Bab 21 - Suami Istri

Di tengah penantiannya untuk mendapat jawaban dari Qila, tiba-tiba saja Adnan dijebak oleh Bakhtiar. Kolega bisnisnya itu menyuruh bawahannya untuk membawa Adnan bertemu dengannya pada sebuah makan malam yang ternyata juga dihadiri oleh cucu perempuannya.

Adnan terlihat gelisah saat duduk berhadapan dengan Bakhtiar. Makanan lezat yang ada di hadapannya tidak dia pedulikan, dia malah lebih peduli pada ponselnya. Sebelumnya dia menghubungi Qila. Namun, perempuan itu tidak mengangkat teleponnya.

"Kalau kamu tidak bisa membuktikan bahwa kamu memiliki tunangan, alangkah baiknya kamu menerima cucu saya," ucap Bakhtiar sembari meminum air berwarna merah yang ada di dalam gelas di tangannya.

"Saya bisa buktiin, saya punya tunangan," ucap Adnan bersikeras menolak perjodohan tersebut.

Kini, kedua orang tua Adnan berada di luar negeri. Mereka sepenuhnya memberi tanggung jawab untuk anak satu-satunya itu, termasuk untuk masalah pasangan.

Saat tengah bersitegang. Tiba-tiba saja pintu ruangan tersebut terbuka. Bakhtiar memang memesan ruangan khusus untuk mereka gunakan agar tidak terganggu oleh orang lain.

Seorang perempuan cantik dengan gaun merah terlihat berjalan ke arah Adnan, perempuan itu kemudian mengusap bahu Adnan dengan perlahan sehingga membuat pemiliknya menoleh ke belakang.

Adnan sangat terkejut saat melihat Qila sudah ada di belakangnya dengan wajah yang sudah dipoles cantik. "Maaf saya terlambat."

Qila segera duduk di sisi Adnan dan tersenyum manis ke arah Bakhtiar. Di hadapannya kini ada seorang perempuan yang sangat dia kenali. "Selamat malam, Pak. Selamat malam, teman sebangku saya."

Aira tidak bisa menahan rasa kesalnya pada Qila karena perempuan itu tiba-tiba hadir di acara makan malam ini, padahal sebelumnya dia sudah merusak ponsel perempuan itu sehingga Adnan tidak bisa menghubungi Qila.

"Perkenalkan, saya Qila. Tunangan Mas Adnan," ucap Qila dengan lembut sembari mengusap lengan atas Adnan. Tentu pria itu kaget saat melihat sikap lembut Qila yang jauh lebih baik sekarang.

Adnan kemudian memperbaiki posisi duduknya dan menatap wajah Bakhtiar yang terlihat begitu bingung. "Ini tunangan saja, Aqila Aurellia."

Kali ini Qila-lah yang terkejut karena Adnan mengetahui nama panjangnya. Selama ini dia tidak pernah memperkenalkan nama aslinya pada pria itu. Bagaimana bisa Adnan tau nama asliku?

Dengan cepat Qila mengganti ekspresi wajahnya dan menoleh ke arah Bakhtiar. "Hmm, kayanya sudah jelas ya, kalau Mas Adnan  memiliki tunangan dan tunangannya adalah saya, Pak. Kami izin pamit ya karena kami ada janji makan malam di tempat lain. Iya kan, Mas?"

Qila segera menoleh ke arah Adnan dan pria itu menganggukkan kepalanya dengan pelan. Keduanya kemudian bangun dari duduknya dan saling mengaitkan tangan.

"Kami pamit dulu ya, Pak, Ra. Permisi."

Adnan dan Qila berjalan keluar dari ruangan tersebut dengan hati yang lega. Sesampai di parkiran, Qila segera membuka heels yang dia gunakan karena kakinya sudah terasa sangat sakit.

"Kamu nggak usah maksain buat pakai itu," ucap Adnan yang langsung membuat Qila menoleh ke arahnya.

"Gue juga nggak mau sebenernya, tapi Mbak Feni maksa."

Adnan akhirnya tau siapa yang menjadi dalang dari semua ini. Sekretarisnya itu memang selalu bisa diandalkan.

"Ya udah, yuk jalan," ajak Adnan yang malah membuat Qila bingung.

"Jalan kemana?"

"Makan malam."

"Boleh deh, gue juga lagi laper."

Keduanya kemudian pergi ke restoran lain yang jauh lebih mewah dari restoran sebelumnya. Mereka memesan makanan yang berbeda, walaupun sebenarnya Qila tidak tau apa yang dia pesan.

Sebelum makanan yang mereka pesan terhidangkan, tiba-tiba saja Adnan mengeluarkan suaranya. "Hmm, kenapa ponsel kamu nggak bisa dihubungi?" tanya Adnan yang langsung membuat wajah Qila berubah masam.

"Jadi gini, tadi sore, gue jalan sama Aira. Nonton gitu, eh tiba-tiba si Aira jatuhin hape gue. Terus, hape gue nggak bisa nyala deh."

"Ya udah, entar saya beliin yang baru ya."

Qila mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah. "Nggak, nggak usah, baikin aja yang lama."

"Udah, nggak pa-pa."

Perbincangan mereka hanya sampai di situ. Namun, Adnan tidak bisa berhenti melirik ke arah Qila yang sekarang tengah sibuk mengunyah makanannya.

Dengan berani, Adnan kembali bertanya kepada Qila tentang kejadian sebelumnya. Dia tidak merasa nyaman memendam semuanya. "Hmm, jadi, kamu mau kan jadi tunangan saya?"

Qila terbatuk karena pertanyaan Adnan yang tiba-tiba, Adnan segera berdiri dan memberi Qila air putih untuk dia minum. Adnan juga mengusap pelan punggung perempuan itu agar perasaan sedikit membaik.

"Kamu nggak pa-pa, kan?" tanya Adnan lagi yang langsung membuat Qila mengangkat tangannya.

"Nggak pa-pa kok, gue nggak pa-pa."

"Alhamdulillah, deh."

Adnan kembali duduk di kursinya, matanya begitu fokus menatap ke arah Qila yang terlihat salah tingkah. Ingin sekali dia bertanya lagi. Namun, sepertinya saat ini bukanlah waktu yang tepat. Dia kemudian kembali fokus pada makanan yang ada di hadapannya.

Di sisi lain, Qila-lah yang mengeluarkan suaranya. "Gue nggak tau, keputusan gue bener atau enggak. Tapi, gue mau kok. Gue mau jadi tunangan lo. Asal lo janji, jangan nikah cepet-cepet. Gue belum siap."

Wajah Adnan terangkat sembari memperhatikan wajah Qila yang tengah menunduk. Ada rasa bersalah di benaknya saat melihat sikap Qila yang sedikit berbeda.

"Saya nggak mau maksa kamu, kalau kamu nolak, saya sudah siap."

Kini, Qila-lah yang mengangkat wajahnya dengan ekspresi terkejut. "Nggak, gue nggak nolak. Gue terima kok!"

Adnan tersenyum kecil saat melihat wajah panik dari Qila, terlihat mengemaskan dan membuat perasaan Adnan membaik. "Kalau gitu, mau pakai cincin ini?"

Adnan kembali mengeluarkan kotak cincin yang terus dia bawa, entah kenapa dia tidak mau meninggalkan kotak tersebut. Jujur, dia sedikit yakin cincin itu akan melingkar di jari manis Qila.

Qila mengangguk dengan pelan dan Adnan langsung berjalan ke arah perempuan itu. Dia kembali berlutut dan Qila langsung menyodorkan tangan kirinya. Dengan pelan, Adnan memasangkan cincin putih dengan mutiara kecil di jari Qila dan entah kenapa perasaan perempuan itu menjadi sangat bahagia.

Senyumnya merekah saat melihat cincin yang sangat pas itu di jarinya. Jujur, sampai sekarang dia masih tidak menyangka akan dilamar seperti ini.

"Makasih ya," ucap Qila pelan yang masih mampu di dengar oleh Adnan.

Wajah Adnan terangkat untuk menatap wajah Qila yang terlihat sedikit memerah. "Saya yang harusnya berterima kasih, karena kamu mau nerima saya."

Dengan cepat, Adnan menarik Qila ke dalam pelukannya. Dia sangat tidak menyangka akan memiliki perempuan itu seutuhnya, ya walaupun harus menunggu waktu untuk Qila siap menjalin hubungan yang lebih serius.

Selama perjalanan pulang, Qila tidak bisa menahan senyumannya. Di sisinya kini, Adnan melirik beberapa kali ke arah perempuan itu. Sesampai di depan rumah Qila, Adnan langsung menghentikan mesin mobilnya.

"Sudah sampai," ucap Adnan sembari menatap ke arah Qila.

Qila terdiam sesaat dan kemudian menoleh ke arah Adnan. Mata keduanya bertemu dan Qila segera memutus tatapan tersebut. "Hmm, lo nggak mau nginep di rumah lagi?" tanya Qila yang langsung membuat Adnan tersenyum kecil.

"Kamu kangen sama saya?"

Qila menggigit bibir bawahnya karena gugup. Dia sangat ingin mengatakan 'Iya'. Namun, mulutnya menolak untuk mengatakan hal tersebut.

"Sebenarnya saya mau kok tinggal sama kamu lagi, tapi ... Setelah status kita berubah jadi suami istri," lanjut Adnan yang berhasil membuat wajah Qila memerah.

***

Jumlah kata : 1124

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top