8

Pulang kuliah, tak seperti biasanya yang langsung masuk Rumah. Kali ini Rumi mengetuk pintu rumah di depannya dengan ragu. 

"Assalamu'alaikum," salam Rumi sedikit berbisik, di tangannya ia memegang erat kantong plastik yang dibawanya.

"Wa'alaikumussalam." Badan Rumi sedikit menegang ketika mendengar sahutan salam laki-laki dari dalam. 

"Rumi, kan? Mau cari Bunda ya?"  

Ramaditya Prayudha, biasa dipanggil Rama melihat Rumi yang sedikit kaget saat pintu terbuka. Dahinya sedikit mengernyit karena tak biasanya si anak tetangga datang ke rumahnya.

"Eh, iya, Mas Rama. Tadi waktu di jalan, ummi telpon minta tolong Rumi buat beliin dan anterin ini untuk Bunda. Ummi bilang, Bunda pengen makan ini," ujar Rumi menunduk sembari menyodorkan bungkusan yang dia bawa. 

"Lhoh, tapi Bunda lagi pergi sama Ayah. Besok baru pulang," ucap Rama menatap bungkusan tersebut dengan bingung.

"Gimana sih ini? Apa jangan-jangan Rumi dikerjain? Ah, tapi buat apa bunda sama ummi ngerjain Rumi begini?" batin Rumi bingung.

"Rum, Rumi?" Melihat lawan bicaranya tidak merespon, Rama melambaikan tangan di depan wajah Rumi, hingga gadis itu tetsadar dadi pikirannya.

"Eeh, iya Mas. Aduh, gimana ya, Rumi juga nggak tau. Yaudah, Mas Rama terima saja. Rumi pulang dulu. Assalamu'alaikum." Rumi segera berbalik dan bergegas pulang ke rumahnya, entah kenapa bertemu dengan anak bunda membuat jantungnya tidak sehat.

"Wa'alaikumussalam." Rama menjawab salam dengan tersenyum.

"Kenapa debarannya masih sama?" batin Rama.

Teringat sesuatu hal yang harus segera ia temui penjelasannya, Rama segera masuk rumah untuk menghubungi sang bunda.

***

"Assalamu'alaikum, Bunda... Bunda tadi nitip sesuatu ke ummi nya Rumi?" salam Rama diikuti pertanyaan begitu telpon tersambung.

"Wa'alaikumussalam, Mas...  Iya,  Bunda tadi nitip dibelikan makanan kesukaan kamu ke umminya Rumi.  Kan tadi bunda buru-buru, nggak sempet masak buat kamu. Udah dianter ya makanannya?"

"Bun, Rama kan udah dewasa.  Bisalah kalau cari makan sendiri.  Bunda sengaja ya? Kasihan Rumi, pulang kuliah langsung ke sini cuma nganter makanan aja." Rama duduk menyandarkan punggung dan melihat bungkusan yang masih tergeletak pada meja di depannya.

"Bukan Bunda sengaja, Mas. Bunda cuma pengen kamu deket lagi sama Rumi.  Bukan keliatan jauh-jauhan kayak sekarang ini." Terdengar samar elaan napas dari seberang. 

"Itu sama aja sengaja, Bunda."

"Iya ... iya, Mas. Eeh.. Jangan lupa kamu bilang makasih ke Rumi sama umminya. Sekali-kali kamu tuh main ke rumahnya. Kalau suka itu jangan dipendam. Bilang aja meski kamu juga harus siap dengan segala kemungkinan. Kalau udah mantap,  bilang sama Ayah biar bisa nemenin kamu ke sana. Keburu ditikung orang kamu nanti.

Yaudah, Bunda masih ada urusan sama ayah. Kamu nanti makan malamnya ke rumah Rumi saja, Bunda sudah titipin kamu ke ummi. Inget, jangan malah jajan di luar. Assalamua'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Rama bergantian memandang gawai yang menggelap serta bungkusan dari Rumi kemudian tersenyum. Ia tak menyangka jika sang bunda ternyata memperhatikan interaksinya dengan Rumi selama ini. Rama seperti mendapat angin segar ketika mendengar penjelasan bundanya. Bergerak cepat, mungkin sedikit gila, tapi tak ada salahnya kan kalau ia mencoba.

Mengendikkan bahu, dia berjalan membawa serta makanan yang dibawakan gadis anak tetangga ke dapur untuk makan. Biarlah kali ini ia makan pemberian Rumi, siapa tahu mungkin suatu saat ia akan makan langsung masakan dari tangan Rumi.

....


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top