Bab 25 - Janji -

Seperti biasa, ada banyak hidangan enak tersaji di hadapan Qila dan semua itu adalah pesanan Adnan. Tadi, Qila hanya meminta untuk tunangannya tersebut memesan apa yang sekiranya enak dan cocok untuk perempuan itu coba. Ternyata Adnan malah memilih untuk memesan banyak makanan dan membuat Qila terkejut bukan main.

"Kenapa banyak banget sih yang kamu pesen," omel Qila setelah tak ada lagi pramusaji yang datang.

"Ya, nggak pa-pa. Lagipula, ini semua enak kok."

"Aku tau ini semua enak, tapi ini kebanyakan. Kita cuman makan berdua, enggak sekampung."

"Iya, iya, maaf."

Qila terlihat kesal setelah bertengkar dengan Adnan. Perempuan itu kemudian menyadarkan tubuhnya dan mendiamkan pria di hadapannya.

Tidak butuh waktu lama, Adnan berusaha membujuk Qila agar suasana hati perempuan itu sedikit membaik. "Qil, saya minta maaf."

Permintaan maaf yang kedua kalinya dari Adnan itu berhasil membuat suasana hati Qila membaik, apalagi setelah melihat wajah tunangannya tersebut. Wajah Adnan terlihat begitu sendu karena merasa bersalah akan tindakan yang dia lakukan.

"Nan, aku tuh sebenernya nggak mau marah gini sama kamu. Tapi, kamu itu boros banget. Harusnya kamu nabung buat pernikahan kita nanti," ucap Qila dengan wajah yang sangat serius. Namun, Adnan malah ingin tertawa saat mendengar celotehan tunangannya tersebut.

Adnan memiliki kekayaan yang cukup untuk tujuh turunannya. Seharusnya Qila tidak perlu khawatir akan keuangan tunangannya tersebut. Sepertinya, Qila memang begitu polos sehingga tidak mengetahui kondisi keluarga Adnan. Di sisi lain, pria itu memang tidak pernah bercerita tentang keluarganya.

"Nan, kamu dengerin omongan aku nggak sih?" tanya Qila setelah sadar bahwa tunangannya tersebut tidak memperhatikannya.

"Iya, saya denger kok. Masalah keuangan, kamu nggak usah khawatir. Semuanya sudah saya persiapin."

"Ya udah, aku percaya sama kamu. Tapi, kita tetep harus hemat loh ya."

"Iya."

Adnan sedikit bingung menjelaskan tentang keuangannya pada Qila. Seharusnya perempuan itu tau mengenai hal tersebut karena Adnan bisa membayar banyak karyawan dan juga memiliki perusahaan yang cukup besar.

Sesampai di halaman rumah Qila, Adnan mematikan mesin mobilnya dan menunggu tunangannya itu untuk turun dari mobilnya. Tak lama kemudian, Qila keluar dari mobil tersebut dan pamit pada Adnan. "Aku turun dulu ya. Kamu hati-hati bawa mobilnya."

"Iya."

Semakin hari, hubungan Qila dan Adnan semakin dekat. Keduanya sering menghabiskan waktu bersama dan saling menyayangi satu sama lain. Seperti hari ini, Qila mengajak Adnan untuk pergi menonton film. Sebenarnya pria itu malas untuk pergi menonton. Namun, Qila terus menerus mengajaknya.

"Aku udah beli tiketnya," ucap Qila sembari memperlihatkan tiket yang dia pesan di layar ponselnya.

Adnan hanya dapat menghela nafasnya karena ajakan tunangannya yang tiba-tiba itu. "Ya udah, ayuk pergi."

Adnan segera berdiri dari duduknya, padahal hari ini dia hanya mau mengunjungi Qila di rumahnya. Ternyata perempuan itu malah mengajaknya pergi nonton.

Keduanya kemudian pergi ke bioskop bersama dan menunggu jam masuk teater film yang mereka ingin nonton. Sekitar setengah jam lagi, mereka bisa masuk ke dalam teater.

Sembari menunggu, Adnan pamit pergi ke toilet dan menitipkan tasnya pada Qila. "Qil, saya mau ke toilet. Saya titip tas saya ya."

Qila mengangguk pelan sembari menerima tas milik tunangannya itu. Saat menunggu, tiba-tiba saja dia mendengar suara ponsel berbunyi. Dengan cepat Qila mengecek ponselnya. Namun, ternyata bukan ponselnya yang berbunyi.

Dengan penuh curiga, perempuan itu menaruh tas milik Adnan yang dititipkan oleh tunangannya tersebut ke telinganya dan benar saja perkiraannya bahwa suara itu berasal dari tas tangan milik Adnan.

Perlahan perempuan itu mengeluarkan ponsel Adnan dan mengangkat panggilan yang masuk tersebut tanpa tau siapa yang menelepon karena tidak ada nama yang tertera di layar ponsel Adnan. "Iya, halo."

"Qil? Ini Qila? Adnannya mana?" tanya orang dibalik panggilan tersebut. Namun, Qila tidak merasa asing dengan suara orang itu.

Dengan dahi mengkerut, Qila bertanya, "ini siapa ya?"

"Ini Om Sardi. Masa lupa sih."

Qila akhirnya tau siapa penelepon itu dan malah menampilkan wajah yang sedikit kesal. "Om, dapet nomor ini dari siapa?"

"Adnan sendiri kok yang kasih ke Om."

"Terus, ngapain Om nelpon Adnan? Ada urusan apa?"

"Hmm, gini Qil, Om mau pinjem uang sama Adnan. Nggak banyak kok kaya sebelumnya, dua juta aja."

Qila semakin bingung dengan ucapan Omnya tersebut. Beliau bukan keluarga dekat Qila sehingga perempuan itu merasa aneh ketika mendapati panggilan dari pria paruh bayah itu.

"Om suka minjem uang sama Adnan?"

"Iya, kamu nggak tau?"

Tak lama kemudian, Adnan datang dan sedikit terkejut karena melihat Qila tengah melakukan panggilan telepon menggunakan ponselnya. Perempuan itu kemudian bertanya kepada Adnan mengenai Omnya itu.

"Om Sardi suka minjem uang sama kamu?" tanya Qila pada Adnan sembari berdiri agar sejajar dengan tunangannya itu.

"Kenapa?"

"Aku nanya kok malah balik nanya sih!"

Qila sedikit kesal pada tunangannya tersebut dan langsung mematikan panggilan telepon dari Omnya. Perempuan itu segera menginterogasi Adnan karena pria itu tidak pernah memberitahu Qila mengenai Omnya yang menghubungi Adnan untuk meminjam uang.

"Kamu ngapain sih minjemin uang ke Om Sardi. Kamu nggak tau apa dia itu tukang bohong. Uang kamu dikembaliin nggak?"

Adnan menggeleng pelan dengan polosnya sehingga membuat Qila menghela nafas dengan kasar. "Kan, kamu itu diboongin, Nan. Bego banget sih!"

"Ya udah, lagipula dia Om kamu. Aku nggak masalah kok."

"Nan, dia emang Om aku. Tapi, dia selalu buat masalah di keluarga aku."

"Qil, kamu nggak boleh ngomong gitu!"

"Tapi, kenyataannya emang gitu, Nan. Aku nggak mau tau ya. Kamu nggak boleh berhubungan sama dia lagi!"

Qila bergegas ingin pergi meninggalkan Adnan, tetapi pria itu segera menahannya. "Qil, jangan kekanakan gini dong. Iya, saya nggak bakal berhubungan sama Om kamu lagi."

Qila tidak membalas ucapan Adnan dan terlihat tengah berpikir. Hal itu membuat Adnan sedikit khawatir. "Qil, kamu nggak pa-pa, kan?"

Qila yang tersadar dari lamunannya segera menggeleng pelan. "Nggak kok, nggak pa-pa."

Perempuan itu kembali duduk di kursi yang sebelumnya dia duduki dan mengajak Adnan ikut duduk di sisinya. Dengan perlahan perempuan itu menggenggam tangan tunangannya tersebut. "Nan, kamu mau janji nggak sama aku?"

"Janji apa?"

"Janji buat nggak nutupin apapun dari aku."

Adnan mengangguk pelan dengan pasti. "Iya, aku janji."

Janji yang dilontarkan oleh Adnan bukan sekedar janji yang dia ucap. Namun, pria itu benar-benar melakukannya.

Sejak saat itu, Adnan selalu memberitahu Qila apapun yang dia lakukan bahkan sampai hal-hal kecil yang sebenarnya Qila tak perlu ketahui seperti sekarang ini.

"Nan, nggak usah kasih tau aku masalah makanan yang kamu makan. Yang penting kamu makan, jangan sampai nggak makan," oceh Qila setelah Adnan memberitahunya tentang makanan yang dia makan. Bukan masalah makannya. Namun, pria itu menjelaskan secara detail makanan yang dia makan.

Adnan tertawa kecil setelah mendengar ocehan Qila. Kini mereka tengah berbincang melalui panggilan telepon karena pria itu tengah ada pekerjaan di luar kota.

"Iya, iya. Maaf."

Keduanya kemudian saling terdiam entah karena apa. Namun, tiba-tiba Qila bertanya, "Kamu baliknya tanggal berapa?"

"Tanggal 22," jawab Adnan singkat yang malah kembali membuat Qila terdiam. Cukup lama perempuan itu terdiam sehingga membuat Adnan sedikit khawatir. "Qil, kamu masih di sana?"

Qila tersadar dari lamunannya dan menjawab pertanyaan Adnan dengan dehaman. "Hmm, iya masih kok."

Qila mendengar suara lain dipanggilan tersebut, sepertinya Adnan harus kembali bekerja. "Iya, sebentar saya masih telponan," jawab Adnan singkat dengan suara yang sedikit lebih pelan karena memang pria itu tengah menjauhkan ponselnya.

"Hmm, Qil, saya matiin teleponnya dulu ya. Saya mau ketemu sama rekan bisnis saya."

"Iya, kamu hati-hati ya di sana. Semoga urusan kamu lancar."

"Iya, Amin. Nanti saya telepon lagi ya."

"Iya, bye."

***

Jumlah kata : 1208

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top