Bab 26 - Selesai -

Qila merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan kasar. Lalu mata perempuan itu menerawang langit-langit kamarnya. Setelah melakukan panggilan telepon dengan Adnan, suasana hatinya menjadi campur aduk karena tunangan tersebut harus melewatkan hari kelulusan sekolahnya yang akan berlangsung pada tanggal 20.

"Jadi, Adnan nggak bisa datang dong ya," ucap Qila bermonolog pada dirinya sendiri sebelum akhirnya tertidur pulas.

Di sisi lain, Adnan tengah sibuk berbincang dengan rekan bisnisnya. Pria itu ingin memperbesar bisnisnya ke sebuah kota baru yang sepertinya berpotensi besar.

"Saya yakin untuk memperbesar bisnis ini. Bapak juga tau kan kalau kota tersebut sangat menarik wisatawan?" ucap Adnan sembari menyeruput kopi hitam di hadapannya.

Pria paruh bayah di hadapannya melakukan hal yang sama. "Iya, menurut saya juga begitu, Nan. Berarti tahun depan sudah mulai kita rancang bisnisnya."

Adnan mengangguk pelan sebelum akhirnya Feni membisikkan sesuatu ditelinganya. "Oke," balas Adnan singkat kepada sekretaris itu.

Dengan cepat pria itu memperbaiki posisi duduknya dan kembali berbincang pada pria di hadapannya. "Maaf, Pak. Saya ada urusan lagi nih, saya pamit pergi dulu ya. Kita lanjut dilain waktu."

Pria paruh bayah di hadapan Adnan itu kemudian berdiri dan hal itu membuat Adnan ikut berdiri. Pria itu kemudian menyodorkan tangannya dan langsung diterima oleh Adnan.

"Terima kasih ya, Nan. Kamu masih mau bekerja sama dengan saya."

"Iya, Pak. Sama-sama. Saya senang bekerja sama dengan Bapak."

Bukan hal yang perlu disembunyikan bahwa pria paruh bayah bernama Hasyim itu menjadi salah satu orang yang dijauhi beberapa pengusaha di kota tersebut. Namun, Adnan tetap mau bekerja sama dengan Hasyim karena pria itu sangat telaten dalam melakukan banyak hal. Ya walaupun pekerjaannya sedikit lebih lambat dari orang lain.

Adnan dan Feni juga beberapa pengawal pribadi pria itu bergegas keluar dari ruangan Hasyim. Mereka harus pergi ke tempat lain untuk melakukan rapat kembali.

Selama di luar kota, pria itu sangat sibuk dengan segudang agenda. Namun, saat di mobil tiba-tiba Feni mengungkapkan suatu hal yang membuat Adnan sangat terkejut.

"Pak, tanggal 20 nanti, Mbak Qila ada acara kelulusan sekolah loh."

Adnan yang sebelum sibuk memainkan ponselnya langsung menatap ke arah Feni yang duduk di sisinya. "Hah, acara kelulusan Qila tanggal 20?"

Feni mengangguk pelan. "Iya, Pak. Emang Mbak Qila nggak ngasih tau?"

Adnan terdiam sembari mengecek pesan singkatnya dengan tunangannya tersebut. Di sana, tidak ada satupun pesan yang mengatakan bahwa perempuan itu akan segera melakukan acara kelulusan.

"Ya sudah, tanggal 20 nanti saya harus balik!"

"Tapi, Pak ... ," potong Feni yang langsung mendapat tatapan tajam dari Adnan.

"Saya nggak mau tau, pokoknya tanggal 20 nanti saya harus balik bagaimana pun caranya."

"Baik, Pak."

Feni harus memutar otaknya untuk membuat Adnan menyelesaikan semua urusan bisnis sebelum waktu kelulusan Qila tiba. Perempuan itu sedikit bingung karena Qila tidak memberitahu tunangannya itu tentang kelulusannya mungkin dia tidak mau merepotkan Adnan. Sayangnya hal itu malah membuat Adnan lebih susah.

Karena kesibukannya menyelesaikan semua agenda selama di luar kota, Adnan menjadi tidak sempat untuk menghubungi Qila dan malah membuat perempuan itu menjadi sedikit khawatir. Dengan pakaian dan polesan lengkap di wajah, Qila sudah bersiap untuk pergi ke sekolahnya. Namun, matanya terus menatap layar ponselnya yang tetap menghitam tanpa ada tanda-tanda seseorang akan meneleponnya.

Hari ini, acara kelulusan Qila akan dilaksanakan. Sesuai jadwal acaranya akan dimulai satu jam lagi dan perempuan itu harus bergegas pergi ke sekolahnya.

Acara kelulusan Qila digelar di gedung serbaguna milik sekolah Qila sehingga perempuan itu tidak perlu susah-susah untuk pergi ke tempat lain.

Gaun merah yang dia gunakan saat ini adalah gaun pemberian Adnan yang dia gunakan saat bertemu dengan Bakhtiar. Qila juga tidak memiliki uang untuk membeli gaun baru, lagi pula gaun tersebut masih sangat bagus dan hanya digunakan oleh Qila satu kali.

Qila keluar dengan pelan dari mobil yang dia gunakan, sebelum masuk dia harus melakukan registrasi sehingga nantinya Qila akan mengetahui dimana tempat dia akan duduk.

Acara kelulusan berlangsung cukup meriah, ada banyak kegiatan yang dilaksanakan hingga akhirnya acara itu selesai pada pukul 10 malam. Walau suasana hati Qila sedang kurang baik. Namun, perempuan itu tetap menikmati acara dengan sebaik mungkin dan setelah acara selesai, dia ikut serta dalam pemotretan kelas untuk dijadikan kenang-kenangan.

Sebelum pulang, tiba-tiba saja seseorang menahan tangan Qila dari belakang. Perempuan itu langsung menoleh dan mendapati Aira tengah berdiri di belakangnya sembari mengangkat sebuah paper bag dengan tangan kanannya.

"Ini buat lo," ucap Aira tanpa berani mengangkat wajahnya.

"Gue nggak mau," tolak Qila sembari melepas cengkeraman tangan Aira sehingga membuat perempuan itu mengangkat wajahnya.

"Please, lo harus terima, soalnya ini kado terakhir dari gue. Gue mau keluar negeri. Mungkin, kita nggak akan ketemu lagi."

Qila terdiam sesaat setelah mendengar ucapan dari Aira. Dia memang masih membenci perempuan itu. Namun, dia tidak menyangka bahwa Aira akan pergi menjauh darinya.

Dengan pelan Qila mengambil paper bag tersebut dan Aira langsung pamit untuk pergi. "Makasih ya, gue pergi dulu."

Selepas Aira pergi, tiba-tiba saja seseorang kembali berdiri di hadapan Qila. Perempuan itu tidak menyadarinya karena terlalu sibuk dengan paper bag yang dia pegang sekarang.

"Qil," sapa seseorang yang jelas Qila tau siapa.

Wajah Qila terangkat dan matanya mendapati wajah Adnan yang kini tengah berdiri di hadapannya. Dengan cepat Qila merenggangkan tangannya dan membawa Adnan ke dalam pelukannya.

Dia tidak menyangka bahwa tunangannya tersebut akan datang pada acara kelulusannya. "Kamu kapan datangnya?" bisik Qila tanpa berniat melepas pelukannya pada Adnan.

"Barusan, maaf ya, saya telat datang di hari kelulusanmu."

Qila menggeleng pelan. "Nggak, kamu nggak salah kok, yang salah aku, soalnya nggak ngasih tau kamu, aku takut kamu kepikiran terus nggak fokus sama pekerjaan kamu di sana."

Adnan melepaskan pelukannya pada Qila dan menatap dalam mata tunangannya tersebut. "Qil. Kalau saja Feni nggak ngasih tau saya tentang hari kelulusan kamu. Mungkin saya akan menyesal seumur hidup karena tidak datang di hari spesial kamu."

Qila terdiam karena merasa bersalah akan sikap yang dia lakukan. Wajahnya kemudian menunduk tak berani menatap ke arah wajah Adnan yang lebih tinggi darinya.

"Qil, sesibuk apapun saya, saya akan berusaha untuk datang. Yang penting, kamu bilang ke saya."

"Iya, maaf ya."

Adnan tersenyum kecil sembari mengelus pipi Qila sehingga membuat tunangannya tersebut mengangkat wajahnya. "Iya, nggak pa-pa kok. Yang penting setelah ini kamu jangan ngulangin lagi ya."

Qila mengangguk pelan sembari tersenyum ke arah Adnan. "Iya, janji."

Keduanya kemudian pergi dari parkiran sekolah Qila. Adnan membawa tunangannya itu untuk pergi ke suatu tempat.

"Kita mau kemana?" tanya Qila sembari menoleh ke arah Adnan yang kini tengah terfokus pada jalanan.

Adnan tidak menjawab pertanyaan Qila dan malah menaikkan gas mobilnya. Sesampai di sebuah restoran, mobil Adnan berhenti dan membuat Qila sedikit bingung.

"Mau makan lagi?" tanya Qila dengan wajah sedikit malas.

"Iya, yuk, keluar," ajak Adnan yang langsung diikuti oleh Qila.

Setelah masuk ke dalam restoran tersebut. Keduanya kemudian makan dengan lahap. Qila memang sangat lapar sehingga dia akhirnya menghabiskan makanan di hadapannya.

Perut Qila sudah penuh dengan berbagai macam makanan dan membuat Adnan sedikit lega. Tak lama kemudian, beberapa pelayan datang dan memainkan musik klasik yang menurut Qila segitu menarik.

Perlahan Adnan bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Qila. Seperti sebelumnya, Adnan berjongkok di hadapan Qila dengan tumpuan kaki kanannya dan perlahan mengeluarkan sebuah kotak cincin dari jas yang dia gunakan.

"Qil, kali ini saya mau melamar kamu jadi istri saya. Memang, hubungan kita jauh dari kata bahagia karena kamu harus dijodohkan dengan saya. Tapi, saya benar-benar menyayangimu."

Adnan membuka kotak cincin tersebut dan terlihatlah sebuah cincin dengan berlian yang lebih besar dari sebelumnya.

"Maukah kamu menjadi istri saya?"

Mata Qila berkaca-kaca setelah mendapatkan lamaran dari Adnan. Dia tidak percaya bahwa tunangannya tersebut akan melamarnya malam ini.

"Qil," ucap Adnan yang langsung membuat Qila mengangguk dengan pelan.

"Iya, aku mau."

Dengan semangat Adnan memeluk tubuh perempuan yang akan dia nikahi tersebut. Di sisi lain, Qila membalas pelukan dari Adnan dengan hangat.

Setelah keduanya puas berpelukan, Adnan menarik pelan tangan Qila dan memasangkan cincin yang dia bawa ke jari manis Qila.

***

Jumlah kata : 1305

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top