Bab 13 - Rindu

Hari-hari yang Adnan lewati di luar kota terasa begitu berbeda, apalagi setelah dia harus berjauhan dengan Qila. Adnan sangat membenci keadaannya sekarang ini karena dia menjadi begitu merindukan calon istrinya itu.

Setiap saat dia akan mengecek ponselnya dan berharap bahwa akan ada sebuah pesan masuk ke dalam sana yang berasal dari Qila. Namun, semua itu hanyalaj keinginan Adnan semata dan sepertinya Qila tidak mungkin akan melakukan hal tersebut.

Beberapa karyawannya kini mengajak pria itu untuk mengelilingi kantor cabang yang baru saja diresmikan tersebut. Namun, saat mereka nyaris sampai di pintu keluar tiba-tiba saja seorang perempuan datang dan memeluk tubuh Adnan dari belakang.

Tentu Adnan sangat terkejut dan orang yang memeluknya itu langsung dijauhkan dari tubuh Adnan oleh karyawan-karyawannya. Perlahan pria itu membalikkan tubuhnya dan menemukan seorang perempuan cantik yang tersenyum manis ke arahnya.

"Evy," ucap Adnan pelan dengan wajah bingung.

Evy adalah mantan terakhir Adnan dan sepertinya perempuan itu masih belum bisa melupakan Adnan. "Iya, Mas. Aku Evy."

Setelah yakin bahwa perempuan di hadapannya kini adalah mantan pacarnya, Adnan tanpa sadar menutup rapat matanya. Kepalanya terasa pening karena hubungannya dengan Qila belum berkembang, tapi kini masa lalunya tiba-tiba datang.

Adnan yang memahami situasi sekarang ini langsung membawa Evy untuk berbicara empat mata dengannya. Dia juga penasaran kenapa mantan pacarnya itu kembali menemuinya. Memang, Kota yang dia datangi ini adalah kota tempat tinggal Evy, tapi kenapa perempuan itu harus repot-repot menemui Adnan.

Sebuah cafe kecil dengan gaya klasik menjadi pilihan Adnan untuk mengajak Evy berbincang. Sesampai di sana, pria itu langsung bertanya mengenai maksud kedatangan Evy di kantor cabang miliknya.

"Saya malas basa basi, saya mau tau kenapa kamu menemui saya?"

Wajah Evy berubah sedih setelah mendengar ucapan tegas dari Adnan. Perempuan itu juga mencoba untuk menggenggam tangan mantannya itu yang tengah berada di atas meja. Namun, Adnan langsung menarik tangannya.

"Vy, saya nggak mau basa basi ya."

Evy paham dengan maksud ucapan Adnan karena selama mereka pacaran dulu, Adnan selalu melakukan hal itu. Berbicara tegas pada Evy yang sebenarnya masih jauh dari kata dewasa.

"Gini, Mas. Aku boleh minta bantuan kamu?"

Entah kenapa Adnan paham maksud dari ucapan perempuan di hadapannya kini. Tentu semua itu tidak jauh dari uang.

"Butuh berapa?"

Evy terkejut dan mengangkat wajahnya dengan cepat. Kedua matanya kemudian bertemu dengan mata milik Adnan yang ternyata tengah menatapnya dengan tajam.

"Nggak banyak kok, Mas. Cuman 10 juta."

"Ya sudah, hubungi nomor ini bilang padanya saya menyuruhmu menghubungi dia dan setelah uang itu kamu terima, jangan temui saya lagi."

Adnan menyodorkan sebuah kartu nama pada Evy dan segera keluar dari cafe tersebut. Dia tidak mau ada berita aneh yang muncul setelah ini. Oh iya, Adnan adalah salah satu pengusaha sukses yang cukup terkenal. Dia juga sering masuk berita dalam berbagai alasan dan kali ini dia tidak mau ketahuan pergi dengan mantan pacarnya.

Adnan segera kembali ke hotel dimana dia menginap selama perjalanan bisnisnya kali ini. Setelah sampai di kamar, Adnan tidak bisa menahan diri untuk menghubungi Qila.

"Assalamualaikum," salam Adnan setelah panggilan tersebut tersambung.

"Waalaikumsalam," jawab orang di balik telepon tersebut yang sebenarnya adalah Tika. Adnan sedikit ragu untuk menghubungi Qila dan memutuskan untuk menghubungi penjaga calon istrinya tersebut.

"Gimana kabar, Qila?" tanya Adnan secara langsung karena itulah yang ingin dia tau, kondisi Qila sekarang.

Tika tidak langsung menjawab dan terdengar berpindah tempat entah kemana. "Hmm, Qila baik kok, Mas. Tapi, dia lebih banyak diam beberapa hari setelah Mas pergi."

Tanpa sadar, Adnan mengerutkan dahinya karena bingung dengan maksud ucapan Tika. "Hah, emangnya dia kenapa?"

"Kangen, mungkin Qila kangen sama Mas."

Ada rasa bahagia yang tiba-tiba muncul di benak Adnan saat ini setelah mendengar ucapan dari Tika. Walau sebenarnya, dia tidak yakin Qila merasakan rindu padanya.

"Mas, masih di sana?" tanya Tika karena Adnan tak kunjung merespon ucapannya.

Adnan berdeham kecil agar menghilangkan rasa gugup di benaknya. "Saya masih di sini."

"Alhamdulillah, oh iya, kenapa Mas nggak nelpon Qila langsung?"

Adnan tentu tidak bisa mengatakan bahwa dia malu untuk menghubungi calon istrinya itu sehingga akhirnya dia harus berbohong. "Hmm, tadi Qila nggak ngangkat telepon saya.

"Oh gitu, nanti saya sampaikan ke Qila ya, Mas."

"Eh jangan!" larang Adnan dengan cepat.

"Jangan kenapa, Mas?"

"Pokoknya, jangan! Ya sudah, saya matikan dulu teleponnya."

"Baik, Mas."

Setelah panggilan tersebut terhenti, tiba-tiba saja Qila masuk ke dalam dapur. Dia cukup terkejut karena menemukan Tika yang tengah menyandarkan tubuhnya pada dinding dapur.

"Ngapain di sini, Mbak?" tanya Qila tanpa menatap ke arah Tika karena perempuan itu tengah membuka lemari es.

Tika yang terkejut dan langsung salah tingkah. "Hah, itu, saya mau cuci piring."

Qila mengangguk paham dan langsung keluar dari dapur setelah mengambil sebuah minuman botol di lemari es. Di sisi lain, Tika terlihat begitu lega karena Qila tidak menaruh curiga padanya.

Seharusnya dia tidak setakut ini pada Qila, hanya saja dia tidak enak pada perempuan itu karena Adnan baru saja menghubunginya. Apalagi setelah bosnya itu tidak memperbolehkannya untuk memberitahu Qila mengenai percakapan mereka tadi.

Malam hari Qila kini, terasa begitu sunyi tanpa kehadiran Adnan. Biasanya pria itu akan mengecek Qila setiap malam sebelum tidur. Namun sekarang, untuk mendengar suaranya saja sangat sulit.

Qila menyadari bahwa dirinya terlalu keras kepala karena tidak mau menghubungi Adnan terlebih dahulu dan terus menunggu pria itu untuk menghubunginya. Terhitung lima hari, Adnan pergi untuk urusan pekerjaan dan Qila sudah merasakan rindu yang teramat pada pria tersebut.

"Apa gue telepon dia aja ya?"

Monolog Qila kini terasa begitu aneh, dia tentu tidak akan mendapatkan jawaban apa-apa ketika bertanya pada dirinya sendiri. Namun, perempuan itu terus melakukan hal tersebut.

Entah sudah berapa kali Qila membalikkan tubuhnya di atas kasur sembari menatap layar ponsel yang menampilkan nomor telepon Adnan. Hanya dengan sekali sentuh, dia bisa menghubungi pria itu. Namun sampai sekarang, tangannya enggan untuk menyentuh layar ponsel tersebut.

"Akhh, bisa gila gue nggak lama!" jerit Qila sembari bangun dari tidurnya.

Perempuan itu kemudian duduk di atas kasur dengan kaki melipat. Namun, tiba-tiba saja jari tangannya menyentuh layar ponsel dan hal itu membuatnya tak sengaja menelepon Adnan.

Dengan panik, Qila melempar ponsel tersebut dan ternyata Adnan sudah mengangkat panggilan yang dia lakukan. Perlahan Qila kembali mengambil ponselnya yang dia lempar dan langsung menempelkan ponsel itu ke telinga.

Tak lama kemudian, suara Adnan terdengar di telinga Qila dan perempuan itu tidak bisa menahan senyumannya. Suara yang dia rindukan itu akhirnya bisa dia dengarkan lagi dan malam itu menjadi malam yang indah bagi Qila karena dia bisa mengobrol santai dengan Adnan.

Setelah nyaris setengah jam berbincang, akhirnya Qila memutuskan untuk mengakhiri panggilan tersebut dengan alasan dia ngantuk, padahal mata perempuan itu masih bersinar terang. Biasanya juga Qila akan begadang. Namun kini, dia tidak mau terlalu lama berbincang dengan Adnan dan mengganggu waktu tidur pria itu.

"Udah dulu ya, gue ngantuk."

"Hmm, ya udah kalau gitu. Selamat tidur."

"Iya."

***

Jumlah kata : 1123

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top