7

☘☘☘

Kacau kacau kacau! Aarrghh, Eru sialan! Kenapa jadi gini sih, hidup tenangnya jadi berantakan, itu semua gara-gara pria sinting itu. Apa motif dia sebenarnya, mana getol banget pepetin ayah, ia yakin bentar lagi pasti ayahnya akan suruh Eru datang sama orang tuanya.

Aarrghh! Arumi belum siap andai Eru benar-benar mengiyakan keinginan Sadewo. Tidak! Ia harus hentikan sebelum makin tak terkendali, ia ambil handphone di nakas samping ranjang, mengirim pesan pada laki-laki edan itu.

Me: gue tunggu jam 4 di grand canyon cafe and resto

Cowok sial: kangen ya😘

Me: najong! awas jangan lupa

Cowok sial: Ok sayang😍

Me: 🔪

Cowok sial: 😱..😘😘

Arumi menaruh kembali handphone-nya di tempat semula, masih ada waktu satu jam sebelum bertemu dengan Eru, ia masuk kamar mandi untuk membersihkan badan, tak lama ia keluar lalu ganti baju.

Arumi turun ambil kunci motor dipapan gantungan kunci, ada Nisa dan Sadewo di depan televisi mereka menyaksikan siaran berita sore ditemani pisang goreng dan teh hangat, Arumi mendekati orangtuanya. "Ayah, bulek! Arum pergi dulu ya." pamitnya sambil cium tangan kanan orang tuanya

"Sama siapa?" tanya Sadewo

"Mmm...sama Eru, yah." cicit Arumi pelan

Sadewo mengangguk. "Ya sudah hati-hati, bilang sama Eru suruh sering-sering main kerumah."

Arumi mengiyakan saja, ia sedang malas membantah ayahnya, bisa makin runyam jadinya. Ia bergegas berangkat, ini sudah telat dari waktu janjian. Untung saja jalan lenggan tak membuat ia terjebak macet, ia langsung markir motornya begitu tiba ditempat janjian, segera masuk mencari Eru.

******

Eru rupanya cukup pintar, dia milih meja dipojokkan agak jauh dari meja lainnya, Arumi jalan ke meja itu.
"Sorry telat." ujar Arumi saat mendudukan pantatnya di kursi kayu

"It's Ok baby," sahut Eru. "Mau pesen apa?"

Arumi memutar bola matanya jengah, ia tidak tanggapi omongan Eru. Pelayan mendekat mencatat pesanan mereka, Arumi letakkan buku menu di meja.

"Mau lo apa deketin gue? Kalo lo cuma mau main-main lo salah orang, terus gue ingetin jangan pernah deketin keluarga gue." kata Arumi langsung tanpa basa-basi.

Eru cuma tersenyum lebar sebelum menjawab pertanyaan Arumi. "Siapa yang main-main? dari awal aku serius kok. Kalo kamu pikir bisa-bisanya aku cinta sama kamu hanya dalam hitungan bulan, kamu salah! jauh sebelum ini aku udah cinta kamu." jawab Eru dengan mimik wajah tegas dan tatapan mata tak bisa diartikan.

Eru menatap tajam tepat di manik mata Arumi. Mereka saling tatap, mengunci satu sama lain, tersesat pada pandangan masing-masing. Arumi baru sadar bola mata Eru hitam pekat, indah! Hening untuk berapa waktu sampai pelayan datang bawa pesanan mereka.

"Makasih, mbak." ucap mereka berbarengan.

"Gue nggak percaya! Gue minta lo jangan deketin gue lagi dan jangan kasih harapan nggak jelas sama orang tua gue."

"Sorry! Permintaan kamu nggak bisa aku terima. Tapi aku bakalan penuhi harapan ayah sama ibu." bantah Eru tidak mau kalah.

Dengar jawaban Eru bikin Arumi emosi."Lo gila! Gue nggak mau nikah sama lo, biar ayah paksa gue tetep nggak sudi!"

"Terserah! Kita lihat aja siapa yang menang." senyum licik tersungging di bibir Eru

"Ok! Gue yakin lo nggak bakal bisa menang dari gue."

"Kita lihat nanti, honey." Eru mengedipkan mata sebelah. Great! Wanita itu masuk perangkap yang ia pasang, bukannya semua sah dalam cinta dan perang, bahkan kalau perlu dengan cara bejatpun ia akan lakukan.

"Jangan panggil gue, honey! gue bukan honey lo!" desis Arumi geram. Aarrghh! Tiap kali berhadapan dengan laki-laki gila ini membuat Arumi naik darah. Ia tak pernah bisa menang melawannya.

"Mmm... Gimana ya?" dahi Eru mengkerut, wajahnya nampak berpikir entah apa yang ia pikirkan. "Tapi aku lebih suka manggil kamu honey!" kata Eru lagi dengan senyum jail

"Gue nggak suka!!"

"Kamu cantik kalo marah, bikin gemes deh, jadi pengen gigit itu pipi" goda Eru, Arumi makin geram memukul lengan Eru keras.

"Honey, sakit tau." Eru mengusap lengan kirinya yang dipukul Arumi

Arumi tidak menanggapi godaan Eru, ia teruskan makannya, sayang sudah pesan tapi tak dimakan. Baru kali ini ia ketemu pria macam Eru, pria dengan percaya diri selanggit, pria sinting dengan entengnya mengeklaim dirinya pacar dia.

****

Udara pagi menyentuh kulitnya saat ia buka pintu balkon, awan kelabu menyapa langit biru, harum tanah yang basah menguar menembus penciumannya, sebentar lagi pasti hujan turun. Ah! Ia rindu hujan, rindu tetesan bening menyirami bumi tempatnya berpijak.

Tok! Tok! Tok!

"Rum! Buruan turun itu sarapan udah siap, nanti telat lho." teriak Nisa dari luar

" Ya! Bentar lagi turun." jawabnya

Ia cepat-cepat menyambar tas yang biasa ia pake kerja, kali ini rambutnya ia ikat satu di tengah belakang kepala, tidak lupa bibirnya ia poles tipis lipstik merah maron. Sekali lagi ia perhatikan penampilan dirinya di cermin sebelum turun.

Mulutnya terbuka, mata mengerjap tak percaya, Eru bercengkrama dengan ayah dan ibunya. Ya Ibu! Arumi sudah putuskan ia akan memanggil perempuan itu dengan sebutan ibu, rasanya tidak pantas ia masih memanggil bulek padahal Nisa sudah jadi istri ayahnya hampir satu tahun ini. Ia pasang muka cemberut, duduk di samping Eru, pria itu hanya terkekeh melihatnya.

"Honey, pagi-pagi itu senyum jangan cemburet gitu." kata Eru mencubit pipi Arumi, Sadewo dan Nisa tergelak karena Arumi makin cemberut

"Lo ngapain pagi-pagi udah nangkring disini." tukas Arumi sinis mengusap bekas cubitan Eru di pipinya. Kurang ini cowok, mulai berani!

"Rum! Sama pacar kok gue-lo nggak sopan," sahut Sadewo. "Panggil mas ato Abang."

"Nggak apa-apa ayah, mungkin belum biasa ya kan, honey." timpal Eru dan senyum mengejek, jarinya mengelus-elus tangan Arumi diatas meja. Arumi berusaha menahan geramannya

"Harus dibiasakan mulai sekarang, bentar lagi kan kalian mau nikah."

Uhuk uhuk

"Ayah! apaan sih, Arum belum mau nikah, kita kan udah sepakat nggak ada pernikahan dulu." pekik Arumi lantang

"4 bulan! Ayah kasih waktu 4 bulan,
kamu harus siap, ayah nggak mau denger bantahan." ucap Sadewo tegas, biar saja Arumi marah.

"Ayah!"

"4 bulan, Rum!" kata Sadewo lagi

"Ayah! Arum nggak mau!" Arumi berdiri, menyentak kursinya sampai kursi kayu itu jatuh kebelakang

"Baik kalo kamu nggak mau, ayah akan panggil penghulu sekarang, kalian nikah hari ini juga!"

Eru, Nisa diam saja. Bukan tak mau menengahi hanya saja kali ini Sadewo benar. Mata Arumi berkaca-kaca, kenapa ayahnya jadi pemaksa seperti ini, apa ayahnya tak tahu kalau dirinya takut disakiti, dikecewakan.

"Arumi berangkat." pamitnya mencium tangan Nisa tapi tidak tangan Sadewo.

"Tunggu!" Arumi berhenti tapi tak berbalik lihat Sadewo. "Ru, kalian berangkat pake mobil Arum. Sepeda motor kamu tinggal disini aja." perintah Sadewo.

Eru mengangguk, berdiri dari kursinya "Eru berangkat ayah, ibu." pamit Eru.

Laki-laki itu jalan kearah papan gantungan kunci, ambil kunci mobil Arumi. Ia jalan mendahului Arumi ke teras dan mobil Arumi sudah di teras.
Arumi mengernyit gimana bisa Eru tau kunci mobilnya dan siapa yang ngeluarin

"Aku yang keluarin, haney." terang Eru seolah bisa membaca pikiran Arumi

Arumi jalan ke kursi penumpang samping kemudi, menutup keras pintu mobilnya. Eru menghela nafas berat, sepertinya sulit meluluhkan hati gadis itu. Eru masuk kemudian menghidupkan mobil, melajukan mobil dengan kecepatan sedang, pandangan matanya fokus ke depan .

"Udah dong nangisnya." bujuk Eru

"Ini gara-gara kamu!" sembur Arumi, tanpa sadar Arumi mengubah lo jadi kamu, Eru tersenyum kecil.

" Kok aku, honey?"

"Kalo kamu nggak ngaku-ngaku pacarku, ayah nggak bakalan bahas nikah." teriak Arumi

" Tapi aku serius sama kamu, aku nggak main-main," bantah Eru. " Mungkin aku bukan orang kaya, dimana dompet isinya kartu kredit tanpa limit, mobil mewah, rumah besar tapi aku serius sama kamu, aku mau nikahin kamu." tukas Eru tegas.

Arumi tidak menanggapi omongan Eru, ia tidak percaya. Gimanapun Arumi harus menggagalkan rencana ayahnya untuk menikahkan ia dengan Eru, tak semudah itu Arumi menyerah.

tbc

Makasih banget buat EndangShella Airha16 selalu support cerita ini. moga nggak bosen ya 😊😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top