35. Seseorang yang Tidak Berarti
"Kowe iso kenal karo calon bojomu soko ngendi, Yak? Ayu tenan i, bajilak! Koyok member e Jiketi." (Kamu bisa kenal sama calon istrimu dari mana, Yak? Cantik banget, bgst! Kayak member Jeketi)
Yaka terkekeh mendengar makian temannya. Tidak bisa dipungkiri, ia memang sudah lama menyukai kue-kue buatan Mbak Sasa sejak pertama kali budenya membawakan oleh-oleh tersebut. Rasa sukanya pada Mbak Sasa semakin tumbuh subur ketika ia mengenal pembuat kue tersebut lebih dekat. Meski ia tidak menampik jika wajahnya memang amat rupawan, tetapi Yaka berani sumpah jika dia tidak pernah menilai seseorang dari fisiknya semata. Baginya, justru lebih mengherankan mengapa perempuan seperti Mbak Sasa yang bisa mendapatkan laki-laki lebih baik darinya jika dia mau, memilih bersama dengan orang seperti dia, meski se-green flag apapun seorang Nayaka.
"Mangkane tho, dadi wong kuwi kudu sing rajin Jumatan, ndungo marang Gusti Pangeran ben jodohe ndang pethuk," (makanya jadi orang harus rajin Jumatan, berdoa ke Allah biar segera ketemu jodoh) seloroh Yaka asal bunyi. Temannya memaki keras-keras.
"Aku Kresten soko mbrojol, Su! 'Jingan!" (Aku Kristen dari lahir, Njing! Bajingan)
Di antara teman-teman dekatnya yang pria, hanya dia dan Anthony yang belum menikah. Dua tahun dari sekarang jika tidak ada halangan, Yaka akan menikahi Mbak Sasa, jadi tinggal Anthony seorang diri yang belum kelihatan pasangannya. Padahal dia rajin ikut biro jodoh, sebab dia menginginkan pasangan yang seiman, namun belum kunjung bertemu wanita idealnya. Yaka selalu bilang untuk tidak tergesa-gesa dalam mencari pasangan pada sahabatnya itu, namun saat bertemu Sasa, justru dia lah yang agresif mengejar-ngejar wanita itu. Rasanya seperti menjilat ludah sendiri, tetapi, ludahnya terasa lezat sebab ia habis mencecap kue-kue buatan Sasa, jadi tidak masalah bagi Yaka.
"Bojomu (istrimu) sekolah patisserie, Yak?" tanya Rasyid. Ia membawa piring kecil di tangan dan dua potong brownies terletak di sana; satu dalam posisi sudah digigit. "Enak rotine, koyok roti ning hotel-hotel kae." (Kayak roti di hotel-hotel itu)
"Hmm, kalau nggak salah, Mbak Sasa pancene (memang) ikut kursus buat kue-kue yang sukar, tapi kalau brownies kayaknya nggak perlu kursus. Aku aja sekali lihat dia bikin langsung bisa niruin."
"Ojo kemaki, kowe!" (Jangan sombong kamu!) hardik Atma. "Eling 'ra, biyen kowe nggodhok banyu ning kosanku nganti pancine gosong?" (Inget nggak, dulu kamu pernah bikin panci kosanku gosong gara-gara merebus air?)
"Iku kan mbiyen, Mo," (Itu kan dulu, Mo,) dalih Yaka. "Kan wis tak tempuhi tho pancimu sing kae?" (Yang dulu kan udah aku gantiin pancinya?) Seraya membusungkan dada, Yaka membanggakan prestasi memasaknya pada teman-teman. "Aku saiki kursus masak soale Mbak Sasa nggak iso masak (Aku sekarang kursus masak karena Mbak Sasa nggak bisa masak.) Mbak Sasa biar bikin kue aja, nggak usah belajar masak."
"Gayamu!"
"Kemaki!" (Sombong!)
"Bucin!"
Yaka menertawakan ledekan teman-temannya dan tidak merasa berkecil hati meski ucapan mereka terdengar kasar. Jika tidak ada para istri atau pasangan masing-masing, pria-pria ini melepaskan sejenak identitas yang semula melekat pada diri mereka, lalu kembali menjadi remaja laki-laki seperti tujuh belas tahun lalu, saat mereka sama-sama masih mahasiswa baru. Rasa tidak nyaman yang semula singgah dalam dirinya karena kekhawatiran di masa lampau, kimi tidak terbukti.
"Otousaaan... (Papa)" terdengar teriakan Nami diikuti gerakan kaki mungilnya yang cepat dari arah ruang depan menuju area kolam ikan yang terbuka di bagian tengah rumah. Kompak, para laki-laki di sana, kecuali Yaka dan Rasyid, langsung mematikan rokok mereka dan mengibas-ngibas udara agar asapnya segera hilang saat mendeteksi kedatangan anak kecil. Setidaknya, mereka masih cukup bermoral untuk tidak merokok dekat anak-anak. Rasyid menyongsong putrinya, mengangkat anak kecil itu dalam dekapan setelah meletakkan piring kuenya di tempat yang aman.
"Kenapa, Nami?" tanya Rasyid lembut. Pria yang tadinya melontarkan kata kasar dalam satu tarikan kalimat, kini mengubah nada suara sesuai dengan lawan bicaranya. Mengetahui bahwa keputusan memiliki anak Rasyid dan Neva didasarkan akan kesiapan mereka menjadi orang tua dan siap bertanggung jawab di sepanjang proses pengasuhan bersama, Yaka merasa lega. Suatu saat nanti dia dan Sasa akan ada di posisi itu, dengan anak-anak mereka.
"Itu ada tante-tante galak, serem," keluh Nami, masih membenamkan wajahnya di pundak Rasyid. Ia tampak gemetar, seperti ketakutan. Melihat gelagat Nami, Yaka jadi penasaran. Ia tidak terlalu khawatir apakah Sasa akan diterima masuk dalam lingkaran pertemanannya atau tidak. Namun, kalau ada yang merisak Sasa, ia akan jadi orang yang maju paling depan.
Jika mereka tidak bisa mengakrabkan diri dengan Sasa, maka Yaka akan memilih menjauh dari teman-temannya demi kenyamanan calon istrinya. Yaka tidak begitu mengerti bagaimana pertemanan di antara perempuan, sebab dulu ketika berpacaran dengan Elisa, ia tidak pernah melibatkan diri dalam lingkaran pertemanan Elisa karena canggung jika harus berhadapan dengan banyak perempuan sekaligus.
Benar saja, ketika Yaka tiba di ruang depan, ada empat orang perempuan sedang bersitegang. Neva dan Sasa, menghadapi Arini dan satu orang lagi yang tampaknya baru datang, sebab dia tadi tidak ada di sini ketika Yaka dan Sasa tiba.
"Jadi, Mbak ini calonnya Mas Yaka?" tanyanya dengan suara sedikit melengking. Pantas saja Nami sampai ketakutan seperti itu. Yaka hendak menghampiri mereka berempat, namun ia ditahan oleh Rasyid yang muncul sambil menggendong Nami.
"Biarin aja urusan cewek ini," ucap Rasyid. Namun, Yaka tidak mengindahkan perintah tersebut dan mendekati mereka.
"Kok beda banget sekarang seleranya Mas Yaka? Dulu Elisa berhijab, alim banget, anaknya kalem. Sekarang kok ..."
"Nggak usah sok jadi orang paling tahu soal hidupku," potong Yaka cepat. "Kena akrab juga enggak, bisa-bisanya menghakimi hidup orang." Setelah ia berada persis di belakang Neva dan Sasa, barulah Yaka bisa melihat jelas siapa lawan bicara mereka. Fahira, seorang junior yang dulu sering cari perhatian padanya. "Aku nggak pernah bilang harus tipe seperti apa buat jadi pasanganku."
"M-Mas Yaka," Fahira tampak tergeragap mendengar responsnya. Mungkin dia tidak menyangka jika aku akan maju untuk klarifikasi langsung terhadap segala pemikirannya tentangku.
"Mas," ucap Sasa lirih seraya menyentuh bahuku. Aku tahu, Sasa ingin aku agar berhenti bicara, jadi aku mengalah padanya. Mungkin ia ingin menyelesaikan hal ini dengan caranya sendiri tanpa dibantu. Sasa memang orang yang seperti itu, terbiasa mandiri sejak muda, sehingga yang bisa Yaka lakukan padanya hanya memberi ruang untuk berekspresi.
"Sori Mbak," ucap Sasa dengan intonasi yang sangat tenang, seperti saat dia sedang di kantor. Tenang, namun garang, selayaknya seseorang yang memiliki jam terbang tinggi dalam menghadapi klien banyak mau. "Saya nggak kenal sama Mbak sebelumnya, jadi saya nggak tahu apa masalah Mbak sampai Mbak bicara seperti itu sama saya." Sasa mengerling ke arah Yaka, lalu menyenggol pria itu pelan dengan pundaknya. "Kalau menurut Mbak, saya nggak cocok buat jadi istri Mas Yaka, terus, siapa yang cocok? Mbak mau ambil dia? Go on, tanya aja sekarang Mas Yaka mau apa enggak sama mbaknya. Bukannya tadi temen Mbak bilang kalau Mbak juga udah ada calon?"
Paras Fahira pias mendengar tantangan Sasa. Yaka menatap Fahira dengan sorot mata paling jijik yang bisa dia tunjukkan, berharap rasa marahnya bisa tersalurkan dengan baik. Mereka tidak kenal akrab dulunya. Yaka sesekali memberikan tumpangan untuk Fahira hanya karena dia kasihan melihat perempuan muda jika harus pulang sendiri, disalahartikan sebagai bentuk perhatian yang berbeda.
Tanpa menunggu jawaban dari Fahira, Yaka menggandeng tangan Sasa lalu mengajaknya pergi.
"Kita pulang aja yuk, Sayang," ucapnya. Tanpa berpamitan, dan setelah mengambil tas masing-masing, Yaka dan Sasa meninggalkan kediaman keluarga Rasyid. Mengemudi pulang dengan motor matic milik Mami. Lengan Sasa melingkari pinggang Yaka erat, seolah ingin meredam amarahnya.
Setelah melewati lampu merah, barulah Sasa bersuara.
"Mas Yaka serem juga kalau marah," gumamnya. Jantung Yaka mencelus mendengar hal tersebut. Lekas ia menepikan motor di tepi jalan untuk menatap kekasihnya lekat.
"Maaf ya, aku bukannya marah ke—"
Sasa menyeringai lebar, "Aku tahu, kok. Aku seneng aja merasa diperjuangkan sama pasangan aku. Tadinya, aku sempat khawatir kalau perasaan Mas Yaka ke aku nggak bisa sama dengan ke mantan yang itu. Tapi, ternyata aku lebih spesial dari dia, jadi aku nggak perlu insecure lagi."
Yaka menyentuh ujung hidung Sasa dengan jarinya, lalu kembali melanjutkan berkendara. Ia tertawa lirih, seakan merasa lega dengan perasaannya sendiri.
"Nggak mungkin lah, Mbak. Aku nanti akan menikah sama Mbak Sasa. Satu-satunya perempuan yang perlu Mbak Sasa curigai cuma Mami, itupun kayaknya Mami akan jaga jarak dengan sendirinya kalau anaknya sudah punya istri. Waktu Mas Yana menikah, pesan Mami selalu utamakan istrinya ketimbang Mami soalnya dia yang akan menemani kita waktu tua nanti."
Sasa mendengkus geli mendengar pernyataan Yaka. "Kalau sama Mami sih aku nggak bakalan cemburu. Yang ada, aku bakal ngadu ke beliau kalau Mas Yaka bikin sebel."
***
Halo teman-teman! Sejujurnya saya kaget banget tiba-tiba notif jadi ratusan dalam beberapa hari ke belakang karena lonjakan pembaca di cerita ini. Kalian tahu judul ini dari mana? Sini cerita!
Karena banyaknya pertanyaan yang masuk, saya akan jawab bersamaan dengan update bab terbaru ini.
1) JdTBRT belum tamat ya, teman-teman. Lagi ditulis offline, dan dijadwalkan akan tamat di bab 75-an, jadi kita sekarang sudah setengah perjalanan. Sayangnya, saya hanya akan posting sampai bab 35 saja di Wattpad, sisanya akan dijadikan ebook utuh yang nantinya akan tayang di web NihBuatJajan. Sekarang sih kurang dikit lagi tamat, sepertinya bakal diposting di NBJ pada Januari 2025, kalau rencana saya berjalan sesuai target.
2) Sekuel JdTBRT ada 3 yang sudah direncanakan. Yang pertama spin-off setelah mereka menikah, yang ke-2 dan 3 tentang hubungan Nayaka dengan (almh) Elisa, serta Sabria dan Ajisaka. Agak trigger warning karena dua spin-off ini nggak happy ending, tapi Nayaka sama Sabria-nya happy ending kok. Ketiganya juga akan diunggah lengkap di NBJ setelah cerita utamanya beres, jadi mohon bersabar. Apa setelah ini bakal ada sekuel lain? Kita lihat nanti aja dulu.
3) Buat yang nanya kenapa spin-off di NBJ cuma bab 7-9 aja, sila unduh berkas PDF yang disematkan di postingan itu saja ya, udah saya gabungin di sana semuanya. Karena di bagian awal mereka menikah ratingnya dewasa, dan NBJ membatasi konten apa saja yang boleh tayang di sana, maka saya langsung konversi ke PDF saja untuk postingan yang mengandung cerita eksplisit.
Demikian pemberitahuan dari saya. Selamat menjelang tahun baru 2025, sampai bertemu di cerita saya yang lainnya. Semoga kalian sehat selalu. (。・ω・。)ノ♡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top