Bab 7 - Makan Bersama -

Jelas terlihat bahwa kini suasana kamar rawat Nenek Rida terasa begitu sunyi, hanya ada suara dentingan sendok yang bertemu dengan piring. Hal itu karena Aira dan Adnan ditinggal berduaan oleh Qila yang ingin pergi membeli popok neneknya.

Adnan merasa bahwa makanan yang dia makan sekarang terasa hambar, apalagi setelah dia menyadari bahwa Aira terus-terusan melirik ke arahnya. Ingin sekali Adnan membentak Aira. Namun, pria itu sadar bahwa dia tengah ada di rumah sakit dan kini Nenek Rida tengah tertidur.

Semakin lama, tatapan Aira semakin intens ke arah Adnan dan membuat pria itu semakin risih. Namun sebelum sempat Adnan menegur perempuan itu, Qila akhirnya datang dengan banyak bawaan di tangannya. Dia tidak pergi sendiri, melainkan bersama dengan Tika, pendamping Nenek Rida.

"Assalamualaikum," salam Qila saat masuk ke dalam ruang rawat neneknya.

Adnan yang melihat Qila sudah sampai, langsung berdiri dan membantu calon istrinya itu untuk membawa barang bawaannya. "Lama banget sih!"

Qila yang mendengar ocehan Adnan langsung menatap tajam ke arah pria itu. "Yakan tempatnya jauh!"

"Kan sudah saya bilang, beli di depan aja!"

"Tapi, kan ... ."

Pertengkaran Qila dan Adnan langsung berhenti ketika mereka ditegur oleh Tika. "Maaf, Mas, Mbak. Jangan berantem dong. Nanti Nenek bangun," potong Tika dengan suara yang sangat kecil.

Sebenarnya semua ini adalah salah Qila karena perempuan itu menolak untuk berbelanja di depan rumah sakit hanya karena harganya yang sedikit lebih mahal, padahal Adnan sudah memberi uang yang lebih dari cukup kepada Qila untuk membeli keperluan Nenek Rida.

Keduanya kemudian terlihat sibuk menyusun beberapa barang milik Nenek Rida dan setelah selesai, Qila langsung memberi uang sisa belanjaan tadi. "Nih, kembaliannya."

Qila memberikan uang itu kepada Adnan, tapi sang pemilik uang malah hanya menatap ke arah uang tersebut. "Nih, uang lo!" tegas Qila sembari menyodorkan uang itu lagi hingga menyentuh dada Adnan.

"Nggak usah, buat kamu aja."

Adnan berjalan ke arah sofa dimana kini tengah ada Aira yang masih setia duduk sembari memperhatikan pergerakan Adnan dan Qila tadi. Dia duduk di ujung sofa seperti sebelumnya karena dia kurang merasa nyaman ketika bersama dengan Aira.

Qila ikut berjalan mendekat ke arah sofa dan duduk tepat di tengah-tengah yang masih kosong itu. "Lo udah mau balik?" tanya Qila sembari menatap ke arah Aira.

Entah kenapa Aira malah menjadi salah tingkah dan tak langsung menjawab pertanyaan Qila.

"Udah mau magrib loh," ucap Qila lagi. Kemudian, tatapan Qila beralih pada Adnan dan tentu pria itu menyadari maksud tatapan Qila.

"Nggak bisa, saya nggak bisa nganter Aira," tolak Adnan dengan tiba-tiba.

Qila langsung mengerutkan dahinya karena bingung dengan penolakan yang diberikan calon suaminya itu. "Lah, kenapa nggak bisa?"

"Saya mau nginep di sini, jadi saya nggak bisa anter dia."

Adnan tidak berani menatap mata Qila yang dia yakini sudah terlihat begitu tajam. Syukurnya Qila tidak memaksa pria itu dan memutuskan untuk menyuruh teman sebangkunya itu menelepon sopir pribadinya.

"Ya udah, lo minta jemput sopir lo aja deh. Gue takut lo kenapa-kenapa kalau pake kendaraan umum."

Aira mengangguk pelan dan kemudian mengangkat ponselnya. Tak lama kemudian, perempuan itu mengeluarkan suaranya. "Sopir gue nggak bisa jemput," jelas Aira yang langsung membuat wajah Adnan berubah kesal. Namun berbeda dengan Qila, wajah perempuan itu malah berubah khawatir.

"Duh, gimana ya."

Qila terdiam sesaat sembari berpikir dan lagi-lagi hanya satu jalan keluar yang terlintas di benaknya, yaitu Aira diantar oleh Adnan. Qila langsung menoleh ke arah Adnan yang kini tengah sibuk dengan ponselnya. Dia memukul pelan lengan pria itu sehingga Adnan mau menatapnya.

"Anterin Aira bentar, kasian dia pulang sendiri," mohon Qila yang membuat Adnan menghela nafasnya.

"Ya udah, saya anterin, tapi kamu ikut."

"Loh, kok gue harus ikut?" tanya Qila sembari menunjuk dirinya sendiri.

"Ya kalau kamu nggak mau ikut, saya nggak mau antar Aira."

"Ya udah deh, yuk buruan, sebelum magrib."

Qila akhirnya menyerah dan membuat Adnan tersenyum kecil. Di sisi lain, Aira melihat dengan jelas semua kejadian itu dan membuat perasaannya sedikit tersakiti.

Ketiga orang itu akhirnya pergi untuk mengantar Aira pulang ke rumahnya, Aira duduk di belakang karena tempat duduknya dulu kini sudah ditempati oleh Qila. Tentu Qila-lah yang harus duduk di sebelah Adnan karena perempuan itu adalah calon istri Adnan.

Setelah sampai di depan rumah Aira, Adnan menghentikan mobilnya dan menunggu perempuan itu untuk turun. Di sisinya, Qila membuka seat belt yang dia gunakan sebelumnya untuk melihat temannya di kursi belakang. "Bye, Aira," ucap Qila sembari melambaikan tangannya kepada Aira.

Temannya itu kemudian keluar dari mobil Adnan tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan Adnan langsung menyalakan mobilnya lagi. "Ih, kok buru-buru perginya," tegur Qila karena kini mobil Adnan sudah berjalan kembali menjauhi rumah Aira.

"Ya, emang mau ngapain lagi di situ?" tanya Adnan tanpa melihat ke arah Qila, padahal wajah perempuan itu sudah berubah masam karena sikap Adnan yang terasa begitu dingin padanya.

Setelah berjalan cukup lama, tiba-tiba saja mobil Adnan berhenti di depan sebuah restoran. Qila yang sedari tadi menatap keluar jendela menjadi bingung dan beralih menatap ke arah Adnan yang kini telah bersiap untuk keluar.

"Eh, mau kemana?" tanya Qila sembari menahan tangan Adnan agar pria itu tidak langsung keluar dari mobilnya.

"Keluar," jawab Adnan singkat. "Kamu emang nggak laper?"

Qila mengangguk tanpa sadar, lalu sedetik kemudian dia menggelengkan kepalanya. "Lo ngajak gue makan?"

"Iyalah, buruan turun."

Adnan keluar dari mobilnya dan Qila juga ikut turun. Perempuan itu terlihat sedikit bingung dengan restoran yang mau mereka masuki. Jelas terlihat dari luar bahwa restoran itu adalah restoran mahal yang Qila belum pernah masuki.

Sesampai di resepsionis, Adnan langsung mengatakan bahwa dia mau memesan dua tempat untuk mereka berdua dan penjaga di resepsionis itu kemudian mengajak mereka untuk masuk.

"Silakan, Pak, Bu."

Adnan dan Qila berjalan masuk lebih dahulu ke dalam restoran tersebut. Saat masuk mata Qila langsung dimanjakan dengan segala keindahan yang ada di restoran bergaya eropa tersebut. Namun, seketika perempuan itu menyembunyikan dirinya di belakang Adnan.

Pria itu terlihat bingung dengan sikap Qila dan langsung menarik calon istrinya itu agar berdiri tepat di sebelahnya. Qila sangat gugup sekarang apalagi setelah mereka diajak untuk masuk ke dalam suatu ruangan.

Saat masuk, Qila semakin bingung karena ternyata ruangan tersebut adalah ruangan khusus yang hanya ada mereka di dalamnya. "Loh, kok kita di sini?" tanya Qila dengan dahi mengkerut.

Adnan tidak menjawab pertanyaan Qila dan pria itu malah menarik kursi yang berada di samping Qila untuk calon istrinya itu duduki. "Duduk," perintah Adnan yang langsung Qila turuti.

Tak lama kemudian, satu persatu makanan yang terlihat lezat itu ditaruh tepat di hadapan Qila juga Adnan. Qila tidak bisa menutup rasa kagumnya melihat makanan-makanan tersebut.

"Ini ada apa sih?" tanya Qila lagi. Namun, kali ini Adnan malah tersenyum ke arah Qila.

"Anggep aja ini dinner pertama kita."


***

Jumlah kata : 1100 Kata

***

Yeay, update hihi.

Semoga suka.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top