2. Terpaksa Berdua Saja
🎼
'Saya bertanggung jawab membawamu pulang, tapi kamu malah kabur.'
-Bang Jat-
🎼
Hari Minggu biasanya dianggap sebagai hari untuk keluarga. Hari tenang atau hari tanpa pekerjaan.
Tapi tidak berlaku bagi Mika yang tengah sibuk menghitung pembelian salah satu pelanggannya. Jemari pendeknya menekan kalkulator dengan menyebut jenis dan jumlah makanan yang dipesan.
"Totalnya 152 ribu, Mas."
Dengan senyum semanis sirup melon yang laris saat bulan puasa, Mika menatap lembut lelaki dengan jaket hijau yang tengah mengambil uang di saku celananya. Wangi lemon yang Mika tahu bukan dari pewangi ruangan menusuk hidungnya. Mika menunduk mengambil ponsel dan mengintipnya sesaat dan kembali menatap lelaki yang tengah menghitung lembaran rupiah yang sedikit kusut.
"Sebentar, Mbak. Saya cari yang dua ribunya di motor saya."
Sesaat Mika mengerjap lalu berdehem. "Enggak usah, Mas. Yang dua ribunya buat Masnya saja."
Lelaki itu merunduk dan mengangguk lalu pergi setelah mengucapkan terima kasih.
Mika menggerakkan kepala miring ke kiri dan ke kanan hingga terdengar bunyi kretek. Dia berdiri dan menuju dapur, mengambil segelas es jeruk dan meneguknya sedikit lebih cepat.
"Ah, ini dia anaknya. Mika kamu pulang sekarang diantar Bang Jat, ya?" Tanpa aba-aba dan tanpa tanda-tanda, Hera menghampiri Mika yang terbatuk karena tersedak biji jeruk.
"Mika kan, bawa motor, Tan. Suruh Bang Jat balik sendiri aja, deh."
Hera mengambil paksa gelas di tangan Mika dan mereguk sisa es jeruk. Mika yang masih berusaha menelan biji jeruk melotot, dia mundur dan mengambil botol air mineral.
"Nah, kan pas. Abang nganter pulang pake motor kamu."
"Eh," Mika mengerjap beberapa kali. Dia mengusap wajah sebelah kiri lalu menggigit telunjuk kirinya. "Tapi Mika masih nanti pulangnya. Kan, jam kerja-"
"Hush! Jam kerja-jam kerja! Kayak kerja sama siapa aja, kamu." Hera menyeret lengan Mika menjauhi dapur. "Sudah sana, bereskan barang-barangmu."
"Tante enggak pecat Mika, kan?"
"Astaga, nih, bocah. Mau Tante pecat beneran?"
Tubuh Mika menegang. "Ya jangan lah, Tan. Nanti Mama ngomel-ngomel lagi kalau lihat Mika menganggur." Mika meringis dan memeluk Hera.
"Makanya, nikah sama anak Tante. Nanti Mamamu enggak bakal berani ngomelin mantu Tante yang gemas, ini."
Buru-buru gadis itu meringis pamit sebelum Hera berapi-api ceramah tentang perjodohan. Bukannya Mika menolak rezeki, hanya saja dia tahu karakter Miko itu seperti apa. Tak akan cocok bila disandingkan dengan dirinya yang manja.
Itu salah satu alasan yang pernah lelaki itu katakan di masa lalu.
🎼🐾🎼
Denting gitar memenuhi kamar bernuansa abu-abu. Seorang lelaki bersandar di bean bag sambil menggumam beberapa kata. Jemari kanannya berhenti memetik senar ketika ponsel hitamnya menyala. Menampilkan foto satu-satunya perempuan paling cantik di rumah.
"Iya, Ma. Abang lagi di kamar." Tubuh tegapnya semakin masuk ke bean bag dan kedua kakinya menjulur sempurna.
"Jemput Mama di warung, sekarang, ya?" Suara di seberang yang lumayan berisik, Miko memasang telinganya lebih awas.
"Apa, Ma?" Miko bertanya sekali lagi dan meletakkan gitar ke samping kiri tubuhnya.
"Datang ke warung sekarang!"
Suara Hera menghilang.
Miko berdiri tergesa menuju kamar mandi. Mencuci wajah dan menyugar rambut cepaknya dengan kedua tangan. Setelah mengambil dompet yang tergeletak di nakas, Miko menuruni tangga dengan kedua mata menjelajah lantai bawah.
Rumah dua lantai itu terlihat sepi. Miko tahu ke mana kedua orang tuanya pergi. Tapi perintah Hera membuatnya sedikit khawatir. Takut jika perempuan yang telah melahirkannya itu terjebak masalah.
Hanya ada satu kunci motor yang tersisa. Miko mengendarai dengan kecepatan tinggi dan hanya berselang lima belas menit dia tiba di tempat usaha milik keluarganya.
Matanya sibuk ke sana-kemari selepas membuka helm. Dari luar terlihat ramai pengunjung, Miko akhirnya memilih masuk melalui pintu samping.
Tak perlu bersusah payah menyapa para karyawan yang menatapnya memuja, Miko berlalu menuju lantai dua di mana ruangan ibunya berada.
"Nah, akhirnya kamu datang." Hera meletakkan ponsel dan berdiri menyambut uluran tangan Miko. "Mana kunci motormu?"
Alis Miko berkerut, "Mama mau ngapain?" Dia mendekat memberikan kunci motor lalu memilih duduk di sofa berwarna marun.
"Loh, ngapain duduk? Ayo antar Mika pulang."
Miko menelengkan kepala, menatap Hera tanpa berkedip dengan mulut terbuka.
"Ini ada apa, sih?"
Bukannya Miko tidak ingat obrolan semalam, hanya saja Mamanya terlalu bersemangat.
"Mama masih mau melanjutkan obrolan semalam?"
Hera mengangguk, "Nah, itu Abang ingat."
Kedua mata kelam itu menutup, Miko menarik napas lalu duduk tegap. "Mama lupa punya dua anak lelaki? Enggak adil kalau Mama menyuruh salah satu dari kami menikahi Mika tanpa bertanya padanya lebih dulu."
"Mika pasti mau, Tante Wina juga setuju besanan sama Mama." Sikap tegas Hera masih terbawa di usianya yang tak lagi muda. Keriput di ujung matanya mulai tampak meskipun rajin perawatan. Namun garis ketegasan masih tergambar jelas di wajahnya.
Miko mendesah sekali lagi dan mengambil sebotol air mineral yang tersaji di meja. "Ada Ario juga, Ma. Siapa tahu Mika maunya sama Ario."
Wanita dengan terusan di bawah lutut itu berjalan mendekati putranya. Ditatapnya wajah Miko dengan saksama. "Mama sudah menelepon Rio."
🎼🐾🎼
Mika menatap horor motor matic yang terparkir di depan pintu rumah makan Warung Kita. Jika biasanya momen pulang kerja bagai momen sepertiga gajian alias saatnya membebaskan diri. Kali ini Mika ingin berbalik dan masuk ke dalam rumah makan lagi.
"Ngapain masih berdiri di sini? Ayo naik sana." Hera menyodok pelan bahu gadis yang memakai kemeja kotak-kotak di sampingnya.
Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, Mika mengunci helm dan duduk di belakang Miko. Wangi sandalwood menyentuh hidung gadis itu, membangkitkan sedikit kenangan kebersamaan mereka dulu. Mika menggeleng, mengusap hidungnya dan memakai masker.
"Hati-hati di jalan. Jangan ngebut. Patuhi rambu-rambu. " Wanita dengan rambut digulung ke belakang itu menepuk lengan atas putra sulungnya. Yang hanya dijawab dengan anggukan.
"Mika, pegangan yang erat, ya. Abang kalau naik motor kayak setan. Kalau nanti dia ngebut kamu cubit pahanya, ya?"
"Eh, ng-iya, Tante."
Mika bernapas lega saat Miko sudah menjauhi Warung Kita. Dia mundur perlahan dan meletakkan tote bag di tengah-tengah. Duduk berjarak sepertinya lebih aman dari pada berimpitan seperti tikus terjepit.
Selama sepuluh menit perjalanan, tidak ada suara yang keluar dari bibir keduanya. Mika menepuk pundak kiri Miko, menyuruhnya berhenti.
"Turunin aku di sini aja, Bang."
"Mau ke mana?"
Mika hampir melangkah saat ujung kemejanya ditarik. Gadis itu memutar dan melebarkan mata. "Aku mau ke kosan Adel."
Tak lagi menghiraukan panggilan Miko, Mika menelusuri trotoar. Ketika dia merasa sudah aman dari jangkauan tetangganya, Mika memesan ojek online.
"Terima kasih, ya, Pak." Mika memberikan uang kepada bapak ojek. Setelah menggumamkan terima kasih dan permisi, bapak ojek pun berlalu. Gadis itu memutar tubuh dan hendak berjalan ke pintu gerbang ketika sebuah suara membuatnya merinding.
"Katanya ke kosan Adel?" Miko mendekat, menyerahkan kunci motor Mika. Sementara Mika yang masih mengenakan helm sempat memejam karena terkejut, menerima kunci dengan melirik takut-takut.
Rencananya gagal total karena Adel ternyata sedang ke Malang. Salahnya juga karena asal membuat rencana menghindar. Sudah rugi biaya, ujung-ujungnya ketemu Miko lagi.
"Saya tahu kamu risi dengan ide Mama. Tapi bukan begini caranya. Saya bertanggung jawab membawamu pulang, tapi kamu malah kabur."
Kedua bola mata gadis itu berputar, bibirnya menipis menyesap sisa permen mint. Tubuh kurusnya masih berdiri dengan tangan menggenggam erat ujung kemeja. Embusan napas yang kasar dan dalam membuat dadanya naik turun lebih cepat.
"Memangnya Bang Jat enggak risi? Bang Jat mau kita dijodohin?" Mika menyemburkan isi kepalanya. Dia sungguh penasaran bagaimana reaksi lelaki di depannya.
"Memangnya kamu mau dijodohkan dengan saya?"
🎼🐾🎼
Ada yang mau gantiin Mika, nggak?
Alah, gak usah malu-malu. Penulis juga enggak mau, kok. Eh.
Baiklah...
Mari kita menghitung hari, lebaran tinggal sebentar lagi. Kamu mau apa?
#SongSeriesGS siap menemani kegabutanmu.
Penasaran nggak, sih, cerita apa besok? Ini nih, cuplikan Heart to Break by tuteyoo
🐾
"Kita baru berakhir, bisa saja itu membuatmu patah hati. Melihat foto Claudia hanya akan membuatmu kesal. Kau mungkin akan memasang foto terjeleknya demi balas dendam."
What?
"Tak ada yang berubah darimu, Jeff. Kau masih sangat kekanakan. Aku tidak seidiot itu sampai mencampurkan masalah pribadi dengan pekerjaan."
"Kau boleh bilang begitu, tapi ada banyak hal tak terduga yang akan terjadi. Katakan saja ini sebagai bentuk antisipasi."
Jeff tersenyum puas. Sangat puas, di atas penderitaanku. Ia seperti menginginkan hal ini sejak lama. Tak masalah buatku, mungkin akan lebih baik jika tak hanya mengakhiri hubungan, tetapi juga mengakhiri semua hal yang berkaitan dengannya.
🐾
Salam
Vita
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top