15 - JIWANYA SEPI
(18+)
Di dalam mobilnya Raja.
"Benerkan yang gue bilang? Mereka pasti mau ngerencanain sesuatu." ucap Raja berapi sambil melirik Rima di sebelahnya. Mereka baru saja meninggalkan bandara.
"Tapi.. Bisa jadi emang Rafa suka ama gue." jelas Rima percaya diri. "Secara gue saudara Ruby, yah sebelas dua belaskan jelmaannya." Raja melirik jengkel.
"Satu kelurahan juga tahu lo beda sama Ruby yang kalem dan manis. Dia itu paket sempurna idaman pria." mendengar pujian Raja, Rima merengut.
"Oh jadi lo mau main mata sama pacar saudara lo sendiri?" tanya Rima tersulut. Raja menoel kepala Rima.
"Makanya gue bilang, Rafa nggak mungkin semudah itu tinggalin Ruby hanya karena lo..." penjelasan Raja semakin membuat Rima jengkel.
"Maksud lo gue nggak sebanding gitu sama Ruby?" Rima mencubit lengan Raja. "Oke gue akan ladenin si Rafa , biar lo tahu gue juga bisa disukain sama kaum Adam."
Skiiitt... Mobil yang ia kendarai berhenti mendadak, hampir saja terjadi tabrakan beruntun. Suara protes klakson mobil di sekitar tak Raja hiraukan.
"Haduh Kuno.. Lo mau ajak gue bunuh diri bareng?" Rima memegang pelipisnya yang terbentur kaca. Raja menepikan mobilnya. "Sorry..." dia memegang pelipis Rima yang sepertinya memar, tidak ada penolakan dari Rima. "Sakit yah?" Rima menggeleng, sedikit meringis.
"Lo sih ngoceh sembarangan! Pake mau bilang ganggu Rafa." bentak Raja di tengah aksinya mengusap pelipis Rima, Raja bahkan meniup-niup seolah luka parah.
"Gue nggak mau ganggu ko, hanya membuktikan.." bela Rima. Raja menatap wajah Rima yang sangat dekat dengannya. Tubuh Raja memang mendekat tanpa malu.
"Jahat dong lo sama Ruby? Kita kan tahu hubungan mereka dari jaman kita masih kecil. Dari cinta monyet sampai cinta beneran. Masa lo tega?" penjelasan Raja yang masuk akal bagi Rima.
"Terus gimana dong?" tanya Rima bingung. Rima tidak risih dengan jarak yang Raja posisikan. Mungkin para pengemudi lain yang melihat akan berprasangka mereka sedang berciuman, tapi nyatanya? Interaksi seperti ini hanya mereka yang tahu.
"Kunooo?" panggil Rima sekali lagi. Raja masih diam menatap sangat dekat wajah Rima yang sedang cemberut. Bahkan hembusan nafas mereka saling menerpa. Sadar posisinya sangat dekat, Raja kembali duduk. Terlebih suara pesan di ponselnya berbunyi. Raja langsung membaca isi pesan itu.
Ruby : raja lagi apa? Udah anterin rima? Besok aku boleh main di carwash nggak?
Raja mengerutkan alisnya. Dia lalu memberikan ponselnya ke tangan Rima. "Ini maksud gue.." tatap Raja menunggu reaksi Rima membaca pesan itu.
"Kenapa Ruby jadi gatel gini? Kan kasihan Rafa. Pria baik dan bertanggung jawab disia-siain karena lo yang nggak banget kuno-nya." gerutu Rima.
"Oh jadi lo juga seneng sama Rafa..?" sembur Raja. "Gue berkata jujur, kenyataan." jawaban jujur Rima membuat Raja menghempaskan tubuhnya. Menutup mata sejenak, ia sempat mengatur nafas, meredahkan segala emosi yang memuncak. Gadis di sampingnya ini selalu saja bisa membuat suasana hatinya bergemuruh kacau, susah dan kesal menjadi satu.
"Oke kalo Ruby mau mainin Rafa. Gue terima tantangannya!" Rima berapi. Raja membuka matanya.
"Lo nih nggak faham atau bego sih sebenarnya?" bentak Raja tak sabar. "Dengar yah kita ini lagi dikerjain." Raja dengan rasa gemasnya.
"Maksud lo?" tanya Rima lagi. Raja menepuk pundak Rima.
"Kayanya mereka lagi punya niat terselubung sama kita, lo sadar nggak sih?" Rima mengangguk. Ia cukup sadar, tetapi pujian Raja untuk Ruby kenapa membuatnya tida terima.
"Iya lo benar ga semudah itu mereka menyerah.." akhirnya Rima mengakui. "Tapi gue tetep percaya Rafa punya rasa sama gue.." Raja tidak mendengarkan ia lebih memilih menjalankan kembali mobilnya.
"Balas pesan itu.. Jawab oke gue tunggu. Terus besok lo ajak Rafa ke carwash. Kita sidang mereka berdua maksudnya apa mau ngerjain kita." Rima menuruti perintah Raja. Disaat-saat tertentu ide Raja memang selalu sejalan dengnnya. Ia tidak suka berbasa-basi dan Rajapun seperti itu.
Saat Rima masih memegang ponsel Raja, suara panggilan terlihat di layar. Tertera nama di sana, Abigail dan tak lupa wajah cantik memenuhi layar ponsel Raja. Wanita itu sangat cantik.
"Siapa Abigail?" tanya Rima ketus. Raja langsung menyambar ponsel dengan wajah sumringah.
"Iya hallo Abigail. Aku masih di jalan nanti sore aku jemput di kampus kamu yah. Take care..." suara Raja sangat lembut-selembut cheesecake buatan mama Rachel. Raja bahkan tersenyum entah untuk siapa. Jelas-jelas si penelphone tak bisa melihat wajah Raja. Rima gelisah dan memalingkan wajahnya, melihat senyuman Raja sungguh tak enak dipandang. Menyebalkan, teriaknya dalam hati.
"Udah kirim pesan belum dengan Rafa?" tanya Raja tanpa dosa. Rima bahkan mendengar nada ceria di suara Raja. "Nggak jadi. Males gue.. Lagipula besok gue ada janji sama Akbar." ketusnya. Rasa kesalnya membuncah seketika.
"Lo gimana sih mau dikelarin nggak urusan kita? Lagipula mereka saudara kita.." Raja kembali naik pita.
"Nggak mau. Bodoh amat ah. Kalo emang Rafa mau sama gue, baguslah gue terima." cerocos Rima kesal. Emosinya meluap melihat wajah Raja yang ceria.
Skiiit.. Lagi-lagi Raja berhenti mendadak.
"Imaa..." bentak Raja menatap wajah Rima.
"Imaaa.." panggil Raja sekali lagi. Ia mau Rima menatap wajahnya. Tidak ada basa-basi jika menanggapi Rima dan segala sifat galaknya.
"Iya-iya besok gue ke sana. Tapi sekarang lo harus turutin kemauan gue! Tadi lo janji mau traktir gue makan.." Rima menggerutu lucu, tidak berteriak tapi seperti anak kecil merajuk. Matanya melirik sebal wajah Raja yang terus menaikkan alis di hadapannya.
Raja melihat jam di tangannya. "Tapi gue ada janji sama..." pelan Raja berkata.
"Oh yaudah nggak apa-apa, turunin gue di sini! Biar gue minta jemput Akbar." Raja langsung menahan tangan Rima yang sudah bersiap ingin membuka pintu mobil.
"Berani dekat sama Akbar gue seret pulang walaupun itu di depan dia!!! Gue serius Ima.." ancam Raja. Ia merampas tas dalam genggaman Rima, dengan seenaknya Raja melempar ke belakang.
"Iya sekarang gue anterin lo makan.." jawab Raja sambil kembali menjalankan mobil. Mereka benar-benar tidak sadar sekeliling mobil terus mengumpat dan memaki mereka, karena berhenti di tengah jalan. Hei ini Raja dan Rima, apa perduli mereka dengan berisiknya daerah sekitar? Jiwa mereka saja sudah terlalu berisik.
"Gue mau ke toko buku, mau beli novel." ketus Rima cemberut. Raja tengah mencoba menekan tombol ponselnya. Rima tahu pasti Raja akan memberi kabar wanita itu. Siapa itu namanya? Bogel.. Ah Abigail.
"Gue mau beli novel terus mau nonton.." ocehnya lagi. Raja tidak menghiraukan. Rima meradang.
"Yaudah kalo nggak mau nggak apa-apa gue. Turunin.." ancam Rima lagi sambil terus menatap tangan Raja yang ingin mengetik di ponselnya.
"Iya-iya kita makan, beli buku, nonton terus apa lagi? Beli sayuran, daging, cabe? Terserah lo..puas!!!!" bentak Raja sambil melajukan mobil kencang. Rima diam, dia tidak marah mendengar bentakan Raja, karena sudah sangat terbiasa. Suara ketus Raja menjadi nyanyian tersendiri bagi Rima. Mereka diam selama perjalanan.
"Heh toa lo mau makan apa?" keheningan mereka tidak akan berlangsung lama. Pasti diantara mereka ada yang memulai. Diam bukan mereka. Keheningan pasti enggan berdekatan dengan mereka.
"Seafood.." jawab Rima ketus.
"Lo kan nggak cocok sama kerang Imaa..." jelas Raja pelan. Rima mengangguk, sebenarnya dia hanya mengetes Raja. Masih ingatkah diri Raja dengan hal yang tidak di perbolehkan untuk Rima.
Rima memang alergi seafood khususnya kerang. Dari kecil jika keluarga mereka sedang makan bersama Rima pasti akan mengalami mual-mual bahkan wajahnya langsung meruam merah jika memakan sedikit saja jenis kerang. Raja tahu itu, karena tak jarang Raja yang membantu Rima bangkit dari tubuh lemahnya. Prisilla bahkan sering meminta Raja yang menemaninya ke dokter.
"Terserah lo deh." jawab Rima pada akhirnya.
"Ima.." panggil Raja pelan.
"Hmm..." emosi Rima dengan sendirinya pasti reda jika Raja memanggil seperti itu.
"Pokoknya lo harus percaya yah sama gue besok. Kita harus jadi team kompak." Rima mengangguk.
"Iya tapi hari ini lo anterin kemanapun gue mau." pintanya manja bahkan terdengar memaksa. Raja mengangguk. "Iya bawel, toa bikin repot aja..." keluhan Raja yang sangat membahagiakan hati Rima.
•••
Masih di sekitar bandara.
"Ratu..." panggil Safir setengah berlari mengejar Ratu.
"Iya.." Ratu melihat Safir mengatur nafas lelah. "Bareng gue aja yuk.."
"Nggak perlu, aku naik taxi aja." Safir menggeleng. "Nggak bisa gue udah lari-larian harus ada hasil. Ayo.." Safir dengan keberanian nekat menarik jemari Ratu untuk mengikutinya.
Sial, tangannya lembut banget.
"Oke, aku bisa jalan sendiri." Ratu berhenti dan meminta melepaskan tangannya. Safir mengerti dan melepas pegangan. Mereka berjalan kikuk. Sampai di depan mobil Ratu terlihat biasa saja, Safir yang sedikit gugup.
Bukain pintu, nggak? Bukain, nggak? Ah dia kan udah gede, males amat masa buka nggak bisa. Tapi wanita suka diperlakukan lembut.
Lama Safir berfikir keras.
Tin.. Safir tersentak dengan suara klakson.
"Hah?" Safir menatap Ratu sudah berada di dalam mobil. "Yah dia udah di dalam. Ratu gerak cepat yah?" bisiknya sendiri lalu masuk untuk mengemudikan mobilnya.
"Lo mau pulang atau mau ke mana?" tanya Safir berusaha santai.
"Aku mau ke daerah Kuningan. Mau ke studio ambil hafalan dialog yang kurang lengkap. Aku turun di depan tol aja." jawab Ratu.
"Nggak masalah. Gue siaran malam ko. Masih free jam segini." Safir tersenyum. Sayangnya Ratu tidak melihat.
"Udah lama jadi dubber?"
"Hmm..lumayan."
"Enak nggak..?"
"Hmm lumayan.."
"Susah nggak?"
"Kadang-kadang..." baiklah Ratu irit berbicara.
"Sekarang lagi isi suara siapa?"
"Tante girang.." Safir melebarkan matanya. "Maksudnya?"
"Aku lagi coba dubber telenovela untuk tv cable. Karakter tantenya genit sama anak-anak muda. Tantangan sih buat aku. Biasanya aku ambil cerita cartoon. Yang ini seru kali yah jadi wanita penggoda.." Safir tanpa sadar mengangguk.
Penggoda dan digoda dua-duanya enak. Sabar Safir.. Hidupmu sudah lurus.
"Karakter cartoon udah nggak lagi?" tanya Safir mengalihkan.
"Masih. Aku masih jadi tokoh nenek sihir pengganggu sepasang pangeran dan putri." Ratu menjawab seadanya.
Nenek sihir yang jahat memakai sapu? Sapu itu ia gunakan untuk mengendarai tubuhnya. Ah enak sekali menjadi sapu. Safiiiiirrrr...
Pembawaan bahasa tubuhnya sangat tenang, kenapa hanya Safir saja yang tidak bisa santai? Ia tidak bisa saling hening, tapi memancing Ratu berbicarapun akan menambah imajenasinya melanglang buana.
Untuk pertama kalinya Safir sangat ingin menjemput para perusuh spesialis mobilnya. Kehadirannya kenapa jadi sangat diharapkan?
Raga dan Raka kalian di mana? Ah muka ngeselin kalian ternyata membuat aku rindu. Tahan Safir. Menjadi lebih baik. Kenapa jadi diam? Safir si penyiar radio masa diam seribu bahasa. Apa jemput mereka yah? Ah nanti bahas bird lagi. Sekarang aja Ratu kembali diam. Ayo Fir kembali ajak bicara.
"Selain itu karakter apa lagi yang sedang kamu isi suaranya..?"
"Buaya menetas.." jawab Ratu cepat dan langsung menutup mulutnya.
"Hah?" tanya Safir sedikit ragu.
"Ehm maaf maksud aku alligator." jawabnya kikuk. Ratu juga sama demam panggung seperti Safir ternyata.
Drt.. Drt.. Drt..
Beruntung ponsel Safir bergetar. Ia selamat dari dunia canggung mereka. Safir langsung mengangkat panggilan masuk. Ia tidak lagi menghiraukan nomor yang tidak ia kenal itu. Baginya menerima panggilan cukup mampu mempersingkat waktu di dunia canggung.
"Iya hallo?"
......
"Abang Aries dimana?"
.......
"Sekarang? Tapi aku lagi sama Ratu." Safir melirik Ratu sekilas.
"Ia searah sih ini..nanti aku kabarin..."
......
"Keberatan kita jemput pengantin baru? Dekat ko arahnya dari sini?" tanya Safir pelan. Dia belum mematikan sambungan dari Aries.
Ratu mengangguk. "Aku hanya ambil berkas aja."
"Oke, kita jemput abang sekarang." Safir melajukan cepat mobilnya.
"Jemput ke bandara lagi?" tanya Ratu.
"Apartement milik abang Aries. Dekat ko dari sini." Ratu sebenarnya ingin bertanya mengenai honeymoon pengantin baru itu tapi karena ia malas mengurusi orang, diam dirasa lebih baik.
"Kapan-kapan lo mau nggak jadi bintang tamu acara gue?" Safir membuka suara. Berusaha senormal mungkin.
"Boleh.." diam lagi. Safir semakin tak tenang.
Fir anggap dia saudaramu. Eh dia emang saudara, generasi ke tiga sih. Oke.. Pikirkan Rima.. Baiklah anggap Ratu si kaleng rombeng itu. Tapi... Ratu tidak berisik. Volume suaranya lembut tidak pecah menggelegar seperti Rima. Bicara soal Rima seharusnya Ratu pulang bersama Raja. Ah kenapa jadi gue??? Dasar pasangan sialan.
"Kenapa geleng-geleng?" tanya Ratu bingung.
"Kaleng rombeng sialan.. Ehh.." Safir merutuki mulutnya yang asal bicara. Cari alasan Safir..!
"Keberatan untuk jangan mengajak gue bicara? Gue agak susah beradaptasi kalo lagi fokus, maklum gue jarang berbicara dikhalayak ramai.." ucapan bodoh yang sangat disesali Safir.
Penyiar radio mana ada yang nggak bisa bicara? Tenggelamkan aku ke Kalijodo, oups Ciliwung.
"Oke." jawab Ratu. Suasanapun menjadi canggung. Ratu sibuk dengan ponselnya sementara Safir fokus menatap jalanan.
Ini namanya moment ganjil. Waktu terasa begitu lama dan sangat tidak berpihak. Safir benci ini semua. Sampai mereka masuk ke gedung apartement suasana diam masih menemani. Dan tibalah Safir mencari tempat memarkir mobil.
"Ini apartment-nya?"
"Iya."
"Oh."
Ayo bicara sesuatu lagi Safir, dia memulainya.
"Tunggu di sini yah...!"
Arrggh..kenapa bicara seperti itu? Safir lo bego? Apa tolol? Masa ninggalin Ratu di tempat parkir.
"Maaf, mau ikut?" Safir kembali menguasai rasa gugupnya.
Ratu menggeleng. "Kan kamu suruh tunggu."
"Kan gue ralat.."
"Oke." Ratupun langsung membuka pintu meninggalkan mobil. Meninggalkan Safir sendiri dengan keheningan dan debaran. Sial.
"Oke gue harus latihan lagi nih. Jam terbang harus dipulihkan kembali." lirih Safir sendiri lalu bangkit ke luar mobil. Berjalan bersama Ratu menuju pintu masuk gedung.
"Abang Aries tinggal sendiri di sini?" Ratu berjalan berdampingan dengan Safir menuju lift.
"Nggak, tapi yang gue dengar setelah menikah dia mau mandiri tinggal sendiri bersama Rania." Safir menekan tombol lift. Mereka masuk ke dalam lift, hening. Siang menjelang sore ternyata jarang penghuni yang berlalu lalang seakan situasi mengerjai mereka untuk tetap berdua.
Hanya ada Safir dan Ratu.
Ting... Bahkan suara dentingan pintu lift terbuka begitu ditunggu Safir.
"Ayo.." ajak Safir keluar dari lift. Mereka sudah sampai di lantai yang dituju.
"Kamu tahu kode pintunya?"
"Iya abang percaya sama gue."
"Oh."
Jangan oh oh aja dong Ratu. Itu namanya menutup kalimat...!!! Menyebalkan juga!
"Ko sepi?" Ratu masuk lebih dahulu.
"Tadi katanya mereka mau siap-siap dulu. Kita suruh tunggu di sini."
"Oh." Safir menahan kesal, lagi-lagi hanya dua huruf yang keluar di mulut Ratu.
"Abang.. Kita udah sampai nih." teriak Safir di depan pintu kamar Aries. Safir cukup hafal letak dan situasi apartment. Ratu duduk di sofa. Tenang dan tanpa gugup.
"Tunggu yah di situ. Abang mau membersihkan diri kembali." teriak Aries. Safir bahkan dapat mendengar suara cekikikan Rania di sana. Oh dia lupa sedang menjemput pengantin baru. Acara bersih membersihkan bisa saja memakan waktu lama. Mereka pasti sedang... Safir menggeleng cepat.
"Fir, nggak keberatan tunggukan?" tanya Aries di dalam. "Masih belum selesai ini."
"Oh.." bagai pengikut Ratu, Safirpun hanya bisa ber-oh saja.
"Sialan..." desis Safir.
"Mereka bahkan belum makan." Ratu menunjuk makanan yang masih utuh di meja. Ada kentang goreng dan paket ayam crispy yang masih utuh. Safir ikut duduk bersama Ratu.
"Mereka belum sempat makan sepertinya." bisik Safir.
"Mereka ngapain yah di dalam?" oke Ratu kenapa memancing bertanya hal yang sedang Safir hindari. Siapapun tahu jenis ngapain ala pengantin baru.
Safir bisa gila ini.
"Gerah yah di sini." Safir mengibaskan pakaiannya tanpa mau menjawab pertanyaan Ratu. Jawaban seperti apa Safir bingung.
"Oh." dan Ratu menjawab.
Ahhhrggg Safir membenci kata-kata itu. Baiklah menunggu saja dengan tenang.
Satu menit..
Sepuluh menit...
Tiga puluh menit...
Tiga puluh satu menit...
Lima puluh menit...
Baiklah, jenis mandi apa yang sedang mereka lakukan? Tidak sadarkah ada manusia di dekat mereka? Jika ada lomba saling diam setengah jam lebih mungkin Safir dan Ratu pemenangnya.
Ratu tetap asyik dengan ponselnya sementara Safir? Mungkin dia sedang berlatih tidur tanpa menutup kelopak mata. Bisa jadi Safir sedang reinkarnasi menjadi ikan yang tidur tanpa menutup mata.
Oh..
"Maaf yah lama.." karena terlalu asyik lomba melamun masing-masing, kedatangan dua manusia segar saja mereka sampai tidak tahu.
Aries dan Rania keluar dari kamar dengan wajah super segar. Mereka bahkan tidak malu memperlihatkan rambut basah yang jelas sangat terlihat.
Safir berdiri..
"Ingat-ingat dong bang." ledek Safir. Sepertinya syndrome Ratu bisa hilang jika ada makhluk hidup yang lain. Safir baru saja menyadari syndrome yang menimpanya itu terjadi jika hanya ada dia dan Ratu di satu ruangan.
"Maaf, tadi Rania butuh bantuan." jawab Aries santai, Rania mencubit lengan Aries dengan wajah merona.
"Kakak..." ah suara manjanya. Safir sedikit iri. Panggilang kakak lebih bermakna daripada oh milik si Ratu. Safir melirik Ratu yang sedang tersenyum geli menatap Rania.
Aiihh..senyuman si gadis Oh sungguh menggugah selera.
"Hei kamu ikut juga?" Rania langsung mendekati Ratu, memeluknya erat.
"Kamu terlihat segar Ran. Abang pandai sekali membuat Rania tersenyum lebar." Ratu melirik Aries yang hanya bisa tersenyum.
"Rania juga pintar yah bisa buat abang cengar-cengir.." goda Ratu lagi. Membuat sepasang pengantin ini saling berpandangan. Menggemaskan sekali tatapan keduanya. Saling melengkapi dan memiliki.
Ratu ternyata bisa juga menggoda. Iya, dia pandai menggoda hal yang tidak perlu digoda karena pasti akan tergoda mendengar godaan itu. Dunia ini penuh godaan.
Safir menggeleng karena isi kepalanya kembali berfikiran aneh.
"Ayo bang takut macet! Ratu mau ambil dialog soalnya." ajak Safir. Merekapun mengangguk.
"Kamu belum makan." Aries menahan tangan istrinya. "Makan di rumah aja yah. Aku tidak terlalu lapar."
"Ini dibawa saja yah.." Aries merapikan paket ayam itu. Kebetulan bungkusannya masih berada di atas meja.
"Ratu sudah makan?" tanya Aries.
"Sudah tadi di bandara."
"Alvina sudah berangkat?"
"Terakhir kita pergi Rafa dan Ruby yang menemani. Mungkin sekarang sudah di pesawat." jawab Ratu. Rania tersenyum menatap suaminya. Aries pun mendekati mereka.
"Baguslah. Ayo berangkat." Aries menarik tangan Rania. Berniat menggandeng tangannya.
"Abang nggak bawa kopernya?" tanya Safir. "Nggak perlu, nanti juga ke sini lagi."
"Emang kemarin honeymoon di mana?" tanya Safir penasaran. "Rima bilang abang mau ke Raja Ampat?"
"Kita honeymoon di sini ko." jujur Rania bahagia sambil menautkan jari tangan suaminya.
"Hah?" jawab Safir dan Ratu tak percaya.
"Kenapa? Kaget? Yang penting kan bisa berduaan. Coba kalo benar-benar ke Raja Ampat, kalian pasti niat menyusul." bela Aries. Safir terkikik, memang Rima sempat mengajak mereka ikut menyusul. Ratu melirik Rania bingung. "Nggak bosan di sini?"
Keduanya menggeleng yakin. "Tapi dua minggu ini indah walaupun cuma di sini aja. Kami sempat nonton bioskop. Yah kan Kak?." Rania bahkan sudah berani mengalungkan tangannya di lengan Aries.
"Oooh.." jawab Ratu dan Safir lagi-lagi bersamaan. Mereka seperti tak percaya pasangan di hadapannya tak malu mengumbar rasa bahagia.
Bukan bahagia, tapi kemesraan.
"Udah ayo! Bikin iri aja." Safir yang melangkah pertama ke luar apartement. Bisa sesak dia berdekatan dengan aura pengantin baru.
"Tunggu!" Safir tersentak karena tangan Ratu memegang lengannya. Kenapa hidup Safir begitu sulit untuk tenang? "Ada apa?"
"Bareng!" ajak Ratu datar.
"Hah?" Safir kembali hilang konsentrasi. "Bareng apaan?"
"Kamu mau aku berada di antara mereka?" gerutu Ratu lucu. Mereka menatap Rania dan Aries yang saling berpandangan. Mungkin waktu di dunia mereka sedang berhenti.
Safir berusaha kembali ke kenyataan. Ia menggelengkan kepalanya. "Waduh.. Ini mau jalan apa kagak? Aku kasih waktu lagi deh satu jam buat lanjut di kamar!" sepertinya jiwa normal Safir telah kembali. Rania dan Aries terkikik malu.
"Ayo.." dan sekali lagi Aries dan Rania mendahului mereka. Berangkulan mesra. Sebelumnya mereka saling membantu menutup jendela dan mematikan segala sesuatu yang bisa membahayakan di bagian dapur.
Pasangan serasi.
"Baru kali ini aku lihat abang Aries tersenyum seperti itu. Rania juga, semoga malam ini aku nggak mimpi buruk lagi." Ratu mengatakan sambil tetap memegang lengan Safir, bahkan ia berbisik mendekat ke telinga Safir.
Sadarkah Ratu pria yang kau dekati sedang berjuang?
"Oh" jawab Safir sekuat tenaga. Ia fokus melihat bibir tipis Ratu dan suara lembutnya. Belum lagi tangan halusnya bergelayut manja. Tidak manja sih hanya saja Safir menangkapnya seperti itu. "Emang mimpi apa?" bisik Safir penasaran.
"Kamu menetas dari cangkang." Ratu melepas rangkulan tangannya dan menutup mulutnya. Ia mundur satu langkah. Sepertinya ia kelepasan.
"Hah?" tanya Safir bingung. Berdekatan dengan Ratu sungguh merusak daya pikirnya dan juga kekuatan pendengarannya. Menetas?
"Hhmm.. Maksud aku buaya. Udah ayo pasangan pengantin itu meninggalkan kita." Ratu berjalan mendahului Safir.
Mereka segera menutup pintu dan mendapati kembali kemesraan pengantin baru, bahkan kali ini sedikit intim. Aries sedang memenjarakan Rania di dinding di samping pintu lift. Suasana sepi mungkin menjadi bahan pertimbangan Aries bermesraan kembali dengan Rania. Mereka berciuman tidak lihat tempat.
Ratu memalingkan wajahnya, rasa panas menjalar di pipi Ratu. Ia bukan tidak tahu adegan bermesraan, serial-serial yang ia tonton menampilkan adegan mesra.
Tetapi.. Ini Abang Aries dan Rania. Bahkan Ruby dan Rafa saja bermain cantik saat bermesraan. Hanya satu orang yang pernah ia lihat bermesraan seperti ini, Razi dengan sang pacar yang entah siapa. Tapi itu Razi..
"Sialan, udah gue bumi hanguskan dvd, eh malah dapat siaran langsungnya." Safir menggerutu.
"Ehm.. Waduh bang mau pulang kagak?" Safir sudah tak tahan. Rania mendorong Aries. Mereka berciuman sangat mesra. "Ayo." ajak Aries kepada Ratu dan Safir tanpa malu. Ia hanya merapikan bibirnya. Rania memberikan tissue kepada Aries. Mengelap sisa pemerah bibir yang menempel di bibir Aries.
Ratu menatap Rania yang malu karena bermesraan. Beruntung Ratu yang melihat, bayangkan jika Rima yang memergoki? Bisa dipastikan seluruh keluarga akan tahu semua.
"Aku senang melihatnya." bisik Ratu, ia membantu Rania merapikan beberapa bagian wajah yang sudah berantakan karena warna lispstik menyebar. Abang Aries sungguh menikmati permainan pikir Ratu. Oh bukan Aries saja, Rania juga sepertinya menikmati.
"Kak, Rania ke kamar mandi yah sebentar sama Ratu." Aries mengangguk, mereka kembali masuk ke apartement, meninggalkan Aries bersama Safir yang sedikit gelisah.
"Entar aja apa bang di kamar. Ganggu konsentrasi kalo gini. Oh iya aku udah letakkan dvd punya abang bahkan spesial tambahan dari aku." bisik Safir tanpa tahu malu.
"Nggak perlu, langsung lebih seru. Kan sudah halal." jawaban yang membuat Safir tercengang. Sekarang siapa yang sudah hilang konsentrasi? Dirinya? atau Abang Aries?
"Abang bahagia?" tanya Safir. Aries mengangguk.
"Aries yang sekarang mungkin tidak akan sendirian lagi. Jiwanya sudah tidak sepi karena kehadiran Rania." jawaban tulus itu mengalir begitu saja dari bibir Aries.
"Emang Abang Aries yang dulu jiwanya sepi?" tanya Safir polos. Aries melirik ke arah lorong di mana Rania dan Ratu kembali datang, mereka berjalan berdampingan. Aura kebahagiaan tercetak jelas di wajah Rania.
"Iya sepi tanpa keramaian, dan sekarang ramai hanya untuk satu wanita." matanya terus fokus menatap istrinya.
"Rania.." tegasnya lagi.
"Oh.." jawab Safir yang juga menatap arah Aries. Entah siapa yang Safir lihat.
TBC..
Jumat, 04 Maret 2016
-mounalizza-
(Mari kita ruwet bersama-sama.)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top