Bab 2


Setelah mengantarkan keponakannya ke sekolah Davi langsung mengantarkan Avriel ke kampus.
Padahal jaraknya sangat jauh, tapi dia dengan suka rela mengantarnya. Walaupun gadis itu menolak untuk di antar langsung ke tempatnya kuliah dengan alasan takut Davi terlambat. Namun akhirnya Davi bisa meyakinkan Avriel, dan di sinilah mereka berdua sekarang.
Duduk bersebelahan di dalam mobil, sesekali Davi mencuri pandang menatap wajah cantik Avriel yang terlihat segar tanpa polesan make up.
“Napa sih lu liatin gue kayak gitu ? Apa wajah gue aneh?” Avriel yang merasa risi bolak balik di tatap Davi, akhirnya buka suara.
“Lu cantik, Vriel,” jawab Davi to the point.
“Gombalan basi tahu gak! Garing banget,” jawab Avriel dengan wajah merah merona, dia segera berpaling ke luar jendela mobil dan menatap jalanan yang terlihat mulai ramai.
Davi terkekeh mendengar jawaban Avriel. “Gue gak gombal itu faktanya kok, lu emang cantik,” ucap Davi.
Wajah Avriel semakin merah merona, siapa yang tidak suka jika dibilang cantik, mana yang mengatakannya adalah Davi, laki-laki yang terkenal baik dan sangat sopan. Bukan playboy yang sukanya gonta-ganti pasangan seperti ganti baju.
“Dav, gue turun depan sana aja ya? nanti lu telat masuk kantor lagi.” Avriel berusaha menahan debaran di dadanya, dan meredam kebaperannya sedalam mungkin.
“Emang lu gak papah, Vriel, harus jalan lagi ‘kan masih jauh ke gerbang kampus?”
“Nggak, gak papah kok.”
Davi meminggirkan mobilnya, dan dengan cepat Avriel membuka pintu dan keluar.
“Dav, thank’s ya, udah kasih gue tumpangan,” ucapnya dengan senyuman yang terlihat sangat menawan di mata Davi.
“Biasa aja kali, Vriel, kayak gue siapa aja,” balas Davi, dengan mata yang masih menatap wajah cantik di hadapannya.
Avriel melambaikan tangannya pada Davi, dan berlalu pergi.
Davi menghela napas dalam. Dan menjalankan kendaraannya kembali dengan kecepatan tinggi, tujuannya kantor karena dia hampir terlambat.
🍁
Zahra berjalan kaki keluar dari Kompleks perumahan tempat tinggalnya, hanya sekilas melirik mobil Davi yang melewati dirinya.
Dia tidak pernah memedulikan sekitar atau apa kata orang lain. Terserah orang mau bilang dia aneh karena lebih memilih jalan kaki dan naik transportasi umum dari pada menerima ajakan tetangganya untuk berangkat kerja sama-sama.
Zahra tidak mau kalau dia terlalu dekat dengan orang lain, dia lebih suka menjaga jarak aman walaupun itu dengan tetangga sebelah rumahnya.
Dia juga sangat tidak suka dengan orang yang berpura-pura baik di hadapannya, tapi di belakang selalu membicarakannya.
Tiba di gerbang Kompleks perumahan Zahra menaiki angkutan umum. Dia harus bolak balik ganti kendaraan untuk bisa sampai di tempat kerjanya, dari naik angkutan kemudian dia pun harus naik busway dan disambung berjalan kaki lagi sebelum bisa sampai di tempat tujuannya.
Tanpa pernah mengeluh dia menjalani kegiatannya turun naik kendaraan umum dan berjalan kaki, selama lima hari dalam seminggunya. Beruntunglah hari ini adalah hari Jumat, esok harinya dia bisa beristirahat di rumah selama dua hari.
Tanpa disadarinya sebuah mobil sedan hitam dengan setia mengikuti mobil yang di tumpangi Zahra.
🍁
Hari semakin sore mereka yang telah seharian  menjalankan aktivitas di luar rumah satu persatu kembali.
Pukul delapan belas petang.
Zahra turun dari angkutan umum dan kembali berjalan kaki memasuki Kompleks perumahan tempat tinggalnya dengan langkah kaki gontai.
Langkahnya terhenti dia menatap sekeliling dan mengusap tengkuknya. Gurat kelelahan kentara terlihat di wajah cantiknya.
Tiba di depan pagar rumahnya sekilas Zahra melihat Nisa, keponakan Davi, membuka pintu pagar. Tidak lama kemudian mobil Davi memasuki pekarangan rumah sebelah.
Zahra pun segera membuka pintu pagar dan melangkah masuk. Ketika hendak mengunci pintu pagarnya kembali, Nisa menyapa dirinya.
“Tante Zahra baru pulang ya?” tanya si Gadis.
“Iya, Nis. Tante masuk dulu ya,” jawab Zahra sesingkat mungkin.
Nisa menganggukkan kepalanya, dan menutup kembali pagar rumahnya. Begitu pun dengan Zahra, dia segera memasuki rumahnya.
Selain tubuhnya sudah sangat lelah, juga karena mendengar kumandang azan magrib dari masjid yang tak begitu jauh dari rumahnya.
Malam semakin larut Zahra masih terpaku sendirian di dalam kamarnya. Sekelebat ingatan masa lalunya terbayang dengan sangat jelas. Dia yang selalu terlihat acuh tak acuh dengan keadaan sekitar, acap kali membuat dirinya di cap sebagai gadis sombong, angkuh dan lain sebagainya dan akhirnya menjadi bahan gunjingan teman-teman di sekolahnya.
Hingga Zahra dewasa dan akhirnya memilih tinggal sendirian di perumahan. Bukan keinginannya dia bersikap seperti itu, hanya saja keadaan dirinyalah yang mengharuskan selalu bersikap dan berperilaku aneh di hadapan orang banyak.
Zahra sangat bersyukur karena tetangganya tidak ada yang kepo dengan kehidupan pribadinya. Kecuali tetangga sebelah rumahnya yang selalu tampak sinis, apa lagi tetangga barunya yang entah kenapa selalu membuat dirinya naik tensi.
Zahra berpikir apa karena hal itu pula, dia jadi sangat sulit mendapatkan jodoh?
Apa lagi tetangganya kiri kanan rumahnya tidak ada yang benar menurut dia. Tetangga sebelah kiri sangat julid, padahal laki-laki. Tetangganya sebelah kanan selalu mengatainya singa karena katanya dia galak dan judes.
Zahra menghela napas berat. Apa salahnya sih jadi orang yang acuh tak acuh? Kan bukan berarti anti sosial.
Hanya tidak suka ikut campur urusan orang lain saja! Susah amat.
Memikirkan hal itu membuat matanya tak jua mau terpejam, rasa-rasanya malah semakin segar dengan malas akhirnya dia beranjak bangun dan turun dari atas tempat tidur.
Langkah kaki telanjangnya menuju ke arah dapur, perlahan di bukanya kulkas dan di ambilnya kotak susu.
Mungkin dengan meminum susu kantuk akan datang, pikirnya. Zahra duduk termenung di dapur tak tahu apa yang harus di perbuat di tengah malam buta seperti ini.

Votmennya mana 💃💃💃

Masih santai juga....😌
Anggaplah pemanasan ye

Zahra akan segera terbit 💃

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top