Bab 5 - Mas?

Tepat pukul empat sore, kelas Qila akhirnya bisa pulang setelah guru yang mengajar pamit dan menutup kelas pada hari ini. Qila kemudian sibuk membereskan mejanya yang kini berantakan setelah kelas melukis tadi.

Ada banyak sisa cat yang mengotori mejanya dan Qila harus segera membersihkan itu semua. Jika tidak, cat tersebut akan cepat mengering dan lebih susah untuk dibersihkannya.

Ketika Qila tengah asyik membersihkan meja, Aira yang duduk di sampingnya terlihat ikut sibuk memperhatikan Qila. Perempuan itu beberapa kali melirik ke arah Qila dan setelah teman sebangkunya itu selesai bersih-bersih, barulah Aira berani mengeluarkan suaranya.

"Qil," panggil Aira yang langsung membuat Qila menoleh ke arahnya.

"Kenapa?" tanya Qila sembari memasang tas ranselnya.

"Kita jadi kan, ke rumah sakit?" 

"Jadi dong, yuk," ajak Qila yang langsung membuat wajah Aira bersemangat.

Keduanya pergi dengan menggunakan taksi karena Aira sengaja menyuruh sopirnya untuk tidak menjemput. Terkhusus untuk Aira, ini adalah kali pertamanya menggunakan transportasi umum. Berbeda sekali dengan Qila, Qila bahkan nyaris setiap hari menggunakan taksi atau malah berjalan kaki.

Saat berada di dalam taksi, Qila terus-terusan menjaga Aira karena dia takut teman sebangkunya itu kenapa-kenapa dan benar saja tak lama setelah mereka masuk ada seorang pria yang terlihat mendekatkan dirinya pada badan Aira.

Tentu Qila tidak bisa diam begitu saja saat melihat temannya tengah diperlakukan kurang baik. Dia kemudian menegur pria tersebut dengan suara yang cukup nyaring. "Bisa geseran dikit nggak sih, lo nggak liat temen gue takut sama lo!"

Aira langsung mengaitkan tangannya ke tangan Qila dan beberapa kali mengusap lengan teman sebangkunya itu. "Nggak pa-pa kok, gue nggak pa-pa."

Qila hanya dapat menghela nafasnya karena tau bahwa Aira tidak mau memperpanjang masalah yang ada. Tak lama kemudian mereka sampai di depan rumah sakit. Tanpa lama menunggu, Qila langsung mengajak Aira untuk keluar dari taksi tersebut. Tak lupa dia membayar biaya taksi dengan uang 20 ribu rupiah dan langsung pergi tanpa menunggu kembalian dari uang tersebut.

Saat di tengah perjalanan menuju gedung rumah sakit, Qila mengomeli Aira habis-habisan karena teman sebangkunya itu terlalu penakut untuk menanggapi pria yang di taksi tadi. Jujur, dia tidak mau temannya kenapa-kenapa.

"Ra, lo tuh harusnya tegas sedikit. Lo mau jadi korban pelecehan? Kalau nemu orang kaya gitu lagi, omelin, pukul kepalanya. Jangan diem aja!"

Sebenarnya Qila sudah mau memukul pria yang mengganggu Aira. Namun, teman sebangkunya itu terus-terusan menahan tangannya. Untung saja setelah Qila membentak pria itu, dia langsung menjauhkan badannya dari Aira. Jika tidak, pukulan dari tangannya akan melayang ke kepala pria itu.

"Ra, tapi lo nggak diapa-apain kan tadi?" tanya Qila dengan wajah khawatir sembari memperhatikan dengan saksama tubuh Aira.

"Enggak kok. Tenang aja."

Qila akhirnya dapat bernafas lega setelah melihat Aira dapat tersenyum lagi dan menghilangkan raut wajah ketakutannya seperti di taksi tadi. "Ya udah, yuk, ke ruang rawat Nenek gue."

Keduanya akhirnya sampai di ruang rawat Nenek Rida, saat masuk mereka cukup terkejut karena di dalam sana sudah ada Adnan yang entah sejak kapan datang. Qila langsung berjalan menuju sofa untuk menaruh tasnya. Namun, di sisi lain Aira malah terdiam sembari menatap ke arah Adnan yang kini tengah asyik berbincang dengan Nenek Rida. Qila yang melihat hal itu menjadi cukup banyak bingung dan dia langsung kembali berjalan ke arah Aira.

"Lo kenapa?" tanya Qila setelah berdiri tepat di samping Aira. Cukup lama Qila menunggu jawaban dari temannya itu. Namun, tidak ada suara yang keluar dari bibir Aira. Perempuan itu malah tiba-tiba tersenyum dengan pipi memerah.

"Ra," panggil Qila yang langsung membuat Aira sadar dari lamunannya.

"Hah, kenapa?"

"Lo nggak pa-pa kan? Pipi lo merah tuh?" tanya Qila dengan wajah khawatir dan Aira langsung memegangi kedua pipinya.

Karena penasaran dengan percakapan antara Qila dan Aira, tiba-tiba saja Adnan memperhatikan kedua perempuan itu dengan dahi mengkerut. Keduanya tidak menyadari bahwa mereka tengah diperhatikan. Namun, tak lama kemudian seorang dokter datang untuk memeriksa keadaan Nenek Rida.

Qila dan Aira menjauh dari kasur Nenek Rida. Mereka pun memutuskan untuk pergi ke sofa. Qila langsung menginterogasi teman sebangkunya itu dan lagi-lagi Aira mengatakan bahwa dia tidak apa-apa. Qila pun menyerah dan mempercayai omongan teman sebangkunya itu.

Kedua perempuan itu kemudian asyik berbincang sembari menunggu dokter yang mengecek keadaan Nenek Rida selesai dan setelah nyaris 10 menit, dokter tersebut pamit untuk pergi.

Sebelum pergi Dokter Farhan menoleh ke arah Qila dan Aira, dia kemudian tersenyum ke arah Qila. Aira yang menyadari hal itu pun langsung menyenggol tubuh temannya dengan siku. "Cie," goda Aira karena sebelumnya Qila sudah menceritakan tentang Dokter tampan tersebut.

"Apaan sih lo," ucap Qila dengan malu-malu. Namun, tiba-tiba Adnan memanggil Qila dan perempuan itu langsung berjalan menuju kasur neneknya diikuti oleh Aira di belakangnya.

"Kenapa?"

"Kamu jagain Nenek bentar ya, saya mau beli sesuatu dulu."

Qila mengangguk paham dan Adnan langsung keluar dari ruang rawat Nenek Rida. Sepeninggal Adnan, Qila dan Aira kemudian asyik berbincang dengan Nenek Rida. Ya walaupun, perbincangan mereka hanya ditanggapi seadanya oleh Nenek Rida. Namun, mereka cukup bersyukur setidaknya kondisi Nenek Rida sudah semakin membaik.

Setelah cukup lama menunggu akhirnya Adnan kembali ke ruangan Nenek Rida, pria itu membawa beberapa kresek berisikan makanan untuk mereka makan bersama. Dia juga mengajak Aira untuk makan bersama dan tentu perempuan itu mau.

Kini, Aira, Qila dan Adnan tengah makan bersama. Qila menjadi orang satu-satunya yang duduk di lantai. Namun, tetap menaruh makanannya di atas meja yang berada tepat di depan sofa dan Aira juga Adnan malah duduk berdampingan di atas sofa.

Ketika tengah asyik makan, Aira terlihat beberapa kali melirik Adnan. Namun sayang, pria yang diperhatikannya terlihat tidak peduli.

"Ra, nanti lo pulangnya sama sopir lo kan?" tanya Qila tiba-tiba yang langsung membuat Aira terkejut.

Perempuan itu kemudian terlihat salah tingkah dan beberapa kali memainkan rambutnya. "Hm, gue nggak tau juga sih. Kayanya sopir gue sudah balik ke rumahnya."

"Terus, lo pulangnya gimana?"

Aira melirik Adnan sekali lagi. Namun, pria itu terlihat lebih peduli pada makanan yang dia makan. "Nggak tau juga, gue takut naik kendaraan umum pula."

Qila terdiam sesaat memikirkan hal yang mungkin bisa dia lakukan agar Aira sampai ke rumahnya dengan selamat. "Hm, gimana kalau lo dianter sama Adnan aja," saran Qila yang langsung membuat Adnan mengangkat wajahnya.

Pria itu menatap ke arah Qila dan Aira secara bergantian. "Saya belum mau pulang," jelas Adnan singkat yang langsung membuat Aira menghela nafasnya.

"Terus, lo mau balik kapan? Lo nggak mungkin nginep di sini kan? Anterin temen gue lah sekalian!"

Adnan menarik nafasnya cukup panjang sebelum menjawab ucapan Qila. "Ya udah, nanti saya anterin."

Lagi-lagi Adnan mengalah pada Qila. Namun, sebenarnya dia juga merasa kasihan pada Aira jika harus pulang sendirian. Apalagi dia masih sangat muda dan menggunakan seragam sekolah.

Setelah waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, Aira pamit untuk pulang dan diantar langsung dengan Adnan. Namun, setelah sudah berada di dalam mobil Aira terlihat beberapa kali melirik ke arah Adnan yang kini tengah fokus menyetir.

Aira ingin mengeluarkan suaranya, tetapi berkali-kali dia tahan. Perempuan itu bahkan sampai menggigit bibir dalamnya karena gugup. Tanpa sadar, bibirnya terluka dan dia langsung meringis kesakitan.

Adnan yang mendengar hal itu pun langsung meminggirkan mobilnya dan menanyakan tentang keadaan Aira. "Kamu nggak pa-pa?" tanya Adnan yang langsung membuat Aira menggeleng pelan.

"Nggak pa-pa kok, Mas," jawab Aira singkat yang membuat Adnan mengerutkan dahinya.

Kenapa dia manggil saya, Mas?.

Jumlah kata : 1213

***

Yeay, update hihi.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top