11. Pencuri Carrot Cake
Saat Yasa membuka kulkas pagi ini, sebuah kotak kedap udara dengan tulisan 'JANGAN DIMAKAN (KHUSUS YASA)' terletak di rak paling atas, tersembunyi di balik seikat kangkung. Yasa mengintip isinya dari ujung kotak yang dicongkel sedikit, kemudian langsung mengeluarkan dari dalam kulkas begitu tahu isinya apa. Yasa meletakkan kotak tersebut di meja makan lalu mencomot sepotong cake di dalamnya. Semalam, kakaknya yang nomor tiga baru kembali dari perjalanan ke luar kota untuk urusan pekerjaan di saat Yasa pergi nongkrong dengan teman-temannya, sehingga mereka belum sempat mengobrol. Namun, Yasa yakin jika kue ini milik Mas Yaka, dilihat dari tulisan tangan yang seperti hasil cetak printer saking rapinya.
Yasa mengigit besar-besar, merasakan wewangian rempah seperti kayu manis dan pala, berpadu dengan roti empuk yang agak bantat, serta frosting cream cheese di bagian atasnya, menjadikan perpaduan yang asing di lidah, namun membuat ketagihan. Ia belum pernah makan kue yang seperti ini sebelumnya. Yasa menghabiskan sepotong kue dalam dua kali suap, lalu mencuri dua potong lagi, sebelum mengembalikan ke kulkas semirip mungkin dengan kondisi asal. Mumpung ibunya belum pulang dari pasar dan Mas Yaka mungkin ketiduran lagi sehabis Subuh sebab tadi pagi saat Yasa bangun, lampu kamar mandi di lantai atas sudah mati, pertanda Mas Yaka sudah beraktivitas.
Yasa buru-buru kabur berangkat kerja sebelum aksinya ketahuan oleh orang-orang rumah. Beberapa jam dari sekarang, di saat ia sedang berjibaku dengan tugas kantor berjibun, ada telepon masuk ke ponselnya dari seseorang yang marah besar karena kuenya dicuri.
Suara cengar-cengir di seberang telepon saat mengangkat panggilan darinya, membuat Yaka semakin berang.
"Halo, Mas?"
"Yasa! Kowe (Kamu) ngambil carrot cake punyaku, ya?" hardik Yaka tanpa basa-basi lagi.
"Carrot cake apaan, aku nggak tahu," dustanya. Yaka semakin berang. "Lagian, ngadi-ngadi aja ah, mana ada kue pakai wortel."
"Kue di kotak Tempered ware yang aku sengaja tulis 'jangan diambil' itu. Pasti kamu pelakunya, nggak ada orang lain yang bisa dituduh." Mendengar intonasi Yaka yang semakin meninggi dari kata ke kata, Yasa jadi kian semangat mengganggu kakaknya. "Kue yang pakai wortel tuh ada tahu! Googling aja sendiri, udah gede juga."
"Astaghfirullahaladzim! Mas Yaka nggak boleh suuzon gitu sama orang."
Telepon diputus sepihak sebelum Yasa sempat bicara banyak. Sambil terkikik geli, Yasa membuka peramban ponselnya untuk mencari tahu tentang kue tersebut. Ponselnya hampir saja terlepas dari genggaman tangan ketika gambar pertama yang muncul di pencarian, terlihat begitu identik dengan kue yang tadi Yasa makan. Sebagai anak bungsu yang sulit makan sayur terutama wortel sejak kecil, suara hati Yasa terbagi antara ingin memuntahkan kembali kue tadi, atau ternyata wortel bisa diolah jadi kue yang enak. Setelah beberapa saat berlalu, Yasa sampai pada kesimpulan kedua, dan ia menyatakan dalam hati jika ia masih tidak suka makan sayur, tapi kalau untuk carrot cake, akan dia habiskan sebelum ketahuan Mas Yaka.
Geram karena kue sekotak yang disimpannya dengan hati-hati di kulkas berkurang tiga potong, Yaka mengirim pesan berisi pengaduan pada Mbak Sasa.
'Mbak, kue carrot cake-mu dihabiskan adikku waktu aku tidur. ╥﹏╥'
Sedikit berlebihan karena sebenarnya masih ada beberapa potong lagi, tetapi Yaka ingin menyimpan kue tersebut lebih lama saking enaknya, sekaligus untuk pelipur jika sedang rindu pada Mbak Sasa. Baru saja ia kembali ke rumah budenya, Yaka sudah rindu pada wanita cantik itu yang telah memorak-perandakan hatinya. Namun, hatinya seketika mencelus saat melihat balasan instan dari Mbak Sasa. Sepertinya dia tidak terlalu sibuk di kantor.
'Mas Yaka belum sempat cicipi?'
'Sudah, tapi maunya dieman-eman (disayang-sayang), nggak dihabiskan sekaligus.'
'Jangan gitu, Mas. Dimakan aja nggak apa-apa. Maksimal tiga hari disimpan di kulkas, masih oke rasanya. Kalau seminggu atau lebih nanti nggak enak.'
Yaka mau menangis membaca balasannya. Bukan karena ketiadaan pembelaan dari Mbak Sasa, namun, sebab kue buatannya tidak disarankan untuk disimpan terlalu lama. Mereka mungkin baru kenal sebentar dan bertemu sekali waktu Yaka diundang ke kantor Glamela, namun rasanya ia sudah naksir Mbak Sasa sejak lama dan baru menyadari perasaan terpendam itu.
'Aku mau cari kos di Surabaya aja kalau gitu.'
'Mendadak banget?'
'Iya, biar bisa dekat sama Mbak Sasa.'
'Kamu tipe orang yang nggak bisa LDR, ya?'
Yaka tertegun ditodong begitu. Tanpa pikir panjang, ia buru-buru membela diri.
'Bisa kok, asalkan sama Mbak Sasa.'
'Jadi ini aku ditembak?'
Yaka kembali terdiam. Sejujurnya, seminggu belakangan terasa seperti mimpi baginya. Sudah lama sekali, berbulan-bulan, mungkin beberapa tahun, ia sudah menanti-nanti kue buatan Mbak Sasa yang selalu dibawa budenya saat pulang ke Solo. Namun, tiba-tiba saja ia bisa mengobrol dengan sang maestro, bahkan bertemu dan menyentuh tangannya yang halus. Bahwa katanya, perempuan yang jago masak tangannya kasar, hanyalah sebuah mitos yang terbantahkan oleh Mbak Sasa. Wanita itu sangat indah, mandiri, memiliki senyuman yang sulit dilupakan, serta tahu cara memadu-padankan pakaian dengan manis.
Mungkin Yaka jatuh cinta padanya, setelah sekian lama tidak merasakan cinta semenjak kepergian Elisa. Padahal Yaka dulu tidak yakin apakah dia bisa mencintai perempuan lain kecuali mantan tunangannya yang meninggal karena sakit kista. Padahal hari demi hari ia habiskan di bangsal yang bau obat demi menemani wanita tersebut, dan kini hampir enam tahun berlalu, Yaka rupanya menemukan tambatan hati baru dengan tidak diduga dan secara ugal-ugalan.
Namun, Mbak Sasa belum lama ini putus dari mantannya di Melbourne. Yaka bisa jadi sudah siap membuka hati bagi orang baru dan mengubur lembaran lamanya bersamaan dengan jasad Elisa saat diturunkan ke liang lahat. Tetapi, ia tiba-tiba ragu, apakah ini saat yang tepat untuk menunjukkan perasaannya? Setelah mengetik dan menghapus beberapa kali---mungkin di sana Mbak Sasa melihat keraguannya, sebab dia terlihat sedang daring---Yaka akhirnya mengirimkan balasan.
'Insya Allah aku siap, whenever you ready.'
Bagaimanapun juga, Yaka pernah kuliah sampai S2, jadi ia sedikit terbawa gaya bicara Mbak Sasa yang sesekali code-switching alias bahasa campuran ala Jaksel. Balasan Mbak Sasa muncul dengan cepat.
'Are you looking for a relationship, with marriage in mind? Karena aku sudah capek dekat dengan seseorang tapi hubungannya nggak pernah berhasil.'
'Mungkin mereka bukan orang yang tepat buat Mbak Sasa.'
'Apa yang bisa bikin kamu jadi orang yang tepat?'
'Mbak Sasa mau minta mahar apa? Aku siap memantaskan diri untuk Panjenengan.'
'Stop it!'
'Stop what?'
'Manggil aku 'Panjenengan'.'
'Salahnya di mana? Kan bagus?'
'Terlalu sopan.'
'Jadi, nggak boleh kalau laki-laki sopan ke perempuan yang dia kagumi?'
'Akhir pekan ini aku ke Solo. Take me on a date, then I'll think about your offer.'
'Siap, Kanjeng Putri.'
'I'LL BLOCK YOU KALAU TERLALU SOPAN LAGI.'
'AMPUN MBAK SASA. ╥﹏╥'
***
Kata Mas Yaka: Tak kenal maka taaruf.
Mbak Sasa dan Mas Yaka versi meme:
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top