15


Happy reading sist 😘😘

****

"Assalamualaikum, Arum pulang..." Arumi masuk langsung menghempaskan tubuhnya di sofa depan, barang belanjaan dan tasnya ia letakkan begitu saja di lantai. Sepatu juga ia lepas seenaknya, entah kenapa perasaannya tidak karuan.

"Waalaikum salam," jawab Nisa dari arah dapur. Nisa cepat-cepat selesaikan mencuci piring, segera ia buat teh kesukaan Arumi. Lama Nisa menunggu Arumi di dapur tapi anak gadisnya itu belum juga terlihat. Penasaran Nisa ke depan mencari Arumi.

Dahi Nisa mengkerut ada apa sama Arumi? tidak biasanya seperti itu tas dan belanjaan di lantai, sepatu tergelak tidak rapi, pandangan matanya menerawang bahkan ia tidak menyadari kalau ibunya datang dan duduk disebelahnya. Nisa mengusap pelan lengan Arumi tapi di respon. Gadis ini asyik dengan pikirannya.

"Ada apa?" tanya Nisa pelan. Arumi bungkam tidak merespon.

"Rum...ada apa?" tanya Nisa lagi dan lagi Arumi tidak menyahut. Kali ini Nisa pilih menepuk lengan anaknya sedikit keras Arumi kaget dapat tepukan di lengan kirinya.

"Ibu! Bikin kaget aja," sungut Arumi,

"Lah? ibu panggil dari tadi nggak jawab, nanya baik-baik juga nggak dijawab. Ada masalah?" tanya Nisa, Arumi menggeleng, "terus kenapa? Apa kamu keberatan sama keputusan ayah? Kalau iya nanti ibu yang bilang sama ayah."

Arumi menggeleng lagi, "nggak kok bukan itu, tapi..."

"Tapi apa? Kamu takut kalo Eru macam-macam?"

"Bukan..bukan itu bu. Tadi Arum ketemu Ibra, dia lagi proses cerai bu. Dia mau setelah putusan sidang keluar Arum balik lagi sama dia," ia diam sebentar, "masalahnya Arum udah nggak ada rasa lagi, Arum udah mulai lupa sama dia. Nggak sedikitpun rasa Arum untuknya, Arum juga sayang sama Ruby tapi itukan bukan alasan kuat Arum balik sama Ibra."

"Terus kamu jawab apa?"

Arum geleng-geleng kepala, "belum, Arum belum jawab apa-apa. Gimana mo jawab bu, Arum aja udah nggak ada cinta. Daripada php in Ibra mending Arum diem aja."

Nisa mengulum senyum, Arumi kalau sudah ambil keputusan sama kayak suaminya tidak bisa dirubah, "terus kamu cintanya sama siapa?" pancing Nisa. Biasanya kalau lagi galau begini anaknya ini sering keceplosan

Arumi tidak langsung menjawab ia memutar kepalanya menghadap Nisa, matanya menyipit mencari maksud dari perkataan Nisa, "ibu mau mancing-mancing Arum ya."

"Enggak kok! Emang kamu ikan minta dipancing?" bantah Nisa

"Arum tau lho apa maks--"

"Assalamualaikum!" ucapan salam dari Sadewo dan Eru menyela kata-kata Arumi.

"Waalaikum salam." jawab keduanya

"Lho..lho ada apa ini? Kenapa berantakan gini?" tanya Sadewo ikut duduk disebelah Nisa, Eru di sofa single sebelah Arumi.

"Nggak ada apa-apa kok, Yah. Arum cuma capek aja, males naik." jawab Arumi menyenderkan kepalanya di lengan Nisa hingga dia bisa melihat Eru dengan jelas.

"Kok bisa samaan?" Nisa menatap ganti suami dan Eru.

"Tadi ketemu di depan, Bu." Eru menyahuti Nisa, "oh ya, Rum, ini belanjaan kamu tempo hari." Eru meletakkan kantong belanja disamping belanjaan Arumi lainnya.

"Makasih!"

"Lho memang kamu dapat darimana?"

"Dititipin Vera, Yah. Tadi Eru anter Vera pulang dulu soalnya kaki dia cidera." Eru sengaja bercerita didepan Arumi, "mulai besok Eru antar jemput dia sampai kakinya sembuh."

Mendengar itu Arumi jadi kesal, ia meraih tas di lantai dengan kakinya lalu merogoh tas itu mengambil ponselnya. Mending ia berselancar di duniaaya ketimbang dengarkan Eru ngomong.

Kenapa dia yang harus antar jemput, pak Arlan kan ada. Bukannya Vera naksir berat sama laki-laki itu tapi kenapa terima tawaran Eru.

Masa bodoh! Itu bukan urusannya. Ia beranjak dari duduknya, membawa tasnya naik ke kamarnya. Entah apa saja yang mereka bicarakan, ia tidak mau dengar. Sadewo, Nisa dan Eru diam mengamati Arumi yang kelihatan jengkel.

"Mau kemana, Rum?" suara Nisa menginterupsi langkahnya.

Mulutnya meniup kasar udara ke atas, bola matanya memutar keatas kemudian berbalik, "mau mandi gerah." Setelah mengatakan itu ia berbalik dan melanjutkan langkahnya.

Mereka bertiga tersenyum dengan terum memperhatikan Arumi sampai benar-benar tidak kelihatan. Mereka saling pandang seketika tawa mereka pecah.

******

Satu bulan sudah terhitung dari Vera cidera Eru jadi tukang antar jemput perempuan itu setiap hari, kadang tidak hanya antar jemput tapi laki-laki itu juga membelikan minuman dan makanan kesukaan Vera, mengantar Vera kemana-mana bahkan menemaninya. Mereka dengan cepat akrab dan semakin dekat membuat Arumi jengah melihatnya.

Kadang Eru pagi-pagi sekali berangkat dari rumah dan pulang terlambat dengan alasan menemani Vera. Pria itu juga sudah satu bulan ini pindah ke rumah Arumi atas desakan Sadewo. Merasa tidak enak karena kebaikan orang tua Arumi akhirnya pria itu mengalah.

Meski tinggal satu atap mereka justru jarang bertemu, beda sekali dengan kemarin-kemarin sebelum Eru pindah ke rumahnya. Arumi merasa ada yang hilang darinya namun ia tidak tahu apa. Dunianya kembali tenang bahkan lebih tenang dari sebelumnya, orang tuanya juga sepertinya tidak ingin ikut campur dalam urusan asmaranya.

Orang orang sekitarnya bisa rasakan perubahan Arumi. Dia jadi pendiam, senyum jarang terukir di bibir tipisnya. Pandangan matanya kosong, lebih suka menghindar dan menyendiri. Vera merasa tidak enak, ia tidak mau Arumi salah sangka tapi Eru melarang dirinya menjelaskan.

Tidak jauh berbeda dengan Vera, Nisa tidak tahan dengan perubahan Arumi. Ia ingin anaknya itu ceria seperti belakangan ini, ia lebih suka melihat Arumi ngomel-ngomel, menggerutu, marah itu lebih baik daripada seperti ini. Mungkin ia harus bicara dengan suaminya

Arumi melamun di kamarnya, ia bingung dengan dirinya sendiri. Kenapa dia sebenarnya, ada apa dengannya. Ada rasa hampa dan kosong di hatinya. Mengapa setiap melihat Vera dan Eru hatinya tidak rela, ia tidak suka dengan perhatian Eru pada sahabatnya. Ia juga gelisah setiap pria itu pulang telat.

Apa ia sudah jatuh cinta dengan kecoa bau itu? Ah! Mana mungkin dirinya secepat ini cinta dengan sosok penuh canda itu. Tidak..tidak! Dia tidak jatuh cinta, ia hanya jengkel melihat mereka berdua yang berlebihan.

Ia sepertinya butuh liburan untuk tenangkan pikiran. Kepalanya akan benar-benar pecah kalau terus disini, lagipula siapa yang perduli dengannya. Ayah ibunya saja lebih sayang dengan Eru, posisinya sudah tergeser dan di gantikan oleh orang lain.

Perasaan sedih menelusup dalam hatinya, dengan mudahnya ayah dan ibunya membagi kasih sayang mereka untuk orang yang baru mereka kenal. Air matanya menetes tanpa disangka, awalnya hanya tetesan halus semakin lama berubah jadi deras. Berkali-kali ia hapus air matanya dengan punggung tangannya. Air mata sialan! Ada apa dengannya? Kenapa ia jadi melow begini.

Arumi meraih handphone di nakas samping tempat tidur, mencari nama kakaknya.

Me: kak! Aku mau kesana tapi jangan bilang siapa siapa, bahkan ayah atau ibu.

Kruwebek kruwebek

Kak Ranti: tumben? Kamu lagi ada masalah?

Me: nggak kok, lagi kangen aja ponakan aku yang lucu😘

Kak Ranti: beneran? Kok kakak nggak percaya 🤔

Me: Aish! Sebenarnya boleh nggak sih aku kesana😒

Kak Ranti: aelah gitu aja marah 😌 sensi buk?

Me: Nanti aku chat lagi kalau dapet tiketnya. AWAS KALO BILANG-BILANG😤

Kak Ranti: Ok sista 😙

Ia menghela napas lega, besok ia akan membuat surat pengajuan cuti. Arumi ingat ia masih punya jatah cuti full, rasanya pas sekali ia mengajukan cuti dalam dekat ini. Selain mendekati liburan natal dan tahun baru, di tempat kakaknya tinggal sedang musim panas, jadi ia bisa pergi wisata ke pantai.

Membayangkan liburan bersama ponakannya Kevin dan Kristi sedikit membuatnya lupa akan kesedihan yang ia rasakan.

tbc

Duh mau ke mana sih Mpok...kepo deh eyke hahahah....

Ayo...sapa yang mau ikut😁😁 tunjuk jari ye👆👆

Nggak ada yang marah sama mbak Ve kan 😬 pasti nggak ada...jadi mbak Ve aman ya😄

Udah ah apalah ini gak jelas banget😥😀

Mlg,3-10-17

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top