Bab 12 - Masuk Rumah Sakit -

Suasana hati Qila kini sedang kurang baik setelah dia mendapat menstruasi hari pertama. Tidak ada senyuman di wajah perempuan itu selama di sekolah, bahkan hingga sampai rumah. Tika yang ada di dalam rumah jadi kebingungan karena Qila tidak mengucapkan salam saat masuk rumah dan bergegas naik ke lantai atas.

"Kenapa ya, Mbak Qila?"

Walau Tika jauh lebih tua dari Qila. Namun, perempuan itu tetap memanggil Qila dengan sebutan Mbak. Sebenarnya dia mau memanggil Qila dengan sebutan lain, tetapi perempuan itu menolak bahkan dia sempat menyuruh Tika untuk memanggil Qila dengan nama saja.

"Kok, wajah dia cemberut gitu?" Entah monolog apa yang kini Tika lakukan. Dia terlihat begitu penasaran pada sikap Qila. Namun sebelum bertindak lebih jauh, dia perlu menghubungi Adnan. "Mending aku telepon, Mas Adnan deh."

Tika langsung menelepon Adnan dan menceritakan tentang Qila terlihat sedang kesal saat pulang sekolah tadi. Dia juga meminta saran pada bosnya itu tentang apa yang perlu dia lakukan sekarang.

"Jadi, saya perlu ngapain ya, Mas?"

"Hmm, biarin aja, mungkin perasaannya lagi nggak enak. Lagi pula, bentar lagi juga saya pulang kok."

Adnan menutup panggilan telepon itu dan langsung memijit kepalanya yang terasa pening. Tadi, dia harus berurusan dengan Aira dan kini, dia harus mengurus masalah Qila.

Apa Aira ngasih tau semuanya ke Qila? tanya Adnan di dalam hati.

Dengan perasaan gelisah Adnan segera pulang ke rumah Qila. Dia harus menjelaskan semuanya pada calon istrinya itu agar tidak ada kesalahpahaman.

Selama perjalanan keluar dari perusahaannya, Adnan mendapat tatapan aneh dari karyawan-karyawan karena bosnya pergi dengan gelagat aneh. Tanpa mempedulikan itu semua, Adnan bergegas pulang walau harus memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Sesampai di rumah Qila, Tika segera menyambut bosnya itu dengan ramah. "Udah pulang, Mas."

Lagi-lagi Adnan tidak peduli pada sekitarnya dan segera naik ke lantai dua rumah itu. Saat berdiri di depan pintu kamar Qila, Adnan merasa ragu untuk masuk. Dia takut melihat wajah calon istrinya itu yang sedang marah.

Sembari memperbaiki alunan nafasnya, Adnan mengetuk pintu berbahan kayu itu dengan pelan. Pada ketukan pertama tidak ada jawaban dari dalam kamar Qila. Hal itu membuat Adnan bertanya-tanya. Apa Qila lagi tidur ya?

Dengan berani, Adnan kembali mengetuk pintu kamar Qila dan lagi-lagi tidak ada jawaban dari dalam kamar perempuan itu. Karena takut Qila kenapa-kenapa, Adnan pun mencoba untuk membuka kamar Qila dan ternyata kamar itu tidak terkunci.

Perlahan Adnan masuk ke dalam kamar calon istrinya tersebut dan terkejutnya dia, saat melihat tubuh Qila yang tengah meringkuk kesakitan di atas kasur. Wajahnya terlihat pucat dan tangannya memeluk perutnya dengan erat.

"Nan, perut gue sakit," lirih Qila dengan dahi mengkerut yang langsung membuat Adnan berlari ke arahnya. Tanpa bertanya apapun, pria itu langsung mengangkat tubuh Qila dan membawanya ke rumah sakit terdekat.

Saat sampai di rumah sakit, Qila langsung dibawa ke dalam sebuah ruangan untuk dicek lebih lanjut. Adnan dan Tika menunggu perempuan itu di luar ruangan dengan perasaan khawatir.

Tak lama Kemudian, Dokter yang mengecek kondisi Qila keluar dan langsung diberi beberapa pertanyaan dari Adnan. "Dok, gimana keadaan Qila? Dia nggak pa-pa kan?"

Dokter perempuan itu hanya tersenyum kecil ke arah Adnan karena pria itu terlihat begitu khawatir. "Nggak pa-pa kok, Mas. Mbaknya cuman lagi sakit perut karena menstruasi."

"Tapi, kenapa sampai separah itu?"

"Itu biasa kok, apalagi kalau hari pertama," jelas Dokter perempuan itu lagi.

Adnan menghembuskan nafasnya dengan lega setelah mendengar jawaban Dokter berpapan nama Lia itu. Setidaknya tidak ada sesuatu yang buruk terjadi pada calon istrinya.

"Ya sudah, saya tinggal ya. Kalau memang mau menemui Qila, tunggu setelah dia dipindahkan ke ruang rawat ya," lanjut Dokter Lia sebelum meninggalkan Adnan dan Tika.

Setelah Qila dipindahkan, Adnan akhirnya bisa menemui calon istrinya tersebut. Saat masuk, dia jelas melihat bahwa kini Qila tengah tertidur dengan pulas.

Dengan perlahan pria itu duduk di kursi yang ada sisi perempuan itu. Dia tidak mau mengganggu tidur Qila dan setelah melihat wajah calon istrinya itu dari dekat, dia bersyukur karena wajah Qila sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya.

Saat tengah memandangi wajah Qila, Adnan merasa terganggu dengan beberapa helai rambut yang ada di wajah calon istrinya itu. Perlahan tangannya terangkat untuk merapikan rambut Qila. Namun, tiba-tiba saja Qila terbangun dari tidurnya.

Saat matanya terbuka, dia cukup terkejut dan bingung karena melihat ruangan serba putih yang tentu bukan kamarnya. "Loh, gue dimana?" tanya Qila sembari berusaha bangun dari tidur. Namun, Adnan langsung menahannya.

"Tiduran aja dulu," perintah Adnan yang langsung Qila turuti.

"Gue dimana?" tanya Qila lagi karena sebelumnya Adnan tidak menjawab pertanyaannya.

"Di rumah sakit."

Qila kemudian terdiam dan bingung harus berbicara apa lagi. Dia tiba-tiba saja merasa tidak enak pada Adnan karena terus menerus menyusahkan pria itu.

"Hmm, gimana perut kamu? Masih sakit?" tanya Adnan dengan pelan karena dia ingin mendengar sendiri jawaban dari Qila. Ya walaupun sebenarnya, Dokter Lia sudah menjelaskan keadaan calon istrinya itu.

Qila menoleh dan menatap ke arah Adnan, tapi entah kenapa tatapan pria di sisinya kini terlihat berbeda. Karena tidak mau berpikir yang aneh-aneh, Qila memutuskan untuk kembali menatap langit-langit kamar rawatnya.

"Udah enggak kok," jelas Qila singkat. Namun, tak lama kemudian dia kembali berbicara. "Gue harus nginep di sini ya?"

"Enggak kok, setelah infusnya habis kita bisa langsung pulang."

Qila tak dapat menahan senyuman di wajahnya karena dapat pulang secepat itu. Dia kemudian menoleh ke arah infus yang tergantung, isinya sudah jauh lebih sedikit. Mungkin hanya sekitar 40% isi yang sebenarnya.

Benar saja, setelah infus tersebut habis, Qila dapat pulang ke rumahnya. Namun, sebelum sempat pergi ke kamar, Adnan menahan langkah calon istrinya itu.

"Qil, bisa ngomong berdua sebentar?" tanya Adnan yang membuat Qila bingung.

Perlahan Qila mengikuti Adnan yang sudah berjalan terlebih dahulu ke arah sofa ruang tamu. Keduanya kemudian duduk saling berdampingan dan Adnan terlihat bingung untuk membuka pembicaraan.

"Saya nggak tau mau ngomong dari mana, tapi yang jelas minggu depan saya ada perjalanan bisnis sekitar dua minggu. Kamu nggak pa-pa kan saya tinggal?"

Ucapan yang dilontarkan Adnan berhasil membuat Qila terkejut, dia bingung harus menjawab apa karena tiba-tiba saja pikirannya berantakan. Cukup lama perempuan itu terdiam sembari menata kembali kata-kata yang ingin dia sampaikan.

"Nggak pa-pa kok, gue bukan anak bayi yang perlu lo peduliin."

Sarkas memang jawaban dari mulut Qila, dia sendiri bingung kenapa bisa menjawab seperti itu. Bahkan kini, dia sudah meninggalkan Adnan sendirian di ruang tamu.

Sesampai di kamar, Qila menjatuhkan badannya di atas kasur dan mulai meruntukki dirinya sendiri karena mengucapkan kata kasar pada Adnan padahal pria itu sangat baik padanya. Kenapa gue ngomong gitu sih!

Di sisi lain, Adnan hanya mampu menghela nafasnya dan memikirkan cara agar bisa meluluhkan hati Qila. Apa yang perlu saya lakuin buat bikin dia jatuh cinta sama saya ya?

***

Jumlah kata : 1106

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top