Kalah

"Selamat malam semuanya!" Vio dari atas panggung menyapa semua pengunjung yang menikmati malam minggu di Shevera. "Bagaimana nih malam minggunya? Masih sendiri, kah? Seperti saya. Haha. Atau sudah bersama seseorang yang dicinta, atau malah sudah sah sebagai sepasang suami-istri?"

Beberapa pengunjung menjawab dengan lantang pertanyaan Vio, termasuk Rion yang kini sedang bersama sang istri. "Kak Rion sama Kak Yumi, tolong dikondisikan mesra-mesraannya. Jujur, saya iri. Hahaha."

Rion tertawa dengan tangan yang masih setia mengusap-usap perut istrinya yang mulai membesar. Apa yang dilakukan oleh Rion pada istrinya membuat pikira Vio melambung jauh ke masa depan. Dalam bayangannya, Vio melihat dirinya dan Chika sedang berduaan, saling beradu senyum dan saling menggenggam satu sama lain.

"Vi, ngelamun mulu! Ayo nyanyi." Rion menegur Vio yang malah terdiam, bukannya memulai untuk bernyanyi.

"Eh, hehe. Maaf, Kak." Vio menggaruk tengkuknya.

Vio langsung memetik gitar, memulai intro lagu yang akan ia nyanyikan. "Sebuah lagu cinta, untuk kalian yang sedang berbahagia, 'Dawai Asmara'."

Dawai asmara bergetar syahdu
Mengalunkan senandung rindu
Belaian mesra membuai jiwa
Tak terlukiskan bahagia

Hanyut dalam gelora cinta
Hanyut di dalam suka cita
Tenggelam dalam madu cinta
Tenggelam di dalam bahagia

Dawai asmara bergetar syahdu
Mengalunkan senandung rindu
Belaian mesra membuai jiwa
Tak terlukiskan bahagia

Dari salah satu sudut cafe, seorang gadis tersenyum dibalik masker hitam yang ia pakai. Ia rindu, benar-benar rindu pada pemuda yang duduk manis sambil memetik gitar dan bersenandung di atas panggung itu.

Dulu, sebelum masalah besar menerjang hubungan mereka, keduanya tampak sangat serasi. Vio selalu menyanyikan gadis itu saat mereka berduaan, pun gadis itu, selalu ada di saat Vio sedang berada di titik terendahnya.

Sayang, kesalahan yang dilakukan si gadis sangatlah fatal dan membuat Vio pergi meninggalkan gadis itu. Bahkan, Vio terlihat membencinya, sangat membenci gadis itu.

Syair para pujangga mengabadikan cinta
Hati para dewasa pasti tersentuh cinta
Ada yang lembut dan manja
Cinta membuat terlena
Ada kala bergelora
Bak debur ombak samudera

Pesona cinta menggapai sukma
Menjanjikan sejuta indah
Terbit selera tergugah jiwa
'Tuk menyemaikan benih cinta

Semoga putik 'kan berbunga
Semoga panggil 'kan berjawab
'Ku ingin hidup dengan cinta
'Ku ingin selalu bersamanya

Pesona cinta menggapai sukma
Menjanjikan sejuta indah
Terbit selera tergugah jiwa
'Tuk menyemaikan benih cinta

Vio mengakhiri lagunya dengan senyum bahagia. Lagi-lagi, kepuasan pengunjung adalah kebahagiaan baginya. Meski hati dan pikirannya tengah tidak baik-baik saja, setidaknya mendengar tepuk tangan dan senyuman orang-orang yang ia hibur sudah cukup untuk melupakan bebannya sejenak.

Semakin malam, suasana cafe semakin ramai, membuat Vio semakin semangat untuk bernyanyi. Tapi, tiba-tiba semangatnya luruh, seiring dengan suara bel pintu cafe yang berbunyi nyaring. Ia melihat Chika, sedang bergandengan tangan dengan seorang pria, yang ia tahu sebagai lawan main dan pasangan gimmick kekasihnya itu.

Namun, Vio tetaplah profesional. Meski hatinya teriris, ia akan tetap memberikan yang terbaik bari para pengunjung cafe yang selalu menantikan penampilannya di malam minggu.

Sial bagi Vio. Meja kosong hanya ada di depan, tepat di sebelah meja tempat Rion dan Yumi duduk.

Rion menyadari ada perubahan dari raut wajah Vio, ia menolehkan kepala, mengikuti arah pandang Vio.

"Kak, itu bukannya pacarnya Vio, ya?" Rion menyimpan telunjuknya di bibir, meminta sang istri untuk tidak melanjutkan pertanyaannya.

"Nanti aku jelasin, Sayang." Yumi mengangguk, meski kepalanya masih dipenuhi pertanyaan-pertanyaan menyangkut hubungan Vio dengan gadis yang terlihat sedang bermesraan dengan pria lain di meja sebelah tempatnya duduk.

Sementara Chika, sebisa mungkin mengabaikan Gita. Tapi, pemuda itu selalu saja punya cara untuk membuat mereka membicarakan berbagai hal. Dari yang penting sampai yang tidak jelas. Ditambah, Chika dengan mudahnya tertawa dengan jokes yang dikeluarkan oleh Gita, membuat ia terlihat bahagia berduaan bersama orang yang sebenarnya hanya sebatas rekan kerjanya saja.

Sontak saja, hal itu membuat Vio tidak fokus. Suaranya mendadak sumbang dan membuat pengunjung kecewa. Chika sadar, apa yang diperlihatkannya membuat Vio merasa dikhianati. Tapi, sekali lagi. Chika tidak bisa berbuat banyak.

"Em, Chik...."

"Iya, Kak?" Chika menautkan kedua alisnya, ia heran, kenapa raut wajah Gita mendadak serius.

"Sebentar." Gita bangkit dari duduknya, berjalan menuju panggung.

Chika semakin bingung dengan sikap Gita. Ekor matanya terus mengikuti langkah kaki Gita, sampai akhirnya pemuda itu berdiri tepat di sebelah Vio, dan membisikkan sesuatu.

"Bentar, Sayang!" Rion naik ke atas panggung, ingin tahu apa yang dibicarakan Vio dan Gita. Yumi menjawabnya dengan anggukan.

"Ada apa?" tanya Rion begitu ia berada di dekat Vio dan Gita.

"E--eh. Emmm, Mas Gita langsung bilang sama bos saya aja. Diijinkan atau tidaknya bukan hak saya," ucap Vio.

"Kenapa, Mas?"

"Eh, itu ... saya mau menyatakan cinta sama perempuan yang tadi duduk bareng sama saya."

Rion tersentak, ia menoleh dengan cepat, menatap ke arah Vio yang mulai terlihat tidak baik-baik saja. Netra hitamnya memancarkan luka.

Sadar dengan maksud tatapan Rion, Vio mengangguk. Karena ia yakin, Chika tidak akan mengkhianatinya.

"Iya, silakan, Mas."

"Kalau gitu, saya permisi." Vio melangkahkan kakinya, turun dari panggung kecil dan berjalan menuju ruang belakang.

"Terima Kasih, Mas."

Gita mengambil mic yang tersimpan di stand-nya. "Selamat malam semuanya."

Beberapa gadis yang mengenal Gito berteriak histeris. Mereka tidak menyangka bisa melihat sang idola dari jarak dekat.

"Em, sebelumnya.... Chika, boleh naik ke atas panggung." Chika lagi-lagi dibuat heran oleh Gita, tapi ia tetap bangkit dari duduknya dan berjalan menuju panggung.

Ah, Chika jadi mengenang kejadian setahu yang lalu, saat Vio mengajaknya-- tepatnya memaksa Chika untuk bernyanyi di atas panggung, berduet dengan kekasihnya.

Chika dan Vio nampak sangat mesra dan serasi. Para pengunjung sangat menyukai duet sepasang kekasih itu, bahkan mereka meminta keduanya untuk bernyanyi lagi, sampai pada akhirnya Vio dan Chika bernyanyi hingga cafe tutup.

"Chik!" Lamunan Chika buyar saat seruan dari Gita menyapa telinganya.

Chika kembali melanjutkan langkahnya naik ke atas panggung.

"Jadi, Chika." Gita menggenggam jari-jari tangan Chika, mengelusnya perlahan sambil menatap netra coklat yang indah milik Chika. "Dihadapan semua pengunjung cafe ini. Aku, mau mengungkapkan isi hatiku."

Gita menarik napas panjang, "Yessica Tamara Gunawan, sejak pertama kali aku dipasangkan denganmu di sebuah FTV, sejak saat itu aku merasakan ada yang berbeda di dadaku. Debaran jantungku terasa berbeda saat didekatmu, apalagi saat menatap mata indahmu, seperti sekarang."

Gita menarik tangan Chika, mengarahkan pada dada bidangnya. "Kamu ngerasain, 'kan debarannya. Berbeda. Karena aku, mencintaimu, Chika."

Chika bingung, sekaligus takut. Takut menyakiti perasaan Vio yang sudah pasti mendengar ucapan Gita, meski pemuda itu tengah berada di ruang belakang, tempatnya beristirahat jika sudah melakukan tugasnya bernyanyi.

"Maukah, kamu jadi pacarku?" Gita mengeluarkan sebuah kalung dari saku belakang celananya.

Chika terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Ia tahu, ia tidak bisa jujur pada Gita, banyak orang di sini, bahkan mungkin ada beberapa paparazi yang akan menyebarkan berita yang tidak baik jika ia mengungkapkan yang sebenarnya.

Gadis itu menoleh ke segala arah, hingga matanya saling bertatapan dengan Rion. Chika lalu memberi isyarat dengan kedipan mata, meminta petunjuk dari orang yang telah ia anggap sebagai kakak. Rion memejamkan mata, dan menggeleng pelan, pertanda ia meminta Chika untuk menolak permintaan Gita.

"Terima ... terima ... terima!" Sayup-sayup terdengar seruan dari para pengunjung cafe yang meminta Chika untuk menerima Gita.

"Gimana, Chik?" tanya Gita memastikan.

Chika menggeleng, "Aku engg--"

Gita tiba-tiba memeluk Chika, membisikkan sesuatu.

"I--ya, aku terima."

Gita tersenyum senang, lalu memasangkan kalung yang ia keluarkan dari saku celananya tadi.

"Makasih," bisik Gita setelah selesai memasangkan kalung di leher Chika.

Tidak ada raut senang dari wajah Chika, hanya sebuah rasa kecewa. Ia kecewa, kalah oleh bisikan Gita.

"Yuk, Sayang. Kita pergi dari sini." Rion menarik tangan Yumi, kembali ke ruang belakang. Ia salah satu orang yang sangat kecewa dengan Chika.

~~~

"Kak, gue nginep di sini, ya," pinta Vio dengan nada lemah.

Perih di hatinya sangatlah dalam. Kepercayaannya pada Chika dikhianati begitu saja oleh sang kekasih.

"Mending lo pulang, Vi. Jaga kondisi, sebentar lagi lo bakalan sidang skripsi. Jangan sampai kelulusan lo batal karena lo tumbang."

"Gak apa-apa, Kak. Sehari ini aja." Vio menarik napas dalam, meredakan sesak di hatinya.

Rion berbincang sebentar dengan Yumi, menyuruh istrinya menuju tempat parkir terlebih dahulu. Yumi paham dengan maksud suaminya, ia mengangguk lalu meninggalkan Vio berdua dengan Rion.

Sepeninggal Yumi, Rion duduk di sebelah Vio.

"Lo kenapa biarin cowok itu nembak Chika?"

Vio meringis, "Gue bukan apa-apa dibanding dia, Kak. Dua tahun gue pacaran sama Chika. Gue belum ngasih apa-apa sama dia. Tapi cowok itu, baru nembak aja udah ngasih kalung, bagus pula."

"Gue kalah, Kak. Kalah dengan keadaan."

~~~

HAI HAI HAI

Sudah masuk era JKT One yang baru, nih. Gimana MV sama Setlist (lama) barunya?
Semoga para member diberi kekuatan sama kesehatan, ya. Menghadapi jadwal yang padat merayap seperti jalanan punclut saat sabtu malam minggu wkwkwkw

R.

Bdg, 28/03/2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top