti cara menaklukan suaminya. Ini sudah lebih dari cukup, asal suaminya berjarak dekat dengannya.
"Kakak nggak mau tidur juga?" tanya Rania saat Aries sedang menunduk di lantai mencari kunci yang dilemparkan Rania sembarang. "Setelah ini." Rania mengangguk dan merelakan Aries keluar kamar.
Sebenarnya hatinya meringis sakit, tetapi ia sudah berjanji. Rania yang lemah sudah terkubur mati. Rania yang sekarang harus kuat dan mampu mendampingi Aries apapun yang terjadi. Selang satu jam Rania terus saja gelisah berusaha memejamkan mata. Aries tak kunjung masuk ke kamar.
Dengan rasa penasaran ia kembali ke luar kamar. Tatapannya terpaku menatap sang suami duduk bersandar di sofa tetap bertelanjang dada. Matanya terpejam dan mencari sandaran nyaman di kepala sofa.
Jika ingin menangis sebenarnya bisa saja Rania lakukan, jelasRania kecewa. Aries tetap menjaga jarak. Tetapi urung Rania lakukan.
Tenang Rania menutup pintu balkon, merapikan meja yang berantakan oleh makanan dan minuman kaleng kosong. Ia juga sempat mematikan layar televisi, lalu Rania duduk di samping Aries. Menatap wajah lelah suaminya.
Perlahan tapi pasti ia merebahkan dirinya di sofa yang di duduki Aries, meletakkan kepalanya di paha Aries. Berusaha memejamkan mata di dekat suaminya. Terserah jika nanti Aries sadar, mungkin penolakan lagi yang akan diterima tetapi Rania tidak perduli. Ia ingin memejamkan mata dengan nyaman. Dan di dekat suaminya adalah hal yang paling nyaman.
Tak beberapa lama Aries sadar Rania menelusupkan kepalanya di sekitar pinggang bahkan tangan Rania mencari pelukan nyaman. Istrinya tertidur.
"Keras kepala." ucap Aries sambil merapikan baju Rania yang naik sedikit hingga memperlihatkan perutnya.
"Maafkan kakak sayang. Berhadapan denganmu adalah hal yang sedang ingin kakak hindari. Kakak malu dan merasa tak pantas. Kakak pecundang.." pelan Aries mengangkat Rania masuk kembali ke kamar. Udara di kamar lebih sejuk dibandingkan di luar.
Setelah merebahkan Rania, akhirnya Aries tak kuasa menahan rasa rindunya kepada Rania. Ia ikut tidur dan memeluk Rania. Senyuman Rania yang manis memang sulit untuk ditolak. Aries memang sudah mengakui cintanya untuk Rania.
Sejauh apapun ia menghindar tapi jika cinta toh akan kembali. Dan Rania membuktikan jika ia memang akan kembali.
"Maafkan kakak sayang." sekali lagi ucap Aries lirih. Ia hanya memeluk dan merapikan helaian rambut tanpa berniat mengecup. Sepertinya Aries merasa masih belum berhak meluapkan gairahnya pada Rania. Kesalahannya begitu fatal.
Kesombongan yang baru ia sadari mampu membuat orangnya yang dicintainya menderita. Mungkin tidak hanya menderita, tetapi tersiksa batinnya jika terus bersama.
Mungkin. Itu hanya dugaan Aries yang sedang merasa semua yang ia lakukan tak berguna.
"Gue udah bilang dari awal. Jangan main-main Aries. Papa sama Om lo itu udah susah payah membersihkan nama dari dunia hitam, eh lo malah nekat. Sekarang begini jadinya? Lo dapat teguran dari kesombongan lo."
"Maafkan Aries pa. Aries mengaku kecolongan."
"Sekarang menyesal kan? Dulu gue sama kayak lo waktu kehilangan calon adik lo. Sebelum Rima lahir, gue juga ngalamin hal yang lo dapetin sekarang. Untung keluarga mertua lo nggak cukup penasaran sama alesan kemalingan yang lo buat. Urus semuanya sebelum lo menyesal..!"
"Tapi pa.."
"Masih tapi-tapi lagi? Kali ini gue angkat tangan kalo lo mau tetap melanjutkan. Lo bukan hanya membahayakan diri lo dan Rania. Tapi orang banyak."
Aries masih mengingat ucapan sang papa tadi siang dan pululan yang dilayangkan untuknya. Mungkinkah benar yang diucapkan sang papa, semua pihak akan terkena dampak?
***
TBC.
Jumat, 13 Mei 2016
-mounalizza-
Ada yang tanya cerita ini kapan kelarnya? Lama banget capek. Kalau capek menunggu ya nggak usah dibaca jg gpp.. Hehehe. Utk crita ini aku blum tahu sampe brp part..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top