3
🌷🌷🌷
Sudah seminggu ini Eru kerja di kantor cabang, dia cukup nyaman dengan suasana ditempat baru tersebut. Orang-orang yang ramah, tidak ada namanya senior junior, berbaur bersama.
Atas rekomendasi temannya, Eru tidak perlu susah payah cari tempat tinggal. Jarak tempat kost-nya dengan kantornya hanya butuh waktu 30menit, letaknya juga strategis dekat minimarket, tempat-tempat makan, pasar. Memang harga sewanya sedikit lebih mahal dibanding tempat kost lain tapi okelah dengan keadaannya, lingkungan bersih, fasilitas dalam kamar lengkap dan yang penting kamar mandi di dalam.
Eru merebahkan badannya di kasur empuk, matanya lurus merhatikan langit-langit kamar kostnya yang berukuran sedang itu. Pikirannya melayang pada kenangan beberapa tahun silam, saat dia masih baru meniti karir sebagai trainee, kekasihnya pergi meninggalkan dia dan lebih memilih pria yang baru dikenalnya hanya karena pria tersebut memiliki harta dan pekerjaan mapan.
Sejak itu Eru bersumpah tidak ingin mengenal cinta, baginya cinta itu omong kosong hanya bisa menyakiti, tapi sejak pertemuannya dengan Arumi satu setengah tahun lalu hatinya berdesir, ada keinginan untuk memiliki, melindunginya, memberi rasa aman dan merengkuh wanita itu ke pelukannya. Arumi boleh saja lupa dengan dia tapi tidak dengan Eru. Bagaimana bisa dia lupa pada perempuan itu jika bayangannya terus menari nari dalam pikirannya, mendominasi mimpi-mimpinya. Dan itu sungguh sangat menyiksa.
*****
Arumi terlambat, sial! Gara-gara nonton film kesayangannya drama korea sampai jam 1. Dengan tergesa-gesa Arumi turun, menghampiri ayah dan bulek Nisa yang sudah duduk anteng di meja makan.
"Pagi, Yah, pagi bulek." Arumi mencium sekilas ayah dan bulek Nisa.
"Pagi, duduk dulu Rum." kata Nisa melihat Arumi tetap berdiri lalu ngambil susu dan roti.
"Arum udah telat bulek," Arum menyambar tas dan kunci motor bergegas keluar rumah dengan roti masih nempel cantik di mulutnya, "Arum berangkat, assalamualaikum." pamitnya, tanpa ba-bi-bu Arumi tancap gas melesat meninggalkan rumahnya.
"Hati-hati, Rum! Jangan ngebut!" teriak Nisa, ntah di dengar atau tidak menilik kecepatan laju motor Arum.
Nisa menutup pagar depan lalu masuk menemani suaminya sarapan.
"Wes budal to (udah berangkat)?" tanya Sadewo begitu Nisa masuk dan duduk di sebelanya.
"Uwes mas, mariki langsung nok kedai (sudah mas, abis ini langsung ke kedai)?"
"Awanan titik (siangan dikit)," jawab Sadewo. "Nis! Kamu ndak pengen punya anak?" kali ini Sadewo menatap wajah istrinya serius.
Nisa bukannya tidak ingin tapi usianya sudah tidak pantas kalau harus memiliki bayi. Dari pernikahan sebelumnya Nisa tidak punya anak, bukan Nisa yang memiliki masalah tapi suaminya dan Nisa hanya pasrah, bukankah tujuan menikah tidak hanya memiliki keturunan tapi menerima segala kurang lebihnya pasangan.
"Nggak mas, cukup kayak gini aja. Lagian aku nggak mau nanti anak-anak cemburu sama adiknya."
Ya Nisa lebih memilih merawat dan menyayangi anak-anak suaminya daripada harus memiliki anaknya sendiri. Cukup mereka menerima dengan tangan terbuka saja Nisa sudah bersyukur.
*****
Setelah memarkir motornya, Arumi langsung lari naik ke lantai 2. Semoga Pak Arlan belom datang, bisa kena semprot dia. Sapaan pegawai lain hanya di jawab anggukan kepala singkat. Dengan tergesa-gesa Arumi menaiki anak tangga dua sekaligus untung sepatu dia berbahan karet kalo tidak bisa-bisa kepleset.
Sampai di lantai 2 Arumi duduk dimejanya, teman-temannya memperhatikan penampilan Arumi yang sedikit berantakan, Arumi menetralkan nafasnya yang terengah-engah.
"Tumben buk telat?" celetuk Meilan.
"Hehehe....liat drama korea," jawab Arumi "Pak Arlan?" tanyanya.
"Belum dateng selamat lo kali ini." jawab Riska yang sedang menulis sesuatu entah apa itu.
Selang berapa menit Pak Arlan dan Eru datang bersamaan, pantes berani telat wong sama pak bos. "Pagi semua!" sapa Pak Arlan kemudian masuk ke ruangannya.
"Siang kali, Pak." sahut Meila, "Hai ganteng!" sapa Meilan dengan senyum termanis yang dia punya sampai-sampai orang yang lihat muntah saat Eru duduk di kursinya, Eru membalas sapaan Meilan dengan senyum.
Selesai dengan kerjaannya, Eru melirik Arumi yang serius menekuri komputer di depa. Rambut hitam panjang sepunggung dibiarkan terurai hanya bagian poni ia jepit, bulu mata lentik tebal menambah kecantikan mata Arumi, bibir mungil menggoda. Tuhan sangat bermurah hati menciptakan makhluk secantik dia.
Perhatiannya beralih ke jari Arumi, jari manis itu masih kosong dan selama seminggu dia bekerja disini belum pernah melihat Arumi di antar jemput laki-laki membuat harapannya tumbuh untuk mengejar Arumi. Andai Arumi sudah punya pacar sekalipun Eru tidak perduli, prinsipnya selama janur kuning belum melengkung masih ada kesempatan.
"Gila!! Nih orang makan apa sih umur baru 29 udah jadi pengusaha sukses, gue mau lah jadi istri dia kalo belom nikah nih orang." suara pekikan Meilan memecah keheningan.
"Apaan sih?" tanya Vera penasaran menghampiri Meilan.
"Ini lho masih muda tapi dah masuk jajaran 25 orang terkaya di Indonesia." jawab Meilan masih tetap menatap layar komputernya, Vera yang sudah disamping Meilan ikut membaca berita itu.
"Tapi kenapa cuma nih orang yang nggak ada fotonya. Kira-kira wajahnya gimana ya, penasaran gue." kata Meilan lagi.
"Emang disitu gak ada fotonya?" Riska ikut menyahuti.
"Kalo ada gue gak penasaran Riskaaa.....gimana sih....Lo perlu aqua deh kayaknya" ucap Meilan dengan gemas.
"Gila bisnisnya dimana-mana, ck ck."
"Duh makin kaya tuh Mei," sahut Vera.
"Sengaja kali biar pada kepo, biar jadi sensasi," tukas Arumi.
"Lho bukannya emang gitu ya, kalian para wanita lebih tertarik sama yang misterius gitu." timpal Eru.
"Dih, gue nggak ya. Males banget kepoin orang nggak jelas, nggak guna juga. Lagian laki-laki kayak gitu biasanya banyak tingkah!" bantah Arumi. Entahlah dia seperti antipati terhadap laki-laki.
"Kok kesannya lo antipati banget sama laki-laki, lo punya pengalaman buruk?" tanya Eru, ia memutar kursinya menghadap Arumi.
"Nggak juga, tapi emang bener kan laki-laki macam mereka banyak tingkah dan seenaknya sendiri sama perempuan." jawab Arumi.
"Lo nggak bisa dong nyamaratakan gitu, kan nggak semua cowok sama." bantah Eru, entah apa yang mendorongnya untuk meladeni Arumi.
"Kenapa lo nggak terima?" sebelah alis Arumi terangkat keatas, " Oh ya gue lupa. Jelas lo gak terima secara mereka satu spesies sama lo." ujar Arumi ketus.
"Jelas! Karena teori lo ngawur," debatnya, "kalau gue balik seumpama gue judge semua cewek matre lo mau?"
Arumi diam, dia kalah omong. Gimanapun dia juga tidak mau dicap sebagai perempuan mata duitan.
"See! Lo nggak bisa jawaban, jadi cabut omongan lo."
"Dih, siapa lo! Terserah lo mau ngomong apa buat gue cowok itu sama, sama-sama brengsek!" Arumi menekan dengan jelas maksudnya, "suka mainin perasaan perempuan. Sakarang bilang cinta besok beda lagi, liat cewek bening dikit lewat udah blingsatan, nggak bisa liat perempuan buka paha dikit." Ujar Arumi menatap tajam Eru.
"Tergantung imannya dong, kalo tuh laki imannya jongkok jelas dia kegoda," bantah Eru.
"Iman? Lo nggak lagi mabok kan ngomongin iman. Mana ada cowok dibukain paha nolak, kucing aja di kasih ikan asin langsung sikat apalagi cowok, bulshit banget," desis Arumi, ia seolah-olah menantang Eru "Emang lo nggak ngiler liat cewek buka selangkangan di depan lo? Lo nggak nafsu liatnya? Nggak sesek gitu celana lo? Otak lo masih bisa waras?!" cibir Arumi. Eru tidak membalas ucapan Arumi karena Eru tau kalo sampai dia mendebat terus bakalan panjang, lebih baik Eru mengalah biarkan Arumi dengan kesimpulannya.
"See! Lo gak bisa jawabkan. Emang dasar laki-laki itu semua brengsek nggak ada yang bisa di percaya." lanjut Arumi mencibir Eru.
"Eh..kenapa kalian jadi berdebat, bawa- bawa selangkangan lagi." sela Meilan, kenapa Arumi sama Eru jadi terlibat perdebatan padahal mereka tadi sedang membicarakan pengusaha muda yang sukses.
"Mpok tumben lo marah-marah gitu, lo lagi pms? Perasaan baru kemarin bareng gue." timpal Vera yang sudah kembali ke mejanya.
"Vera mulut lo!" pekik Arumi dengan wajah merah padam karena malu sama Eru.
"Hehe... Sorry mpok." Vera menunjukkan tanda V dengan jarinya.
"Lo bisa judes juga ya, muka aja kalem tapi mulut lo tajem, ngomong aja pedes cem boncabe level 30." kata Eru cuek.
"Kenapa lo masih nggak terima? Lagian ini mulut juga mulut gue kenapa lo yang repot."
"Daripada buat ngomel gitu mending buat cium gue, Mpok, lebih berfaedah. Lebih asyik dapat pahala lagi." kata Eru lagi.
Arumi melempar kotak tisu yang didepannya, Untung tidak mengenai kepala laki-laki itu, " Gendeng!"
****"
tbc
Hai semoga suka ya😁😁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top