13. Setting Boundaries
"Astaghfirullahaladzim, Mbak Sasa!"
Yaka buru-buru memalingkan wajah seraya memayungi mata dengan telapak tangan, saat mendapati kekasihnya sedang memakai gaun tidur bertali tipis dan panjangnya hanya sebatas paha. Ia yang terbiasa melihat Sasa memakai pakaian serba tertutup, baik saat di kantor atau waktu mereka kemarin berkencan, jadi Yaka tidak terbiasa dengan Sasa yang versi ini.
"Kenapa sih, Mas? Lebay banget deh. Aku pakai baju lho, bukannya lagi telanjang," gerutunya.
"Justru itu, Mbak. Kalau bajunya membentuk lekuk tubuh dan ngasih spoiler tipis-tipis gini malah bikin aku makin demam."
"Nggak apa-apa juga kan, toh udah pacaran." Melihat reaksi pacarnya, Sasa malah semakin ingin mengganggunya dengan sengaja menurunkan satu tali di pundak persis di hadapan Yaka. Tetapi reaksi yang ia dapatkan sungguh di luar dugaan.
Yaka menatap Sasa tajam tepat pada matanya, meski tidak bisa memungkiri jika belahan dada Sasa yang ranum jadi turut tertangkap pandangannya. Namun, ia ingin menunjukkan jika sedang marah, bukan karena Sasa mungkin berpengalaman soal pakai baju minim bahan di depan pasangan-pasangan sebelumnya, namun sebab prinsip yang selama ini Yaka pertahankan dianggap sepele.
"Emangnya Mbak Sasa kayak gitu ke cowok-cowoknya yang lain?" tanyanya dengan suara sedikit bergetar.
"Emang kenapa kalau aku gitu?" Sasa maju lebih dekat, sehingga Yasa mundur selangkah.
"Ya nggak apa-apa juga, terserah Mbak Sasa. Yang penting sama aku Mbak Sasa nggak akan diapa-apain sebelum halal." Sasa tampak tertegun mendengar pernyataan tersebut, tetapi ia tidak gentar dalam menyudutkan Yaka.
"Semisal aku nggak perawan juga nggak apa-apa?"
"Keperawanan itu mitos kalau kata dokter di media sosial." Yaka mengucapkannya dengan tegas tanpa gentar. Mereka berdua terdiam selama beberapa saat. Yaka menahan diri untuk menenangkan dirinya yang sedikit terguncang akibat melihat Sasa memakai pakaian tipis. Sasa, tampaknya tersentuh dengan keteguhan sikap Yaka. "Selama bukan aku yang melakukan, Mbak Sasa akan tetap suci di mataku."
Yaka berdeham sambil memalingkan wajah, kemudian berdiri memunggungi Sasa. "Kemarin bilangnya aku disuruh datang jam setengah 8 pagi. Kalau tahu Mbak Sasa baru bangun tidur, mending aku tunggu di mobil aja." ucapnya, kembali menutup mata telapak tangan dan pandangan hanya tertuju pada lantai kamar hotel bermotif granit.
"Enggak, aku udah bangun dari tadi. Udah mandi juga, ini baru mau pakai makeup."
"Ya udah, aku tungguin di luar kalau gitu."
Yaka melepas luaran kemejanya kemudian melingkarkan kemejanya di pundak Sasa untuk menghalangi pandangan. Pria itu langsung balik badan menuju pintu hotel, namun belum sempat melangkah jauh, tangannya sudah ditarik oleh Sasa.
"Bawa ini!" ucapnya sambil menyerahkan sebendel kertas. "Dijawab yang lengkap, ya!"
Sasa mengedipkan sebelah mata dengan centil, lalu Yaka buru-buru keluar dari kamar hotelnya. Yaka menunggu di mobil sambil membaca setumpuk kertas dari Sasa yang ternyata berisi daftar pertanyaan untuk diajukan ke calon suami. Mereka baru resmi jadian kemarin, tetapi Sasa sudah mempersiapkan sejauh ini. Namun, Yaka merasa adanya daftar ini bisa mempercepat rencananya yang tidak mau pacaran lama-lama kalau sudah cocok. Yaka mengeluarkan pensil dari dasbor yang tak pernah luput ia simpan di sana, lalu mulai menandai bagian mana yang bisa dia jawab hari ini juga.
Sasa keluar dari hotel tempatnya menginap sekitar dua puluhan menit kemudian, dengan memakai dress cantik se-mata kaki seperti kemarin, hanya saja yang ini warna abu-abu terang, persis seperti warna kemeja Yaka. Sasa menghampiri mobilnya, tetapi Yaka bergerak lebih cepat untuk turun dan membukakan pintu bagi bidadarinya.
"Cantik banget, Mbak," pujian darinya tak pernah berhenti mengalir. "Gini kan lebih manis dari yang tadi."
Kemarin saat melihat Sasa memakai kebaya dan bawahan kain, Yaka langsung membayangkan betapa cantiknya wanita ini jika mereka menikah nanti. Setelah Sasa masuk ke dalam mobil, Yaka menarik sebuket bunga mawar yang tadi dia beli di toko bunga Jalan Laweyan. Sasa tampak terkejut disodori kembang sepagi ini.
"Makasih, Mas," gumamnya lirih. "Kok tahu aku suka bunga?"
Yaka menyeringai, "Karena background chat di tempat Mbak Sasa gambarnya bunga." Sambil menyalakan mesin mobil SUV-nya, Yaka kembali menatap Sasa lekat-lekat sampai kekasihnya merasa jengah.
"Apa sih?" omel Sasa. "Kok ngelihatin aku sampai segitunya? Makeup-ku aneh?" Ia mengeluarkan bedak dari dalam tas jinjing lalu melihat pantulannya di kaca. "Lipstiknya kemerahan ya?"
"Cantik kok bibirnya," gumam Yaka. Tersadar, ia buru-buru meralat. "Maksud aku, lipstik merah cantik kok di kamu."
"Terus, kenapa ngelihatin segitunya?"
"Nggak percaya aja bisa punya pacar cantik kayak Mbak Sasa." Sasa mengancam akan melempar bedak di tangannya, namun refleks Yaka menadahkan tangan. "Jangan Mbak, bedaknya mahal."
"Ini namanya cushion, bukan bedak!"
"Iya maaf, aku nggak tahu bedanya, soalnya kotaknya sama-sama bulat dan ada cerminnya," ucap Yaka sambil menutupi kepalanya. "Maaf juga tadi aku marah-marah ke Mbak Sasa padahal baru juga berapa jam jadian."
"Nggak apa-apa," desis Sasa lirih. "Aku juga mancing duluan, sih. Tapi, bukan berarti aku bakal jaga sikap terus ke Mas Yaka saat kita pacaran."
"Ya nggak apa-apa, aku bisa jaga diri, kok. Mbak Sasa nggak perlu khawatir, aku nggak akan berani sentuh sebelum kita menikah."
"Kalau pegang tangan?" tanya Sasa.
"Pegang tangan masih boleh."
"Pelukan?"
"Jangan dulu kalau itu, kecuali mungkin Mbak Sasa ketakutan pas nonton film horor, tapi nggak mau bagian depan tubuh kita saling nempel."
"Maksudnya gimana?"
"Kalau Mbak Sasa mau peluk, peluk punggungku aja. Kan sama, toh?"
Sasa tampak memicingkan mata mendengar pernyataan tersebut. Mungkin ia merasa aneh bertemu pria dewasa pada era ini yang masih menganut gaya pacaran seperti beberapa puluh tahun silam. Namun, menurut Yaka, jika seorang pria begitu menghargai wantia yang disukainya, ia tidak akan meminta hal yang tidak semestinya ia dapatkan.
"Kalau cium?"
"Semisal Mbak Sasa mau cium wajahku kecuali bibir juga nggak apa-apa, tapi seandainya Mbak Sasa merasa hubungan ini nantinya akan sangat hambar dengan minimal kontak, aku akan kasih kelonggaran dengan sesekali cium kening Mbak Sasa aja."
Sasa mendengkus geli, namun ia mencondongkan tubuh untuk mendaratkan bibirnya yang merah merekah ke pipi Yaka.
"Terima kasih, Mas Yaka sayang."
Yaka mematung, seperti kemarin malam saat mereka menonton wayang orang saat pipinya dicium. Ia masih belum terbiasa dengan hal ini, sehingga ekspresi keterkejutannya membuat Sasa tergelak. Pandangan mereka berserobok, ia berani sumpah jika ia bisa melihat pantulan kilatan bintang dari sepasang mata bening Sasa di pagi hari seperti sekarang. Ia tidak yakin, apakah itu artinya Sasa mulai menumbuhkan rasa ketertarikan padanya atau malah tertantang untuk menguji keimanan Yaka.
"Buat apa?"
"Semuanya! Udah hubungi aku duluan lewat akun Baron C&C, udah jatuh hati duluan sama aku, udah jagain aku..."
"Kalau kita menikah nanti," geletuk Yaka dari sela-sela rahangnya. "Kamu harus khawatir sama aku, karena kamu nggak akan selamat."
"Oh ya?" pancing Sasa dengan centil. "Aku catat ya, nanti aku tagih."
***
Hai! Ada yang mau spin-off pas mereka udah halal? Nanti aku posting di NBJ, ya! Spoiler tipis-tipis dulu deh biar kebayang gimana isinya. (Rating 18+ karena udah halal)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top