Bab 23 - Bertengkar

Makanan di hadapan Qila dan Adnan kini telah habis. Qila masih kepikiran tentang seseorang yang menelepon Adnan. Tentu dari namanya orang itu adalah perempuan..

Mata Qila mengikuti gerakan Adnan sejak tadi, pria itu terlihat sibuk dengan ponselnya dan membuat Qila semakin penasaran. Perempuan itu kemudian berdeham kecil sehingga membuat perhatian Adnan beralih ke arahnya.

"Kenapa?" tanya Adnan yang malah membuat Qila salah tingkah. Pertanyaan yang sudah dia rangkai tiba-tiba saja hilang di dalam pikirannya.

Ahh, bego banget sih gue! runtuhnya di dalam hati.

Tiba-tiba saja Adnan berdiri dari duduknya dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana yang dia gunakan. "Ayuk, kita balik."

Qila mengangguk pelan dan mengikuti Adnan yang kini sudah berjalan mendahului dia, selama di perjalanan pulang, Qila terlihat beberapa kali melirik ke arah Adnan yang kini kembali fokus pada ponselnya.

"Sibuk banget kayanya," tegur Qila dengan wajah masam.

Adnan yang menyadari bahwa dia tengah disindir itu langsung menatap ke arah Qila yang kini melempar tatapannya ke luar jendela mobil. "Maaf, saya lagi ada urusan," jelas Adnan dengan singkat.

"Urusan sama Evy?" tanya Qila dengan menekan kata di akhir ucapannya.

Adnan tidak bisa menyembunyikan wajah kaget ya setelah mendengar pertanyaan Qila. Perempuan itu kemudian menoleh ke arah Adnan dan tersenyum kecil.

"Kenapa? Bener ya?" tanya Qila lagi.

"Enggak kok, bukan sama dia."

Qila mengangguk pelan walau sebenarnya dia kurang yakin dengan ucapan pria di sampingnya kini. Setelah keduanya sampai di rumah Qila, perempuan itu kemudian bergegas turun, meninggalkan Adnan yang terlihat begitu bersalah.

Pria itu kemudian ikut turun dari mobilnya dan mengejar Qila yang sudah masuk ke dalam rumahnya. Walau harus memakan energi yang cukup banyak, Adnan akhirnya bisa mengejar Qila dan menarik tangan perempuan itu agar dia berhenti melangkah.

"Saya bisa jelasin," ucap Adnan singkat.

"Jelasin apa? Masalah Evy? Aku nggak peduli."

Qila melepaskan genggaman tangan Adnan di pergelangan tangannya dan berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Adnan tentu tidak akan menyerah dan ikut berlari ke lantai dua rumah itu.

Sesampai di atas, ternyata kamar Qila sudah terkunci dari dalam dan Adnan beberapa kali mengetuk pintu kamar tersebut. "Qil, bukanin, Qil!"

Dengan sedikit berteriak, Adnan memanggil nama Qila beberapa kali. Namun, sayangnya perempuan itu tak kunjung membukakan pintu kamarnya.

"Qil, Evy itu bukan siapa-siapa saya lagi kok," jelas Adnan yang malah membuat Qila kebingungan.

Kini, perempuan itu tengah duduk dia atas kasurnya sembari mendengarkan ucapan yang terlontar dari mulut tunangannya tersebut. Lagi? tanya Qila di dalam hati.

"Qil, Evy memang mantan saya, tapi sekarang saya nggak punya hubungan apa-apa sama dia," jelas Adnan lagi dengan suara yang sedikit memelan sekarang.

Qila berjalan menuju pintu kamarnya dan mengelus perlahan pintu tersebut. "Kalau memang, dia bukan siapa-siapa kamu, kenapa dia hubungin kamu?" tanya Qila dengan pelan yang malah tak jelas didengar oleh Adnan.

"Hah, apa, Qil?" tanya Adnan sembari meletakkan telinganya di pintu kamar Qila. "Qil, saya nggak dengar kamu ngomong apa. Lebih baik kamu buka pintunya," saran Adnan yang membuat Qila terdiam.

Entah kenapa dia tidak mau melihat wajah Adnan sekarang ini, dia juga tidak berani untuk mendengar penjelasan Adnan padahal dia sangat penasaran dengan perempuan bernama Evy itu.

"Qil, bukain pintunya, biar saja jelasin," lirih Adnan yang akhirnya membuat Qila iba. Perlahan perempuan itu membuka pintu kamarnya dan membiarkan Adnan untuk masuk.

Qila berjalan lebih dahulu menuju kasurnya dan duduk di ujung kasur tersebut. Adnan ikut berjalan di belakang perempuan itu dan setelah Qila benar-benar duduk, dia memutuskan untuk berlutut di hadapan tunangannya itu.

Dengan pelan Adnan menarik tangan Qila dan mengelusnya dengan lembut. "Qil, kamu harus percaya sama saya, kalau Evy bukan siapa-siapa saya."

"Aku percaya kok, tapi kenapa dia hubungin kamu lagi!"

Adnan terdiam sejenak sembari memikirkan jawaban yang tepat untuk tunangannya tersebut. "Hmm, sekarang, dia lagi ada masalah keuangan, saya cuman mau bantu dia. Udah itu aja."

Wajah Qila yang sebelumnya menunduk, kini terangkat dengan pelan dan perempuan itu akhirnya mau untuk menatap ke arah Adnan. "Kamu punya bawahan, kenapa nggak suruh mereka buat urus perempuan itu!"

Ada nada kecemburuan yang keluar dari mulut Qila saat ini dan hal itu membuat Adnan sedikit bahagia. Pria itu kemudian bangkit dan mendudukkan dirinya di sisi Qila. Tangannya terangkat untuk merangkul perempuan itu.

"Iya, setelah ini, bawahan saya yang akan urus Evy."

Jawaban Adnan tidak membuat perasaan Qila lega, perempuan itu malah menjauhkan dirinya dari Adnan dan berdiri dari duduknya. "Kenapa nggak dari dulu kamu gitu! Apa perlu nunggu sampai ketahuan?"

Adnan menghela nafasnya dengan pelan karena tau bahwa Qila kini tengah cemburu. "Kami baru ketemu lagi kok, dia juga baru beberapa hari ini hubungin saya."

"Ya udah, setelah ini, kamu nggak boleh berhubungan sama dia lagi."

"Iya-iya."

Adnan ikut berdiri dan membawa Qila ke dalam pelukannya, entah kenapa dia sangat menyukai pelukan hangat dari tunangannya tersebut. "Maaf ya sudah buat kamu cemburu," bisik Adnan yang langsung dibalas dengan anggukan oleh Qila.

Adnan akhirnya memutuskan untuk menginap di rumah Qila karena waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Tadi setelah bertengkar keduanya kemudian asyik berbincang. Karena sudah cukup lama tak bersama. Keduanya terlibat begitu asyik membicarakan banyak hal.

"Aku ngantuk banget," ucap Qila dengan mata setengah tertutup. Adnan yang melihat hal itu langsung mengelus kepala Qila dengan pelan.

"Ya udah, kamu tidur gih, lagian udah jam segini." Adnan melirik jam dinding yang ada di kamar tunangannya tersebut.

"Iya, aku tidur ya."

Qila merebahkan tubuhnya dan Adnan menarik selimut perempuan itu agar menutupi tubuhnya. Dengan pelan Adnan mengecup dahi Qila sebagai salam perpisahannya. "Selamat tidur, Qil."

Dengan hati-hati, Adnan keluar dari kamar perempuan itu dan menutup pintu kamar Qila dengan sangat pelan. Saat di luar, tiba-tiba saja ponsel Adnan berbunyi.

Pria itu kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan setelah melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Adnan menghela nafasnya.

"Iya, Halo. Ada apa?" tanya Adnan dengan cepat setelah panggilan itu dia angkat.

"Hmm, maaf ya ganggu waktumu," ucap perempuan di balik telepon itu.

"Langsung aja, kamu butuh berapa?"

"Hmm, nggak banyak kok, cuman satu juta," jawab perempuan itu yang langsung membuat Adnan memijat keningnya.

"Iya, nanti saya transfer dan ini kali terakhir kamu hubungi saya. Saya nggak mau lagi kamu hubungi saya, tunangan saya nggak suka. Kalau ada apa-apa. Kamu hubungi sekretaris saya saja!"

Adnan mematikan telepon itu sepihak tanpa aba-aba. Sebenarnya dia tidak mau melakukan hal itu. Namun, dia takut Qila akan semakin salah paham pada hubungannya dengan Evy. Lagipula, dia sedikit kesal karena Evy selalu menghubunginya.

Adnan segera memblokir nomor telepon mantan pacarnya itu agar Evy tidak bisa menghubunginya lagi. "Bikin pusing aja sih kamu!" omel Adnan sembari berjalan turun dari lantai dua rumah Qila.

Malam ini dapat dia pastikan bahwa tidurnya akan nyenyak karena dia akan tidur di rumah tunangannya. Sudah sejak lama dia mau menginap dan akhirnya kesampaian juga.

"Akhirnya!"

***

Jumlah kata : 1119

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top