34. Masa Lalu dan Masa Depan

Sabria duduk di antara teman sekelas Nayaka bernama Arini dan istri Rasyid, Neva, yang sedang menyuapi anaknya dengan brownies buatannya. Rasyid menikah segera setelah lulus kuliah dan mendapat pekerjaan, itu sebabnya Nami sudah duduk di bangku TK A. Jika kalian mengira nama putri mereka mirip dengan salah satu tokoh di anime bajak laut, memang benar, karena pasutri ini sama-sama wibu. Hari ini saja, Rasyid memakai kemeja hijau terang, sementara Neva dan Nami memakai dress hitam dan bando berbentuk telinga kucing khusus Nami. Dilihat dari konsep berpakaian mereka, Sabria bisa menyimpulkan jika mereka sedang cosplay SPY × Family.

"Enak lho kuenya," puji Neva. "Sasa bikin sendiri apa nggak lama?"

"Iyakah? Terima kasih, Mbak Neva," balas Sabria. "Nggak susah kok, tinggal di-mixer sebentar terus tuang ke cetakan. Karena di rumah Mas Yaka ada oven yang gede jadi bisa oven beberapa loyang sekaligus antara 30 sampai 35 menitan."

"Mixer-nya lama nggak? Sampai sejam?"

"Enggak kok, Mbak, cukup sampai gulanya larut aja, 3-5 menit udah cukup."

Karena orang-orang di sini rata-rata sebaya Nayaka, maka mereka jelas lebih tua dari Sabria. Namun, teman-teman Nayaka menyambutnya dengan tidak kalah hangat dan ramah, sehingga rasa canggung yang semula melandanya kini perlahan sirna.

"Aku ya suka bikin-bikin kue, tapi nggak punya oven jadi palingan ya brownies kukus atau itu lho, basque cheesecake yang viral di TikTik dan bikinnya pake merek keju spread yang itu, terus manggangnya di air fryer. Kukira bakal seenak apa, ternyata b aja."

"Kalau nggak punya oven bisa pakai oven tangkring dulu, aku juga pakai itu dulunya sebelum beli oven gas. Tapi,  bisa juga untuk bikin cookies lho, Mbak," usul Sabria. "Bisa di-frozen juga adonannya, tinggal panggang seperlunya aja."

"Duh, aku nggak telaten bikin gituan. Aku nggak punya mixer juga soalnya," tepis Neva. Nami sudah menghabiskan dua potong brownies tanpa disadari oleh mamanya.

"Pakai whisk biasa bisa juga. Aku sendiri malah jarang pakai mixer kok, karena pakai listrik kan, dan dapur di rumahku tempat colokannya agak jauh jadi aku malas duluan kalau harus masang kabel sambungan buat colokin mixer-nya."

Neva mengibaskan tangannya sekali lagi, "Kalau kamu nanti menikah sama Yaka dan mau jualan kue di daerah Sukoharjo dan sekitarnya, aku pesan di kamu aja deh. Nggak suka ribet aku orangnya. Mana sambil ngurus anak gini repot kalau disuruh duduk diem di depan oven nungguin kue mateng." Sadar jika anaknya sudah makan banyak kue, Neva menjauhkan Nami dari piring tempat brownies Sabria disajikan. "Cokelatnya kamu pake yang apa? Kok enak, nggak serik di tenggorokan."

"Aku pakai couverture chocolate-nya Callebaut, kebetulan pas kapan hari belanja bahan-bahan kue sama Mas Yaka, aku nemu itu jadi aku beli aja mumpung ada."

"Itu cokelat apa? Kok aku baru dengar. Bukan cokelat batangan biasa yang kayak di minimarket-minimarket itu? Kayak merek Kolata atau Tulio gitu, yang aku pernah beli kalau pengin banget bikin kue."

"Oh, beda, Mbak. Compound chocolate atau cokelat batangan yang biasa dijual itu kekurangannya lebih lama leleh dan biasanya rasanya udah sedikit manis. Sedangkan couverture lebih cepat leleh dan perlu lewat proses tempering dulu biar hasil cokelatnya nanti bisa glossy, terus rasanya lebih cokelat banget karena kadar cocoa butter-nya lebih tinggi dari compound chocolate."

Arini yang sejak tadi cuma menyimak obrolan antara Sabria dan Neva kini ikut berceletuk, "Kamu pernah belajar atau sekolah kuliner, Mbak Sasa?"

Sabria tergeragap ditanya begitu. Apakah omongannya yang barusan terkesan terlalu menggurui? Sabria mungkin tidak pernah menempuh pendidikan formal di bidang patisserie, meski pernah ikut kursus membuat kue yang biayanya juga tidak murah untuk durasi beberapa jam pertemuan. Namun, ia sama sekali bukan ahlinya jika ditanya tentang kue dan dasar keilmuan di balik proses pembuatannya.

"Eh ... aku cuma pernah ikut kursusnya Chef Willy Reynold aja sih Mbak, waktu dia buka workshop di Surabaya. Sisanya aku belajar otodidak dari kanal UTube beberapa orang pastry chef yang aku ikuti dan pemenang ChefMaster."

Arini mendecih lirih, tidak cukup keras untuk bisa didengar oleh Neva, tetapi Sabria mendengarnya dengan jelas. Ia jadi cemas jika teman sekelas Nayaka ini mungkin menganggapnya terlalu sok tahu, tukang pamer, atau malah pick me. Belakangan ini, orang-orang di media sosial mudah sekali menyematkan sebutan pick me, problematik, dan NPD pada para pemengaruh yang punya ciri khas tersendiri dari akun mereka.

"Nggak enak kah, Mbak Arini?" tanya Sabria penuh kehati-hatian. "Atau, mungkin gulanya belum ra--"

"Enak kok," jawab Arini singkat. Meski di piringnya brownies Sabria yang ia ambil baru dimakan segigit kecil. "Lumayan lah buat pemula bisa bikin kue segampang brownies."

"Dih, Mpok Rini julid amat sih jadi orang," gertak Neva. "Kowe nyapo toh? Salah bantal? Judes banget lho, padahal kayaknya tadi pas baru dateng juga biasa-biasa aja. Itu temenmu runtang-runtung si Fahira ke mana kok nggak dateng?"

Arini mengerling ke arah Neva kemudian mengangkat bahu, "Tadinya dia mau nggak dateng karena keponakannya nggak ada yang jaga. Tapi tadi sudah kukabari kalau ada Yaka di sini, jadi dia kayaknya dateng tapi telat."

Neva mungkin tidak sejurusan dengan Rasyid, Nayaka, dan Arini, tetapi sepertinya ia sudah bergabung dalam lingkaran pertemanan ini cukup lama, sehingga bisa mengenal semua teman-teman dekat sang suami dengan akrab. Mendengar satu nama perempuan lagi yang disebut, jantung Sabria mencelus. Alasan utama ia ingin datang ke acara reuni kecil-kecilan Nayaka adalah untuk mencari tahu riwayat berpacaran sang mantan suami, selain Elisa, kekasihnya yang meninggal karena kanker. Minimal, siapa saja yang sempat naksir dengan Nayaka, karena menurut pandangan Sabria, tidak mungkin ada orang normal yang melihat Nayaka dengan segala kebaikan hatinya dan bendera hijau tak kasatmata berkibar di balik punggungnya, lalu tidak tertarik untuk mendekat. Ia saja yang baru mengenal sang kekasih dalam beberapa bulan mereka berpacaran, sudah merasa sangat cocok dan siap melanjutkan hubungan ini ke jenjang pernikahan. Tadinya, ia mengira justru Arini yang naksir Nayaka karena dia cukup judes saat menyapa Sabria tadi. Tetapi, Arini kini sudah bersuami dan mereka baru saja memiliki buah hati yang berumur enam bulanan, dari obrolan yang ia dengar antara Arini dan beberapa orang perempuan yang sama WAGs-nya (wife and girlfriends, biasanya dipakai untuk menyebut pasangan dari pemain bola dalam satu tim, atau pasangan dari kelompok pertemanan yang didominasi oleh pria) dengan Sabria. Baginya, agak mengherankan mengapa dengan perempuan lain Arini bisa mengobrol santai dan akrab, tetapi sinis kepadanya.

Menyadari kebingungan Sabria, Neva mengajukan diri untuk menjelaskan sedikit trivia padanya. "Fahira itu juniornya Rasyid sama Yaka setahun, tapi karena katanya dia bertetangga sama rumahnya Arini, jadi dia cukup sering diajak anak-anak ini ngumpul. Denger-denger sih dia naksir sama Yaka, tapi kayaknya Yaka nggak tertarik karena waktu itu kan udah ada Elisa. Sejak Elisa nggak ada sampai sekarang, Yaka nggak pernah lagi kumpul bareng kita-kita."

Mendengar itu, Arini tampak berang. "Kowe jangan ngompori macem-macem ya, Nev," tegurnya dengan nada sedikit meninggi. "Itu cuma ledekannya anak-anak aja karena Hira sering minta nebeng sama Yaka dulunya. Dia sekarang udah punya tunangan, lho, nanti bulan 10 mau nikah. Jangan bikin gosip yang sudah lama hilang jadi balik lagi."

"Lho, kok kowe sing sewot tho, Rin," sahut Neva tidak mau kalah. "Aku kan cuma ngejelasin ke Sasa, sebagai calonnya Yaka. Cuma buat seru-seruan aja. Tujuan orang datang ke reuni kan buat mengenang kejadian-kejadian di masa muda, toh? Sasa yo nggak bodoh-bodoh amat sampai bisa cemburu soal urusan seremeh itu, ya kan, Sa?"

Mendengar mamanya beradu suara dengan Arini, Nami buru-buru kabur untuk mencari papanya. Tadi setelah mengambilkan Sabria hidangan di acara ini, Nayaka memang pamit untuk mengobrol dengan teman-temannya di taman yang berada pada bagian tengah bangunan rumah ini. Katanya, karena cowok-cowok di sana rata-rata merokok, jadi mereka mencari ruang terbuka yang tidak ber-AC untuk berkumpul. Sebelum Sabria sempat mengatakan apa-apa, Nayaka sudah berjanji untuk menjaga jarak minimal sepuluh meter dari asap rokok, yang kemudian diledek oleh Arini dengan, 'begitulah kalau hubungannya masih baru, semua serba indah dan romantis'. Padahal, Sabria tidak pernah melarang Nayaka ini-itu, dan dia melakukan itu atas kesadaran sendiri.

Sabria hanya memandang bergantian antara Neva dan Arini dengan kikuk. Beberapa pasang mata lain mulai tertuju ke arah mereka dengan rasa keingintahuan tinggi, sehingga Sabria jadi salah tingkah. Ia benar-benar tidak menyangka akan berada dalam situasi seperti ini. Namun, rupanya kejutan untuk Sabria tidak berhenti di sana. Dari ambang pintu yang membatasi antara ruang tamu dengan ruang tengah tempat tersajinya suguhan untuk para tamu, terdengar pekik histeris seseorang yang tampaknya baru datang dengan sangat terlambat.

"Hah? Mas Yaka punya calon?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top