Sekarang Sedang Jatuh Cinta

"Kak, Kak Chika!" Chika masih asyik melamun, kejadian beberapa hari yang lalu masih terus terbayang di benaknya.

Chika, dalam diamnya masih tidak melunturkan senyuman dari wajah cantiknya. Hal itu tentu membuat Christy kesal karena berkali-kali panggilannya tidak ditanggapi oleh sang kakak.

"Kak Cika, ih!"

"Eh, iya. Kenapa Chris?"

"Gak tau, ah. Males! Dari tadi dipanggil-panggil enggak nyaut!" Christy pergi meninggalkan Chika yang masih diam di halaman belakang rumah mereka.

Chika memandangi punggung Christy yang perlahan hilang dari pandangannya di persimpangan antara dapur dan ruang makan.

"Christy kenapa, Chik?" tanya Gracia sambil membawa segelas teh manis panas lalu duduk di samping Chika.

"Gak tau, Ma. Tadi manggil-manggil, pas aku tanya ada apa. Dianya ngambek." Gracia manggut-manggut mendengar jawaban Chika.

Keduanya kini terdiam, menikmati heningnya malam di taman belakang rumah mereka yang remang-remang oleh lampu taman. Sesekali terdengar suara Gracia menyeruput tehnya, lalu kembali terdiam.

"Ma, Mama kenal sama keluarganya Kak Vio?" Seketika tubuh Gracia menegang, mendengar pertanyaan dari anak sulungnya.

"Mama sama Papanya Vio kenal cukup dekat. Bisa dibilang sangat dekat. Tapi, itu dulu. Sebelum ada satu hal yang ngebuat Bang Boy ngejauhin Mama. Eggak, bukan. Mama yang ngejauhin keluarganya Vio."

"Kenapa, Ma?"

Tin!

Suara klakson mobil terdengar nyaring hingga ke taman belakang. Mario, baru saja tiba di rumah setelah seharian bekerja.

Gracia, mengembuskan napas lega karena kedatangan Mario menyelamatkannya. Bukan, bukan Gracia tidak mau menceritakan masa lalunya pada Chika, tapi ia belum siap untuk mengenang kesalahannya di masa lalu.

Gracia bangkit dari duduknya, menepuk bagian belakang celana piyamanya yang sedikit kotor. Ia beranjak menuju pintu depan, menyambut kedatangan sang suami.

Chika yang ditinggal begitu saja langsung menghela napas, rasa penasarannya masih belum terjawab. Padahal, baginya, menanyakan hal tadi perlu mengumpulkan keberanian.

Udara malam semakin terasa dingin, Chika akhirnya beranjak dari teras taman belakang, melangkahkan kakinya menuju kamar.

Rasa penasarannya atas masa lalu Gracia dan orangtua Vio menggantung dipikirannya. Di meja belajar, ia menatap ponselnya yang baru saja ia nyalakan. Dari sore tadi Chika men-charge benda pipih berwarna hitam metalik di bagian belakangnya itu.

Baru saja beberapa menit menyala, notifikasi bergantian muncul di ponselnya, dari notifikasi Instagram, LINE hingga WhatsApp.

Tapi, ada satu notifikasi yang membuatnya tersenyum. Siapa lagi kalau bukan Vio Fadrin, pemuda yang selama berbulan-bulan ini hampir selalu menemani Chika kemanapun ia pergi.

KAK BADRUN

Selamat malam wahai Bidadari penghuni bumi.

Alias, sibuk gak, Chik?

Chika tersenyum, Vio selalu saja menyematkan kata 'Bidadari' jika menyapanya di aplikasi hijau berlogo gagang telepin itu.

Enggak, Kak. Kenapa?
Maaf Chika baru bales, tadi hapenya low

Chika menunggu jawaban Vio, ia membuka sosial media, men-scroll timeline sambil sesekali mencari sesuatu yang sedang trending hari itu.

Ting!

Satu pesan dari Vio baru saja Chika terima, tanpa berpikir lama lagi, Chika membuka pesan dari Vio.

Gue telpon boleh?

Belum juga menjawab pertanyaan pesan dari Vio. Nada dering panggilan telepon terdengar mengetuk gendang telinga Chika.

Chika langsung menggeser lingkaran berwarna hijau di layar ponselnya.

"Hai, Chik. Maaf malem-malem ganggu."

"Enggak apa-apa, Kak." Chika tersenyum mendengar suara Vio. Suara pemuda itu seakan-akan sudah menjadi candu baginya. "Btw, ada apa nih malem-malem telepon?"

"Jadi gini, sabtu sekarang gue mau ke Bandung. Gue diundang sama owner Shevera buat ngisi acara di sana." Vio terdiam, sepertinya sedang menimbang-nimbang sesuatu yang ingin ia ucapkan. "Lo ... lo mau enggak, nemenin gue ke Bandung?"

"Hmm ... gue liat jadwal dulu, ya, Kak. Takutnya ada pemotretan. Kalau kosong, harus izin ke Mama sama Papa."

"Entar gue yang izin ke Tante Gre sama Om Mario, deh. Biasanya, kalau sama gue diizinin," ucap Vio dari seberang sambungan telepon dengan percaya dirinya.

"PD sekali anda, Abang Badrun."

Terdengar suara tawa renyah Vio. Chika pun ikut tertawa, entah kenapa ada saja ucapan atau kelakuan Vio yang membuatnya tersenyum bahkan tertawa. Padahal, itu bukanlah hal yang lucu.

Setelah maksud Vio tersampaikan pada Chika, mereka melanjutkan obrolan, membicarakan hal-hal random yanh diselingi canda dan tawa.

~~~

Sabtu pagi di kediaman keluarga Gunawan, Chika sedang bersiap-siap untuk berangkat menuju Bandung. Vio sudah mendapatkan izin dari Gracia dan juga Mario tentunya.

Gracia sangat mempercayai Vio, karena sependek yang ia lihat dari gelagat Vio pada anaknya, tidak ada hal-hal yang membuatnya perlu khawatir. Malah, Vio selalu izin pada Gracia atau Mario jika ingin mengajak Chika berpergian.

"Kak, kamu pergi ke Bandung jadinya pake apa?" tanya Gracia begitu Chika bergabung bersamanya di meja makan.

"Pake mobil, Ma. Gak mungkin 'kan ke Bandung pake si Legend," jawab Chika diakhiri dengan kekehan.

"Ih, Kak Chika ke Bandung enggak ajak-ajak Kiti." Christy cemberut, ia baru tahu kalau kakaknya akan berangkat menuju Bandung hari ini.

"Anak kecil gak boleh ikut. Nanti di Bandung kedinginan, terus hipotermia, terus sakit. Males ngurusinnya," canda Chika pada adiknya.

"Mana ada, Kak! Aku kalau ke puncak, kedinginan kuat, kok. Gak sampai sakit, apalagi hipotermia!" Christy membela diri karena memang benar adanya. Christy anak yang kuat, ia tahan dengan sakit ringan seperti demam, batuk dan flu. Di usianya yang menginjak lima belas tahun, bisa dihitung dengan jari berapa kali Christy jatuh sakit.

Di luar rumah mereka, Vio baru saja datang dengan mobil Honda Jazz milik Feni yang ia pinjam dengan sedikit memaksa.

"Demi keberlangsungan hubungan antara Abang Badrun dan Yessica Tamara," katanya sambil memohon dengan memaksa. Untungnya, Feni sedang dalam mode setengah baik hati, hingga akhirnua meminjamkan mobilnya pada Vio. Tentu, Flo ditumbalkan sebagai jaminan.

"Kalau mobil Kakak kenapa-kenapa. Uang jajan Flo selama setengah tahun jadi jaminannya." Feni menyetujui perjanjian itu, dan Flo hanya bisa pasrah dengan perjanjian aneh dari Kakak dan sahabatnya.

Tok! Tok! Tok!

"Assala ... astagfirullah lupa, beda server." Vio menepuk pelan dahinya saat berada di depan pintu rumah karena salah ucap.

"Chikaaaaa ... Chikaaaa ... main, yuk!" Dengan suara keras, Vio memanggil Chika seperti anak kecil yang mengajak temannya untuk bermain.

Tidak lama kemudian, pintu besar berwarna dark brown itu terbuka dari dalam, menampilkan wajah Christy yang masih cemberut karena tidak diajak ke Bandung.

"Kan ada bel, Kak. Kenapa teriak-teriak!" ucap Christy dengan ketus.

"Oh, iya! Maaf-maaf katro." Vio terkekeh mengingat kebodohannya.

"Yaudah, masuk!" Christy melenggang pergi, meninggalkan Vio yang sedang membuka sepatunya sebelum masuk ke dalam.

"Pake aja sepatunya, Mas." Pergerakan Vio membuka sepatu terhenti, saat seorang wanita paruh baya berbicara padanya.

Meskipun sering mengantar-jemput Chika, namun baru hari ini Vio masuk ke dalam rumah mewah milik keluarga Gunawan itu.

"Gak apa-apa, Bi? Nanti kotor."

"Enggak apa-apa, Mas. Masuk aja."

Vio akhirnya tidak jadi membuka sepatu, ia langsung masuk ke dalam rumah.

Matanya menoleh ke berbagai arah begitu ia berada di dalam rumah Chika. Guci mahal, bunga plastik yang terlihat cantik, hiasan dinding dan sebuah foto berukuran besar yang menampilkan potret keluarga Gunawan terpasang di dinding yang sepertinya ruang tamu.

Vio masih berdiri, di depan sebuah sofa. Ia belum menjatuhkan bokongnya pada benda empuk yang terlihat sangat nyaman itu, karena si empunya rumah belum mengizinkan ia untuk duduk.

"Vi, kok masih berdiri?"

"Eh, Tante." Vio mendekati Gracia, menyalami ibu dari Chika yang cantiknya sebelas dua belas dengan sang anak. "Makin cantik aja, heran aku, Tan."

"Bisa aja kamu, Vi." Gracia terkekeh mendengar pujian Vio. "Ayo, duduk, atau mau ikut sarapan. Barengan sama Chika."

Vio duduk di sofa, berhadapan dengan Gracia yang duduk di sofa seberangnya.

"Udah tadi Tante," jawab Vio.

Keduanya berbincang sebentar sebelum akhirnya Chika bergabung ke ruang tamu disusul Mario dan Christy yang masih cemberut.

"Vi!" Suara bariton Mario menyapa Vio yang baru saja mendekat. Ia menciun punggung tangan lelaki dewasa itu.

"Apa kabar, Om?" tanya Vio basa-basi.

"Puji Tuhan, baik, Vi. Kamu?"

"Alhamdulillah, Om. Sehat." Mario tersenyum ramah pada anak muda yang ia percaya untuk menjaga anak gadisnya.

"Ayo, Vi!" Chika langsung mengajak Vio yang masih berbicara dengan Mario dan juga Gracia. Christy, meski ada di tempat itu hanya diam, masih dalam mode ngambek pada Chika dan Vio.

"Om, Tante. Saya bawa anak gadis Om sama Tante pergi dulu, ya. Nanti saya balikin dalam kondisi masih utuh, gak kegores sedikit pun. Hehe."

"Titip Chika, ya. Hati-hati kamu bawa mobilnya, jangan ngebut-ngebut!"

~~~

R.
21/01/2021

Wih angka cantik, nih. Wkwkwkwk

Gimana keadaan kalian?
Semoga terus diberikan kesehatan dan keselamatan.

Cuaca sama keadaan di Indonesia sedang tidak baik. Semoga, teman-teman yang terkena musibah diberikan kekuatan, dan semoga musibah yang menimpanya segera diangkat oleh Tuhan.







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top