Bab 19 - Jemput

Suasana canggung yang kini menghantui di dalam mobil putih itu berhasil membuat Adnan menghela napasnya berkali-kali. Pagi ini dia tengah mengantar Qila dan Aira pergi ke sekolah. Tidak ada paksaan, dia hanya ingin melakukannya.

Selama perjalanan tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Adnan, pria itu hanya diam sembari mendengarkan percakapan yang dilakukan oleh Qila dan Aira. Dia cukup bingung, bagaimana kedua perempuan itu bisa berbincang tanpa kehabisan topik hingga sekarang?

Sesampai di depan sekolah Qila, Adnan menghentikan mobilnya dan kedua perempuan yang duduk di kursi belakang itu langsung keluar. Namun, sebelum Qila benar-benar keluar, Adnan menahan tangannya. "Pulang sekolah nanti ada kegiatan nggak?" tanya Adnan yang membuat Qila terdiam sejenak. Dia mengingat-ingat apa yang akan dia kerjakan nanti setelah pulang sekolah.

"Hmm, kayanya nggak ada deh. Kenapa?"

Adnan tidak dapat menahan perasaan bahagianya saat ini, tapi senyumannya sengaja dia tahan agar tidak membuat Qila merasa bingung sehingga Adnan terus mempertahankan ekspresi wajah datarnya. "Ya udah, pulangan nanti saya jemput ya."

Qila menatap heran ke arah Adnan seraya bertanya, "jemput?"

Adnan mengangguk pelan. "Iya, nanti saya jemput."

Walau merasa aneh. Qila tetap meng-ia-kan ucapan Adnan tadi. Lagipula, mau dijemput oleh Adnan atau sopir, menurut Qila sama saja. Yang penting dia tidak perlu pulang jalan kaki seperti sebelumnya.

"Ya udah deh, terserah lo. Gue turun dulu ya. Lo hati-hati bawa mobilnya."

Qila keluar dengan cepat dari mobil putih milik Adnan dan meninggalkan pemiliknya yang kini tersenyum manis dengan pipi merona. Ahh, bisa gila saya dibuat dia.

Sebenarnya ucapan Qila terasa biasa. Namun, bagi Adnan hal itu sangat luar biasa. Perhatian inilah yang diinginkan oleh pria itu dan perlahan Adnan bisa yakin bahwa perasaannya akan dibalas oleh perempuan itu.

Dengan cepat Adnan pergi ke perusahaan miliknya, dia mau menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin agar bisa menjemput Qila tepat waktu. Namun sayang, belum sempat dia masuk ke dalam ruangannya tiba-tiba saja dia mendapatkan informasi melalui pesan singkat bahwa akan ada rapat sore nanti.

Adnan mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam ruangannya dan pergi menuju ruangan sekretarisnya, dia langsung membuka pintu ruangan tersebut dengan kasar dan hal itu berhasil membuat Feni terlonjak kaget. Feni memegangi dadanya yang terasa sakit dan napasnya kini berpacu karena kelakuan atasannya tersebut.

"Pak, ngagetin aja sih!" oceh Feni sembari mencoba memperbaiki alunan nafasnya.

Adnan tidak peduli dengan ocehan Feni dan berjalan ke arah perempuan tersebut. "Kenapa sore ini ada jadwal rapat?" tanya Adnan dengan nada membentak yang membuat Feni ketakutan.

Perlahan tangan Feni terangkat untuk memegang lengan atasannya tersebut. Namun, dengan cepat ditepis oleh Adnan. "Saya sudah ada rencana sore ini," lanjut Adnan dengan wajah yang kesal.

"Maaf, Pak, tapi rapat kali ini harus bapak hadiri, soalnya rapat ini adalah rapat yang pernah Bapak batalkan beberapa hari yang lalu," jelas Feni dengan terbatah.

"Tapi, Fen ... ."

"Pak, tolonglah, rapat kali ini benar-benar rapat besar dan kalau kembali dibatalkan akan ada masalah," potong Feni menjelaskan.

Memang pada rapat terakhir, Adnan tiba-tiba membatalkannya karena Qila sakit dan sepertinya Feni sudah mengatur jadwal lain untuk rapat tersebut. Sebenarnya dia tau bahwa rapat kali ini sangat penting. Namun, dia juga memiliki rencana yang cukup penting dengan Qila. Alhasil, Adnan menjadi tidak fokus bekerja hingga sore tiba, tak ada satu pun pekerjaan yang dia lakukan dengan benar dan malah membuat kepalanya terasa sakit.

Tepat pukul empat sore, sebuah pesan masuk di ponselnya. Dengan cepat pria itu membukanya dan cukup terkejut setelah melihat nama Qila tertulis di sana.

Adnan tidak langsung membalas pesan Qila, pria itu malah menghubungi sopir pribadi Qila dan memintanya untuk mengantarkan Qila ke perusahaannya. Ya, akhirnya Adnan memilih untuk tetap pada rencana awalnya walaupun harus mengundur waktu.

Setelah panggilan telepon itu selesai, Adnan beralih untuk menghubungi Qila. Namun sayang, perempuan itu malah menolak panggilannya. Adnan menatap heran layar ponselnya itu dan tiba-tiba saja sebuah pesan kembali masuk ke dalam ponselnya.

Pesan yang dikirimkan oleh Adnan hanya dibaca oleh Qila dan hal itu membuat Adnan bertanya-tanya mengenai alasannya. Cukup lama Adnan memandangi ponselnya sampai akhirnya sebuah tepukan berhasil membuat kesadaran Adnan kembali. Ternyata sejak tadi dia tengah melamun sehingga dia tidak menyadari bahwa Feni sudah ada di dalam ruangannya.

"Pak, mari, sudah waktunya kita rapat," ucap Feni yang tiba-tiba saja membuat Adnan menghela nafasnya.

Pria itu kemudian memasukkan ponselnya ke dalam jas dan mulai melangkah menuju ruang rapat. Di sisinya kini, Feni menjelaskan apa yang akan dibahas pada rapat kali ini. Adnan terlihat tidak peduli pada semua ucapan yang keluar dari mulut Feni dan malah kepikiran tentang pesan yang tidak dibalas oleh Qila. Namun, Adnan harus tetap profesional dan meminta berkas rapat tersebut kepada Feni.

"Fen, saya minta berkasnya, biar saya baca sendiri."

Sesampai di ruang rapat, Adnan langsung melihat ada kolega bisnisnya datang. Dia pikir orang itu akan mengirim utusannya seperti biasa. Namun ternyata, pria tua itu ikut datang. Adnan mengulas senyum kecil di wajahnya sembari menyodorkan tangannya.

"Senang bertemu dengan Anda, Bapak Bakhtiar."

Salaman tersebut disambut baik oleh Bapak Bakhtiar, seorang pengusaha yang sangat terkenal. Beliau sudah lama melakukan kerja sama dengan ayah Adnan dan sampai sekarang kerja samanya tetap berjalan walaupun perusahaan tersebut sudah dipegang oleh Adnan.

"Bagaimana? Bisa kita mulai rapatnya?" tanya Bakhtiar sembari mengangkat salah satu alisnya yang jujur terlihat aneh di mata Adnan, tapi dia tidak mau berpikir yang macam-macam dan langsung memulai rapat tersebut. Cepat mulai dan cepat selesai, itulah yang dipikirkan oleh Adnan saat ini.

Satu persatu pembahasan mulai dibicarakan dan Adnan terlihat begitu fokus pada rapat kali ini. Namun di sisi lain, Bakhtiar terus-terusan melirik ke arahnya. Tentu Adnan menyadari hal itu, tapi dia berusaha untuk tidak peduli.

Setelah selesai rapat, Adnan segera ingin kembali ke ruangannya karena ternyata Qila sudah ada di sana. Beberapa menit yang lalu pengawal Adnan memberitahu pria itu saat tengah sibuk rapat. Tentu, Adnan menjadi sangat bahagia dan terus-terusan mengulas senyumnya.

"Terima kasih, Pak Bakhtiar, sudah mau datang ke perusahaan kami," ucap Adnan sembari kembali bersalaman dengan Bakhtiar. Kini kedua pengusaha itu tengah berdiri dengan saling berhadapan.

"Saya juga berterima kasih atas kerja sama yang sudah terjalin hampir 10 tahun ini."

"Iya, Pak."

Adnan melepaskan salaman tersebut terlebih dahulu dengan tujuan agar bisa pergi dari ruangan rapat. Namun, keinginannya tidak bisa langsung terwujudkan karena Bakhtiar mengajaknya untuk makan malam.

"Kamu ada acara habis ini? Bagaimana kalau kita makan malam dulu?"

"Terima kasih atas tawarannya, Pak, tapi saya sudah ada janji malam ini."

Bakhtiar mengangguk pelan dan menepuk pelan lengan atas Adnan. "Ya sudah kalau gitu, lain kali kita atur jadwal ya. Saya punya cucu perempuan yang mungkin kamu suka."

Adnan sudah tau alur pembicaraan yang Bakhtiar lakukan dan langsung menolak dengan tegas ajakan tersebut. "Maaf sebelumnya, Pak, tapi saya sudah punya tunangan."

***

Jumlah Kata : 1109

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top