Bab 16 - Pingsan -

Suara berisik dari kelas 12 IPA 3 berhasil membuat seisi kelas mendapat hukuman oleh guru yang mengajar, sebenarnya bukan tanpa alasan mereka melakukan hal tersebut. Mereka hanya mau istirahat karena sekarang sudah waktunya istirahat. Namun, guru yang mengajar tidak berhenti untuk berbicara.

Beberapa kali guru tersebut ditegur oleh siswanya, tetapi beliau terus menerus tidak peduli. Tentu mereka tidak salah 100%. Namun, siapa yang bisa menolak hukuman yang diberikan.

Kini semua siswa kelas 12 IPA 3 tengah berdiri di lapangan sekolah, termasuk Qila dan Aira. Mereka harus melakukan gerakan hormat pada tiang bendera.

Peluh keringat terus turun dari dahi mereka bahkan baju yang mereka semua kenakan sudah basah kuyup. Kalau dihitung-hitung, mereka sudah melakukan hal itu kurang lebih 30 menit dan cuaca hari ini sangatlah panas.

Di tengah kegiatan mereka, Aira tiba-tiba saja menyenggol tubuh Qila dengan sikunya. Namun, tiba-tiba tubuh teman sebangkunya itu terjatuh.

"Qil, lo kenapa?" tanya Aira sembari menepuk pipi teman sebangkunya tersebut.

Perempuan itu ternyata pingsan dan membuat semua orang yang tengah di lapangan berlari ke arahnya, begitu pula dengan guru yang menghukum perempuan itu.

Karena cukup jauh dari lapangan, guru tersebut agak lebih lama sampai ke arah Qila yang sudah terjatuh ke tanah. Perempuan itu sudah dikerumuni teman-temannya dan guru yang bernama Saka itu langsung menerobos masuk ke dalam kerumunan tersebut.

"Misi, misi, biarkan saya lewat."

Dia segera menggendong Qila dan membawa siswinya tersebut ke ruang UKS. Saat sudah sampai, Qila langsung diperiksa dan orang-orang yang membantunya disuruh keluar.

"Tolong keluar dulu ya, adiknya mau diperiksa dulu."

Hanya Saka dan Aira yang ikut ke dalam ruangan tersebut. Kini, mereka harus keluar dari sana karena Qila perlu diperiksa.

Di luar ruang UKS, keduanya sangat khawatir dengan keadaan Qila. Beberapa kali Saka melirik ke arah Aira. Namun, perempuan itu tidak menyadarinya.

Perasaannya begitu campur aduk sekarang, dia takut siswinya tersebut kenapa-kenapa. Akhirnya Saka membuka suaranya.

"Hmm, kamu teman dekatnya Qila kan?" tanya Saka yang berhasil membuat Aira berhenti menggigit sudut jarinya.

"Hah, iya, Pak. Saya teman dekatnya Qila."

"Kamu bisa hubungi keluarnya Qila? Takutnya dia kenapa-kenapa dan kalau bisa sih habis ini dia dijemput pulang," saran Saka yang malah membuat Aira tersenyum bahagia dengan pipi yang terlihat naik.

"Baik, Pak. Saya ke kelas dulu ya. Mau ambil ponsel dulu."

"Ya udah, saya tunggu di sini ya."

Aira segera pergi ke kelasnya dan sesampai di sana ternyata ada guru yang tengah mengajar. Belum sempat perempuan itu berbicara, meminta izin untuk masuk. Guru yang mengajar malah duluan berbicara padanya.

"Loh, kok kamu masuk kelas? Qila gimana kabarnya?" tanya guru yang bernama Rila tersebut.

"Qilanya masih diperiksa, Bu. Saya izin ngambil hape dulu boleh, Bu? Saya mau hubungin keluarganya Qila, soalnya kata Pak Saka Qila disuruh pulang setelah ini."

"Oh gitu, ya udah. Silakan masuk."

"Makasih, Bu."

Dengan cepat Aira masuk ke dalam kelasnya dan mengambil tas milik Qila. Sebelum keluar dari kelasnya lagi, perempuan itu pamit pada guru yang mengajar.

"Saya izin keluar lagi ya, Bu."

"Iya, semoga Qila cepat sembuh ya."

Setelah itu, Aira berjalan menuju ruang UKS. Selama di perjalanan, perempuan itu membuka ponsel Qila dan dengan cepat menghubungi Adnan.

Senyumnya terangkat sebelah saat mendengar suara pria yang dia sukai tersebut.

"Assalamualaikum, Qila. Kenapa nelpon? Ada masalah?"

"Hmm, halo, Mas. Apa kabar?" tanya Aira yang malah menanyakan keadaan Adnan. Bukannya memberitahu pria itu tentang keadaan Qila.

Di sisi lain, Adnan terlihat begitu frustrasi setelah mendengar suara Aira. Dia bingung kenapa perempuan itu kembali menggunakan ponsel Qila. Dia tentu tidak mungkin memblokir nomor ponsel calon istrinya tersebut.

Adnan yang tengah berada di ruangannya langsung berjalan keluar. Dia ingin mengambil napas segar dengan pergi ke balkon ruangannya.

Ponsel yang tengah menempel di telinganya kini terabaikan karena pikirannya yang sedikit berantakan. Dia bingung harus melakukan apa lagi agar Aira mau menjauhinya.

"Mas, kok diem?" tanya Aira dengan suara genitnya.

Adnan menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Aira. Dia tidak mau terbawa emosi. Namun, perempuan itu selalu menghancurkan suasana hatinya.

"Ada apa? Kalau tidak ada sesuatu yang penting, saya matikan panggilan ini."

Belum sempat Adnan mematikan panggilan tersebut, Aira langsung memberitahu maksud dia menelepon pria tersebut. "Qila sakit."

Ucapan singkat yang keluar dari mulut Aira berhasil membuat tubuh Adnan menegang, dia cukup bingung dengan ucapan teman sebangku Qila itu.

"Maksud kamu?"

"Iya, Qila lagi sakit. Dia sekarang ada di UKS sekolah, lagi pingsan."

"Apa! Kamu jangan bohong ya."

"Ngapain saya bohong sih, kalau nggak percaya ke sini aja," tantang Aira sebelum akhirnya mematikan panggilan tersebut.

Dengan cemas, Adnan langsung keluar dari ruangannya dan bergegas pergi ke sekolah Qila. Dia sampai lupa bahwa dia memiliki jadwal rapat sebentar lagi. Malahan dengan santainya dia berjalan melewati Feni yang sebenarnya mau pergi ke ruangannya.

"Loh, mau kemana, Pak?" tanya Feni dengan sedikit berteriak karena Adnan sudah berjalan menjauh darinya.

Dahi sekretaris Adnan itu mengerut tiba-tiba karena bingung dengan apa yang terjadi padahal sebentar lagi mereka harus rapat. "Aduh, mau kemana lagi tuh orang?" oceh Feni dengan wajah kesal.

Tanpa mempedulikan jalanan sekitar, Adnan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi dan setelah sampai di sekolahan Qila. Pria itu segera mencari ruang UKS.

Saat di tengah perjalanan, pria itu bertemu dengan beberapa siswa yang belum masuk kelas dan akhirnya bertanya pada merek. "Dek, ruang UKS dimana ya?" tanya Adnan yang langsung membuat beberapa siswa itu menunjuk ke arah depan.

"Oh gitu, makasih ya."

Adnan bergegas pergi ke arah yang ditunjuk oleh siswa tersebut dan dari kejauhan dia bisa melihat sosok Aira tengah berdiri di depan sebuah pintu yang tertutup rapat. Langkah Adnan melambat. Namun, seketika kembali dia percepat saat melihat ada seorang pria di sisi Aira.

Bukan karena dia cemburu pada Aira, tetapi dia cemburu jika pria itu mendekati Qila, calon istrinya.

Sesampai di hadapan Aira dan Saka, Adnan segera melempar beberapa pertanyaan. "Gimana keadaan Qila? Dia nggak pa-pa kan? Kenapa dia bisa masuk UKS?"

Saka mengulas senyum kecilnya dan berjalan mendekat ke arah Adnan. Pria itu menepuk pundak Adnan dan membawanya untuk duduk di sebuah kursi panjang yang ada di depan ruang UKS.

"Duduk dulu, Bro," ajak Saka dengan ramah karena sepertinya mereka seumuran.

"Thank you."

"Sebelumnya, saya mau nanya, kamu siapa ya Qila ya?" tanya Saka yang malah membuat Adnan dengan cepat  menunjuk dirinya sendiri.

"Saya? Saya tunangannya Qila."

Jawaban spontan yang dikeluarkan oleh Adnan berhasil membuat Saka dan Aira terkejut, bahkan kini mata Aira melotot kaget dan juga tidak percaya.

"Mas beneran tunangannya Qila?" tanya Aira dengan suara lirih.

"Iya, jadinya saya nggak mau kamu deketin saya terus."

Memang benar, Adnan harus bersikap tegas pada Aira. Entah bagaimana Aira nantinya setelah ini. Namun, setidaknya perempuan itu harus tau apa yang sebenarnya.

***

Jumlah kata : 1094

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top