27. Adik Kesayangan Mbak Anti
Yaka--dan Yasa yang ikut-ikut nimbrung karena dia gabut--memperhatikan kelas membuat kue dadakan dari Sasa yang diadakan karena mereka berdua tidak tega melihat Sasa menguleni sendiri adonan bagel sebanyak satu kilo dengan tangan. Yaka bahkan berjanji untuk membelikan standing mixer agar mempermudah tugas Sasa, namun kekasihnya itu menolak. Katanya, menguleni dengan tangan bisa sekalian untuk arm workout.
"Working surface kalian harus selalu bersih ya, Adik-Adik," ucap Sasa sambil cekikikan karena di meja Yaka dan Yasa berserakan spatula untuk mengeruk adonan dari mangkuk, bungkus ragi instan yang dilemparkan begitu saja oleh Yasa, serta barang-barang lain seperti timbangan kue digital, sendok takar, serta gelas ukur.
"Yes, Chef!" seru mereka bersamaan. Yaka dan Yasa buru-buru menyingkirkan barang-barang tersebut lalu melanjutkan kegiatan sebelumnya. Namun, belum sempat tangan mereka yang berlumuran tepung itu kembali menyentuh adonan roti lagi, Sasa memukul punggung tangan dua pria dewasa yang berurat dan memiliki jari panjang itu dengan sumpit secara pelan.
"Cuci tangan kalau habis pegang benda lain, sebelum kembali nguleni adonan. Nanti satu rumah diare semua karena kalian jorok."
"Yes, Chef!"
"Mas Yaka," panggil Sasa. Yaka langsung menegakkan tubuh begitu namanya disebut. "Adonan kue itu bukan aku, jadi nggak apa-apa kalau kamu ngulennya pakai tenaga. Kalau kamu terlalu lembut, nanti baru selesai besok pagi."
"Oke."
"Ilyasa."
"Sir, yes Sir!"
"Adonan bagel bukan campuran kerikil dan semen. Jangan dibanting terus-menerus. Feel the texture, udah kalis atau belum. Kalau ditarik udah elastis, berarti boleh berhenti."
Yaka dan Yasa saling melirik, kemudian melanjutkan menguleni adonan. Campuran tepung, ragi, susu cair, gula, dan garam diaduk hingga kalis dan mulus. Jika menggunakan tangan akan membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit atau lebih, sementara jika menggunakan standing mixer hanya sepuluh menitan saja. Meski di rumahnya di Surabaya Sasa memiliki standing mixer, tetapi untuk sedikit adonan dan pada momen-momen tertentu, misal ketika suasana hati Sasa sedang tidak enak, ia lebih memilih mengguleni dengan tangan sebagai sarana terapeutik.
Meski menurut Sasa adonan buatan Yasa diolah dengan kasar, namun dibandingkan dengan buatan Yaka, punya Yasa lebih kalis, bahkan ada windowpane-nya. Oleh karena itu, Sasa menguleni ulang adonan Yaka hingga bisa diselamatkan. Mbak Anti, bilang lewat Mami jika dia akan datang siang ini karena ada pekerjaan mendadak yang cukup darurat, yakni menolong persalinan sapi yang sungsang. Tadinya, saat mendengar cerita tersebut dari Mami, Sasa tmapak seperti hendak tertawa. Namun, setelah ia berdiam beberapa saat di depan ponselnya, mungkin Sasa baru mengetahui jika peluang kelahiran sungsang pada sapi sama besarnya dengan bayi manusia. Bahkan, penyuluh dari dinas peternakan di berbagai wilayah acapkali memasukkan materi ini pada para pemilik sapi dan peternak supaya mereka bisa segera mencari pertolongan untuk ternak peliharaan mereka.
Setelah mengistirahatkan adonan dalam oven yang telah dipanaskan kemudian dimatikan, sehingga suhu di dalam terjaga hangat dan adonan sudah mengembang dua kali lipat, kini waktunya mencetak bagel dan dikembangkan sekali lagi sebelum direbus sebentar kemudian dioven. Karena satu resepnya menghasilkan delapan bagel, jadi Sasa membuat dua resep, itu sebabnya kini ada enam belas bulatan adonan kecil yang siap dilubangi lalu ditata dalam loyang.
"Kurang gede lubangnya," hardik Sasa pada Yaka. Terhadap Yasa, Sasa menambahkan, "Nah, itu udah bagus. Lubangnya harus sekitar lima sentian karena nanti adonan ini akan mengembang lagi, biar nanti lubang bagelnya nggak ketutup karena kekecilan."
"Maklum Mbak, Mas Yaka nggak pernah merawanin--" Yasa merasakan bulu kuduknya meremang, sehingga ia buru-buru meralat, "donat, maksudnya. Eh, bagel. Maksud aku itu."
Sasa memicingkan mata, "Emangnya kamu pernah?"
"Oh, aku juga nggak pernah sih. Tapi aku sering lihat video ... memasak di internet."
Merasa ada yang janggal dari ucapan Yasa, Yaka menyabetnya dengan serbet dalam genggaman yang tadi ia gunakan mengeringkan tangan sehabis dicuci di wastafel. Yasa tertawa-tawa melihat kemurkaan Yaka, sekaligus membuktikan jika sejak tadi Yasa tidak sedang membicarakan lubang di bagel yang sebenarnya. Yaka tidak perlu mengadu pada Mami karena kini sebuah sandal telah melayang dan mendarat tepat di punggung Yasa. Pria muda itu mengaduh kesakitan karena lemparan dari Mami. Teriakan beliau menyusul kemudian.
"Yasa! Kalau kamu nggak sopan sama perempuan, Mami kempesin kamu terus Mami sekolahin lagi di dalam perut Mami."
"Ampun, Mih!" seru Yasa. "Aku cuma bercanda lho."
"Nggak ada bercandaan bawa-bawa gitu," bentak Mami. Wanita yang sejak tadi duduk di ruang tengah menonton drama Cina, rupanya masih sempat memperhatikan aktivitas mereka bertiga di dapur. "Itu menjurus ke pelecehan namanya."
"Ampun Mih, janji nggak di ulang lagi."
Sasa mengernyitkan kening melihat seorang pria dewasa dihajar wanita paruh baya di hadapannya. Mungkin pukulan Mami tidak sekeras dulu saat anak-anak masih kecil dan beliau jauh lebih muda dari sekarang. Namun, tetap saja baik Yaka maupun Yasa (dan mungkin juga Mas Yana) paling takut menghadapi kemurkaan Mami. Menurut Yaka, cara Mami menghajar mereka masih tetap sama seperti dulu saat kecil. Mungkin pola pengasuhan Mami yang ala VOC ini tidak akan relevan dengan metode gentle parenting yang sekarang ramai digaungkan para selebriti dan pemengaruh di negeri ini, namun hasil didikan Mami lah yang membuat tiga orang anak laki-lakinya tetap perjaka sebelum menikah, meski mereka mungkin diam-diam mencari konten edukasi mereka di luar sana menggunakan VPN. Yaka sendiri yakin jika Yasa pun hanya bercanda, namun ia tetap saja khawatir pada Sasa.
"Jangan dimasukkan hati ya, Mbak, omongan si Yasa," ucap Yaka dengan berhati-hati. Wajah Sasa yang semula pias, kini berangsur ada warna di kulitnya yang langsat.
"Aku enggak apa-apa kok Mas, aku sendiri bisa ngerasain kalau misal Yasa niatnya mau ngomong vulgar, ucapannya itu nggak ditujukan ke aku, tapi ke Mas Yaka." Seraya mengusap lengan Yaka pelan, Sasa balas bertanya. "Mas Yaka sendiri nggak apa-apa digituin adik sendiri?"
Yaka terkekeh lirih, "Udah biasa aku. Yasa emang gitu mulutnya suka nyinyir kayak emak-emak. Mungkin karena Mami dulu kepengin banget anak perempuan tapi malah brojolnya laki-laki, jadi menurutku di antara tiga anak laki-laki Mami, justru Yasa yangg paling paham perasaan cewek."
Sasa mendengkus geli. Keluarga ini memang unik, namun Sasa kini tidak hanya jatuh hati pada pria bernama Yaka, melainkan juga pada maminya dan anggota keluarga lain. Dari arah pintu depan yang terbuka, muncul seseorang yang sangat Sasa tunggu-tunggu kehadirannya sejak pagi. Mbak Anti masuk sambil menggandeng si bungsu Rey dan sebelah tangan lain menjinjing sebuah kantong keresek hitam.
"Assalamualaikum," teriaknya. "Mana adik kesayangan aku?"
"Akuuu!" jawab Yasa dari arah ruang tengah, sebab tadi ia digiring Mami ke sana untuk diberi pelajaran. Mbak Anti mengabaikan Yasa lalu dengan langkah lebar menyongsong Sasa untuk memeluknya erat, sebab dari arah pintu depan ia bisa melihat lurus ke arah dapur, dan menyadari jika Sasa ada di sana.
"Mulai sekarang Sasa adik kesayangan aku!" ucapnya lantang. "Mih, Yasa bisa dituker tambah aja nggak, sama anakan kambing? Lumayan Mih, bisa buat qurban, bentar lagi Idul Adha."
"Mami juga maunya gitu, Mbak," sahut Mami. "Tapi siapa yang mau kambingnya ditukar sama anak bandel ini?"
"Bandel gini bisa cari uang sendiri lho, Mih," ucap Yasa membela diri.
"Bersihin lantai kamar mandi aja masih licin berani-beraninya bantah Mami!"
Setelah puas memeluk Sasa, Mbak Anti menciumi pipi ranum Sasa kanan dan kiri dengan gemas, seperti menemukan boneka Barbie yang menggemaskan. "Mami tadi pagi ngabarin aku, katanya kamu dateng. Waktu Yaka bilang kalo punya pacar dan mau nikah sama kamu, tadinya aku kira cuma hoax, soalnya tahu sendiri Yaka patah hatinya nggak main-main. Ternyata dibawa beneran ke rumah. Aku nggak sabar banget pengin ketemu kamu, mau bilang makasih sudah bisa bikin Yaka bisa move on. Ternyata harus sama yang cantiknya kayak gini toh, baru dia bisa membuka hati lagi."
"Nggak juga Mbak--" potong Yaka, namun satu lirikan tajam dari Mbak Anti sudah cukup untuk membuatnya terdiam.
"Nggak usah repot-repot ngasih tas mahal lho, Sa. Meski aku nggak mampu beli juga karena aku si kaum mendang-mending yang lebih milih duitnya dipakai sekolahin anak ketimbang beli tas, tapi aku mau kamu tahu kalau aku dan Mami baik ke kamu bukan karena dikasih tas bagus."
Sasa mengulum senyum mendengar ucapan Mbak Anti. Sebagaimana Yaka yang tak punya pengalaman untuk mendekati keluarga calon pasangan, Sasa pun ingin memberikan kesan yang baik di keluarga Yaka. Namun, sepertinya Sasa tidak perlu berusaha terlalu keras dalam mengambil hati, sebab keluarga Yaka telah begitu baik menerimanya.
"Terima kasih ya, Mbak, sudah menerima aku di keluarga ini. Aku baru sehari tinggal di sini, tapi rasanya kayak udah menikah lima tahun sama Mas Yaka."
"Masa?" Mbak Anti memicingkan mata. "Kamu nggak diapa-apain sama Yaka, kan? Kalau iya, simpan nomor Mbak Anti. Kosong delapan dua ... kalau Yaka macam-macam, bilang ke Mbak."
Sasa menggelengkan kepala, "Mbak Anti nggak perlu khawatir. Mas Yaka itu megang tanganku aja nggak mau lama-lama."
"Oh, ya memang harusnya gitu! Berarti Mami udah bener didiknya."
"Mbak Anti, mau duduk dulu?" tawar Sasa. "Aku tadi sama Mas Yaka dibantu Yasa bikin bagel buat dimakan bareng, sekalian mau coba oven baru yang Mas Yaka beli buat aku."
"Mau, dong! Kamu di sini buat liburan kok malah sibuk bikin kue, sih? Main kek ke mana gitu," dumel Mbak Anti. Sasa tertawa mendengarnya.
"Di rumah juga rekreasi aku tuh bikin kue. Sayangnya aku cuma berdua sama Ibu jadi nggak ada yang makan. Kalau di sini kan aku bisa praktik bikin kue apa aja, ada yang bantu ngabisin."
"Oh, kebetulan banget kalau gitu, memang kamu cocok banget buat jadi anggota keluarga kita."
Ucapan Mbak Anti membuat Sasa terenyuh dan hampir menitikkan air mata sebab selama ini belum pernah ada keluarga lain yang bisa membuatnya merasa begitu diterima, tidak juga keluarga baru bapaknya dengan istri yang beliau nikahi setelah bercerai dari ibu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top