17 - PEMBELA HATI
Pemirsah semua, maap yah klo lama , tapi ini baru tiga hari aku nggak update. Kehidupan nyata saya sibuk. Masa harus di jelasin aku ngapa2in.. Lagipula menulis itu tidak hanya asal menulis, butuh inspirasi dan ide. Tidak bisa dipaksa dan jangan memaksa. Tolong dimengerti.
Klo nggak percaya coba kalian menulis dan seperti apa rasanya..
^_^
Sorry for typo.
...
Di sebuah pusat perbelanjaan.
"Oke, kali ini mudah-mudahan pria normal." Rima menatap tampilan di kaca di depannya, tepatnya di dalam ruang kamar pas sebuah outlet pakaian yang sedang ia kunjungi. Rima mendapat kabar dari Raja kalau siang ini ia sudah ditunggu teman kencannya sesuai pilihan Raja. Sudah beberapa kali ini Rima menjalankan acara pencarian kekasih dari rujukan Raja.
Berhasilkah? Nanti kita cari tahu.
"Hufft... Semangat Ima." Rima keluar dari sana dan mengurus pembayaran. Ia mendadak membeli baju yang layak untuk pergi berkencan. Tidak ada waktu baginya untuk pulang bersiap-siap. Rima sempat memoleskan riasan di wajahnya.
"Di Cafe mana yah tadi Si Kuno bilang? Ada peningkatan ngajak ketemuan di Mall besar ini." Rima berbicara sendiri sambil berjalan riang. Pasalnya kencan-kencan sebelumnya bisa dikatakan jauh dari kata sempurna. Mendekati berhasil saja tidak. Entah kenal dari mana Raja selalu memberikan teman kencan aneh-aneh untuk Rima. Membuat gadis itu setengah trauma dan blenger menjadi satu. Tapi demi kelangsungan kisah asmaranya tidak ada salahnya mencoba. Rajapun selalu mencarikannya.
Mempertemukan aneka ragam jenis pria bukan pilihan Rima.
Mulai dari remaja sekolah berusia di bawahnya, pria cupu, pria dengan tatapan nakal, pria pelit yang hanya mentraktirnya ice tea ukuran besar itupun gratis isi ulang. Ada juga pelatih bola antar kampung, anggota MLM, penyuka sesama sepeda onthel yang belakangan baru Rima ketahui pria itu ternyata berniat membeli sepeda antik milik Raja, Rima hanya sebagai pihak yang bisa diajak kerja sama.
Selain itu ada juga pria berusia tiga puluh lima tahun dengan pembawaan gugup bahkan Rima tidak tahu jenis suaranya karena diam yang sungguh terlalu. Demi Tuhan Aries sang kakak saja tidak sediam itu. Rima terus mengingat aneka macam cerita kencan menyebalkannya atas saran Raja. Seperti tidak kapok Rima selalu menurut jika Raja memberi kabar ada seorang pria yang ingin berkenalan.
"Teh itu bagus buat kondisi tubuh. Selamat menikmati, bisa ditambah karena gratis refill."
"Maaf saya tidak biasa kencan, kamu saja deh yang terus bicara. Saya mendengarkan saja. Pak Raja memaksa saya terus."
"Kakak cantik sekali, kita selfie yuk aku mau upload di med-sos. Teman-teman sekelas aku bisa ngiri."
"Hmm.."
Rima masih mengingat pria terakhir yang hanya mengeluarkan suara dengan huruf konsonan. Saat itu waktu terasa berhenti. Lama sekali rasanya. Sungguh Rima enggan bersuara berhadapan dengan pria paling membosankan itu.
"Semangat Rima.. Kencan ini harus berhasil. Awas aja si kuno kalo masih ngaco kasih calon. Gue bakar sepedanya." Rima berjalan sendiri. Situasi mall cukup ramai.
"Rim.." Rima menoleh ke arah belakang, tepatnya seorang pria sedang mendekat ke arahnya. Pria itu langsung merangkul pundak Rima santai. "Kamu cantik sekali my baby.." bisiknya menggoda. Rima mencibir..
"Lo juga rapi banget Zi. Siapa lagi yang kemakan playboy brengsek macam lo." sinis Rima menepis tangan Razi dari pundaknya. Razi terkekeh geli.
"Mau kencan dong." jawab Razi enteng. "Lo sendiri?" Rima mengangguk dan berjalan penuh keyakinan. "Udah sana nggak usah ganggu gue." Razi menahan tangan Rima yang hendak pergi. Tangannya kembali merangkul pundak Rima. Mengarahkan kepala Rima kepada penampakan seorang gadis cantik yang sedang menunggu seseorang. Menunggu Razi lebih tepatnya. Gadis itu duduk di sebuah Cafe.
"Itu dia, cantik nggak Rim?" tanya Razi sombong. Rima mengakui gadis itu sangat cantik. Razi memang pandai memilih wanita.
"Ini gue rebutan sama Raja and Safir. Sayangnya dia milih gue." Rima mendengus kesal. Terkutuklah kalian para pria brengsek.
"Nggak yakin gue kali ini bisa luluh." tantang Rima. Razi semakin merangkul leher Rima.
"Oke kita taruhan. Kalo lo gagal kencan kali ini selama seminggu lo harus jadi asisten gue. Begitupun gue.." Razi menaikkan alisnya.
Menarik, batin Rima. Punya supir antar jemput setiap hari? Siapa takut.
"Berani..?" Rima mendorong tubuh Razi yang masih betah menempel dengannya. "Oke.." jawab Rima.
"Lo kencan di mana?"
Rima menunjuk Cafe di depannya. "Janjinya sih di situ." Razi hanya mengangguk dengan senyum yakin akan memenangkan taruhan.
"Oke siap-siap jadi asisten gue. Mulai dari sarapan pagi sampai susu hangat saat gue mau tidur." Rima mencebik, Razi memang dikenal sangat rapi mengatur pola hidupnya. Jangan pernah melihat Razi akan makan sembarangan. Ia tidak seperti yang lain. Razi menyukai makanan rumahan. Terkadang saat berkencanpun Razi hanya akan memakan salad.
"Oke sampai bertemu lagi calon supirku yang ganteng.." mereka berjabat tangan dan memisahkan diri. Rima sempat melirik Razi yang sudah menghampiri si gadis. Tidak susah bagi Razi untuk mendapatkan kecupan di kedua pipinya. Razi disambut baik. Rima menatapnya.
"Awas aja nih si Kuno kalo kencan kali ini aneh.." harap Rima. Ia berjalan menuju Cafe di depannya.
"Selamat siang mba mau pesan tempat? Berapa orang?" tanya waitress itu ramah.
"Saya sudah ada janji di sini. Atas nama Irvan Agria." jawab Rima sambil meneliti tamu-tamu Cafe.
"Oh tunggu sebentar yah sepertinya Pak Irvan juga sudah datang. Dia di meja 21. Mari ikuti saya." Rima mengekor di belakang waitress.
"Pak Irvan.." sapa pelayan itu.
"Iya saya.." pria bernama Irvan itu mengangkat wajahnya. Rima menatap takjub, ingin rasanya berteriak.
GANTENGNYAAAAA.....
"Permisi.." ucap sang waitress. Meninggalkan Rima yang berdiri kikuk. Wajah pria bernama Irvan sungguh sangat tampan, rapi dan berpenampilan trendy.
Apa Rima bermimpi? Raja tidak salah mempekenalkan pria tampan untuk dirinya? Andai Raja ada di hadapannya Rima ingin sekali memeluk Raja.
Si kuno? Ahhh bukan dia tapi Irvan. Si masa depan.
"Rima yah?" tanya Irvan berdiri menyambut hangat Rima. Pria itu mempersilahkan Rima duduk di depannya.
"Kenalin aku Farrel, Irvannya tidak bisa hadir tapi aku bersedia menggantikannya. Mohon dimaafkan."
Pasti dimaafkan, suaranya saja sudah membuat Rima meleleh. Suara Rima tercekat susah sekali bersuara. Wajahnya sangat mampu membuat Rima tersihir.
"Karima." cicitnya pelan.
Jiaahh bisa juga gue mencicit. Sotoy lo Rim.. Oke tenang..
"Kenal Raja udah lama?" tanya Farrel memulai pembicaraan?" Rima mengangguk. "Dari kecil udah tetanggaan." cicitnya kembali.
"Mau pesan apa?" tanya Farrel. Rima diam dan menatap buku menu makanan. Sesekali ia melirik Farrel.
Oke tampang boleh ganteng tapi dompet bisa jadi suram.
Melihat Rima yang tampak sibuk berfikir melihat menu makanan, Farrel kembali bersuara. "Gimana kalo aku pesankan menu paling spesial di Cafe ini?" Rima menutup buku mutu.
Welldone Farrel.
"Oke, terus -terus kesibukan kamu apa aja? Rumah kamu berdekatan banget sama Raja?" tanya Farrel setelah memesankan menu makan spesial. Ah sepertinya ini akan berlanjut. Rima teringat jadi Raja. Mungkin kali ini Raja benar-benar serius mencarikannya teman kencan.
Bip.
Kuno : gimana kencannya?
Me : Aku suka Jaun sayang. Sempurna.
Rima membalas pesan Raja dengan sadar. Entah kenapa kali ini Raja benar-benar tulus mencarikannya pria.
Drt.. Drt. Kuno..
"Siapa?" tanya Farrel penasaran
"Raja."
Baru juga gue puji. Eh dia telephone. Memperlambat waktu aja.
"Angkat aja siapa tahu penting." ucap Farrel. Pengertian, oke Rima semakin menyukai Farrel. Wajah, suara dan sifat bisa menenangkan diri, paket lengkap bukan paket hemat. Dia tidak pelit.
"Hallo." suara Rima diusahakan sepelan mungkin.
"Lo serius mau sama dia?" teriak Raja. Rima menjauhkan ponselnya. Farrel memperhatikan. Rima tersenyum mengangguk. "Aku angkat telephone dulu yah." ia lalu bangkit. Menjauh dari Farrel dan mendekatkan ponsel ke telinga.
"Iya, kali ini gue mau sama dia." jawab Rima sedikit berbisik. Ia melirik dari kejauhan tatapan Farrel yang sedang menatapnya.
Jangan ditatap seperti itu bang. Hati eneng jadi gagap tak bersuara.
"Udah gila lo." teriak Raja. Rima kembali menjauhkan ponselnya. Mengganggu khayalannya saja. "Pokoknya tunggu disitu gue nggak jauh dari mall...!"
Tuut.. Rima mematikan panggilan tidak penting dari Raja. Sudah terlambat wahai Raja. Dia yang memberikan kencan sempurna, kenapa sekejap berniat membatalkan. Merusak suasana saja. Tidak bisa diganggu gugat.
Rima kembali berjalan ke meja Farrel yang mereka tempati. Farrel kembali menyambut sambil tersenyum antusias. "Silahkan duduk, makanannya juga sudah datang."
"Makasih." Rima seperti terlahir kembali menjadi seorang wanita kalem. Ah ini berbeda.
"Jadi katanya kamu suka sepeda tua yah?" tanya Farrel santai. Ia menatap Rima tanpa putus. Meneliti wajah merona Rima.
Tatap aja bang sebelum gue makan lo.
"Bukan aku, tapi Raja." jawab Rima malu-malu sambil mengambil sendok dan garpu. Makanan ini terlihat lezat, selezat hatinya ingin memakan rasa Farrel.
"Oh Raja..." Farrel hanya mengangguk. "Kamu sering ke carwash?" dan merekapun terlihat akrab satu sama lain membicarakan sehari-hari. Farrel pribadi menyenangkan.
***
"No no no..."
Raja berlari menuju lantai di mana Cafe itu berada. Saat tiba di pusat perbelanjaan tersebut Raja buru-buru memberikan kunci mobil kepada pihak valet parking service. Ia sudah terlalu malas untuk memarkirkan sendiri. Pusat isi kepalanya tertuju pada Rima dan teman kencannya. Apa katanya tadi?
"Sempurna?" bisik Raja kesal. Tidak, ini tidak boleh sempurna. Raja berlari menuju tempat kejadian kencan itu.
"Permisi meja atas nama Irvan Agria dimana yah?" tanya Raja sambil melongokkan kepalanya ke dalam Cafe. Sambil mencari-cari dimana penampakan gadis bersuara toa bervolume kencang.
"Itu dia." desis Raja jengkel menatap di kejauhan senyuman lebay Rima, belum sempat pelayan memberitahu Raja sudah berjalan memasuki Cafe.
Senyuman Rima semakin terlihat jelas. Dibuat-buat, tidak alami dan terkesan palsu. Senyuman apa macam itu? Raja tidak faham, yang ia mengerti ia harus menyeret Rima pulang. Pergi dari hadapan teman kencannya.
"Raja.." sapa Farrel tak percaya. Rima mengangkat wajahnya saat Raja tepat berdiri di depannya dengan wajah angkuh dan khas Raja, menaikkan satu alisnya. Rima sangat membenci tatapan ini. Pertanda bahaya.
"Ayo pulang Rim.." tanpa membalas sapaan Farrel, Raja menarik tangan Rima.
"Apaan sih! Nggak mau." Rima menggeleng dan menarik tangannya dari genggaman Raja.
"Ayo pulang.." perintah Raja tak terbantahkan. Rima tahu jika Raja sudah bersuara seperti itu dipastikan harus diikuti, apapun yang terjadi Raja akan melakukan segala cara.
Farrel berdiri, memegang lengan Raja. "Tunggu dulu!" dengan nada tenang Farrel bersuara. Raja menoleh ke arah pria tampan tersebut sambil menepis tangan Farrel. Kerutan jelas ada di dahi Raja. Rima sendiri menatap Farrel dengan tatapan bahagia. Mungkinkah ini akan berlanjut..?
"Lo siapa?" ketus Raja. "Perasaan gue mengatur kencan Rima sama Irvan?" Farrel si tampan itu hanya bisa tertawa malu sambil menggaruk kepalanya.
"Sorry, saya yang meminta Irvan menggantikan kencan ini." wajah Raja semakin kaku. Deru nafasnya sudah berada di ujung hempasan kesal.
"Ya udah Kuno, ini rezeki gue. Minggir sana!" bisik Rima kepada Raja. Rima menatap malu-malu Farrel.
"Nggak, ayo pulang. Yang gue pilih bukan dia." jelas Raja dengan suara yang dapat didengar Farrel. Rima hampir saja merandang.
"Oke tunggu dulu Raja. Ini salah paham." lagi-lagi Farrel memegang lengan Raja yang langsung ditepis oleh si manusia kuno.
"Maaf.. Ayo Rima.." Raja memegang tangan Rima. "Kali ini aja Raja." pinta Rima pelan. Raja semakin geram. "Nggak asik lo. Udah dikenalin masa dianggurin."
"Raja, maaf saya harus berkata jujur. Sebenarnya saya yang meminta Irvan untuk mempertemukan saya dengan Rima. Yang saya dengar Rima teman dekat kamu dari dulu. Saya hanya ingin mengenal kamu lebih intim. Tidak ada maksud apa-apa dengan Rima. Yah kan Rim? Dia bahkan memberitahukan semua kebiasaan kamu lengkap." Farrel meraba lengan Raja lalu menatap Rima dengan arti terima kasih.
Meraba?
Intim? Jadi dari tadi gue cuma sebagai sumber informasi? Jangan-jangan dia?
"Saya sudah lama tertarik sama kamu. Dua hari sekali saya menjadi pelanggan tetap kamu di carwash." wajah Farrel tersipu menatap Raja yang canggung. Rima murka merasa di mamfaatkan.
"Enak aja lo mau deketin Raja. Jadi dari tadi lo cari informasi tentang Raja? Sialan." ketus Rima.
Rima akhirnya sadar sejak awal perbincangan Farrel memang selalu mengarah pada Raja dan segala aktivitasnya. Dengan tiba-tiba Rima memeluk pinggang Raja "Ayo pulang Ja." ajakan menggiurkan yang diangguki Raja.
Raja melirik sekilas wajah Farrel tanpa melepas rangkulan yang cukup mesra. "Maaf gue bukan penyuka sesama jenis." ucap Raja pelan. Sebenarnya dia merasa takut dan gugup. Ini sama sekali di luar isi kepalanya. Farrel hanya mengangguk malu. Menatap adegan rangkulan itu saja cukup membuat ia sadar akan penolakan.
"Permisi." jawab Raja meninggalkan Farrel. Rimapun mengikuti kemauan Raja.
"Lo nih gimana sih main diterima aja pria itu buat kencan." ketus Raja di depan Cafe. Tanpa melepas rangkulan mereka saling menatap kesal. "Kan dia bilang Irvan nggak bisa datang jadi dia yang gantikan. Gue setuju aja, cetakan bagus masa dianggurin. Biasanya kan pilihan lo nggak ada yang benar." balas Rima kesal. Mereka diam sejenak karena Farrel baru saja keluar dari Cafe sambil menatap mereka.
"Raja Sayang, ayo kejar dia. Sepertinya patah hati," ledekan Rima sungguh tidak lucu batin Raja.
"Berisik lo toa." Raja semakin memeluk Rima bahkan kedua tangannya melingkar sempurna. Mereka akan melupakan keadaan sekitar jika sudah berdekatan intim. Baik intim mesra atau intim dengan segala tingkah menyebalkannya. Dunia hanya milik mereka.
"Maaf Raja saya telat, saya baru saja ke pengadilan agama mengurus proses perceraian." seorang pria pendek bahkan terlihat sangat bulat dimata Rima berdiri dengan deru nafas cepat.
Abis dikejar maling kali ini orang. Lucu, bulet pendek.
"Irvan..?" sapa Raja. Rima menegang.
Jadi dia yang ingin Raja kenalkan? Dasar manusia kuno. Apa tadi dia bilang? Perceraian? Masa gue mau dikenalin sama duda bantet begini. Raja sialan!!!
"Ini kenalin Rim, Irvan." Raja berusaha melepas pelukan Rima yang semakin erat di pinggangnya.
"Maaf yah mas saya nggak berminat sama situ. Ayo pulang Ja." Rima menarik tangan Raja. Ia sempat melihat arah Cafe dimana Razi sedang berkencan. Razi terlihat masih asyik bercengkrama dengan teman kencannya.
"Sialan." desis Rima. Raja mengikuti kemauan Rima. Tak ia perdulikan lagi remasan yang Rima berikan di tangannya.
"Itu si Irvan datang. Mau nggak?"
"Gue mau pulang." pinta Rima kesal melepas tautan mereka. Mata Rima garang menatap Raja. Bibirnya membentuk pola lucu. Raja mengikuti kemauan Rima. "Gue parkir valet.." entah kenapa penderitaan Rima seperti ini membuatnya senang.
"Lo tuh niat nggak sih kasih gue teman kencan?" teriak Rima pada akhirnya. Mereka sudah berada di dalam mobil. Selama menunggu mobi di depan lobby Rima hanya diam memasang wajah garang. Mungkin sedang mengumpulkan satu kesatuan emosi yang akan ia tumpahkan di dalam mobil. Raja siap menerimanya, alunan indah ala Rima.
"Gue hanya ingin lo belajar mengenal berbagai macam pria." jawab Raja tenang. Bahkan terkikik.
"Ia tapi semua teman kencan yang lo kasih ke gue nggak ada yang bener. Semua ngaco. Sekalinya tampan eh malah cantik." gerutu Rima sambil menghentakkan kakinya.
"Itu tadi di luar kendali gue. Kan gue kasih rujukan Irvan."
"Iya duda bantet gitu lo kenalin ke gue. Nggak usah ditanya lo pasti tahu reaksi gue sama dia penolakan." Rima mencubit lengan Raja. "Iya gue tahu." timpal Raja menyebalkan.
Sudah tahu akan ditolak Rima, kenapa tetap berniat mempertemukan?
"Kenapa gue nggak mikir yah si Farrel dari awal tanya semua hal tentang lo? Dari makanan kesukaan sampai ukuran celana." Raja bergidik ngeri mendengarnya.
"Terus lo jawab semua?" tanys Raja. Rima mengangguk. "Iya gue terbawa suasana." Raja menoel kepala Rima.
"Genit sih jadi cewek."
"Bodo amat ah, gue capek. Mending gue cari sendiri daripada rujukan dari lo." Raja menggeleng cepat.
"Nggak bisa pokoknya harus sesuai pilihan gue." bentak Raja, ia lalu melirik ke arah Rima.
"Oh iya lo sendiri mana?! Perasaan teman kencan buat gue nggak pernah ada. Lo niat cariin nggak sih?" desak Raja. Rima diam memalingkan wajahnya.
"Nggak ada. Kebanyakan teman gue udah punya pacar." ketus Rima. Ia memang tidak berniat mencarikan teman kencan buat Raja.
Bip.
Razi : cantik besok mulai jadi aspri gue yah. Mengenai tugasnya gue kabari lebih lanjut. Atau download pdf nya di blog gue. Muach loveyou. Akur niye peluk-pelukan.
"Arrghh.." teriak Rima kesal. "Ini gara-gara lo tau nggak." cubitan dan pukulan tak terhindarkan. Raja menikmatinya.
"Kapok nggak lo kencan?" Raja masih menduga kekesalan Rima karena lelah berkencan.
•••
Di kediaman keluarga Mark R. Andhika.
"Ahh mommy nggak seru nih." ucap Raga lucu di depan Dalilah sang bunda. Raga dan Raka sedang merayu sang bunda untuk memberikan izin untuk memelihara anak buaya di rumahnya.
"Mommy itu khawatir. Buaya berbahaya bukan binatang yang mudah untuk dipelihara." Dalilah tetap tegas menolak permintaan ajaib putra-putranya. Raga dan Raka menatap Mark sang ayah. Berharap bantuan bisa mereka dapatkan.
"Awas kalo kamu setuju." ancam Dalilah menatap Mark.
"Daddy angkat tangan boys." Mark terkikik geli. Raga dan Raka lalu mendekati Rama sang kakek. Mereka memang sedang menonton televisi. Ini hari sabtu, seluruh keluarga di jam segini masih lengkap berada di rumah.
"Grandpa..." Raga dan Raka duduk berdampingan di samping Rama. Bergelayut manja. Livi sang nenek menatap suaminya. "Awas kalau kamu juga mengizinkan."
"Ah youngma nggak keren." gerutu Raga. Raka mengangguk. Mereka hanya tertawa melihat betapa antusias si kembar menyukai binatang buaya.
"Kita bosan mommy.." Raka memelas. Dalilah tetap menggeleng. "Kalian kemarin baru saja jalan-jalan sama mommy. Itu diluar waktu liburan kalian."
"Kakak.." teriak mereka menghampiri Razi. Kakak tercintanya baru saja memasuki ruangan bersama Ratu.
Ratu sudah satu minggu menginap di rumah Razi. Kebetulan jarak studio pengisi suara yang baru dekat dari rumah Razi. Ratu tidak mau terlambat karena hanya beberapa episode saja dia mengisi suara. Tinggal di rumah keluarga Mark memang sama seperti di rumahnya. Ratu bahkan punya kamar khusus yang dibuatkan Dalilah.
Kamar khusus untuk putri yang tidak dimiliki Dalilah dan Mark. Mereka mempunyai tiga jagoan. Jadi kamar itu adalah kamar pelampiasan Dalilah. Ratu yang selalu menjadi tamu spesial di kamar itu.
"Kak Ratu hari ini kemana? Kita pergi ke kebun binatang yuk. Aku kangen dengan Fredi si buaya.." Raka menarik baju Ratu.
"Jangan merepotkan Kak Ratu. Kemarin kalian sudah jalan-jalan." tegur Dalilah.
"Nggak apa-apa mom aku hari ini free. Rencananya mau pulang dulu.." ucap Ratu duduk di samping youngma Livi.
"Iya mama dan papa mencari kamu." Raja tiba-tiba sudah berdiri di hadapan mereka. Raja menghampiri para orang tua, menyalami mereka.
"Kamu kemana saja Raja tidak ingat sama mommy?" Raja duduk di samping Dalilah. Keponakan tercintanya ini memang dekat dengan dirinya. Razi duduk di bawah Dalilah. Duduk beralaskan permadani.
"Sibuk mom.." Dalilah menerima pelukan Raja yang sangat manja.
"Papa ke Bandung?" tanya Mark. Raja mengangguk. "Sama mama, Om Kevin dan Kimiy.."
"Oma Tiara dimana?" tanya Dalilah.
"Di rumah papa Leo. Ratu nggak pulang-pulang sih." Raja menyindir sang adik. "Nanti sore papa dan mama pulang." ucap Raja kepada Ratu.
"Kak Raja mau tolongin kita nggak?" ucap sikembar kepada Raja.
"Kak beliin kita anak buaya dong. Namanya Fredi, terus dia nginap di rumah kakak aja. Janji deh setiap hari kita akan menjenguk Fredi. Kasih makan dan minum." Raga dan Raka berdiri di samping Raja. Menarik manja lengan kakak sepupunya.
"Kalian ini mau menitipkan buaya di rumah Papa Satria?" tanya Mark. Sikembar mengangguk.
"Masa kandang macan mau dititip buaya." bisik Mark kepada Dalilah.
"Yang lain aja gimana? Kelinci atau kucing?" tawar Raja. Sikembar menggeleng. "Nggak keren kak. Yah nggak kerem kan kak Razi?" Razi mengangguk.
"Ah nggak ada yang sayang sama Fredi. Nggak keren." Raga dan Raka kembali ribut dengan makanan yang tersedia di meja. Razi memakan cemilan dengan tenang sesekali menonton televisi.
"Nggak keren gimana?" tanya youngma Livi bingung.
"Kata daddy buaya itu keren, tenang tapi galak. Kata Kak Razi juga gitu. Grandpa juga bilang buaya binatang setia." jelas Raka serius.
"Setia apa sih mom?" tanya Raga.
Ratu terkikik mendengarnya. Livi dan Dalilah geleng-geleng kepala.
"Sama cucu masa mengajarkan seperti itu." Livi menatap kesal suaminya Rama.
"Gue mau mandi di kamar lo." Raja berdiri dan menyenggol bokong Razi dengan kakinya. Razi hanya mengangguk membiarkan Raja memasuki kamarnya.
"Anak-anak jadi aneh. Ini semua karena kamu." desis Dalilah kepada Mark.
Chup. Mark tidak bersuara, ia hanya mengecup pipi istrinya tanpa malu. Ratu menatap kemesraan itu. Kecupan sayang sama seperti sang papa kepada mamanya. Penuh kehangatan dan syarat akan cinta tak terhitung. Kenapa dirinya tertarik dengan hal itu?
Ratu menggeleng merasa ingin mendapat hal itu juga. Ratu hanya penasaran dengan sebuah kecupan. Bukan komitmennya. Lebih dari sebulan yang lalu ia pernah hampir mendapatkan ciuman pertamanya. Setidaknya itu yang ia duga.
Dia dan Safir akan berciuman. Mengingat hal itu saja membuat wajahnya memerah.
Setelah kejadian itu Ratu dan Safir saling menjauh. Bisa dibilang keduanya sama-sama menghindar. Beberapa kali Ruby dan yang lain pergi bersama atau mereka semua berkumpul di apartement Aries. Ratu selalu menolak dan ternyata Safir juga tidak hadir. Mereka memang sama-sama menghindar.
Dan sekarang, Ratu sebenarnya merindukan Safir. Ratu kembali menggeleng. Berusaha mengenyahkan rasa terlarang ini.
"Permisi..."
Kenapa suara Safir begitu dekat dengannya?
"Kak Safiiirr..." teriakan Raga dan Raka menyentak Ratu. Safir nyata di depannya. Memakai kaca mata hitam dengan pakaian santai. Ratu menelan ludahnya. Kenapa bibir Safir sungguh menarik?
Oh Ratu dari sekian pikiran kenapa kamu fokus kepada bibir Safir.
"Safir kamu kemana saja? Oma dengar kamu kemarin ikut acara musik seluruh Indonesia." tanya Youngma Livi.
"Youngma mau ikut memangnya?" goda Razi. Dalilah menjewer telinga putranya. Putranya memang suka menggoda sang nenek.
"Iya kemarin aku jadi pengisi acara." Safir menyalami seluruh keluarga. Ia duduk di samping Rama dan Mark. Dengan bodohnya Safir baru menyadari ada Ratu di dekat youngma Livi.
Ada Ratu..
Antara gugup dan bahagia, sepertinya itu menjadi satu. Ia merindukan wajah Ratu tapi juga menyayangkan bertemu. Berjauhan dari Ratu hampir bisa membuat isi kepalanya kembali normal. Tidak ada lagi aneka fantasy yang sangat tidak bermoral. Safir berhasil melewati fase itu.
Dan sekarang? Ratu ada di sekitarnya kembali. Sebenarnya ini normal karena mereka tidak akan bisa selalu menghindar. Kebersamaan sesama keluarga pasti menyatukan mereka.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Razi.
"Safir mau minum apa sayang? Ratu buatkan Safir minuman." pinta Dalilah.
"Nggak perlu tante aku tidak haus." jawab Safir menatap Dalilah. Ratu tetap berdiri. "Sekalian ambilkan grandpa air hangat." pinta Rama kepada Ratu.
"Mau minum apa?" tanya Ratu menatap Safir.
"Air putih saja." jawabnya yang langsung memutus tatapan. Ia melirik tubuh Ratu yang menghilang dari ruangan.
"Si kembar pasti yang menghubungi kamu yah untuk ke sini?" tanya Dalilah. Safir mengangguk. Ia memang mendapat telephone pagi-pagi sekali dari si kembar. Merasa penasaran Safir memenuhi panggilan si kembar.
"Kemarin tante pergi ke toko buku lalu mereka merengek meminta dibelikan sesuatu. Katanya itu buat kamu." Dalilah mengatakannya sambil mencari di mana keberadaan sikembar yang tiba-tiba menghilang.
"Mereka kemana?" tanya Mark.
"Mungkin sedang mengambil hadiahnya." jawab Dalilah. Safir hanya mengangguk. Apa yang akan diberikan sikembar menjadi pemikirannya saat ini.
"Kak Safiirrr.." sikembar datang bersamaan dengan Ratu. Hampir saja dua gelas yang Ratu bawa tumpah karena senggolan sikembar.
"Lihat-lihat sayang." tegur Mark. Sikembar mengangguk. Ratu mendekati grandpa Rama dan Safir.
"Ini." Safir menerima gelas, meminumya sejenak kemudian meletakkannya di meja. Raga dan Raka sudah mendekati dirinya.
"Kak Safir kita mau kasih ini." Raga menyerahkan kotak kecil berpita biru kepada Safir yang tengah duduk di samping Daddy Mark dan Grandpa Rama. Razi tetap memilih duduk di bawah di mana tubuhnya ia sandarkan di kaki sang mama. Sesekali Dalilah memijat kepala sang putra. Razi menikmati sentuhan surga sang mommy.
"Ini hadiah dari kita buat kakak." Raka juga memberikan satu kotak kecil berwarna biru, hanya saja tidak memakai pita. Safir menerima dengan wajah terharu. Dibalik sikap aktif ternyata ada sisi termanis dari mereka. Mungkin nilai kadar kenakalan sikembar semakin membaik. Berkurang seiring usia.
"Wah ini serius hadiah buat kakak?" Safir tidak bisa membendung rasa bahagia. Hatinya berjanji akan membalas hadiah dengan mengajak si kembar jalan-jalan seharian ini. Kebetulan memang ia sedang berlibur.
"Nah sebagai balasan kakak akan mengajak kalian jalan-jalan kemana saja yang kalian mau." ucapan Safir membuat kedua bersaudara serupa itu berteriak bahagia. Seluruh keluarga memasang wajah senang, Safir memang sangat mirip dengan sang bunda, Kimberly.
Ratu yang duduk di samping Young Ma Livi tidak berani menatap Safir dan si kembar. Tangannya ia tautkan dan bergerak tak jelas, menutupi rasa gugup yang tak kunjung reda. Ini harus dikuasai. Ratu harus bisa menghadapi Safir.
"Ayo dibuka kak!" desak Raga. Safir segera membuka kotak kecil itu. Ia memang penasaran.
Degh. Apa ini? Safir menelan ludahnya. Raka membantu membuka satu kotak lagi. "Ini dari kita kak." jawab mereka kompak penuh suara kemenangan. Ah mungkin kebahagiaan.
Kembar sialan....!!!!
Razi dan yang lainnya menunggu Safir mengeluarkan kado kecil itu. "Bagus nggak kak?" tanya Raga.
"Hmm.." jawab Safir berusaha menahan kekesalannya. Mungkin bagi sebagian orang ini hadiah lucu dan sederhana, tapi tidak bagi Safir. Ini seperti membuka luka lama.
"Ba-bagus. Thanks yah." Safir mengacak rambut sikembar bergantian. Hadiahnya masih rapi berada di dalam kotak. Ratu sendiri juga penasaran.
"Dipakai di kunci mobil kakak dong..!" pinta Raga. Safir berusaha tenang.
"Iya nanti kakak pasang."
"Hadiahnya apa sih?" tanya Razi. Perlukah Safir menjelaskan?
"Gantungan kunci sama tempelan dashboard mobil." jawab Dalilah yang memang menemani sikembar saat membeli kado itu.
"Kamu suka karakter angry birds?" tanya Dalilah. Safir tidak bisa menjawab.
Kembar sialan!!! Bisa-bisanya mereka kasih gue gantungan sama tempelan panjangan mobil angry birds. Masih ingat aja sama kejadian itu. Ada Ratu lagi..
"Ini tempelan mobil keren, liat nih Kak Ratu masih ada telurnya." jelas Raka. Ratu memalingkan wajahnya. Mengingat Safir dan cangkang telur. Semua menjadi satu paket dan sekarang bertambah dengan...
Ratu menggigit bibirnya. Ini semua ulah Rania dan Aries. Isi kepalanya terkontaminasi dengan adegan mesra.
"Wah kakak mau dong gantungan kuncinya." pinta Razi. Mereka menggeleng. "Kak Safir kan kakak bird. Dia yang paling keren."
"Iya tanya aja kak Ratu yang udah pernah lihat bird nya kakak Safir." baik Safir maupun Ratu hampir saja terkena serangan jantung mendengarnya. Datangkan saja ombak untuk menggerus Ratu dan Safir dari peredaran.
"Apa?" tanya Dalilah penasaran. Penjelasan putranya ambigu.
"Maksudnya angry birds tante. Aku suka karakter kartun ini, Ratu juga." jelas Safir langsung.
Ratu dan Safir kembali mengingat peristiwa itu. Awal kejadian yang membuat segala kecanggungan setelahnya tetap berlanjut sampai sekarang.
Dan sekarang sikembar mengingatkan kembali kejadian itu?
"Kak ayo temani kita menjenguk Fredi.."
"Iya, tadi kan janji mau temani kita. Kak Ratu ikut yah.." sikembar dengan segala rengek-annya.
"Kakak mau pulang." jawab Ratu secepat kilat. Ratu tidak siap bertemu dengan Safir dan buaya-buaya lainnya.
Safir dilanda gerah. Ini bukan gerah kurang ajar. Ini gerah akan situasi, ia harus bisa melawan kelemahan tak beralasan yang sangat menyusahkan ruang geraknya bersama Ratu. Ini harus dibiasakan! Geramnya dalam hati.
"Iya Ratu ikut yah. Urusan pulang gampang kan bisa kita antar. Yah kan kids?" Ratu tak percaya dengan ajakan Safir. Benarkah ini? Apa Safir tak mengingat terakhir kejadian mereka? Apa memang dirinya saja yang terlalu berlebihan?
"Tuh Kak Ratu.."
"Ayo sekarang aja kita berangkat.."
"Mom dad..boleh yah?" sikembar terlihat antusias. Ratu berusaha tenang, seperti Safir yang mencoba biasa saja.
"Kamu nggak masalah pergi sama mereka?" tanya Dalilah ragu.
"Aktif loh mereka." timpal Mark. Safir tertawa. "Kalo ada Ratu mereka jinak Om." Safir melirik Ratu.
"Ya sudah tapi ingat harus menuruti apa kata Kak Safir sama Kak Ratu." Ratu tak bisa mencari alasan lagi. Baiklah harus dihadapi.
"Ayo kak kita siap-siap.." Ratu ditarik paksa oleh sikembar. Raja yang baru saja keluar dari kamar Razi hanya bisa diam melihat keaktifan sikembar.
"Eh ada Safir." tegur Raja biasa saja. Wajahnya sudah sangat segar. Untuk urusan mandi Raja bisa berkali-kali dalam sehari. Raja tidak suka menahan sisa keringat sehabis beraktifitas terlalu lama di tubuhnya.
"Raja udah makan? Di rumah kan tidak ada orang." tanya Dalilah.
"Dia sih dapat kiriman dari rumah sebelah tante." Safir dan sifat menyambarnya tidak akan berubah.
"Kan dari calon istri masadepan."
Semua keluarga memang sudah tahu perihal perjodohan Raja dan Rima. Semua tahu betapa Prisilla sangat perhatian kepada Raja. Terlebih sekarang Raja seorang diri di rumah, Prisilla semakin mewajibkan Rima memberikan makanan setiap waktu untuk Raja
"Eh tapi bukan cuma kamu aja yang dapat kiriman makanan dari Rima. Razi juga loh." ucap Dalilah. Raja menatap Razi.
Rima kirim makanan buat Razi?
Raja hanya diam terus menatap Razi. Si playboy sialan itu tersenyum penuh arti membalas tatapan Raja.
"Ayo kak Safir kita berangkat..!" Ratu dan sikembar sudah siap dengan segala kegembiraan. Safir berdiri dan pamit kepada para orangtua.
"Kak aku pergi sama mereka dulu. Nanti sore aku pulang." pamit Ratu kepada Raja.
"Jangan nakal yah. Kasihan Kak Ratu sama Kak Safir." pesan Dalilah.
"Iya mommy." mereka memberikan salam hormat.
"Ingat pesan daddy. Menangis itu..?" tanya Mark.
"Menangis itu tidak keren." jawab mereka kompak. Mark mengacap rambut mereka.
Ratu dan Safir berjalan berdampingan mengekori Raga dan Raks. Di dalam mobil suasana ramai karena suara si kembar. Ratu duduk di depan seperti biasa dan sikembar berdiri di kursi belakang.
"Eh itu Rima." Ratu membuka kaca melambai kepada Rima yang baru saja turun dari taxi. Rima membawa rantang makanan.
"Rim.." sapa Ratu. Safir ikut melambai.
"Razi udah nungguin menu makanan lo." jelas Ratu.
"Bawel tuh playboy. Udah ah masuk dulu, bye." Rima hendak menjauh dari mobil Safir.
"Duh mentang-mentang ada pembela hati di dalam maunya buru-buru." ledek Safir. Rima bingung, "Pembela hati siapa?"
"Siapa yah pembela hati kamu?" tanya Ratu balik. Rima malas menduga-duga.
"Udah ah bikin pusing aja. Ratu lo nggak mau ke apartement abang? Nanti sore mau kesana semua." ajak Rima.
"Lihat nanti yah.." Rima mengangguk lalu berjalan meninggalkan mobil. Pesanan untuk boss super sialan sudah ditunggu.
"Siap?" tanya Safir sambil memegang kemudi. Matanya melirik kaca spion dimana sikembar juga menatap.
"Tunggu kak!" Raga memegang pundak Safir. "Apa lagi?"
"Hadiah dari kita mana?"
"Iya dipasang di mobil dong."
Sialan nih kembar. Gue udah lupain malah diingetin. Sengaja gue ga dibawa.
"Ketinggalan di rumah. Tunggu sini yah kita ambil dulu." tanpa bisa dicegah mereka keluar mobil. Meninggalkan Ratu dan Safir dengan keheningan.
Kembar ini mau membuat gue lemah tak berdaya apa? Angry birds para pembaca setia? Kenapa harus membuka kejadian lama yang memalukan.
"Safir.." panggil Ratu. Safir menoleh dan belum sempat bertanya bibir Ratu sudah menempel di bibirnya. Dilanda situasi ini Ratu menjauhkan wajahnya. Sepertinya ini tak sengaja.
"A-Aku hanya mau mengecup pipi kamu." jujur Ratu sambil menggigit bibirnya lalu menunduk.
"Kalau aku maunya ini.." Safir menarik tengkuk Ratu dan kedua bibir mereka kembali menyatu. Ini yang disebut berciuman.
TBC..
Jumat, 11 Maret 2016
-mounalizza-
Mari kita ruwet bersama-sama.
Part ini aku bagi dua.. Soalnya kepanjangan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top