18 - HATI SUCI

Hai semua.. Duh baru sehari dah pd minta next2.. Kepo sekali sama Ratu Safir.. Hahahah Maaf juga yah jarang balas coment, mau balas lemot hp trus di group Ruwets itu berisik sekali. Hahaha.. (Alasan)

Makasih buat Riska Kupukupukecil  yang memberikan ide judul part ini.. Hahah dimenit2 akhir baru aku dpt sambungan kata 'hati SUCI..' setelah aneka macam Hati yang diberikan digroup The Ruwets..😅😘

Sorry for typo.

Masih di dalam mobil Safir.

"A-Aku hanya mau mengecup pipi kamu."

"Kalau aku maunya ini.."

Beginikah rasanya berciuman? Tapi aku maunya menggigit..

***

"Aw..." ucap Safir meringis memegang tangan kirinya. Ratu tersentak dari lamunan nakalnya. Tangan Ratu masih menempel di tangan Safir.

"Haduh maaf yah Fir aku nggak sengaja cubit kamu." Ratu duduk menghadap Safir. Mengusap lengan Safir.

Haduh Ratu apa yang kamu pikirkan? Kenapa berkhayal berciuman dengan Safir. Sadar secepatnya!!! Tapi kan bibirnya?

Menggoda....

Ratu menatap bibir Safir yang berada dekat dengannya. "Lo lagi memikirkan apa sih? Kenapa tangan gue jadi pelampiasan?" tanya Safir dengan jarak dekat.

"Dicium kamu." ucap Ratu sambil menatap Safir. Sepertinya isi kepala Ratu sudah sangat ingin berontak. Kali ini Ratu benar-benar berani menatap Safir. Lebih tepatnya bibir Safir.

"Hah?" tanya Safir tak percaya. "Mengenai kejadian waktu itu.." Safir bersuara. Keduanya saling menatap. Sedikit saja guncangan terjadi maka menyatulah dua bibir kenyal itu.

"Iya..?" Ratu benar-benar hilang kendali. Ingin rasanya ia bergerak maju selangkah. "Kita hampir berciuman." ucap Safir serak. Ratu mengangguk pelan.

"Maaf gue hampir di luar kendali saat itu." Safir terus menatap bibir Ratu begitupun Ratu. Mereka sama-sama tersiksa karena sebuah rasa.

Penasaran.

"Nggak masalah." suara Ratu terbata. Hembusan nafas Safir menerpa wajahnya. "Nggak masalah apa?" Safir mengulur waktu, sayangnya Ratu sedang malas berlama-lama. Ia sungguh sangat penasaran.

Chup. Ratu mengecup sekilas bibir Safir dan secepat kilat ia duduk menunduk dengan debaran kencang.

Nekat.

Dia sudah terlalu nekat. Safir masih diam dengan posisinya. Ratu baru saja menempelkan bibir manisnya di bagian tubuhnya.

Baiklah, ini Ratu yang memulai.

"Ratu..." suara Safir pelan. Ratu menutup matanya. Ia memang bodoh menjadi wanita penasaran akan ciuman. Bahkan itu bukan ciuman, hanya proses dimana bibirnya menempel sepersekian detik. Ia masih penasaran. Ratu ingin segera keluar dari mobil. Saat tangannya hendak membuka handle pintu, Safir menahan.

"Maaf aku hanya penasaran rasa berciuman." lagi-lagi Ratu merutuki isi kepalanya yang tidak bisa diajak kerjasama. Belum cukupkah aksi nekatnya tadi dan sekarang dengan mudahnya ia berkata polos akan isi hati nakalnya.

Penasaran rasa ciuman? Tertawakan saja aku. Batin Ratu berteriak.

Tok tok..

Ketukan suara pintu mobil disusul terbukanya pintu mobil membuat mereka tersadar. Safir sempat menggeleng kepada Ratu. "Jangan pergi." ucapnya pelan lalu menoleh ke belakang. Kehadiran si kembar membuat suasana sedikit berubah. Suasana canggung mungkin akan hilang seiring waktu berjalan. Ratu mengangguk kikuk.

"Ini kak dipasang." Raga memberikan tempelan angry birds. Ada empat dan Safir menuruti kemauan sikembar. Saat Safir ingin membuka perekat di salah satu tempelan Ratu mengambil alih tempelan yang lain. Dengan sadar ia membuka perekat lainnya lalu menempelkan di sampingnya. Safir tersenyum sekilas. Walaupun hatinya dilanda penasaran luar biasa.

"Ini gantungan kuncinya!" Raka memberikan empat gantungan kunci.

"Buat Kak Ratu juga boleh. Ini bisa di pasang di handphone." Ratu mengangguk mengambil salah satu karakter angry bird lalu memasangnya di ujung capdase ponselnya. Safirpun melakukan hal yang sama. Masih tersisa dua gantungan kunci. Safir memberikan kepada Ratu. "Di pasang di tas kamu aja, yang satu lagi di dompet kunci mobilku."

Raga dan Raka hanya berdiri melihat dua kakaknya kompak memakai pemberian dari mereka. "Ayo kak berangkat Fredi merindukan kita."

"Ayo..." teriak mereka. Ratu terkikik begitupun Safir. Mereka saling mengangguk dalam tatapan penuh arti. Sekarang waktunya untuk sikembar. Urusan bibir belakangan.

"Siap kita berangkat." ucap Safir semangat. Safir perlahan bisa mengatasi rasa aneh yang menimpanya bersama Ratu. Perihal ciuman kilat Ratu dan rasa penasaran Ratu? Apakah Ratu belum pernah berciuman? Apa Ratu sedang meminta ia membalas ciuman? Nanti ada saatnya bertanya.

"Kak Safir sama Kak Ratu kenapa berhenti ciumannya?" tanya Raga polos. Ratu meremas tangannya sendiri.

"Tadi ciumannya mirip Kak Razi sama Kak Silvi yah, tapi masih lebih lama Kak Razi." ucap Raka. Serentak Safir dan Ratu saling bertatapan. Mata mereka melebar seolah berbicara dari hati.

"Mampus gue." ucap mereka pelan. Safir mengambil tangan Ratu. Mereka saling memegang, meremas. Sedikit tenang, terlepaslah kembali pertautan kedua tangan. Keduanya merasa senasib.

"Ayo kak kita menjenguk Fredi." Safir melajukan mobilnya. Baik dia maupun Ratu terus berfikir bagaimana caranya menutup mulut si kembar. Iya, salah satu cara adalah mengalihkan pembicaraan dan fokus pada mereka.

Haruskah Safir mengadopsi Fredi dan memeliharanya di rumah? Demi rahasia yang harus disimpan rapat-rapat.

•••

Masih di rumah keluarga Mark R. Andhieka.

"Mommy mau pergi sama daddy, grandpa, young ma. Makan siang di luar. Kamu belum sarapan, Rima kenapa lama sekali?" tanya Dalilah yang hendak berdiri menyusul sang suami bersiap-siap. Kedua mertuanya juga sedang bersiap-siap.

"Tadi dia sms sudah di jalan." jawaban Razi membuat Raja penuh tanda tanya. Razi pura-pura tidak melihat. Sms?

"Ya sudah." Dalilah berjalan meninggalkan Razi dan Raja.

"Ada angin apaan Rima bikinin lo makanan?" Raja bukan orang yang suka basa-basi. Razi terkikik. Ia semakin ingin menggoda Raja terlebih Rima sudah berdiri di belakang Raja.

Gadis itu membawa satu tas kecil berisi makanan sesuai pesanan Razi lalu satu bungkusan kecil lagi berisi cream pereda sakit juga titipan Razi.

"Rimaku sayang." panggil Razi memberikan perintah mendekat kepadanya. Raja menaikkan alisnya. Situasi apa ini?

"Ini makanannya! Ini cream-nya." Rima duduk di samping Razi yang masih betah duduk di permadani. Ia tahu ada Raja tetapi seperti bosan bertegur sapa Rima mendiamkan.

"Bukain dong cantik." ucap Razi, Raja mendekati mereka berdua. "Jadi tadi pagi yang anterin sarapan gue mbak lo karena lo lagi sibuk ngurusin si kunyuk satu ini?" desis Raja menarik tangan Rima.

"Jangan ganggu dong Ja. Buka Rim!" Rima menuruti perintah Razi. Menyiapkan makanan untuk Razi. Raja meneliti.

"Ko dia menunya banyak banget? Gue nggak pernah dikasih yang kaya gini." protes Raja. Menu makanan Razi memang sangat lengkap. Mendekati empat sehat lima sempurna.

"Yah lo nggak pernah minta. Kritik mulu." ketus Rima sambil menyiapkan sendok yang ia bawa.

"Tuh Ja dengerin! Gue aja minta baik-baik diladenin sama Rima" ledek Razi. "Makasih cantik." pujinya lagi.

"Besok bikinin gue kaya gini. Udangnya ditepungin kaya gini!!!" perintah Raja.

"Eh tapi makan malam aja." Rima mencebik kesal. Raja dan kebutuhan makanannya kenapa menjadi tanggung jawab dia. Walaupun Rima suka mengerjai Raja dengan rasa tak wajar, Raja tetal menghabiskan.

"Eitss besok malam Rima ada janji sama gue." Razi semakin memanasi Raja, rasa geli terus dirasa Razi. Kenapa menyenangkan sekali mengganggu pasangan kuno ini?

"Mau kemana?" tanya Raja. Rima hanya menaikkan bahunya. Sudah tiga hari ini dia dikontrak Razi menjadi asisten pribadi. Ini semua karena taruhan sialan yang memenangkan Razi. Rima tidak suka mengingkari janjinya. Dan sekarang ia memenuhi janji.

"Abis ini ikut gue beli perlengkapan soft gun." Rima mengangguk atas ajakan Razi.

"Gue ikut." jelas Raja pasti.

"Ngapain sih ikut?" ketus Rima. Razi menahan tawa.

"Gue juga mau beli alat soft gun." Rima kembali diam. Razi menikmati makanan dengan bahagia. Hari yang menyenangkan. Minimal rasa jenuh dari kebosanan hilang karena Razi mempunyai bahan untuk menggoda.

"Oke terimakasih Rima sayang, jamuan yang sangat lezat. Semoga kamu segera mendapatkan jodoh. Gue mau mandi dulu baru kita pergi. Mau ikut menemaniku mandi?" Razi berdiri dengan wajah tebar pesona.

"Udah buruan sana." bentak Raja. Razi tetap terkikik meninggalkan Raja dan Rima.

"Lo kesambet apaan jadi nurut sama Razi? Jangan berharap sama dia. Lo kan tau dia playboy." desis Raja.

Oh jadi Raja mengira ini karena kesambet? Ini terjadi karena kencan sialan yang diatur Raja. Tapi tenang ini pengorbanan terakhirnya. Dia juga sudah malas mengikuti aneka kencan pilihan Raja. Sekarang ia akan mencari kencan sendiri.

Apalagi dia sudah mendapatkan teman pria baru. Kenalan di kampusnya. Tampan dan dipastikan lurus dalam urusan ketertarikan lawan jenis. Rima sungguh beruntung, niatnya mencari buku sejarah di perpustakaan kampus berujung bertemu dengan pria yang sejalan dengan hobby-nya. Menulis dan membaca cerita fiksi.

"Wah bener kesambet. Malah cengar cengir..." Raja mengacak rambut Rima. Merasa kesal ia mencubit lengan Raja.

"Aww.." Raja merasakan rasa sakit dilengannya. Rima melihat kesakitan itu. Matanya melebar saat melihat luka biru di lengan Raja.

"Kenapa tangan lo?" tanyanya memegang lengan Raja. "Kemarin jatuh dari sepeda." jelas Raja cemberut.

"Eh Rima sudah datang." sapa Dalilah yang sudah siap untuk pergi. Rima mendekati Dalilah dan memberikan salam.

"Tante mau pergi?" tanya Rima sopan. Dibelakangnya ada Mark dan kedua orangtuanya. Rima sopan menyalami mereka.

"Iya kami mau makan siang di luar, kamu mau jalan sama Razi lagi?"

Lagi? Apa gue udah ketinggalan berita? Sitoa masa dekat sama Razi kunyuk.

"Iya Om.." jawab Rima malu-malu.

"Raja mau ikut?" ajak Mark. Raja menggeleng. "No no no..." Mark terkikik mendengar ucapan yang selalu ia dengar sejak dulu. Mark sangat suka menggoda sahabat merangkap kakak iparnya.

"Youngma berangkat dulu yah." Rima mengantarkan mereka ke halaman depan. Melambaikan tangan sambil menyunggingkan senyum. Rima kembali memasuki rumah untuk menghampiri Raja. Pria itu masih duduk di ruang televisi menghabiskan makanan milik Razi. Raja sedang memakan udang goreng tepung buatan Rima. Terlihat lahap sekali.

"Mana tangan lo!" Rima langsung duduk dan menarik tangan kiri Raja, meletakkan di pahanya. Rima memang kebetulan membawa cream pereda nyeri milik Razi. Tanpa di suruh Rima mengoleskan lembut cream itu di  bagian sekitar memar.

Raja tidak menolak, ia meneliti wajah Rima dengan antusias. "Lo serius nggak mau ikut kencan lagi?" tanya Raja pelan. Rima menggeleng yakin, senyum muncul di wajahnya.

Raja dilanda gelisah. "Kenapa senyum?"

"Lo nggak perlu cariin gue teman kencan lagi."

"Kenapa?"

"Gue lagi mau dekat sama seseorang?"

"Siapa?" suara Raja mulai naik satu oktaf.

"Yang jelas bukan aneka pria aneh." Rima mulai sombong.

Raja memegang tangan Rima. "Awas kalo Akbar!" Rima menepis tangannya, ia kembali mengoleskan cream di tangan lengan Raja. "Kali ini nggak ko. Dia baik.." ucap Rima terus menghadirkan senyuman.

"Kenal dari mana?" selidik Raja.

"Takdir yang mempertemukan kita." Raja hanya diam mendengarkan. "Doain gue juga yah.." Rima menatap wajah Raja.

"Doain apa?"

"Semoga takdir mempertemukan gue sama seorang gadis." Rima hanya diam dan tetap menatap mata Raja. Satu bagian yang Rima suka sekaligus benci. Raja mempunyai mata cokelat kelam dan pandangan tajam. Terlebih saat mata itu terangkat sempurna seakan menyelidik. Oh Rima tahu arti tatapan itu. Tatapan itu hanya untuk Rima.

"Iya.. Tapi kita kayaknya musti kembali bohong deh." balas Rima pelan.

"Si Rafa sama Ruby gimana perkembangannya?" suara Raja serak menatap Rima.

"Nggak tahu, yang gue denger mereka mau minta bantuan Abang Aries. Makanya nanti sore gue mau nyusulin mereka." ada saat di mana mereka bisa akur bahkan bersahabat saat perasaan senasib mempertemukan keduanya.

"Eh lo serius belum dapat pacar?" selidik Rima sambil merapikan sisa makanan. Dia sudah selesai mengolesi cream di tangan Raja.

"Ada masih pendekatan." Rima diam lalu kembali menoleh ke arah Raja yang ternyata masih setia menatap dirinya.

"Lo bahagia sama calon pacar lo yang sekarang?" tanya Rima tanpa basa-basi. Mungkin sudah dari dulu tidak ada kata basa-basi pada mereka berdua. Mereka terbiasa antimainstream.

"Lo sendiri bahagia nggak sama pilihan lo yang sekarang?" Raja bertanya balik.

"Mudah-mudahan ini yang terbaik." senyum muncul di wajah Rima.

"Kalau gitu gue juga sama. Mudah-mudahan ini yang terbaik." mereka hanya saling bertatapan, mengangguk lalu tertawa bersama.

"Hahaha..." Raja menoel kepala Rima seperti sebelumnya. "Nggak pantes ah kita ketawa."

Rima sendiri mencubit lengan Raja. "Sakit." bentak Raja. "Hallah luka seuprit aja manja." ledek Rima pedas.

"Dasar toa.." ketus Raja. "Daripada lo titisan jaman Belanda." balas Rima. Merekapun kembali bertengkar dengan segala ciri khas mereka. Saling mengacak rambut, cubit mencubit bahkan menggelitik perut.

"Raja rambut gue.."

"Rambut lo pantes kaya gini. Ribut kaya toa."

Razi yang memang memberikan waktu kepada mereka untuk saling dekat akhirnya menggelengkan kepala.

"Gue pikir mereka akan sadar lalu bermesraan. Eh malah kembali ribut, pasangan kuno." bisik Razi lalu menghampiri mereka.

"Rima ayo berangkat. Tugas lo masih panjang." Razi berdiri di depan mereka. Rima langsung merapikan tatanan rambutnya sementara Raja merapikan baju hasil koyakan Rima.

Kenapa tidak menikah saja lalu bergelung mesra yang sebenarnya? Batin Razi tetap heran dengan orientasi kemesraan ala Raja dan Rima.

"Gue ikut." jawab Raja.

"Bawa mobil sendiri kan?" Raja menggeleng. "Gue bawa sepeda, makanya tadi gue mandi."

"Dia mah kalo mau kencan aja pake mobil. Orang kuno." cibir Rima mereka berjalan ke depan. Razi sempat memberitahukan asisten rumah tangganya untuk menutup pintu rumah.

"Gue mau hidup sehat." jawab Raja. Rima menaikkan bahunya. "Alasan."

Tanpa diduga Razi merangkul pundak Rima. "Hari ini mau ke toko buku nggak? Gue mau cari buku juga." ajak Razi. Rima mengangguk antusias.

"Jangan pelukan." Raja melerai dan berjalan di antara mereka. Razi terkikik geli, ini menyenangkan.

Di lubuk hati yang terdalam Razi sama seperti seluruh keluarga, ia setuju jika Raja dan Rima berjodoh.

•••

Sorenya di apartement Aries.

"Jadi udah isi nih?" tanya Ruby kepada Rania. "Wah abang kejar tayang bener." godanya lagi.

Rania dan Aries hanya bisa tersenyum bahagia. Memasuki usia dua bulan pernikahan, mereka sudah tidak berdua lagi. Akhirnya, tidak perlu menunggu Rania langsung diberikan amanat di dalam perutnya.

Awalnya Rania masih tidak percaya tetapi semenjak menikah Rania memang tidak mendapatkan tamu bulanan. Sang mamapun segera mengantarkan Rania periksa ke rumah sakit. Saat diberitahukan sedang mengandung Aries langsung mengucap syukur. Ia seperti menjadi manusia baru. Sulit diutarakan baginya, yang pasti akan ada darahnya dan Rania pada sesosok manusia mungil dalam beberapa bulan.

"Terus para orang tua ruwet setuju abang tinggal di sini?" tanya Rafa di sebelah Rania sang adik. Rafa memeluk adik satu-satunya.

"Kan kalo weekend kita boleh tinggal di sini." jawab Aries. Dia sedang menyajikan aneka minuman kaleng dan juga cemilan di meja. Rania sang istri memang tidak boleh banyak bergerak atau mudah lelah, Aries mengambil alih tugas Rania.

"Kalau di sini mungkin dia bisa tenang untuk tidak melakukan pergerakan. Kalau di rumah mertua dia suka serba salah mencari muka." goda Aries kepada istrinya.

"Aku bukan mencari muka kakak. Namanya menantu pasti bingung lah di rumah mertua. Masa mendekam diri terus di kamar." bela Rania manja. Rafa tersenyum, adiknya terkenal pendiam dan paling jarang memperlihatkan sifat aslinya. Dan sekarang ia melihat itu dengan mudahnya Rania membagi rasa.

Pernikahan pasti proses perkenalan dua insan. Rania dan Aries sepertinya menikmati proses itu. Rafa semakin ingin menikah muda.

"Makanya karena kamu serba salah lebih baik di sini. Kamu bisa sepuasnya menikmati tempat tidur tanpa tidak enak hati." Aries duduk di sebelahnya.

"Kalau kamu ada perlu apa-apa hubungi kakak." jawab Rafa. Rania mengangguk. "Aku belum merasa mau ngidam sih. Hanya terus mengantuk dan ingin tidur."

"Karena itu harus dijaga. Kehamilan kamu sedikit lemah. Masih rentan.." balas Aries pelan.

"Iyaa..." jawab Rania. Saat mendapat kabar Rania tengah hamil, Aries memang sedikit cerewet menurut Rania. Bersyukur karena sang suami terlihat lebih antusias dibanding dirinya.

"Mbak Alvina sepertinya masih betah di sana." Ruby memecah pembicaraan. Mereka bertiga menatap Ruby, Rafa berdiri berpindah tempat di samping Ruby.

"Aku khawatir Mbak dekat sama si manusia miring itu." jelas Rafa. Ruby terkikik. "Pria tampan begitu kamu bilang miring. Kamu cemburu yah?" goda Ruby.

"Kamu nggak tahu aja saat pria itu berbicara." Rafa masih mengingat kejadian yang lalu. Saat aneka pertanyaan aneh keluar untuk Razi dari mulutnya.

"Siapa pria tampan?" tanya Aries bingung. Baiklah sepertinya Aries sedikit penasaran.

Aries tahu Rania menatap wajahnya, tanpa membalas tatapan istrinya. Aries meremas tangan Rania. Memberikan bukti jika Rania tidak akan ia abaikan meskipun membicarakan Alvina. Dua bulan hidup bersama sudah mampu memahami sifat Rania. Istrinya sangat pesimis akan keyakinan Aries untuk belajar mencintai.

"Itu boss putrinya Om Rezky, Atika. Om Rezky ini sahabatnya mama sejak dulu." jelas Ruby. Aries masih mendengarkan, tangannya tak lepas menggenggam tangan halus Rania.

"Kemarin saat kita mengantar Mbak Avina di bandara kita ketemu Atika. Dia sih mau balik ke Australia tapi kalau boss-nya satu tujuan sama Mbak."

Aries hanya mengangguk. "Lalu apa yang miring?"

"Tau tuh abang. Rafa nggak suka. Razi, Raja dan Safir juga gitu." jelas Ruby.

"Masalahnya itu orang miring jalan pikirannya. Percaya deh bang, nggak ada orang normal yang bertanya berapa kedalaman laut di tengah pembicaraan santai.." Aries menahan tawa, Raniapun akhirnya ikut terkikik.

"Ko bisa begitu?" tanya Rania. Rafa malas bercerita perihal acara Razi dengan segala urusan wanitanya.

"Entar tanya aja sama Razi." Ruby mencubit pipi kekasihnya.

Ting tong.. Pintu bel berbunyi.

Aries berdiri membuka pintu. Terlihat Ratu dan Safir yang sedang menggendong masing-masing si kembar. Aries langsung mengambil alih salah satu sikembar dari gendongan Ratu. Biar bagaimanapun sikembar cukup berat.

"Kalian darimana? Ayo mereka biar tidur di kamar tamu." Ratu menutup pintu dan membiarkan Aries dan Safir lebih dulu berjalan masuk.

"Loh ko sikembar sama kalian? Razi mana?" tanya Rafa. Safir tidak menjawab, ia mengikuti Aries ke kamar tamu.

"Tadi Safir udah janji jalan sama sikembar, kebetulan aku lagi di rumah sikembar jadi disuruh ikut deh." Ratu duduk di samping Rania.

"Pergi kemana?" tanya Ruby.

"Kebun binatang lihat buaya." Rafa dan Ruby menggeleng.

"Sikembar lagi antusias sama buaya." pasangan kekasih itu kembali tertawa. Serasi dan kompak, menyebalkan.. batin Ratu.

"Gimana dia?" Ratu menatap perut rata Rania. "Masih harus berjaga-jaga." Rania mengelus perut ratanya. Ratu mengangguk. Sebenarnya hari ini ia lelah.

Lelah tubuh, termasuk batin dan pikiran. Ratu memejamkan matanya sejenak, mengingat kejadian di kebun binatang. Saat itu si kembar sedang asyik sibuk melihat aneka jenis primata. Safir menghampirinya.

"Ratu.."

"Iya.."

"Benar kamu penasaran sama?" Safir menempelkan satu jarinya di bibir. Ratu memalingkan wajah.

"Maaf aku tidak sengaja. Tolong lupakan." Ratu segera mencari sikembar menghindari pertanyaan inti Safir.

"Hei.." Rania menggoyangkan pundak Ratu. "Kalau lelah tidur sana di kamar tamu. Ranjangnya besar, cukup buat kamu sama sikembar."

"Ruwet pasti yah jalan sama kembar ditambah Safir." goda Rafa. Ruby mencubit pipi kekasihnya.

"Safir nggak ruwet ko, tapi emang akhir-akhir ini dia semakin aneh." jujur Ruby. "Dia lagi kenapa sih?" Ruby bertanya.

Ratu kembali mengingat kejadian hampir dua jam yang lalu. Saat mereka sudah selesai bermain di kebun binatang. Safir mengajak makan siang. Restoran keluarga dengan konsep outdoor. Safir memesan satu pendopo dimana tidak ada orang selain mereka. Di depannya terdapat halaman bermain untuk anak-anak dengan aneka permainan. Sengaja Safir mengajak ke tempat itu agar ia punya waktu sedikit saja ditengah sikembar sibuk mencoba aneka permainan.

Dan saat mereka sudah berdua.

"Ratu.." panggil Safir. Ratu mencoba berani menghadapi Safir yang berjarak dekat dengannya.

"Akui saja kalau akhir-akhir ini ada yang berbeda dengan kita berdua?" Safir bertanya tanpa ragu.

"Kamu tahu hal yang membuat kita semakin tersiksa karena penasaran?" Ratu menggeleng.

Safir tersenyum. "Sekarang aku kasih tahu."

Chup.  Safir melumat lembut bibir Ratu. Menghisapnya dengan santai. Ini indah, hati Ratu ingin tertawa.

"Kalau masih penasaran sama yang namanya ciuman lakukan sekarang sebelum sikembar datang." ucap Safir menempelkan kedua dahi mereka. Ratu bagai tersihir langsung menyambar bibir Safir. Jiwa nakal yang entah darimana datangnya muncul dipergerakan Ratu. Kelembutan bagian tubuh penghasil suara ini ternyata punya kegiatan lain selain berbicara yang menyenangkan. Mereka saling membalas ciuman.

"Cukup." Ratu melepas ciuman. Deru nafasnya berlarian. Ini pengalaman pertama dirinya. Ratu tahu berhadapan dengan siapa. Safir tak jauh berbeda dengan si brengsek Razi. Tapi entah kenapa ia begitu terobsesi dengan bibir Safir.

Safir benar beberapa waktu ini Ratu juga mengalami keganjilan setiap kali bermimpi, dimana Safir menjadi pemeran utama mimpinya. Safir dengan segala proses penetasan dan keluar sempurna dari cangkang. Ratu sudah berhasil mencari tahu penyebab mimpinya, bibir Safir yang sangat menggoda. Dan ia berhasil mencicipinya. Ratu sadarlah...!

"Kita butuh waktu untuk berbicara berdua?"

"Hoi.." Rafa melempar bantal kecil ke arah Ratu. "Ngelamun apa?" Ratu melempar balik bantal itu. "Mau tahu aja."

"Kenapa Ratu cantik?" tanya Ruby. Ratu menggeleng. Haruskah ia menjelaskan bahwa baru saja berciuman dengan saudara kembarnya ? Menikmati keahlian Safir.

Itu namanya bunuh diri.

Ratu kembali duduk menghadap Rania saat Safir sipemilik bibir itu keluar dari kamar tamu. Ia sempat merentangkan kedua tangan. Lelah setelah menggendong sikembar.

"Dari mana Fir?" tanya Ruby ketika Safir baru saja menghempaskan tubuhnya ke sofa di samping Ruby.

"Liat buaya. Ambilin minum dong." pinta Safir. Ruby mengambilkannya.

"Segerr.." desah Safir setelah menghabiskan satu gelas syrup segar. Ratu yang berada bersebrangan dengan Safir terus memalingkan wajahnya. Ia belum memberi jawaban perihal ajakan bertemu empat mata.

Memangnya apa yang akan mereka bahas? Bibir Safir? Aneh..

Kenapa sekarang ada jarak yang berbeda saat Ratu memandang Safir? Ratu memandang ponselnya, ada gantungan karakter angry birds.
Semua karena bird-nya Safir!!!! Rutuk Ratu jengkel. Insiden yang membuat dirinya terjebak diruang canggung tanpa ada penyelesaian. Ratu ingin sekali berteriak sekarang, tapi itu bukan dirinya.

Rania sedikit curiga melihat kegelisahan Ratu.

Ting tong...
Ting tong...
Ting tong...
Ting tong...

Aries yang baru saja keluar dari kamar langsung berjalan ke arah pintu masuk. "Rima pasti itu, berisik."

"Lama amat bang..." teriak Rima langsung menerobos masuk, berlari mencari kamar mandi. Raja dan Razi ikut masuk. "Dia mau buang air kecil dari tadi." Razi terkikik melihat Rima. Aries sudah sangat faham sifat adik kecilnya.

"Wah ramai yah tamu-tamunya di sini?" sapa Raja pada semua. Raja langsung duduk di samping Rania menggeser posisi Ratu sang adik. "Minggir.." malas berdebat, Ratu menuruti kemauan Raja.

"Apa kabar dia?" tanya Raja memegang perut Rania. "Baik uncle." jawab Rania. Aries duduk juga di samping sang istri.

"Abis dari mana? Ko Razi ikut?" tanya Rafa. Seperti biasa Razi selalu menyukai duduk di bawah. Beralaskan lantai dingin. Ia menyandarkan tubuhnya di kaki Ratu yang duduk di atasnya.

"Sikembar mana?" tanya Razi kepada Ratu. "Tidur di kamar tamu tuh, kelelahan." jawab Ratu.

"Lo kenapa nempelin Raja sama Rima?" tanya Rafa kepada Razi.

"Bukan gue yang nempel. Dia tuh yang ikut-ikut gue sama Rima." sindir Razi.

"Iya emang. Ganggu aja." Rima menyambar. Ia baru keluar dari kamar mandi. Rima memilih berdiri, lalu membungkuk di depan meja karena aneka makanan ringan dan kue tersedia di sana.

"Ambilin gue itu dong Rim." pinta Razi. Rima mengangguk lalu mengambilkan kue untuk Razi. Raja sebenarnya geram, beberapa jam mengamati dari sebelumnya, memang terasa aneh karena Rima seperti sangat patuh kepada Razi. Saat Rima ingin duduk di bawah bersama Razi, Raja langsung memerosotkan tubuhnya. Duduk di samping Razi.

"Duduk di atas." perintahnya. Rima menuruti malas berdebat.

Semua mata terkikik. Tingkah Rima dan Raja memang selalu seperti itu. Kemesraan mereka tercipta dengan cara yang berbeda.

"Jadi gimana? Kalian belum mendapat restu?" tanya Aries menatap Rafa dan Ruby. Sepasang kekasih itu menggeleng.

"Tahu nih lama amat, kita kena getahnya terus." Rima meletakkan tangannya di atas pundak Raja. Posisi mereka sama seperti Razi yang duduk di belakang Ratu.

"Perasaan kita udah berakting akur di depan keluarga." timpal Raja.

"Perlu abang bantu meyakinkan orangtua?" tanya Aries. Rafa menatap Ruby. Haruskah ini diberitahu?

"Sebenarnya mereka mau kalian tunangan terlebih dahulu. Diikat gitu, baru kita bisa melangkahi kalian." Rima dan Raja sama-sama melebarkan matanya. "APA?"

Aries menutup telinga Rania. Ratu melakukan hal yang sama menutup telinga sendiri.

"Ah berisik." Razi memukul lengan Raja di sebelahnya.

"Usia kalian lebih tua daripada kita." jelas Ruby.

"Iya jadi semua tergantung kalian." Rafa juga melakukan hal yang sama.

"Lo berdua yang mau nikah kenapa gue yang susah?!" Raja tak tahan dengan semua. Sang mama memang terlalu me-ruwet-kan hubungan asmara anak-anaknya. "Ruwet."

"Abang bilang sama mama dong. Masa aku harus menikah sama si kuno ini.." rengek Rima kepada Aries sang kakak.

"Memang salah? Raja itu terbaik, selama ini yang paling mengerti kamu kan Raja." jawab Aries.

"Tuh denger abang lo. Dibanding yang lalu-lalu gue paling bener toa." sambar Raja.

"Tapi kali ini kayanya lo bakal tersingkir. Gue ketemu sih demenan terbaru Rima ." goda Razi meramaikan suasana.

"Biang ruwet ikut campur." Rafa menggeleng. Ia tahu wajah Raja berubah. Wajah khawatir penuh keresahan.

"Jalanin aja dulu. Mungkin mereka yakin kalian bisa bertahan walaupun ditunda. Ruby selesain kuliah dulu." jelas Aries. Sepasang kekasih itu mengangguk.

"Iya tapi kan bikin ruwet gue." ketus Rima menatap Ruby.

"Kalo kamu gimana Fir? Bantuin mama buat setuju aku menikah dong." tanya Ruby kepada Safir yang sedari tadi hanya diam menyandarkan tubuhnya di sofa. Safir dengan pemikiran lainnya.

"Enak kali yah kawin?"  jawab Safir seadanya. Ratu menunduk malu mendengarnya. Sementara yang lain menyoraki Safir. "Yaa dia ingat koper.." goda Rafa.

"Abis liat Fredi yah?" Safir tersentak karena Razi melemparkan bantal kecil kepadanya.

"Banyak minum bro, biar konsentrasi bagus.." lanjut Razi.

"Apaan sih.." Safir duduk tegap, menatap kesal Razi. Terlebih Razi menyandarkan tubuhnya di kaki Ratu. Kenapa dia jadi seperti ini? Semua orang tahu Ratu dekat dengan Razi. Mereka bersaudara bukan? Tapi sekarang Safir tidak rela Razi menyandarkan tubuhnya di kaki Ratu, bahkan tanganya menyelip diantara satu kaki Ratu. Razi seperti memeluk satu kaki Ratu.

"Eh ini Atika upload foto. Mbak Alvina lagi di Aussie." Ruby memamerkan ponselnya. Dimana Alvina dan Atika sedang berfoto di depan Sydney Opera House. Wajah Alvina sudah jauh membaik, tidak ada raut muram di sana.

"Coba lihat.." Ponsel Ruby berpindah tempat bergilir ke semua yang ada di ruangan. Paling lama di tangan Rania. Baik Aries maupun Rania sama-sama melihat.

Aries tersenyum lega melihat wajah Alvina lepas bahagia. Mungkin menjauh dari semuanya membuat rasa kecewa itu memudar dengan sendirinya. Ada yang berbeda saat Aries menatap Alvina, ia tidak lagi memandang Alvina tanpa kedip. Tatapan sayang ada tetapi tak ada bedanya jika ia melihat Rima ataupun Ruby.

Aries mulai mengakui bahwa sudah ada wanita berbeda menguasai tahta hatinya. Wanita dengan mata sendu penuh cinta yang sudah halal ia miliki, Rania.

"Semoga mbak bisa move on." Rima mengambil alih. Ratu dan Raja ikut melihat. Rima menggulir isi galery yang ada di media sosial milik Atika.

"Eh ini siapa?" ada satu foto di mana Alvina sedang berjalan berdampingan dengan seorang pria. Posisinya diambil dari belakang. Besar kemungkinan Alvina dan sipria tidak tahu jika Atika mengabadikan foto.

"Kayaknya gue agak kenal sama postur tubuhnya. Dari arah belakang aja udah ketahuan miring-nya." jelas Raja merampas ponsel ditangan Rima lalu memperlihatkan kepada Razi.

Sebenarnya Razi malas menatap tapi ia penasaran juga "Iya bener nggak salah lagi." ucap Razi pada akhirnya. Razi bahkan mengambil ponsel itu dan membuka profil media sosial milik Atika. Menatap dalam-dalam gadis aneh yang pernah mengganggu waktunya dalam satu jam.

Lucu dan imut ternyata Atika. Razi tersenyum dalam diam. Ia lalu menggeleng memberikan ponsel itu kepada pemiliknya.

"Sebenarnya siapa sih pria yang kalian bilang miring ini?" tanya Aries penasaran. Rania juga ikut penasaran.

"Tahu bang. Aneh mereka, boss-nya Atika itu ganteng ko. Mungkin diatas abang dua atau tiga tahun. Yah belum terlalu tua." bela Ruby.

"Itu hitungannya nggak laku Ruby." jawab Raja.

"Kamu nggak tahu sih gimana ngeselinnya itu orang." Rafa kembali mengingatkan. "Tanya Razi yang ngadepin langsung!?" Razi hanya diam. Pikirannya melalang buana memikirkan pipi tembam Atika.

Dia ingat, pipi itu pernah ia cubit sekilas. Tapi sipipi tembam itu juga pernah menyiramkan  minuman. Razi tidak akan pernah lupa itu.

"Tuh Razi diam aja. Kamu sama Raja berlebihan." cibir Ruby kepada kekasihnya.

"Benar By, itu manusia aneh yang pernah gue lihat selama gue hidup." bela Raja.

"Tanya Safir kalo nggak percaya!" Rafa tidak mau kalah. Ruby menoleh ke samping dimana Safir juga diam. "Fir benar boss-nya Atika orangnya miring?"

"Aku mau pelihara anak buaya deh." jawaban dari Safir yang tidak mirip dengan pertanyaan. Ruby diam melongo menatap saudara kembarnya.

"Yah bener kurang minum sih Safir." ledek Raja. Semua terkikik kecuali Ratu yang juga gelisah. Safir mau pelihara buaya?

"Lo kan juga buaya Fir masa mau pelihara buaya. Razi aja lo kandangin." Rima bersuara. Raja mengangguk setuju. "Cocok kalo Razi dikandangin."

"Kompak niyee.." balas Razi menggoda Rima dan Raja.

"Oke cukup, sebentar yah abang mau bicara dengan kalian." Aries berdiri memberikan kode kepada Raja, Rafa, Razi dan juga Safir untuk berbicara di satu kamar kecil tempat Aries meletakkan alat fitnesnya. Mereka mengikuti.

"Aku mau ganti baju Ran, pinjam yah." sang adik ipar Rima meminta izin kepada Rania.

"Cari sendiri di lemariku." ucap Rania. Ia memang dilarang banyak bergerak oleh Aries. "Ikut dong mau merapikan rambut." Ruby mengekori Rima. Tersisa Rania dan Ratu di ruangan.

Ratu mendekati Rania kembali. Wajahnya gugup. "Lo lagi kenapa sih Ratu?" Rania tahu saudara sepupunya ini sedang dilanda sesuatu yang mengganjal.

"Kenapa?" tanya Rania sekali lagi. Ratu melirik keadaan sekitar. Diruangan itu hanya ada mereka berdua.

"A-ku.." ucapnya pelan lalu menggeleng. "Ka-kami.." Rania menunggu kelanjutannya. "Iya?"

"Aku dan Safir berciuman." ucapnya cepat. Rania terkejut. "Hah?"

"Ssssstt.." Ratu meletakkan jari telunjuk di bibirnya. "Pelan-pelan Ran." Ratu memeriksa sekeliling.

"Kapan?" selidik Rania tak percaya. Bahkan tidak terlintas pemikiran seperti itu.

"Waktu itu hampir, pas di rumah mertua kamu." Rania melebarkan matanya kembali. "Terus.."

"Tapi tadi dua kali." jawabnya jujur. Rania tidak bersuara, hanya meletakkan jari telunjuknya di bibir. Bertanya dengan bahasa tubuh. Apa di bibir kalian berciuman?

Ratu mengangguk malu. Rania tak percaya. "Pantas kalian berdua aneh." 

"Tapi masih belum jelas, udah gitu sikembar lihat lagi." lirih Ratu.

"Wah harus segera diurus." Ratu mengangguk lemah. Ini harus segera diselesaikan. "Jangan bilang siapa-siapa." mohon Ratu. Rania tertawa.

"Ran gue pake baju yang ini yah?" Rima dan Ruby sudah keluar dari kamar. Ratu dilanda rasa gugup.

"Jadi Ran bahan-bahan buat makanannya tuh bawang putih sama bawang bombay dicamput cream cokelat sama pisang dan tiga buah telur bebek." Ratu meracau. Rania menatap bingung Ratu. Jenis makanan apa yang ingin Ratu buat?

"Lo masak apaan bahan-bahannya aneh gitu?" tanya Rima yang juga mendengar ocehan Ratu.

Rania tertawa pelan. Ratu harus dibantu.

"Ngelihat apa sih kalian di kebun binatang? Pada aneh kelakuannya, Safir juga koslet." selidik Ruby.

Ratu hanya tertawa masam. "Itu resep menu makanan Skotlandia." jawabnya. Rania terkikik geli, Ratu pasti menyimpan rahasia perihal dirinya dengan Safir. Tidak mungkin mereka asal berciuman. Rania harus mencari tahu.

Tak lama para pria kembali keluar dari kamar kecil. Aries menghampiri Rania kembali. "Sekarang waktunya kamu istirahat di kamar. Maaf yah Rania tidak boleh banyak bergerak apalagi berfikir yang berat-berat." tanpa malu Aries menggendong Rania ala pengantin baru di hadapan semuanya.

"Kak aku bisa berdiri." protesan yang tidak dihiraukan Aries.

"Hhmm.. Enaknya." goda Rima.

"Asyik banget bumil.." goda Raja.

"Rim kalo mau menginap di sini kamar sebelah kosong." tawar Aries.

"Nggak bang aku ada urusan nanti malam." jawaban Rima bermakna mencurigakan bagi Raja.

"Oke abang urus Rania dulu yah, kalian boleh senang-senang di sini asal jangan berisik. Rania butuh ketenangan." Rania merona diperlakukan seperti ini oleh Aries.

"Mereka yang selalu ramai, kita sih enggak." Rafa menunjuk Raja dan Rima.

"Berisik." balas Raja dan Rima bersamaan.

"Nah baru dibilang." sekarang Ruby yang sepertinya satu hati dengan Rafa.

Aries melanjutkan langkahnya menuju kamar. Biarlah di luar sibuk dengan acara berisiknya, Rania dan calon buah hati harus tenang dan cukup istirahat.

"Kenapa?" tanya Aries menatap Rania yang masih di dalam gendongannya. "Malu." jawabnya.

"Kunci pintunya." Rania menuruti perintah Aries. Mereka diam sejenak di depan pintu. Suara berisik di depan masih jelas terdengar.

"Mau kemana lo toa?"

"Mau kemana kek urusan gue."

"Ayo By pulang.. Kita kencan, lama-lama tuli di sini."

"Ke rumah kamu aja gimana? Aku mau belajar dekat dengan calon mertua?"

"Gatel lo By. Mau banget nikah muda."

"Bye semua. Abang.. Rania kita pulang.."

"Heh toa.. Jangan ikut campur urusan orang.."

"Nah lo ikut campur urusan gue."

"Karena harus."

"Ja, gue mau jalan sama Ratu boleh? Kebetulan ini urusan bintang tamu dubber di radio."

"Hmmm maaf jangan sekarang Safir aku nggak bi-bisa.."

"Harus Ratu sebelum yang kecil-kecil mengisi suara berlebihan."

"Iya juga yah."

"Ayo sebelum mereka terjaga dan membuat kacau."

"Ngomong apaan sih lo Fir? Udah gue izinin.. Jangan pulang malam.."

"Beres boss, eh Zi adek lo tidur di kamar sebelah tuh.."

"Ran- Rania gue pulang.."

"Oke gue juga mau cabut dulu, Rim lo bawa mobil gue nih, anterin adik-adik gue pulang. Kalo Raja mau menemani terserah, itu bukan urusan gue. Abang, Rania..Aku pulang dulu yah."

"Lo mau kemana playboy sialan?"

"Di dekat sini ada klinik kecil, susternya manis. Bye.."

"Ah sialan jadi gue yang ketiban sial bawa si kembar."

"Udah sini gue temenin. Sepeda gue juga ada di rumah Razi."

"Terus nanti gue pulang naik taxi lagi? Ah nggak mau, bisa telat.. Masa naik sepeda sama lo? Gue takut terlambat."

"Yah kalo nggak mau naik sepeda tetap pake mobil Razi. Pokoknya lo harus bareng gue sampai rumah."

"Ah nggak mau. Ganggu aja jadwal gue. Razi juga udah kasih dispensasi."

"Gak bisa. Pulang tetap pulang."

"Udah cepet deh bawa sikembar."

"Lo juga bantuin toa."

"Berisik! Abang.. Rima pulang bawa sikembar."

"Iya Rim.." teriak Aries masih betah menggendong Rania. "Akhirnya mereka pulang semua."

"Kak Rania mau ke kamar mandi, turunkan di sini." Aries tidak mengindahkan dan tetap membawa ke kamar mandi.

"Kakak sampai di sini saja Rania mau buang air kecil." Aries tetap menurunkan Rania di dalam.

"Keluar aku malu." Aries mengangguk keluar sambil tertawa.

"Kamu sudah shalat?" Aries mengagetkan Rania saat berdiri di ambang pintu kamar mandi. "Sudah tadi." Aries tersenyum lalu kembali menggendong Rania.

"Ini berjarak dekat." Rania pasrah atas perlakuan Aries ia mengalungkan kedua tangan di leher suaminya.

"Kakak mau izin tiga hari lagi mau pergi selama satu minggu. Kamu di rumah orangtua kamu yah?" Aries merebahkan istrinya lalu ikut tidur di sampingnya. Aries menopang kepalanya dengan satu tangan lalu menghadap Rania.

"Kakak mau kemana? Rumah mamaku?" Aries mengangguk.

"Kalau di rumah mertua kamu pasti serba salah. Lagipula mama kamu kemarin menghubungi kakak. Dia mau kita menginap lama di sana." Aries memainkan rambut Rania.

"Kakak lama?"

"Nggak juga."

"Ada urusan apa sih kak?"

"Ada aja." jawab Aries geli.

"Kenapa nggak jujur?"

"Hati suci seperti kamu tidak pantas terbebani oleh masalah yang lain." Aries mengecup kening Rania.

"Tandanya kakak nggak bisa jujur sama istri." Rania mulai merasa terabaikan. Aries tahu.

"Mau tahu satu hal?" Rania mengangguk, ia merapatkan tubuhnya dekat dengan Aries.

"Rasanya kakak sudah jatuh cinta sama wanita bernama Rania. Orangnya mudah pesimis tapi karena sifatnya itu memancing seorang Aries bergerak aktif menghancurkan jiwa pesimisnya. Hati sucinya mampu membersihkan luka Aries." Rania diam menatap dalam-dalam mata Aries. Mencari letak kebohongan yang tak bisa ia temukan.

Ini yang Rania tunggu dari awal. Aries memang selalu lembut padanya tapi tidak pernah sekalipun Aries menyebut kata cinta.

"Sudah sampai mana jatuh cintanya?" tanya Rania masih tak percaya.

"Masih sedikit, karena orangnya belum yakin." goda Aries. Rania membalikkan badan. Aries tertawa. Sejak hidup bersaman Rania, Aries sangat royal berbagi senyuman dan canda.

Satu hal yang tidak bisa diberikan kepada orang lain. Hanya kepada Rania dengan sifat manjanya. Aries menikmati.

"Aku mau tidur." ucap Rania pelan. Aries menempelkan tubuhnya dari belakang dan tentu saja menghirup aroma memabukkan dari helaian rambut Rania.

"I love you.." bisikan indah diiringi kecupan di pipi dan leher Rania. Aries lalu memeluk erat Rania.

"Terimakasih membuat hidup kakak bahagia. Perjalanan kita masih panjang." Rania memegang tangan Aries bertengger di perutnya.

"Iya kak.."

TBC..
Minggu,  13 Maret 2016
-mounalizza-
Mari kita ruwet bersama sama..

Oke part depan siap2 menghadapi rasa nano2 kembali.. Hahahah action2 ciat ciat...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top