6. Libur Telah Usai

Sabria tiba di kantor pagi itu dengan perasaan sedikit rindu karena hampir seminggu libur kerja. Ia membawakan strawberry shortcake untuk buah tangan Bu Amalia dan muffin keju buat teman-teman sekantornya yang berjumlah kurang dari tiga puluh orang. Glamela, perusahaan startup yang didirikan oleh Bu Amalia Tan dan kakak laki-lakinya, Pak Albert Tan, bergerak di bidang bisnis pakaian. Mereka membeli kain-kain batik dari pengrajin lokal dengan harga yang masuk akal, lalu mengolah menjadi pakaian atau barang lain seperti tas, mukena, serta tote bag. Karena perusahaan ini berkonsep luxury brand, jadi setiap produk digarap secara manual tanpa mesin konveksi dengan jumlah terbatas dan diperlakukan dengan penuh kehati-hatian.

Sejak berdiri lima tahun lalu hingga sekarang, jenama ini perlahan-lahan mengambil hati pasar dan telah memiliki beberapa pelanggan tetap. Salah satunya yang paling terkenal adalah istri gubernur yang mantan artis dan sekarang sibuk mendukung kegiatan sang suami. Beberapa selebriti dan pemengaruh dari Jawa Timur juga sering kali menjadikan kantor Sabria untuk tempat ngonten saat mereka fitting pakaian.

"Pagi Mbak Sasa," sapa Pak Rahmat, petugas keamanan di Glamela. "Ibu belum sampai, Mbak."

"Pagi juga Pak Rahmat," Sabria mengerutkan kening. "Tumben Ibu telat?"

Jam masuk kerja mereka adalah pukul sembilan, namun biasanya sejak jam tujuh pagi Bu Amalia sudah tiba untuk mengecek kualitas pakaian yang disetor penjahit mereka setiap harinya secara langsung. Wanita yang berumur kepala empat itu sangat perfeksionis soal urusan pekerjaan. Mungkin karena beliau butuh distraksi besar sehingga mencurahkan segenap energi ke Glamela setelah kematian putrinya karena kanker darah, atau memang bagi Bu Amalia, Glamela sudah dianggap seperti anak sendiri.

Sabria melewati lorong display produk di lantai dasar dan lantai satu gedung kantornya, lalu naik ke lantai 3A menuju ruangannya. Lantai 3 dikhususkan untuk para penjahit dan pengrajin yang direkrut Bu Amalia dalam membuat produk, sehingga lebih mudah juga bagi beliau untuk melakukan supervisi jika diperlukan. Terutama kalau sedang mempersiapkan untuk produk keluaran terbaru.

"Good morning baddie!" sapa rekan kerjanya Rara yang berpapasan dari arah dapur sambil membawa secangkir kopi. Ia selalu menyapa semua orang--kecuali Bu Amalia dan Pak Albert tentu saja--dengan sebutan 'baddie' karena ia seorang gen z yang chronically online dan sedikit fomo dengan penggunaan istilah-istilah kekinian. Tidak terkecuali terhadap Mas Farid dan Pak Hadi, meski mereka berdua laki-laki.

"Baru kamu yang datang?" tanya Sabria. Ia meletakkan kardus besar berisi muffin di meja bersama pada bagian tengah ruangan yang sekaligus difungsikan untuk meja rapat jika Bu Amalia ingin mengumpulkan mereka semua untuk evaluasi.

"Aku sama intern," jawab Rara. Sabria celingukan mencari keberadaan Diandra, si intern. Setiap tahun, Bu Amalia memang membuka satu lowongan untuk anak magang di tempatnya, meski hanya digaji setengah dari UMR. Namun, masuknya surat lamaran menjadi anak magang di Glamela justru dari tahun ke tahun semakin meningkat. Barulah dari Diandra Sabria tahu jika di tempat-tempat lain anak magang bahkan tidak mendapatkan gaji.

"Mana anaknya?"

"Lagi ke warung depan beli mie instan. Kasihan, dia tadi ke sini motornya mogok. Laper kayaknya harus dorong motor matik ke bengkel." Pandangan Rara yang sejak awal terkunci pada barang bawaan Sabria, kini tidak bisa digoyahkan lagi. "Apa nih, Mbak? Boleh dibuka?"

"Buka aja," ucap Sabria. Sambil menunjuk kotak yang lebih kecil, ia mengatakan, "Yang ini jangan ya, buat Bu Amel."

"Wah, ini strawberry shortcake yang dari Jepang itu ya?" seru Rara sambil mengintip ke dalam kotak yang dilarang dibuka. Begitulah jika mengobrol dengan para gen z, semakin dilarang, semakin dilakukan. Sabria memutar bola mata mendengarnya.

"Mana ada? Aku bikin sendiri, kok."

"Iya, maksud aku, kata Bu Amel, strawberry shortcake buatan Mbak Sasa mirip yang pernah Bu Amel beli waktu lagi jalan-jalan di Kichijoji, Tokyo."

"Mana ada?" hardik Sabria. "Bu Amel cuma asbun aja itu, demi nyenengin aku soalnya udah bikinin beliau kue kesukaannya."

"Ih, Mbak Sasa nggak boleh minderan kayak gi—"

"Selamat pagi!" terdengar sapaan dari arah lift. Bu Amalia terlihat sedikit kusut pagi ini, terlihat dari beberapa jumput rambut yang terburai dari cepolannya yang khas, serta kemeja beliau tampak seperti belum disetrika.

"Pagi, Bu," jawab Sabria dan Rara secara bersamaan. Bu Amalia mendatangi mereka kemudian mengulurkan tangan terlebih dahulu.

"Selamat lebaran ya Sa," ucapnya. Sabria menjabat tangan beliau tidak kalah ramah, mesko sedikit terkejut sebab tangan Bu Amalia teraba dingin.

"Makasih ya Bu, kemarin kan udah," balas Sabria.

Kepada Rara yang sibuk mengunyah muffin, Bu Amalia tidak menyalaminya. "Kamu nggak usah ya, kan kamu bukan muslim. Udah menang war takjil, masa mau dikasih ucapan lebaran juga?"

Rara hanya menyeringai mendengar hal tersebut, tanpa membantah apa-apa. Setidaknya dia masih punya rasa segan pada atasan. Bu Amalia langsung berjalan masuk ke ruangannya, disusul oleh Sabria yang tak lupa membawakan kardus berisi strawberry shortcake untuk beliau.

"Apa ini?" tanya Bu Amalia saat melihat kardus kue tersebut diletakkan di mejanya. Beliau mengintip ke dalam lalu tersenyum. "Makasih ya Sa, padahal kalian libur lebaran kemarin saya habis dari Jepang lagi sama Pak Malvin, tapi kalau dikasih kue lagi saya nggak nolak juga."

"Ibu sehat?" tanya Sabria berhati-hati seraya duduk di hadapan sang bos. Ia menyalakan tablet inventaris kantor lalu mulai memeriksa surel yang masuk.

"Sehat kok," jawab Bu Amalia singkat. "Kenapa? Tangan saya dingin, ya? Kayaknya mau flu sih Sa, soalnya dari kemarin agak pusing dan mual-mual."

"Minum obat, Bu," ucap Sabria lirih meski fokusnya tertuju pada layar tablet.

"Sudah kok tadi pagi. Sebenernya takut ketiduran sih saya, gara-gara efek obat."

Sabria mendengkus lirih, "Saya bangunin kalau ibu ketiduran. Hari ini jadwal kita buat cek contoh tas kulit keluaran baru Glamela di pengrajin, sebelum mulai produksi. Sama ketemuan dengan desainer buat finalisasi rancangan pakaian yang mau dirilis pas hari kemerdekaan."

"Oh iya Sa, masih ingat kalau saya lagi cari programmer yang bisa bikin aplikasi buat Glamela?" tanya Bu Amalia. "Sebelum libur lebaran saya sempat singgung soal itu sama kamu."

Sabria mengangkat kepalanya cepat mendengar keinginan si bos. "Ibu nyuruh saya?" Sambil mengingat-ingat hasil rapat pekan lalu sebelum libur panjang, Sabria mencari catatan notulennya di arsip tablet. "Kayaknya Ibu nggak pesan ke saya. Tapi mungkin saya luput catat."

"Oh bukan kok," sergah Bu Amalia cepat. "Maksudnya, saya udah dapat. Kemarin di Narita sambil nunggu boarding pesawat pulang ke Indonesia, saya udah buka-buka profil linkedin dan nemu beberapa kandidat. Link profil mereka saya kirim ke kamu ya, nanti coba kamu yang hubungi mereka satu-satu buat tanya kesediaannya."

"Baik, Bu." Bersamaan dengan itu, sebuatlh pesan terusan dari Bu Amalia diterima kotak masuk Sabria. Matanya seketika membelalak saat membaca urutan nama yang paling atas, dan secara kebetulan terdengar sangat familier baginya. Kekagetan Sabria itu rupanya tidak luput dari pengamatan Bu Amalia.

"Kenapa Sa, kok kaget gitu? Ada nama mantan kamu, ya?" ledeknya.

Sabria mendengkus geli ditanya demikian. "Bukan, bukan mantan. Tapi ada nama pembeli kue saya di situ."

Meski Nayaka Prawira belum pernah membeli kue Sabria secara langsung, namun Bu Aminah sudah menjadi pelanggan tetapnya, sehingga bisa dikatakan Nayaka juga salah satu pelanggan toko kuenya.

"Oooh, kirain," gumam Bu Amalia. "Ya udah, tolong kerjain ya, Sa. Kalau bisa cari yang berpengalaman bikin aplikasi toko online, tapi mau desain UX-nya yang elegan dan nggak keramean. Kamu atur lah ya, kan udah tahu selera saya kayak gimana."

"Baik, Bu. Ada lagi?"

"Gado-gado Pak Subari buka nggak? Tadi saya lewat depan situ tapi lupa nggak nengok ke arah kanan jalan. Kalau ada, mau satu yang pedes."

"Oke, Bu. Nanti saya minta tolong Diandra buat beli, sementara saya cek profil programmer yang Ibu butuhkan."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top