Bab 11 - Kembali Sekolah -

Hari-hari yang berbeda kini Qila lewati tanpa kehadiran neneknya lagi. Syukurnya perempuan itu masih ditemani oleh Tika dan juga Adnan, pria itu memutuskan untuk tinggal sementara di rumah Qila hingga kondisi perempuan itu membaik.

Setelah pemakaman beberapa hari yang lalu, Qila seperti tak semangat menjalani hidupnya bahkan perempuan itu semakin kurus karena sering tak nafsu makan. Dia dan Adnan juga sering bertengkar tanpa alasan yang jelas. Namun, lama kelamaan Adnan menyadari bahwa Qila sudah mulai mengikhlaskan kepergian neneknya.

Tanpa terasa, Qila sudah harus turun sekolah hari ini. Sedari pagi, Adnan sudah memberi peringatan pada calon istrinya itu agar mau turun sekolah seperti biasanya karena waktu izinnya telah usai dan dia sudah kelas tiga SMA.

Ponsel Qila bergetar di saku roknya saat perempuan itu berada di dalam mobil milik Adnan. Sekarang, tidak hanya ada Tika yang bekerja di rumah Qila. Namun, juga seorang sopir pribadi untuk perempuan itu.

Semua itu diberikan Adnan untuk Qila agar perempuan itu dapat dia atur sedemikian rupa. Qila tidak menolak karena menurutnya akan lebih baik jika dia ada yang mengantar ke sekolah.

Qila mengeluarkan ponselnya dari saku rok sekolahnya dan segera mengangkat panggilan dari Adnan itu, jelas Qila tau siapa yang meneleponnya sekarang karena hanya Adnan yang tau nomor telepon Qila yang baru.

Beberapa hari lalu, setelah kepergian Nenek Rida. Ponsel Qila rusak dan Adnan langsung membelikan perempuan itu ponsel baru yang jauh lebih baik dari ponsel sebelumnya.

"Halo," ucap Qila pelan setelah mengangkat panggilan telepon itu.

"Assalamualaikum," ucap Adnan pada Qila yang berhasil membuat perempuan itu menghela nafasnya.

"Iya, waalaikumsalam. Kenapa?"

"Sudah nyampe sekolah?"

"Belum, bentar lagi nyampe."

"Ya udah, kalau gitu. Semangat ya sekolahnya."

"Iya."

Panggilan telepon itu sengaja Qila matikan dengan cepat karena tiba-tiba saja jantungnya berdetak dengan kencang. Perlahan, perempuan itu menaruh ponselnya di depan dada seraya berkata di dalam hati, jantung gue kenapa?

Tak lama kemudian, Qila sampai di depan sekolahannya. Sebelum turun, dia berterima kasih pada Pak Hasan, sopir pribadinya kini.

"Makasih ya, Pak."

"Iya, Mbak."

Qila berjalan dengan santai masuk ke dalam sekolahnya, matanya menatap sekeliling area tersebut. Sudah cukup lama dia tidak turun sekolah dan kini, dia harus beraktifitas kembali seperti biasanya.

Dengan cepat Qila berjalan masuk ke dalam kelasnya yang berada di lantai tiga. Saat masuk, perempuan itu langsung mendapatkan tatapan yang aneh dari teman-teman sekelasnya. Jujur, dia bingung. Namun, seketika pikiran buruknya menghilang saat sebuah tepukan terasa di bahunya.

"Qila!" pekik Aira dengan semangat dan keduanya kemudian berpelukan. Pelukan hangat itu terasa begitu menyejukkan hati Qila yang begitu rapuh.

"Gimana kabar lo?" tanya Aira dengan pelan.

Perlahan Qila melepas pelukannya pada Aira dan kedua perempuan itu kemudian saling bertatapan. Qila mengulas senyum kecil di pipinya agar Aira yakin bahwa teman sebangkunya itu sudah lebih baik dari sebelumnya.

"Baik, kok."

"Alhamdulillah, kalau gitu."

Tak lama kemudian, guru yang mengajar pun datang dan Qila mulai belajar seperti biasanya. Dia mengikuti pelajaran dengan sangat baik, walaupun ada banyak materi yang tertinggal dan perlu dia kejar nanti.

Setelah jam istirahat tiba, Qila memutuskan untuk pergi ke toilet padahal perempuan itu sebelumnya sudah diajak oleh Aira pergi ke kantin.

"Sorry ya, gue mau ke toilet bentar. Perut gue sakit nih," ucap Qila sebelum akhirnya berlari keluar kelas meninggalkan Aira yang kini memasang wajah bingungnya.

Aira memutuskan untuk menunggu Qila kembali. Namun, tiba-tiba saja sebuah ide muncul di benaknya. Perempuan itu menatap sekeliling kelas dan setelah yakin tidak ada yang memperhatikannya, dia langsung membuka tas Qila dan mengeluarkan ponsel teman sebangkunya itu.

Dahi Aira mengerut bingung karena ponsel yang kini dia pegang berbeda dengan ponsel Qila dulu. Namun, syukurnya ponsel itu tidak menggunakan kata sandi dan Aira dapat membukanya dengan mudah.

Satu persatu aplikasi Aira buka untuk mencari sosial media milik Adnan. Namun, tiba-tiba saja ponsel teman sebangkunya itu bergetar Karena ada telepon masuk.

Sebuah nama tertulis indah di layar ponsel itu dan Aira tau ini adalah kesempatan dia untuk bisa berbicara kembali dengan Adnan. Aira mengangkat telepon tersebut dan menaruhnya di telinga. Sesaat kemudian suara Adnan terdengar jelas di telinganya.

"Assalamualaikum," salam Adnan setelah panggilan tersebut tersambung.

Aira tidak bisa menahan senyumnya saat mendengar suara berat milik Adnan. Namun, dia tak langsung menjawab salam dari pria yang dia sukai itu.

Di sisi lain, Adnan bingung karena tidak mendapat jawaban dari calon istrinya itu. Dengan cepat dia kembali berbicara agar mendapat jawaban dari Qila.

"Assalamualaikum Qil, kamu denger suara saya kan?" tanya Adnan dengan dahi mengkerut.

"Waalaikumsalam, Mas."

Suara yang tak asing itu berhasil masuk ke dalam telinga Adnan. Pria itu tau siapa yang tengah berbicara dengannya sehingga wajahnya berubah kesal.

Adnan bangun dari duduknya dan meletakkan tangan kirinya di pinggang. "Kenapa kamu bisa megang ponselnya Qila?" tanya Adnan dengan sedikit berteriak.

"Santai dong, Mas. Saya cuman mau denger suara Mas, lagian kenapa sih ngeblokir nomor telepon saya?"

Adnan mengusap wajahnya dengan kasar setelah mendengar suara genit milik Aira. Dia sendiri bingung kenapa teman Qila itu tidak mau menyerah. "Saya nggak ada urusan dengan kamu ya!" bentak Adnan yang malah membuat Aira tertawa.

"Hahaha, tentu kita ada urusan karena saya suka sama Mas dan saya nggak bakal nyerah buat dapetin, Mas."

Adnan masih ingin membentak teman calon istrinya tersebut. Namun, tiba-tiba saja panggilan itu terhenti. Dia yakin bahwa Aira menggunakan ponsel Qila tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Benar saja sesaat sebelum panggilan itu terhenti, Qila sudah kembali ke dalam kelasnya dengan wajah yang lebih baik dari sebelumnya. Perempuan itu perlahan berjalan ke arah kursinya dan kembali duduk.

Aira yang berada di sampingnya kemudian mengusap punggung temannya itu. "Gimana? Udah enakan perut lo?" tanya Aira yang langsung dibalas dengan anggukan oleh Qila.

"Iya, udah nggak sesakit tadi."

"Emang lo kenapa sih?"

"Gue lagi dapet nih, hari pertama, nggak enak banget rasanya," keluh Qila dengan pelan karena ternyata perempuan itu sedang datang bulan atau menstruasi.

Di sisi lain, Aira terlihat lega karena Qila tidak menyadari bahwa dirinya tadi sedang menggunakan ponsel teman sebangkunya itu. Dengan cepat Aira mengajak Qila untuk pergi ke kantin agar perempuan itu tidak curiga dengan ponselnya yang tengah berada di atas meja.

"Yuk, ke kantin," ajak Aira sembari berdiri dan langsung diikuti oleh Qila. Sebelum pergi perempuan itu mengambil ponsel dan dompetnya terlebih dahulu.

"Loh, ponsel baru, Qil?" tanya Aira dengan lagak terkejut.

Qila menghentikan kegiatannya untuk memasukkan ponsel ke dalam sakunya. Dia kemudian memperlihatkan ponsel barunya itu kepada Aira.

"Iya, ponsel gue yang kemarin rusak soalnya. Kepaksa deh, beli baru."

"Pantes aja, gue nggak bisa hubungin lo."

"Hehe, maaf ya." Qila tentu merasa bersalah karena tidak bisa dihubungi dalam beberapa hari ini. Lalu, perempuan itu menyodorkan ponselnya ke arah Aira. "Simpan nomor lo dong, biar gue bisa hubungin."

"Oke."

Aira langsung menerima ponsel Qila dan menyimpan nomor teleponnya di ponsel baru teman sebangkunya itu. Setelah selesai, Aira kemudian mengembalikan ponsel tersebut kepada pemiliknya.

"Nih, ponsel lo. Udah gue simpan ya nomor gue."

"Oke. Makasih."

Qila mengecek ponselnya dan menemukan nomor Aira di dalam ponsel tersebut. Dia cukup sedih karena tidak bisa berhubungan dengan Aira beberapa hari ini karena ponselnya yang lama rusak tiba-tiba.

Aira yang sedikit bingung dengan sikap diam Qila pun segera mengajak perempuan itu pergi ke kantin. "Yuk, kita pergi ke kantin."

***

Jumlah kata : 1180

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top