17c
Happy reading sista😘😘
****
Arumi turun dengan mata sembab dan sayu, lingkaran hitam menghiasi bawah mata cantiknya. Hari ini ia tidak memakai make up, malas dan sedang tidak mood. Wajah yang biasanya tampak segar pagi ini terlihat pucat. Ia layaknya orang sakit.
Arumi menyapa juga mencium ibu dan ayahnya, kemudian duduk di sebelah Eru. Ia hanya melirik sekilas melalui ekor matanya. Arumi mnyendok nasi goreng dan ambil lauk tanpa banyak kata. Ia makan tanpa suara, tidak ikut berbicara saat ayah dan Eru ngobrol.
Nisa memperhatikan penampilan putrinya, ia tidak suka melihat wanita yang ada dihadapannya. Ini bukan Arumi nya, Nisa menyenggol tangan suaminya, Sadewo menatapnya lalu Nisa memberi kode untuk memperhatikan putrinya.
Eru tahu maksud Nisa, ia ikut mengalihkan perhatian pada Arumi. Wanita disampingnya ini pucat. Kalau begini dirinya jadi takut dengan apa yang ia perbuat. Sadewo mengikuti arah pandang Nisa juga Eru.
"Rum, kamu sakit nak?"
"Nggak kok, Yah," jawabnya. Ia meraih tas yang tadi ia sampirkan di punggung kursi, "Arum udah selesai, berangkat dulu."
Arumi sudah tidak nafsu makan padahal baru dua sendok yang masuk mulutnya. Arumi mencium tangan ayah dan ibunya, kemudian ia pergi mengabaikan tatapan heran dan bingung mereka bertiga.
Arumi tau ini masih terlalu pagi untuk berangkat ke tempat kerja, jadi ia putuskan ke taman dekat rumahnya. Ia juga terlalu malas kerja, yang ada suasana hatinya tambah hancur melihat kedekatan Eru dan Vera.Ia parkir motornya agak kedalam agar tidak dilihat ayah atau Eru. Ia butuh waktu berpikir menjernihkan otaknya.
****
Arumi duduk di kursi taman yang agak tersembunyi, sebetulnya tidak tersembunyi hanya saja terhalang oleh tanaman pagar jadi tidak kelihatan dari luar. Ia perhatikan sekeliling, pohon-pohon besar dan rindang menghalau terik sinar matahari. Bunga-bunga aneka warna tertata rapi, ada beberapa mainan untuk anak-anak. Kursi-kursi taman dicat dengan warna terang, rumput hijau juga menghiasi taman. Suasana masih tenang, udaranya juga masih bagus untuk kesehatan sebelum tercemari polusi dari gas-gas yang dibuang kendaraan.
Hah! Kenapa jadi rumit begini, kisah cinta yang berakhir buruk, kemudian Eru datang tanpa disangka. Mulai dari pendekatan kemudian pernyataan cinta yang mendadak membuatnya tidak siap. Ia bukannya tidak suka melihat Eru berjuang untuk meraih dirinya hanya saja perasaan takut akan kegagalan lebih mendominasi.
Mungkin hari itu ia masih tegak berdiri melihat Ibra bersanding dengan Maya dan menjalani hari-harinya dengan kuat. Tapi apakah ia bisa jika kejadian itu terulang lagi? Tidak! Ia tidak bisa, mungkin ia akan menyerah pada bujukan setan.
Tidak ia pungkiri pria itu mulai menelusup masuk ke celah-celah hati dan pikirannya. Ia mulai terbiasa dengan tingkah laku laki-laki itu, mulai nyaman atas perhatiannya. Mulai terbiasa dengan suaranya, tertawany, tapi saat dia mulai membuka hati pria itu memilih menyerah dan berbalik arah pada sahabatnya.
Andai saja Eru bisa lebih bersabar sedikit ia akan menerima laki-laki itu sebagai tunangannya. Bukankah itu yang dia minta. Arumi sadar satu tahun bukan waktu sebentar untuk mengejarnya, tapi jika dia benar-benar mencintai Arumi ia akan tetap bersabar dan bertahan. Sekarang Arumi tidak perlu menyesali semuanya. Yang perlu ia lakukan saat ini terus menjalani rutinitas seperti biasanya. Membabat habis perasaan yang mulai tumbuh sampai ke akarnya.
"Aw.." Arumi mengusap kepalanya yang ketimpa ranting pohon.
Patahan ranting yang menimpa kepalanya, menyadarkan dirinya dari lamunan. Ia melihat jam di tangan kirinya. Ah! Rupanya ia terlalu lama melamun sampai lupa waktu. Sekalian saja absen sekali-kali bolehlah, kalaupun masuk percuma bila pikirannya tidak bisa diajak kompromi. Ia segera mengambil handphonenya dan menelpon Riska.
*****
Kantor, pukul 10.30
"Kalian jadian?" tanya Meilan, saat ini Riska dan Meilan mengintrogasi Vera, Eru sendiri entah dimana
"Nggak kok Mei. Sumpah kita cuma temen aja. Beneran deh!" bantah Vera. Mana mungkin dia jadian sama Eru kalau hatinya pilih ke Arlan.
"Terus?" kali ini Riska yang bertanya
"Ya cuma temen aja nggak lebih." Vera sebenarnya tidak mau menutupi apa apa dari sahabatnya tapi Eru melarangnya.
"Deketnya kalian beda tau. Kalian udah kayak orang pacaran," omel Meilan, " Ver, lo nggak kasian lihat Arum jadi gini lagi. Lo nggak liat dia jadi murung gini kayak ditinggal Ibra." lanjut Meilan lagi
"Gue...gue..."
"Cerita deh Ver, kalian sebenarnya ada apa? Jadi kalau ada apa-apa kita bisa belain lo." sela Riska
"Ok! Gue cuma bantu Eru bikin Arumi cemburu, itupun Eru lakuin juga saran dari ayah Arumi," terang Vera. Perasaan lega menghampiri dirinya, ia tidak mau disebut orang ketiga dalam hubungan Arumi dan Eru meskipun mereka tidak memiliki hubungan, "gue sebenernya nggak mau, tapi gue pikir-pikir lagi perlu juga nyadarin Arumi tentang perasaan dia."
Meilan dan Riska paham, memang kadang Arumi terlalu keras kepala dan gengsi untuk mengakui keinginannya. Tapi melihat sahabatnya jadi seperti dulu mereka juga tidak suka.
"Tapi masih bisa dengan cara lain, nggak kayak gini. Gue kasihan tau liatnya, dia tuh kayak mati nggak mau hidup juga nggak mau." sahut Riska. Diantara mereka berempat Riska paling dewasa pemikirannya.
"Wow... cecan-cecan ngumpul. Nggak kerja?" Sapa Eru kemudian disusul Arlan masuk.
Ini orang masuk kerja seenak jidat tapi herannya pak Arlan tidak keberatan, "Nggak! Lagian ya lo itu karyawan kurang ajar banget masuk kerja seenaknya. Lo kira ini perusahaan milik lo! mentang-mentang temen bos." sahut Meilan yang sudah kembali ke tempat duduknya.
"Hahaha... suka-suka gue lah. Nggak bakalan berani pecat gue itu bos," ujarnya. Dahinya berkerut kenapa Arumi tidak ditempatnya, ini bukan kebiasaan Arumi, "lho Arum kemana?"
Alis Riska naik, "masih inget ada Arum? Bukan Vera lagi?" sindir Riska sedang Eru hanya cengengesan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Lho..gue baru mau tanya lo. Tumben Arum telat, nggak biasanya gue kira bareng lo." kata Vera menyahuti Eru.
Eru sontak menoleh Vera, "nggak! Dia berangkat duluan tadi, bahkan dia belum sempat makan."
"Tapi dia belum dateng lho!" Ucap Meilan lagi.
"Beneran lo nggak tau dia kemana?" tanya Riska lagi. Eru menggeleng, "kalian sih ngerjain dia kebangetan,"
"Terus kemana dia?" Eru bermonolog sendiri. Pikiran seketika kacau, apa terjadi sesuatu sama Arumi.
"Makanya jangan keterlaluan kalo bikin cemburu, bingung sendiri kan jadinya." cibir Meilan.
Eru tidak merespon omongan Meilan, benaknya berpikir kemana Arumi? Apa terjadi sesuatu? Apa motornya mogok? tapi itu tidak mungkin karena ia baru menservisnya. Lalu kemana perempuan itu, kalau sampai kenapa-kenapa Eru tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Jika begini ia butuh tempat tenang dan biasanya hanya ruangan Arlan yang tepat. Saat akan masuk ke ruangan Arlan, ia mendengar Riska bilang Arumi menelponnya. Dengan langkah panjang ia mendekat ke Riska.
"Ajak bicara terus, Ris. Sampai gue bilang cukup." perintah Eru cepat, Riska mengangguk.
Eru sedikit menjauh dari tiga perempuan itu, ia menelpon Seno "Seno! Lacak sinyal GPS milik Arumi sekarang, suruh Feri meluncur ke tkp dan buntuti Arum."
"...."
"Dapat?"
"....."
"Bagus! Laporkan terus!"
Klik!
Eru mengangkat jempol ke Riska lalu kembali mendekat, "apa katanya?"
"Minta tolong ijinkan hari ini dia absen." jawab Riska
"Sampai terjadi apa-apa sama Arum gue nggak akan maafin kalian berdua! Lagian kenapa juga pake acara bikin cemburu, lo nggak ngerasa apa kalo dia jadi berubah gitu. Dia balik jadi Arum waktu ditinggal Ibra," Meilan jadi kesal melihat Eru, "gue tau maksud lo! Tapi Arum kan nggak tau. Mungkin dia kelihatan cuek aja tapi kalian kan nggak tau gimana perasaannya. Mikir dong! kalo sampai hasilnya diluar ekspektasi lo, lo sendiri yang nyesell!"
"Dan lo!" tunjuk Meilan pada Vera, "bego! Mau aja bantuin dia. Kalau mau bantu bisa cari cara lain bukan jadi orang ketiga gini, kesannya lo nikung dia."
"Udah Mei!" sahut Riska, "nggak ada gunanya juga. Mereka pasti juga udah mikirin konsekuensinya."
"Tapi cara mereka salah Ris, mereka malah bikin Arum takut keluar dari zona amannya," debat Meilan
"Mei cukup! Stop! nggak usah diperpanjang, yang penting kita tau Arum nggak kenapa-kenapa."
"Ck! Terserah deh! Moga aja rencana kalian berhasil!" jawab Meilan. Ia benar-benar kesal.
tbc
Mlg, 4-10-17
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top