22 - BERJUANG TULUS

Mulmed : Justin B - Sorry

Is it too late now to say sorry?

Masih di hari yang sama..

Menjelang siang di rumah Safir.

"Kenapa nggak bilang sih Fir ada dia di rumah lo.." bisik Razi jengkel kepada Safir.

Razi baru saja duduk santai di ruang makan rumah orangtua Safir. Dan penampakan Atika sedang duduk manis di meja makan membuatnya sebal bercampur penasaran. Ia tidak menduga Atika ada di rumah ini.

Ini sudah beberapa hari Atika satu negara dengannya dan hari ini mereka kembali bertemu.

Setiap hari mereka memang sering berkumpul, karena dimana ada Alvina disitu Atika juga ikut berada. Razi sadar tingkahnya sungguh kekanakan. Tetapi entah kenapa ia selalu merasa tak siap bertemu dengan Atika. Seperti kemarin malam saat semua keluarga berkumpul di rumah Aries, ia hanya sampai di pintu bagian depan saja.

Langkahnya terhenti saat mendengar suara tawa Atika dengan keluarga besarnya. Semudah itukah Atika mampu bercengkrama? Bahkan adik-adik Razi bisa dekat dengan mudahnya bersama Atika. Raga dan Raka terlihat senang bermain bahkan menjadi satu team dengan Atika.

"Mama yang suruh dia nginap di sini." balas Safir tanpa perduli. Ia tetap melanjutkan makan siangnya. Perduli apa dia dengan Atika dan Razi.

"Razi kenapa nggak dimakan masakan tante?" tanya Kimberly yang sedang berdiri di hadapan mereka. Atika sedari tadi tidak memperhatikan atau melirik Razi. Seolah Razi tak berbentuk di seberangnya.

"Iya tante, tadi di rumah aku udah makan." balas Razi sopan.

"Bohong ma, dia grogi." Safir dan sifat menyambarnya. Bahkan pria itu tetap asyik menikmati makanan tanpa perlu repot memperhatikan wajah Razi. Kejengkelan Razi semakin menjadi.

Kimberly duduk dan melirik Atika. "Jadi kepulangan kamu ditunda?" tangan Kimberly memegang lengan Atika. Razi mau tidak mau mendengar, ia mengalihkannya dengan menyambar satu gelas air dingin.

"Iya tante, pokoknya aku tunggu mbak Alvina. Sekarang aku mau puas-puasin aja liburan di sini." suara riang Atika mulai menjalar di telinga Razi.

"Emang mbak Vina kenapa menunda keberangkatan?" sambar Safir.

"Mama dan papanya masih rindu. Apalagi Vina akan tinggal lama di sana." Kimberly membalas. Safir kembali mengangguk.

"Cepet nyet.." bisik Razi jengkel sambil menginjak kaki Safir.

"Hari ini kamu mau kemana sayang?" tanya Kimberly lagi kepada Atika. Razi diam saja tidak mau menatap wajah sigadis tembam. Suara Atika sudah membuat kepalanya pusing. Ia harus mampu mengendalikan diri.

"Aku mau double date sama Ratu."

"Hah?" teriak Razi dan Safir bersamaan. Beruntung teriakan Safir mengalihkan suara khawatir Razi.

Aman..

"Berisik Safir." ucap Kimberly. "Maaf ma." Atika mencibir menatap Razi dan Safir bergantian. Tidak pernah dengar orang berkencam atau memang norak?

"Tik, lo mau kencan sama Ratu?" tanya Safir seolah tak mengerti.

"Double date Safir. Aku dan Ratu begitu juga teman Ratu dan teman temannya si Ratu." jawaban paling menyebalkan batin Safir, tak lupa Razi juga mencebik. Untuk ukuran orang Indonesia tinggal di luar negeri, bahasa Atika sangat lancar dan bisa dikatakan fasih. Bergaul dengan siapa dia di sana? Baik Safir dan Razi berusaha tak memusingkan isi kepalanya.

"Ya sudah, hati-hati jangan kebablasan. Berteman saja yah." ucap Kimberly, nasihat lembut yang akan dihormati Atika. "Iya tante..."

"Iya benar. Perempuan itu lebih baik menolak kencan-kencan buta. Dikerjain baru tahu rasa lo." cibir Safir, mau tak mau Razi menganggukkan kepala. Jam terbang Safir dan dirinya sudah lebih dari cukup, ia sangat tahu macam-macam pria brengsek sejenis dengan dirinya.

"Kamu dijemput Ratu?" Atika menggeleng. "Ketemuan di tempat yang sudah dijanjikan. Aku pakai gps tan. Tidak perlu susah mencari sudah terlacak. Tidak perlu menghindar pada akhirnya bertemu juga." ucapan aneh Atika seperti menampar Razi.

Ah kenapa ia menjadi sibuk sendiri dengan berbagai pemikiran. Atika kenapa mampu merecoki hatinya. Ini tidak bisa dibiarkan.

"Biar gue yang antar. Gps di sini rada erorr ditambah otak lo yang setengah-setengah." sebenarnya Razi ingin tertawa dengan ucapan Safir. Menyebalkan dan sangat khas Safir. Tapi gengsi tetap ia pertahankan. Baiklah mungkin Safir bisa ia andalkan untuk memantau Atika. Oh ralat memantau saudara sepupunya, Ratu.

"Ayo Zi kita antar Atika. Gue lagi males bawa mobil." Razi melebarkan matanya.

Dasar Safir.

Safir dan mulut sintingnya. Kenapa mengajaknya berdekatan dengan Atika? Mengantarkan gadis tembam itu berkencan? Yang benar saja.

"Sorry gue mau pergi." kilah Razi.

"Kan perginya bareng gue. Lo tadi katanya mau ajak gue. Anterin Atika sebentar terus kita jalan lagi.." Safir bajingan sialan. Ini namanya jebakan batman. Sabar Razi masih ada waktu untuk mengutuk dan membalas Safir.

"Nggak perlu Fir. Kalau diantar dia,argo nya pasti mahal. Pamrih." telinga Razi rasanya mulai gerah. Atika sejak awal kenapa memasang bendera perang? Kesalahannya saat itu sebenarnya hanya ringan. Bahkan jika ditelusuri ia tidak benar-benar salah. Kenapa mereka menjadi renggang padahal berdekatan saja minim waktu. Tidak pernah lebih tepatnya.

Hanya Razi dan Atika yang bisa menjawab hati resah mereka.

"Nggak masalah wahai wanita. Pamrih hanya untuk mereka yang mempunyai hati keji. Aku tidak sekeji itu memperlakukan wanita." ucap Razi pada akhirnya. Baiklah jika Atika ingin membangunkan Razi.

Bersiaplah Atika berkenalan dengan Razi yang sesungguhnya. Kemarin ia memang pengecut tapi tidak sekarang.

Atika tidak berani menatap arah suara itu. Ia sendiri merasa bingung ada apa dengan hatinya. Sadar ia tidak berhak marah terlalu lama dengan keberanian penuh ia membalas tatapan Razi. Keduanya saling menatap.

Kimberly tertawa melihat kedua manusia muda di hadapannya. Ia lalu berdiri dan menepuk pundak Atika. "Kamu tinggal di sini yah. Pesan papamu tante wajib menjaga kamu seperti anak tante sendiri. Ruby sama Safir dan yang lainnya akan menemani kamu. Tante masuk ke kamar dulu." Atika hanya mengangguk atas arahan Kimberly.

"Kamu memang anaknya si Mark." saat melewati Razi, Kimberly sempat mencubit pipi Razi lalu mengacak rambutnya. Ia terkikik melihat tatapan Razi. Buah memang tidak jatuh jauh dari pohonnya.

"Ayo di pause dulu pandang-pandangannya. Nanti di mobil lanjut lagi." ucap Safir yang jengah menyaksikan aksi pandangan tak jelas mereka. Razi sendiri seolah tersihir oleh pipi tembam Atika. Kenapa ia begitu menyukai pipi tembam itu?

Menuruti ajakan Safir mereka berjalan ke luar rumah. Menaiki mobil milik Razi.

"Lo di depan aja gue mau memejamkan mata sejenak, semalam nonton bola." Safir mendorong Atika saat hendak membuka pintu belakang mobil Razi. "Nggak ada bantal Zi?" tanya Safir seenaknya saat semua sudah siap duduk di dalam mobil.

"Kalau mau tidur di kamar sana!" ketus Razi jengkel. "Alamatnya dimana?" tanya Razi mulai mengemudikan mobil.

"Wait. Aku akan menghubungi Ratu." Razi hanya diam kembali dan sibuk fokus menatap jalanan. Safir sudah duduk bersandar dan merenggankan kakinya santai. Ia memejamkan mata, biarlah kecanggungan hanya milik Razi dan Atika. Beruntung ia bisa bersantai. Persetan dengan acara kencan Ratu.

"Enak yah disupirin." ucap Safir meledek Razi. Atika masih sibuk berbicara dengan Ratu.

"Hei pria ini Ratu di jalan nggak bawa mobil. Apa kita menjemputnya aja yah?" celoteh Atika.

Hei pria? Apa tadi sitembam ini bilang? Pria? Sabar Razi..

"Hei pria." panggil Atika kembali. Tanpa meminta izin Razi mengambil alih ponsel milik Atika. "Dimana lo?"

"...."

"Oke tunggu disitu kita jemput." Razi mematikan dan memberikan ponsel kepada pemiliknya. "Hei pria, Ratu dimana?" Razi diam tidak membalas. Atika tanpa malu mencolek lengan Razi. "Jawab dong." pancing Atika.

"Pria ini punya nama." jawab Razi sabar. Atika mencibir. "Kamu juga tadi panggil aku wanita, aku juga punya nama." balasnya keki. Razi tertawa mengejek. "Jadi kamu mau dibilang pria?"

"Ah terserahlah dont care." Atika memalingkan wajahnya. Razi melirik sekilas pipi tembam Atika. Andai ia diberikan izin untuk mencubit pipi Atika?

Mereka dilanda situasi diam. Razi sibuk fokus menuju alamat yang Ratu sampaikan, Atika sibuk dengan ponselnya sementara Safir sudah berada di alam mimpi. Bahkan dengkuran halus ia persembahkan untuk Razi dan Atika.

"Coba hubungi Ratu kembali. Kasih tahu kita tunggu di depan." Atika mengetik diponselnya. Razi sendiri sudah menepikan mobilnya. Ia lalu menengok ke belakang membangunkan Safir yang seenaknya tidur menguasai tempat.

"Fir geseran dikit.." setengah sadar Safir duduk dan berpindah tempat. Ia menyandarkan kepalanya di kaca mobil tanpa mau membuka mata. Kenapa terasa lelah dan mengantuk? Safir kembali menikmati acara tidur menjelang siangnya.

"Sorry lama." Ratu membuka pintu belakang. Ia sempat membeku karena menatap Safir terlelap dengan pulas di samping sana. Kenapa dia ada di sini? Jadi ceritanya ia akan duduk berdampingan dengan Safir?

"Ayo masuk. Udah jangan diganggu Safirnya. Semalam nonton bola dia." ucap Atika di depan seolah tahu apa yang sedang dipikirkan Ratu. Razi hanya bisa fokus memegang stir mobil.

"Mau dianter kemana ini?" tanya Razi. Razi melirik kaca spion menatap Ratu.

"Ke Darmawangsa." ucap Ratu sambil  melirik Safir. Pria itu sedang tertidur pulas sambil menggenggam ponselnya. Ada perasaan haru saat melihat sesuatu yang menggantung di ponselnya. Ia juga menatap sama di ponselnya. Gantungan angry birds mereka sama. Rupanya Safir nggak berniat melepasnya.

"Kencan sama siapa?" tanya Razi kembali melirik Ratu dari kaca spion.

"Yah sama pria lah.." Atika yang menjawab. Sebenarnya Ratu juga tidak terlalu mendengar Razi berbicara. Fokusnya masih menatap Safir.

"Gue kenal nggak?" tanya Razi kembali. "Ratu.." panggil Razi.

"Hah?" Ratu bingung akan panggilan Razi. "Gue kenal nggak?" tanya Razi sekali lagi.

"Nggak. Dia teman-temannya Rafa." Razi kembali fokus menatap jalanan. Mendengar teman-temannya Rafa membuatnya sedikit tenang. Pergaulan Rafa bersih dari teman kategori brengsek atau bajingan. Rafa pasti akan menyeleksi yang terbaik.

Ia melirik ke sebelahnya. Atika sendiri sibuk kembali dengan ponselnya. Biarlah, daripada dia berbicara dan ucapannya mampu menohok hati. Lebih baik Razi fokus menyetir kembali.

Sementara Safir..? Pria itu tanpa sadar berpindah bersandar di pundak Ratu. Mencari tempat yang nyaman untuk acara tidur siangnya. Membuat Ratu menelan ludah dengan susah payah. Wangi Safir sungguh menggugah selera. Kenapa begitu sulit melupakan bayangan Safir. Ingin mendorong tetapi tangannya seolah berkhianat.

"Macet lagi." desis Razi.

"Yah sabar.. Resiko mengantarkan kita." nah betulkan Atika bersuara. Razi kembali melirik Atika. Wanita itu membalas keluhannya sambil tetap memainkan ponsel. Pipi tembamnya mampu menyihir kejengkelannya.

Seperti apa rasanya jika pipi itu kecubit? Batin Razi kembali hilang konsentrasi. Terlebih saat Atika membalas menatapnya. Wajah Atika lucu saat ia menjulurkan lidahnya. Andai Atika tahu jika Razi ingin mencubit pipi itu.

"Dasar wanita." ejeknya lalu kembali mengemudi dengan tenang.

"Dasar pria." balas Atika tak mau kalah. Mereka kembali sibuk dengan pikiran masing-masing. Atika terlihat sibuk membalas pesan diponsel. Sesekali Razi melirik tetapi urung ia bertanya. Sudah cukup tugasnya mengantar dan meninggalkan Atika dengan siapapun pria itu. Bukan urusannya yang beresiko merusak konsentrasi.

"Sialan..." ucap Razi tiba-tiba. Ia melirik dua mobil yang membuntuti mereka. Razi memang sedikit curiga karena dua mobil itu mengikuti terus arah mobil Razi berjalan.

"Sialan kenapa?" tanya Atika ingin tahu. Terlebih Razi semakin melirik kanan kirinya. Seperti ada yang tidak beres. Razi tidak menjawab pertanyaan Atika.

"Fir.." panggil Razi. Safir sendiri masih asyik bersandar di pundak Ratu. Mimpinya begitu indah mungkin.

"Fir.. Dipanggil Razi tuh." cicit Ratu serba salah. Ia menggoyangkan pundaknya agar Safir terbangun. Tetapi Safir justru menjatuhkan kepalanya di paha Ratu. Safir dengan manjanya menelusupkan kepala di perut Ratu dan memeluknya erat. Safir mencari posisi yang nyaman untuk kembali masuk ke alam mimpi. Pergerakan Safir sungguh membuat Ratu serba salah.

"Hmm.. Ntar dulu ma." ucapnya manja. Ratu menahan nafas, lidahnya kelu terlebih tangannya seolah susah bergerak. Safir sedang tidur dipangkuannya. Menjadikan pahanya bantalan menuju alam mimpi? Dan memanggilnya mama?

"Fir.." panggil Razi tak sabar. Ia menoleh ke belakang dan menatap jengkel kelakuan Safir. Ia melirik Ratu yang langsung mengggelengkan kepala tanda tak bisa bertindak sesuatu.

Puk.. Razi menepuk punggung Safir. Ia memerlukan bantuan Safir untuk mengecoh situasi. Dan sibodoh itu semakin nyenyak memejamkan mata. Safir semakin memeluk erat pinggang Ratu. "Capek ma.. Aku abis nonton bola semalam." Safir diambang batas kesadaran.

"Heh Safir malah terus tidur." bantu Atika yang juga menggoyangkan tubuh Safir. Ratu sendiri duduk tegak tak berdaya. Sekuat apapun ia ingin melupakan Safir termasuk bibir tebal miliknya ternyata sangat sulit dan sekarang pria itu memberikan kehangatan tersendiri dengan caranya. Bunuh aku saja! Andai Ratu bisa berteriak.

"Dasar kebo." desis Razi. Ia menjalankan mobil dengan pelan dan memutar arah.

"Loh ko balik lagi?" tanya Atika bingung. Ia memang penasaran dengan sikap Razi yang tiba-tiba memasang wajah gelisah tetapi bibirnya susah berucap.

"Itu ada minimarket gue mau beli minuman soda." jawab Razi berusaha tenang. Biar bagaimanapun Ratu dan Atika tidak boleh tahu bahkan ikut terlibat. Razi kembali menoleh kebelakang. Matanya kembali melebar bahkan sekarang rasanya bola mata Razi ingin terjun bebas keluar. Pemandangan aneh sedang tersaji.

"Yah Ratu kenapa lo usap-usap kepala Safir. Makin nyenyak dia tidurnya." gerutu Razi. Atika juga ikut melirik bingung akan kelakuan Ratu. Apalagi melihat bahasa tubuh Safir yang semakin menikmati usapan lembut Ratu.

Tidak tahu situasi dan tempat.

"So-sorry aku terbawa suasana." ia kembali menatap wajah damai Safir yang menyunggingkan senyum. Damai dan manis jika dipandang. Ratu meraba bibir tebal Safir. Kenapa ia merasa ingin mencicipi bibir Safir? Inilah akibatnya ia tidak pernah berkencan.

Hei hari ini aku kan ingin berkencan dan melupakan Safir. Kenapa aku malah menikmati situasi ini?

"Fir.. Bangun nyet.." Razi sudah menepikan mobilnya di jalanan cukup sepi. Minimarket ini tidak menyediakan penjaga parkir karena tidak dipungut biaya parkir. Razi melihat dua mobil itu berhenti di kejauhan. Ia harus mencari cara agar bisa mengalihkan suasana, keselamatan Ratu dan Atika menjadi yang utama.

Keluar dari mobil adalah jalan yang terbaik. Safir yang akan membawa para wanita ini pergi dan tidak menjadi bahan ancaman mereka.

Tetapi pahlawan kesiangan memang sedang berada dengannya. Safir masih menikmati tidur siangnya.

"Fir.." sekali lagi Razi menepuk punggung bahkan bokong Safir. "Ah kelamaan. Ratu suruh dia baca pesan gue abis ini. Terus lo berdua minta antar Safir ke tempat yang lo mau datangin. Tapi nanti tunggu setengah jam lagi. Oke? Sampai dua mobil itu hilang." penjelasan Razi yang tidak bisa dicerna Ratu. Hanya Atika yang mengangguk sambil melihat arah yang ditunjuk Razi.

"Emang ada apa sih?" tanya Atika. Razi hanya bisa tersenyum tipis lalu membuka pintu menuju minimarket. "Selamat berkencan." pamit Razi.

"Safir bangun, Razi titip pesan kamu yang anterin kita." ucap Ratu pelan. Ia menepuk pelan pipi Safir. Atika yang melihatnya merasa tak sabar. Dengan sadar ia menutup hidung Safir kencang. "Ah benar kata Razi kelamaan. Banguuun..."

Safir merasa sulit bernafas, padahal ia sedang bermimpi indah tidur siang di hamparan luas taman bunga. Wangi dan sangat sejuk menemaninya lalu tiba-tiba seekor buaya membekapnya sampai ia sulit bernafas.

"Ahhh.." Safir gelagapan sendiri. Ratu menepis tangan Atika. "Bisa mati Tika." protes Ratu tak tega.

"Udah ah aku juga mau beli minuman." belum Safir membuka mata Atika sudah keluar dari mobil meninggalkan Ratu dan Safir.

"Apaan sih Atika?" panggil Safir sambil memijat keningnya karena rasa pusing akibat tidurnya belum tuntas. Ratu semakin duduk tegak menelan ludahnya.

Apa yang harus ia lakukan sekarang? Baiklah tenang dan anggap ini biasa saja. Ratu mengatur nafasnya. Menanti mata Safir berhadapan dengan matanya.

"Bangun Fir! Razi berpesan kamu baca pesan dan mengantarkan kita." ucap Ratu sepelan, setenang mungkin. Ratu bahkan menutup mata saat mengatakannya. Bibir Safir sungguh perusak isi kepalanya.

Safir sendiri terdiam saat mendengar suara lembut di dekatnya. Atika mempunyai jenis suara yang tak beda jauh dari Rima, berisik dan berindikasi membuat kepala pusing. Sementara Ruby dan Rania termasuk kategori suara wanita pada umumnya. Lalu siapa ini? Bukankah suara ini yang mengganggu jalan hidupnya akhir-akhir ini.

Safir menggoyangkan kepalanya. Kenapa alas kepalanya terasa sangat nyaman? Empuk dan tidak membuat tulang belakangnya pegal. Ini di mobil kan? Atau di kamar? Tapi rasa-rasanya Safir tidak punya bantal semacam ini. Bukalah matamu Safir!!!

"Fir.." suara ini? Sipemilik bibir kenyal?

Safir membuka mata dan wajah cantik Ratu menyambutnya. Posisi dirinya sedang berada di pangkuan Ratu?

Siapa?

Ra- Ratu?

"Maaf.." Safir langsung duduk tegak dan merapikan bajunya. Ratu sendiri juga ikut merapikan baju yang tidak terlalu kacau. Hanya posisi di sekitar pinggang sedikit berantakan akibat ulah Safir mengusal di sana.

Keduanya memalingkan wajah, sama-sama mengatur nafas lalu bersiap kembali menatap. Mereka kembali menolehkan kepala, tetapi keduanya tidak menatap mata melainkan bibir masing-masing. Dan dengan bodohnya mereka kembali memalingkan wajah, mengatur nafas bahkan keduanya mengibaskan kerah baju masing-masing. Udara terasa sesak dan terjepit di ruang sempit nan sunyi. Lebih dari dua menit mereka betah memalingkan wajah. Situasi aneh dan Safir masih dilanda kebingungan.

Kenapa Ratu bisa ada di sampingnya? Bukan- bukan itu, kenapa dirinya bisa berada di pangkuan Ratu? Tertidur pula? Apa ini mimpi?

Coba dicubit tangannya!  Tapi sakit tangan ini saat dicubit?

"Isshh.." Safir mencubit lengannya sendiri. Membuktikan dijam ini kalau situasinya benar-benar nyata. Berarti tadi seorang putri cantik yang sedang membelai dirinya di taman itu nyata adanya? Ratukah?

Kenapa mereka selalu diberikan situasi canggung seperti ini? Sekarang apa yang harus mereka lakukan. Keduanya sudah terlalu sering dilanda keadaan aneh meliputi canggung, memalukan bahkan menyenangkan.

Bip. Beruntung sebuah pesan mampu membuat suasana sedikit mencair.

Razi : kita diikutin. Mereka ngincar gue. Biar gue yang urus, lo bawa Ratu sama Atika ke tempat aman. Mobil itu di dekat kantor pos di seberang jalan.

"Sialan.." ucap Safir. Ratu akhirnya berani menatap Safir yang sedang melirik kanan kiri. Tingkahnya mirip dengan Razi beberapa waktu yang lalu. Ada apa sebenarnya?

"Ada apa?" tanya Ratu pada akhirnya. Safir tidak akan bisa menjelaskan. Ini sudah perjanjian tertulis. "Nggak apa-apa. Razi ada keperluan mendadak, ayo biar aku yang antar. Atika mana?" tanya Safir berusaha tenang.

Puk..puk..

"Dia beli minuman." Ratu mengernyit bingung. Safir menepuk berkali-kali wajahnya dengan tangan sendiri. Safir ingin mengumpulkan nyawanya kembali. Dunia mimpinya tadi sudah selesai.

"Maaf tadi kenapa aku bisa..?" Safir menunjuk arah paha Ratu. Ia lalu memalingkan wajah. Ratu tahu maksud pertanyaan Safir.

"Ratu..." panggil Safir lagi. Ia masih butuh penjelasan.

"Kamu tertidur dan tiba-tiba jatuh di samping aku. Tidur kamu nyenyak sekali,aku sampai tidak tega membangunkan." ucap Ratu malu-malu.

"Sebenarnya.." Safir ingin bercerita perihal mimpinya itu, tetapi urung ia lakukan. Bukan waktu yang tepat dan tidak penting juga mimpi Safir diketahui Ratu. Haruskah ia bertanya perihal usapan lembut itu? Atau itu hanya mimpi semata?

"Eh itu Tika kenapa mengikuti Razi?" di luar mobil Razi terlihat gelisah karena Atika mengikutinya dari belakang.

"Udah sana diantar Safir. Gue ada urusan." usir Razi tak sabar. Atika tetap mengekori.

"Kamu mau kemana? Tadi katanya mau antar kita? Terus kenapa sekarang wajah kamu tegang? Kaya lagi dikejar polisi?" ingin rasanya Razi menutup mulut Atika yang sejak di dalam minimarket berceloteh kepadanya.

"Gue punya urusan sendiri. Udah sana pergi kencan. Katanya mau kencan!!!" entah kenapa Atika merasa kesal Razi terdengar tak cemburu. Padahal ia berharap Razi sedikit memperlihatkan rasa kesal karena dirinya akan pergi berkencan.

Ingatannya kembali datang saat Mbak Alvina menjelaskan sifat playboy Razi. Mungkin mereka memang tidak akan bisa sejalan. Bahkan ia baru menyadari Razi tidak pernah memanggil namanya.

"Ya sudah aku mau pulang aja naik taxi sendiri. Malas pergi kencan.." tanpa diduga Atika berniat menyebrang jalan. Ia menatap dua buah mobil yang berhenti di sana. Tadi Razi berkata setelah mobil itu pergi baru kita diperbolehkan jalan kembali?

Razi melihat dan berusaha ikut menyebrang. Jalanan memang sepi tetapi mobil yang dicurigai Razi masih berhenti di seberang jalan di mana Atika mendekat ke arahnya.

"Atika..." gadis itu tersenyum sendiri saat sudah berada di seberang jalan. Panggilan namanya diteriaki oleh Razi. "Atika.." bahkan suara itu semakin mendekat. Atika tahu Razi ikut menyebrang mendekatinya.

Srrrgg... Suara ban mobil jelas terdengar dekat dengannya. Dalam waktu sepersekian detik ia menoleh ke arah suara itu berada. Sebuah mobil hitam sedang mendekat ke arahnya. Bukan mendekat tetapi hampir menabrak dirinya dengan kekuatan kencang.

"Atika..."

Buggh...

Tubuh Atika tertarik oleh sebuah tangan agar semakin mendekat dipelukannya. Ia seperti melayang terjatuh, tetapi kenapa tubuhnya terasa diputar dan tidak merasakan sakit. Pelukan erat di sekitar pingganggnya menyambut saat ia merasa terjatuh.

Razi ternyata memeluknya erat saat terjatuh dan entah bagaimana ia berada di atas Razi. Atika membuka mata dan melihat Razi sedang mengatur nafas sambil memejamkan mata.

"Tika.. Razi.." teriakan Ratu dan Safir dari sebrang jalan.

"Mas mbak nggak apa-apa?"

"Udah mau tabrak orang, terus sekarang kabur lagi..."

"Ia mencurigakan itu dua mobil."

Beberapa orang berkumpul mendekati Atika dan Razi.

"Razi.." dengan berani Atika bersuara, perlahan Razi mulai membuka mata. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah pipi tembam Atika. Wajah Atika memerah karena panik melanda.

"Udah gue bilang bareng Safir kenapa tetap mau menyebrang?" bentak Razi emosi, Atika hanya diam ia memang bersalah. Beberapa orang membantu mereka berdiri. Razi terlihat meringis di bagian pinggang. Sementara Atika berusaha berdiri dibantu seorang bapak-bapak yang memang menyaksikan peristiwa tersebut. Kejadian sangat cepat.

"Jangan dimarahin mas pacarnya. Tangannya luka tuh." tunjuk bapak itu. Razi menatapnya. Atika memang meringis pelan. Buku jarinya seperti terseret sekilas di jalan aspal.

"Lo nggak apa-apa?" Safir dan Ratu sudah menyebrang dan mendekati keduanya. Razi berdiri dan dipapah Safir sementara Ratu menuntun Atika. Mereka kembali menyebrang.

"Hati-hati mas mbak, di sini memang sepi dan banyak mobil suka ngebut. Tapi kalau kasus seperti tadi itu sepertinya disengaja." Safir dan Razi hanya diam mendengarkan. Keduanya sudah sangat faham maksud dari insiden tadi. Razi sudah mencatat nomor mobil itu.

Mereka memasuki mobil kembali.
"Gue beliin obat pereda nyeri dulu." izin Safir masuk ke minimarket. Baik Razi maupun Atika duduk di kursi belakang. Atika tampak lemas saat sudah duduk di dalam mobil. Bentakan Razi entah kenapa membuatnya tak enak hati. Razi sadar tangan Atika bergetar terlebih luka sayatan sedikit terpampang di buku tangannya.

"Ratu, lo beliin obat merah sama minuman isotonik buat Atika." Ratu mengangguk setelah menyalakan mesin mobil dan pendingin suhu mobil. "Oke.."

Keheningan melanda mereka berdua.
"Razi.." panggil Atika pelan pada akhirnya. "Maafin aku yah. Terimakasih udah mau tolongin aku." cicitnya. Razi menyunggingkan senyum, gadis ini kalau sedang merasa bersalah semakin manis. Perlahan tapi pasti ia meraba pipi Atika.

"Lain kali dengerin kalau orang kasih tahu." dengan sangat sadar Razi mencubit pipi tembam itu. Akhirnya ia bisa mencubitnya. Atika tidak menolak ataupun menepis, ia hanya memperhatikan wajah Razi seksama. Mengingat pria ini baru saja menyelamatkan hidupnya. Satu-satunya pria yang mau berbuat nekat menjatuhkan diri untuk dirinya.

"Kenapa ketawa?" tanya Razi bingung. Sebenarnya ia menunggu cibiran Atika, tetapi kenapa gadis di sampingnya ini tersenyum manis. Lesung pipinya terlihat sempurna. Razi semakin tersadar, gadis ini sangat menggemaskan.

"Kenapa kamu menyelamatkanku?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan. Razi mendekati daun telinga Atika. Ia berbisik pelan. "Karena kamu wanita." ucapnya parau. Sebenarnya ia merasa sakit di bagian pinggang belakang tetapi Razi tetaplah Razi.

Kesempatan merayu tidak datang dua kali. Tidak ada salahnya menyelam diantara situasi tenggelam. Mulutnya akan gatal jika tidak merayu.

"Jadi kalau aku pria kamu nggak akan membantuku?" pertanyaan bodoh itu keluar begitu saja. Razi tertawa.

"Yah dilihat aja dulu, kalau dia menguntungkan yah dibantu." jawab Razi asal. Atika tertawa, inilah yang membuat ia harus menjaga jarak sejak awal bertemu Razi. Pesonan Razi mampu membuatnya patah hati dalam waktu singkat dan mudah kembali tertarik dalam sekejap.

Dan sekarang Atika semakin yakin, Razi sosok yang mampu mengganggu isi hatinya.

Razi yang pertama melepas pandangan Atika. Bukan waktu yang tepat sekarang. Ia harus memberitahu Raja dan Abang Aries perihal ini. Mungkin saja Raja juga sedang diikuti. Atika terus memperhatikan gerak-gerik Razi. Sulit dijelaskan kenapa rasanya ia mulai tertarik dengan Razi. Penyelamat hidupnya harus ia tempatkan di tempat spesial di hati.

Ceklek.

"Ini.." Safir dan Ratu memasuki mobil. Safir di bagian kemudi sementara Ratu di sampingnya. Razi mengambil obat merah lalu meneteskan di sekitar buku tangan Atika yang lecet. Ratu juga sudah membuka minuman penambah daya tahan tubuh untuk Atika.

"Kita kemana nih sekarang?" tanya Safir.

"Rumah Raja aja, Ratu batalkan kencan lo berdua." titah Razi menatap Ratu.

Safir menyeringai bahagia. Jadi seperti ini arti kalimat sengsara membawa nikmat. Razi yang terluka ia yang mendapat dampak bahagia. Hatinya berbunga-bunga karena acara kencan tak penting itu gagal.

"Tapi.." Ratu ingin bersuara, mendadak diam. Mata Razi seolah berkata tidak bisa dibantah. "Ya sudah." Ratu berbalik ke posisi semula, mengambil ponsel di saku celana lalu mengirimkan sms kepada temannya. Acara kencan gagal.

"Habiskan minumannya." Atika mengangguk antusias. Jika didengar Razi bersikap biasa saja, tetapi entah kenapa ia sangat bergetar. Benarkah ini awal dari ia jatuh cinta?

"Hei.." senggol Razi pelan di lengannya. Atika merona malu. Ia semakin mendekat di samping Razi. Lengan mereka berdempetan. Senyumnya dibalas Razi dengan mudahnya.

"Kenapa? Ada yang sakit?" tanya Razi. Atika menggeleng. "Eh kamu belum minum obat pereda nyerinya, kamu beli kan tadi Ratu?" kilah Atika. Ratu yang mendengar langsung mengambil obat itu. Atika mengambil dan memberikannya kepada Razi. Tak lupa ia membuka minuman, Razi sadar tangan Atika sedikit sakit tapi gadis itu tampak tenang dan tidak perduli.

"Tangan kamu sakit?" tanya Razi.

"Hanya luka ringan. Aku bukan gadis manja." Razi semakin gemas ingin mencubit pipi tembam itu.

"Aw.." keluh Atika karena Razi mencubit pipinya. "Katanya tadi nggak manja." ledek Razi, Atika kembali duduk seperti semula. Mereka berdampingan dan berpegangan tangan.

"Yang asyik bro..." sindir Safir melihat dari kaca spion. Menyebalkan, seharusnya posisi itu milik dia dan Ratu. Kenapa sekarang berbalik? Dunia tidak adil, sebelumnya ia tidak sadarkan diri menikmati bantalan ala Ratu. Andai ada mesin penjual waktu. Safir kembali melirik arah belakang.

"Tadi aja, diam-diam kaya mau perang antar desa. Sekarang kaya lem nasi." cibiran Safir tak didengarkan keduanya. Razi dan Atika sama-sama memejamkan mata. Kepala Atika bersandar di pundak Razi, sedangkan kepala Razi bersandar di bawah kepala Atika.

Pasangan kekasihkah mereka? Lalu kenapa mereka berubah dalam waktu singkat? Safir tidak mau menduga, ia harus fokus sekarang menuju rumah Raja. Dan Ratu? Nanti saja situasi tidak sedang berpihak kepadanya. Razi dan Atika memang sedang memejamkan mata tetapi bukan berarti tidak peka akan pendengaran.

"Nih.." Ratu memberikan ponselnya kepada Safir. Ponsel? Untuk apa? Safir mengikuti kemauan Ratu. Memegang ponsel yang juga memiliki gantungan kunci yang sama. Ia membaca tulisan di layar itu.

Kita tidak perlu menjauh Fir. Aku lelah.

Safir mengangkat kepalanya ke arah Ratu. Ia mengernyit bingung.

"Balas aja disitu." perintah Ratu. Safir mulai mengerti. Ratu ingin berbicara walaupun melalui ketikan. Sadar di belakang mereka bisa jadi pengacau.

Kan kamu sendiri yang mau.

Ratu membaca balasan yang baru di ketik Safir. Ia pun kembali mengetik.

Ia maaf. Kita seperti dulu yah. Jangan seperti ini. Aku tidak bisa Fir.

Tapi kita pernah berciuman Ratu.

Sebenarnya saat Safir mengetik perihal adegan ciuman mereka, sempat ia hapus tetapi ia sudah lelah bermain kucing-kucingan dengan Ratu. Ia menunggu jawaban Ratu dengan cemas.

So?

Ratu menjawab dengan ambigu. Safir harus memperjelas maksudnya.

Aku rindu ciuman kamu.

Ia melirik Ratu sambil menyeringai bahagia.

Oke...

Safir membaca jawaban terakhir. Sungguh mereka sudah di luar kebiasaan. Saling bergantian mengetik ponsel. Saling bertatapan saat membaca balasan ketikan. Hanya karena dua manusia di belakang mereka takut mendengar.

Oke apanya Ratu?

Wajah Ratu tenang saat membalas.

xoxo...

Skiiiiittt..

Safir berhenti mendadak melihat jawaban Ratu. Xoxo? Bukankah itu artinya peluk dan cium? Jadi Ratu bersedia ia cium dan dipeluk?

"Heh berhenti kira-kira dong!" Razi dan Atika terkejut saat tubuh mereka terhuyung ke depan.

"So-sorry ada tikus di depan." jawaban aneh Safir membuat Ratu tertawa.

"Udah istirahat lagi. Nanti kalo udah sampai kita kasih tahu." jawab Ratu tak sabar. Sejujurnya ia ingin kembali mengetik ponsel dan berkomunikasi dengan Safir.

Satu hal yang ia sadari memakai metode ini untuk berbicara dengan Safir cukup menguntungkan. Ia merasa santai, tidak gugup apalagi grogi. Isi hatinya bisa keluar dengan mudahnya tanpa perlu menelan ludah karena tenggorakan terasa tercekat.

Suara alunan lagu berbunyi di ponsel milik Razi. Tertera nama Rafa di sana.

"Ck.. Mau istirahat aja susah banget." Razi meletakkan ponsel di telinga.

"Iya.." jawab Razi malas. Atika masih senang memperhatikan Razi. Penyelamat hidupnya hari ini.

"Apa?" Razi duduk tegak melupakan rasa sakit di tubuhnya.

"Sekarang lo dimana? Oke kita kesana. Gue juga sama Raf. Nomor mobil udah gue catat." Razi diam menatap kaca spion, ada Safir di sana.

Safir menunggu penjelasan. Bukan hanya Safir tetapi Atika dan Ratu ikut menunggu.

"Ada apa?" Safir mulai tak sabar. Razi menatap Ratu sekilas. Haruskah ia menutupinya?

"Raja dipukulin orang. Untung nggak terlalu parah karena mobil Rafa meluncur ke sana." ucapnya pelan.

"Yang pukulin Raja sebenarnya hanya dua orang tapi konsentrasi Raja terpecah karena Rima sedang pingsan waktu mereka nunggu Rafa dan Ruby datang."

Safir semakin dibuat bingung oleh penjelasan Razi.

"Tapi kakak nggak apa-apa?" tanya Ratu khawatir. Razi memegang pundak Ratu. "Raja orang yang kuat. Jangan panik, Rafa sama Ruby sampai diwaktu yang tepat ko. Mereka sudah di rumah." Ratu bernafas lega mendengarnya. Razi dan Safir saling berpandangan.

Ada apa lagi ini? Mereka akan selalu berjuang tulus saling bantu membantu.  Dan jika  diantara mereka terluka, dipastikan mereka akan semakin penasaran dan berani menghadapi semua. Jiwa muda mereka tidak bisa dipermainkan.

TBC...
Sabtu, 09 April 2016
-mounalizza-

Part depan hati2 semakin sedih mungkin.. Hahahah
Keputusan Aries ada di part depan?begitu juga dengan keputusan Rima.
Ikuti saja alurnya. Aku tahu porsi yang akan aku tayangkan. Semua kebagian.. Happy weekend..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top