4. Pria Tampan

Setelah perjalanan yang memakan waktu yang cukup lama, akhirnya Nara dan Yona sampai di rumah mereka yang telah dimasuki pria asing. Mereka mengendap pelan-pelan seperti maling. Padahal merekalah pemilik syah rumah itu. Yona menggenggam erat tangan kakaknya, ia tampak sangat ketakutan. Ia takut terjadi sesuatu karena ia merasa kalau ini adalah salahnya yang telah lupa mengunci pintu karena terburu-buru.

Mereka masih mengendap-endap dan mereka mulai menginvestigasi tiap ruangan dan terakhir ia mencoba membuka kamar utama tak lain adalah kamar Nara. Dada mereka berdebar-debar. Mereka khawatir jika pria asing yang masuk itu adalah pria jahat yang bisa saja berbuat yang macam-macam. Kali ini mereka merasa harus mengusir pria itu baik-baik atau dengan kekerasan sekalipun.

Nara membuka pintu kamarnya pelan-pelan begitu pintu terbuka Nara dan Yona sangat terkejut ternyata memang benar ada pria asing tengah tidur di kamarnya.

"Bagai mana ini Kak, apa kita berteriak saja supaya orang-orang tahu dan bisa mengusirnya pergi," bisik Yona.

"Kau tenang dulu, kalau kita berteriak dia bisa berbuat nekat, kita bisa celaka!" Jawab Nara pelan.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Yona.

"Kita sabar dulu, kita di sini saja melihat gerak-geriknya," jawab Nara.

"Tapi Kak, apakah kita aman?" tanya Yona.

"Kau membawa tongkat baseball itu?" Nara kembali bertanya.

Yona mengangguk dan menunjukkan tongkat baseball yang ia pegang. Nara mengangguk dan dan mendekatkan telunjuknya pada bibirnya. Sebuah isyarat pada Yona supaya ia tidak bersuara keras.

***

Setengah jam mereka berdiri dalam kamar tepat di depan pintu kamar. Mereka memperhatikan pria itu. Pria itu tampak tenang dalam tidurnya. Semula ia tidur miring dan kini posisi tidurnya menjadi terlentang. Hal itu membuat wajah orientalnya terlihat jelas. Harus diakui sedang tidur saja pria itu kelihatan tampan. Apalagi jika ia terbangun, ketampanannya bisa meningkat beberapa kali lipat.

"Astaga, tampan sekali!" bisik Nara.

"Bisa saja Kakak ini!" jawab Yona.

Nara memperhatikan pria yang kini tengah tertidur dan tersenyum. Sangat terlihat jelas, pria itu sangat rupawan. Ia sangat tinggi, berambut hitam lurus, hidungnya mancung bibirnya sedikit tebal. Mata Nara beralih ke leher pria itu, jakun di lehernya menambah ketampanannya satu poin. Lantas pandangan Nara beralih pada dada pria itu, pria itu menggenakan kaos ketat miliknya dan kaos ketat itu memperjelas dada bidangnya dan perut sixpack miliknya. Nara merasa tubuhnya panas dingin.

"Dia bukan pria sembarangan, tubuhnya seperti hasil berlatih fitnes bertahun-tahun," bisik Nara pada Yona.

"Bisa-bisanya kakak memperhatikan dia sampai ke sana," protes Yona.

"Yona, aku tak pernah melihat pria setampan ini sebelumnya," komentar Nara.

"Makanya, Kakak jangan suka menonton berita terus, sekali-sekali tontonlah drama Korea!" Yona memberi Nara saran.

"Kau bicara apa? Kau juga tak pernah menonton drama Korea, kau kebanyakan membaca komik online," Nara mengkritik Yona.

Setelah perdebatan yang cukup panjang antara Nara dan Yona pria itu terbangun. Pria itu terbangun karena suara Nara dan Yona. Pria itu mengucek matanya ia melihat Yona dan Nara berdebat.


"Nugu Seyo!" teriaknya sambil duduk dan menggeser tubuhnya menjauh dari mereka berdua.

"Hey, stanger! Who are you!" pekik Nara.

Pria itu mengerutkan keningnya ia tak mengerti apa yang dikatakan Nara walau bahasa Inggris sekalipun.

"Get out, please before a policeman come here!" kata Nara dengan tangan menunjuk pintu.

Yona merasa ketakutan dan ia bersembunyi dibelakang Nara.

"Ani," jawabnya sambil menggelengkan kepalanya.

Sia-sia usaha Nara berbahasa Inggris, sepertinya pria itu tidak mengerti bahasa Inggris apalagi Bahasa Indonesia. Nara menarik tangan pria itu dengan kasar dan berusaha untuk menyeretnya keluar. Namun Nara kesusahan karena pria itu bertahan pada posisinya.

"Nal haechiji ma," katanya berusaha bertahan.

"Kau bicara apa! Kau berasal dari mana!" pekik Nara dengan mata yang melotot.

"Dowa Jwoyo!" katanya memelas.

Lantas pria itu turun dari tempat tidur dan jongkok, pria itu sepertinya sangat tertekan hingga ia mengeluarkan airmata. Ia berkata-kata dan sepertinya bercerita dengan bahasa yang sama sekali tak dikenali oleh Nara.

"Kau bicara apa! aku tak mengerti bahasamu," jawab Nara.

"Kak dia terlihat menyedihkan," kata Yona.

Lantas pria itu kembali beralih pada Yona, pria itu berkata-kata dengan bahasa yang juga tak diketahui Yona.

"Ya ya ya," jawab Yona seadanya.

Nara menghembuskan nafasnya kasar. Berhubung pria itu terlihat sangat ketakutan Nara menganggap pria itu tidak berbahaya.

"Stand up!" perintah Nara.

"Hah?" pria terlihat melongo.

"Lama-lama aku gila, dia tak mengerti bahasaku," dengus Nara.

"Hm," kata Nara sambil mengulurkan tangan untuk mengajak pria itu berdiri.

Dengan ragu-ragu pria itu meraih tangan halus Nara. Nara juga merasakan tangan pria itu halus dan punggung tangannya sangat terasa jelas otot-otot kekarnya. Pria itu pun berdiri tegap dari duduk jongkoknya karena tak ingin diusir keluar. Setelah pria itu berdiri tegap Nara mengukur dirinya yang tingginya hanya setinggi dada pria itu.

"Owh! Perfect Man!" batin Nara.

"Kak, sebaiknya kita ajak ngobrol saja dia. Di ruang tengah!" kata Yona.

"Kau benar!" jawab Nara.

Nara mengajak pria asing itu ke ruang tengah, ia menyuruhnya duduk dengan kode saja. Sebab pria itu tidak mengerti bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Dengan wajah ketakutan dan kaku pria itu mencoba mengalihkan pandangannya pada televisi yang menayangkan berita. Pria itu juga meremas sarung yang ia kenakan.

"Kak bagaimana caranya kita berkomunikasi denganya?" tanya Yona.

"Mungkin aku akan membelikannya ponsel baru untuk menerjemahkan pembicaraan kita dan pembicaraanya," kata Nara dengan wajah yang sangat serius.

"Ide bagus Kak, biar aku saja yang keluar membeli ponselnya," jawab Yona senang.

"Kau jangan tinggalkan aku berdua denganya," protes Nara.

"Lalu bagaimana?" Yona kembali bertanya.

"Biar Fauzan saja yang membelikan," jawab Nara.

Nara mengambil ponselnya dan menelpon Fauzan seorang seorang security tempat ia bekerja. Tak lama setelah Fauzapun mengangkat telpon Nara.

"Fauzan, tolong belikan ponsel keluaran terbaru. Ok aku tunggu, ok sekalian beberapa buah kaos oblong ukuran XXL dan celana jeans seukuranmu. Ok terimakasih Fauzan," Kata Nara pada Fauzan.

Kini Nara kembali memperhatikan pria itu, antara kesal dan senang. Senang karena bisa melihat pria ganteng yang bisanya muncul di televisi dan kesal karena pria ini tidak mengerti ucapannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top