2
Happy reading sista😘😘
Flasback
Terlihat kesibukan dirumah besar nan mewah dikawasan kompleks perumahan elite, nampak tenda sudah terpasang dihalaman rumah, kursi dan meja dihias dengan cantik. Didepan kediaman keluarga Hardinata banyak mobil-mobil berjejer rapi, tidak sedikit juga orang hilir mudik bersiap untuk acara nanti malam. Keluarga Hardinata bersiap menyambut upacara pernikahan salah satu cucunya secara besar dan meriah.
Dengan antusias kerabat menyiapkan perhelatan istimewa dikeluarga tersebut. Pelaminan dihias dengan indah, rumah besar itu terlihat apik berhias bunga-bunga dan janur kuning.
Besok laki-laki yang dia cinta akan mengikrarkan janji suci dihadapan keluarga dan sang pencipta. Bahagia? Harus! Bukankah ini yang dia mau.
"Nduk! Sudah malam istirahat dulu." suara berat dibelakangnya membuatnya berbalik badan dan menampilkan senyum cantiknya.
"Sebentar, Yah! Tinggal sedikit abis itu istirahat. Ayah nginap disin?" tanyanya dengan menghampiri ayahnya dan mengajak duduk di kursi yang terletak disudut ruangan.
"Ya mesti lah," jawab ayahnya, "ya wes ndang ngaso kono, sesuk luwih kesel (ya sudah cepat istirahat besok lebih capek)." Dia langsung berdiri, memeluk ayahnya berharap mendapat kekuatan untuk menjalani hari barunya.
Matanya berkaca-kaca sampai akhirnya butiran bening keluar dari mata indahnya, ayahnya mengusap lembut punggungnya. Dia mengerti apa yang dirasakan gadis kecilnya, tangisnya semakin kuat, berharap dapat mengurangi sesak di dadanya. Dia tahu ini sudah menjadi keputusannya dan harus siap, bagaimanapun dia tidak dapat kembali.
****
"Ayo bersiap! Rombongan pengantin pria sudah datang." titah kakek Wijaya sesepuh keluarga Hardinata
Segera semua sanak saudara dan kerabat bersiap di tempatnya masing-masing. Setelah rombongan tiba acara prosesi ijab qobul pun segera dimulai.
"Saudara Ibrahim bin Abdul Wahhab, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak saya yang bernama Mayara Indah Pratiwi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang senilai lima belas juta rupiah dibayar tunai."
"Saya terima nikah dan kawinnya Mayara Indah Pratiwi binti Herman Putra Hardinata dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." ucap Ibra dengan lantang dan satu tarikan nafas.
"Sah?"
"Sah."
"Sah." jawab para saksi bersamaan
"Alhamdulillah."
Nampak kelegaan di wajah pengantin pria yang baru saja selesai melafazkan ijab qobul dengan benar, begitupula para saksi. Pak penghulu memberi instruksi agar mempelai perempuan turun untuk melanjutkan tahap berikutnya.
Mempelai perempuan turun berjalan dengan anggun, paras yang cantik dan kebaya yang melekat sempurna di badannya, melengkapi kesempurnaan prosesi akad nikah. Setelah tahap doa untuk kedua pengantin, penandatangan buku nikah dilanjutkan dengan proses sungkeman kedua mempelai kepada orangtua dan sesepuh keluarga.
Keduanya diiring duduk di pelaminan, ucapan selamat dan doa yang terbaik tidak berhenti mengalir begitu untuk mempelai, acara terus berlanjut foto-foto dan makan, sendau gurau memenuhi halaman, ruang depan dan tengah.
"Kamu bahagia, nduk?" tanyaNisa, menggenggam erat gadis kesayangannya.
"Bahagia bulek." jawabnya dengan senyum. Nisa memeluknya dengan erat bahkan menitikkan air mata, usapan lembut di punggungnya membuat Nisa mengurai pelukannya. Gadis itu menoleh kesamping memeluk orang yang selalu menyayanginya.
"Harus bahagiakan, Ayah?" tanyanya disela tangisnya."Harus kuatkan, Ayah?" Sadewo mengangguk tanpa bisa berucap, begitu juga Nisa.
Mereka menangis bersama, untung mereka berada dihalaman depan sedang seluruh sanak keluarga didalam bersama sang mempelai.
"Kamu kuat sayang dan harus kuat, mungkin ini yang terbaik. Ikhlaskan semua sudah jalannya." Sadewo berusaha menguatkan putrinya.
"Bener yang dibilang ayahmu, awalnya mungkin susah tapi dengan berjalannya waktu insyaallah bulek yakin kamu bisa, sayang."
Arumi mengangguk, bersyukur masih ada Ayah dan bulek Nisa yang menemaninya saat dia terpuruk seperti saat ini. Andai saja Kedua sodaranya hadir mungkin ia akan lebih tegar berdiri dengan wajah terangkat, namun sayang kedua saudara berhalangan.
"Wes ojok nangis neh mengko ayune ilang (sudah jangan nangis lagi nanti cantiknya hilang)." Arumi menyeka air matanya sambil tersenyum.
"Sekarang masuk dan beri selamat sama mereka, setelah itu kalo mau pulang gak pa-pa nanti biar bulek yang bilang ke mbahkung mu."
"Iya bulek! Ayah nanti pulang bareng apa gimana?"
"Biar ayahmu diantar Abi, sudah gak usah khawatirin ayahmu." jawab Bu Nisa
Sesudah memastikan make up diwajah dan kebaya yang dipakainya sempurna , Arumi berjalan masuk kedalam dengan senyum yang terus berkembang di bibirnya.
"Selamat ya, mas! Udah jadi suami, aku harap jangan bikin istrimu sedih. Semoga berbahagia." pesan Arumi dengan tenang, melepas jabatan tangannya dan senyum yang tidak lepas dari wajahnya.
"Selamat ya dek! Udah jadi istri kamu, dijaga nama baik suamimu dan jaga baik-baik ini ponakan aku." Arumi turun dari pelaminan setelah mengucapkan selamat pada pengantin baru itu lalu segera pergi dari hadapan mereka berdua.
Pertahanannya kembali jebol, air matanya turun di kedua sudut matanya. Dadanya nyeri dan sesak merasakan sakit yang tak dapat dia sembuhkan dengan obat-obatan.
Sapaan dan panggilan kerabatnya tidak dia hiraukan, dia terus berlari keluar menuju mobilnya, sampai di dalam mobilnya, dia langsung menjalankan mobilnya keluar dari rumah kakeknya, air mata terus mengalir membuat penglihatan Arumi buram jadi dia berhenti di taman yang tidak jauh dari kompleks perumahan kakeknya.
*****
"Ya Tuhan! Apa yang sudah aku perbuat sampai Engkau memberikan hukuman ini, mampukah aku bertahan? Mampukah aku mengikhlaskan dia, kuatkah aku?" tangis Arumi menjadi, mengeluarkan semua rasa sakit di hatinya, sakit yang mungkin akan bertahan lama di jiwanya dan apakah dia mampu menyembuhkannya.
Dunianya seketika hancur ketika buleknya Mirna datang ke rumahnya meminta dia putus dengan Ibra. Awalnya dia bingung tapi setelah mendengar cerita dari sepupunya baru dia paham. Maya hamil dan ayah dari anak itu adalah Ibra. laki-laki yang mengisi hari-harinya selama dua tahun.
"Tuhan nggak akan ngasih ujian melebihi kemampuan umatnya. Dan Tuhan sudah menyiapkan kebahagiaan dibalik kesedihan. Mungkin sakit awalnya tapi Tuhan juga sediakan penawarnya.
Arumi menoleh ke pemilik suara tadi. Sejak kapan disebelahnya ada laki-laki ini.
Laki-laki itu tersenyum memamerkan barisan gigi putihnya, "Saya bisa pinjamkan bahu saya untuk mbaknya nangis gratis kok nggak bayar." kata laki-laki itu. "Tenang saya bukan orang jahat kok, mbaknya nggak usah takut. Kenalkan saya Eru kependekan dari Mahameru." seakan tahu apa yang dipikirkan Arumi, kemudian Eru mengulurkan tangan, mau tidak mau Arumi menyambut uluran tangan Eru. Arum mengerutkan keningnya mendengar nama pria disebelahnya nama yang jarang dipakai.
"Mbaknya jadi jelek kalo nangis, mbak tuh cocok kalo tersenyum, cantiknya berlipat-lipat." kata pria itu
"aku bilangin ya mbak, kesalahan bukan pada mbak kalo tidak berjodoh dengan pacar mbak, dan bukan salah jodohnya juga, ini semua udah garisnya, udah jalannya, takdir mbak, sapa tau Tuhan sudah menyiapkan laki-laki terbaik untuk mbak." cerocos Eru. "Saya misalnya kali aja kita berjodoh mbak." alis Eru naik turun diikuti matanya dan cengiran, Arum hanya diam mendengar ocehan pria itu.
"Mbak ngomong dong, jangan bikin saya takut mbak, mbak manusia kan bukan hantu kan, ntar saya dikira orang gila lagi ngomong sendiri."
"Bisa diem gak sih! Dateng-dateng nyerocos nggak karuan, kenal juga nggak!" bentak Arumi.
"Eh busyet! Mbak cantik judes juga ternyata. Tapi nggak pa-pa sih mending gitu jadi saya tau mbak manusia, hehe ..."
"Dasar gila!" Arumi beranjak dari duduknya setelah memaki laki laki itu meninggalkan taman.
Tanpa disadari Arumi, gelang emas pemberian ayahnya jatuh tepat di dekat sepatu milik Eru. Eru langsung mengambilnya dan segera mengejar Arumi tapi sayang mobil Arumi sudah pergi meninggalkan taman.
"Arumi...." Eru bergumam sendiri.
tbc
Semoga suka cerita ini😁
Mlg,140717
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top