14
Lanjutan part kemarin ya 😬
Arlan masuk ke ruangannya. Eru ke mejanya setelah membantu Vera duduk di kursinya, ia melewati Arumi begitu saja. Bahkan melirik saja tidak. Arumi beranjak berdiri ke sisi meja Vera.
"Kaki lo kenapa?" tanyanya.
"Ada orang gila nyerempet motor gue," jawab Vera matanya melirik ke arah Eru, yang dilirik malah cengengesan.
"Wah, bahaya dong Ver, kok dibiarin aja sih bawa motor. Udah tau gila gitu," sahut Arumi lagi. Ia memegang kedua bahu Vera. Tubuh Vera diputar ke kanan dan kiri mencari-cari luka lain, "tapi yang lain nggak luka kan? Nggak ada yang lecetkan? Nopol motornya lo hapalkan? Lo harus minta ganti rugi itu sama keluarganya, takutnya lo kenapa-kenapa dan---"
"Mpok! Lo berisik deh," sela Meilan dari meja. Bukan dia tidak khawatir sama Vera tapi Meilan pikir biar Vera tenang dulu.
Arumi mengalihkan pandangan ke Meilan, bibirnya mengerucut, "kan gue khawatir Mei, kalo Vera kenapa-kenapa gimana. Vera kan sendiri di sini," jawab Arumi lirih, ia balik lagi ke meja wajahnya ditekuk dalam.
"Ya gue tau, tapi dia biar tenang dulu. Kasih minum kek, makan kek, jangan pertanyaan gitu," sahut Meilan.
Arumi tidak membalas omongan Meilan, ia memilih melanjutkan pekerjaannya tadi. Harusnya ia seneng tapi kenapa ada perasaan yang dia tidak tahu membuatnya sensitif. Mei mungkin benar tidak seharusnya dirinya memberondong Vera dengan pertanyaan.
Sudahlah! Mending ia cepat-cepat selesaikan pekerjaannya, biar tidak semakin menumpuk yang harus ia kerjakan. Ia melirik Eru dengan ekor matanya sekilas saja. Bagus kalau kecoa bau tidak membuat ulah, ia bisa tenang.
Sampai pulang kerja Eru tidak berulah seperti biasanya. Dirinya lebih memilih memberi perhatian sama Vera. Dasar teman bego, ada cewek cantik suka malah di anggurin sayangkan, jadi jangan salahkan dirinya kalau Arlan ia tikung. Lagipula Arumi tidak perduli juga jadi ia bebas.
"Ver, gue anter ya?" tawar Eru berdiri di samping meja saat jam pulang.
"Eh?.. nggak usah biar di anter Riska aja," tolak Vera. Cari mati kalau sampai Arlan tahu.
"Sama gue aja, Ver. Riska mo kencan itu," desak Eru.
"Tapi Ru..." Vera melirik Arumi sedang membereskan mejanya.
"Udah ayok!" Eru menarik tangan Vera merangkulkan ke bahunya, mau tidak mau Vera berdiri tangannya yang bebas mengambil tas kemudian disampirkan ke bahu sebelahnya.
Tangan Eru yang bebas merangkul pinggang Vera membantu berjalan pelan. Vera berjalan pelan tertatih-tatih tubuh mereka bersentuhan, sebelum turun Vera balik badan ke Arum
"Rum... ntar barang belanjaan lo yang ketinggalan kemarin biar di bawa Eru ya, gue lupa mau ngasih ke lo."
"Iya makasih, Ver, hati-hati." jawabnya senyum kecut.
Suasana canggung bisa dirasakan Meilan dan Riska, mereka berpandangan seolah berbicara lewat mata. Mereka bingung kenapa Eru tiba-tiba berbalik arah ke Vera dan seharian ini Eru juga tidak seperti biasanya. Laki-laki itu seolah menjauh dari Arumi, tidak ada ulah jail yang membuat Arumi marah-marah. Arumi juga hari ini lebih sensitif, tidak banyak bicara padahal tadi sebelum Vera dan Eru datang dia ceria.
"Kenapa?" Riska bertanya tanpa suara pada Meilan.
Meilan menggeleng, "nggak tau gue," jawab Meilan juga tanpa suara.
"Ehem! Mpok lo nggak pulang?" tanya Meilan nepuk bahu Arumi pelan.
"Hah?...gue.." Arumi tergagap menoleh pada Meilan," lo bilang apa Mei?"
"Ck! Lo nggak pulang?" ulang Meilan sambil berdecak.
"Pulang kok...pulang," jawabnya cepat, "ini gue lagi beres-beres bentar lagi."
"Mau kita tungguin?" sambung Riska dengan memakai jaketnya sebelum pulang.
"Nggak usah deh, duluan aja. Bentar lagi beres kok," Arumi kembali membereskan mejanya. Handphone, carger, alat make up ia masukkan ke dalam tas kemudian turun ke tempat parkir.
******
"Tantee...." suara familiar yang sangat ia kenal, Arumi menengok ke asal suara itu. Benarkan gadis kecil berpipi tembem, mulut mungil siapa lagi kalau bukan Ruby yang lari ke arahnya. Ia berjongkok agar Ruby bisa memeluknya. Ia merentangkan tangan ke depan menyambut Ruby ke dalam pelukannya.
"Aduh, ponakan tante makin ndut aja. Maem apa sih?" ia cubit pipi gembil putih milik Ruby.
"Maem nasi sama mimik susu, Tante," jawab Ruby. Gadis kecil ini tidak lagi cadel bila bicara.
"Maemnya banyak? Mimik susunya juga banyak?" tanya Arumi.
"Banyak tante, kata papa kalo Ruby pengen cepet besar kayak tante maem sama mimik susunya harus banyak."
"Ruby sama siapa, Sayang? Mau beli apa?"
"Sama mbak Gita, Ruby mau beli snack buat besok. Ruby kerumah nenek."
"Oh...sekarang ambil mana yang Ruby mau, jangan lupa mbak Gita juga dibelikan ya," perintah Arumi. Ruby menggenggam jemari Arumi mengajak keliling minimarket dekat perumahan.
Tadi sepulang kerja ia tidak langsung pulang tapi mampir ke minimarket beli beberapa keperluan bulanannya juga camilan untuk dirumah. Rencananya tadi pagi ia mau ke supermarket di mall daerah Kawi tapi ia urungkan, ia malas ingin segera tidur.
Selesai berkeliling mereka ke kasir, Gita mengekor di belakang mereka mereka. Memang saat masuk Ruby lari ke deretan rak yang ada namun Gita mencegahnya. Kata Ruby, ia melihat tante Arumi nya dari itu Gita berani biarkan Ruby lari ke Arumi. Selesai membayar belanjaannya mereka duduk-duduk sebentar di kursi yang disediakan pihak minimarket. Ruby duduk dipangku Arumi. Arumi mengajak bicara Ruby sesekali juga bicara sama Gita.
Cukup lama sampai akhirnya Ibra turun menyusul Ruby dan Gita. Jelas saja lama orang yang ditunggunya asyik ngobrol. Ia mendatangi tiga perempuan tersebut, Gita berdiri begitu majikannya mendekat.
"Gita tolong bawa Ruby ke mobil," perintah Ibra lalu ia duduk di kursi yang tadi di duduki Gita. Gita mengangguk kemudian mengambil Ruby dari pangkuan Arumi.
"Ruby sama Mbak dulu ya," kata Ibra lembut, "Papa sama Tante mau ngomong dulu, Ok!"
"Iya Pah."
"Cium dulu dong Tante, kalo nggak Tante nangis," Arumi pura-pura nangis, menggosok pelan kedua matanya dengan jari telunjuk.
Ruby tertawa geli gadis itu tahu kalau tantenya hanya pura-pura. Ruby mencium pipi kanan dan kiri Arumi tak lupa ia mencium tangan Arumi. Ruby lambaikan tangan waktu digendong Gita dan mulai menjauh dari Arumi.
"Apa kabar, Mas?" tanya Arum basa basi.
"Baik, Rum. Dan nggak pernah sebaik ini," jawab Ibra.
"Emang kenapa?" lanjutnya lagi.
"Aku sedang proses cerai, besok sidang mediasi," terang Ibra. Sebenarnya ia tidak mau egois, ia sebisa mungkin bersabar menghadapi Maya tapi itu malah membuatnya diinjak-injak oleh Maya.
Arumi menatap Ibra terkejut, "kamu beneran? Udah dipikir matang-matang mas?"
"Iya! Aku sudah coba, Rum. Berusaha sabar, menumbuhkan cinta di hatiku tapi sepertinya Maya makin tidak terkendali. Aku nggak mau Ruby tiap hari liat kami bertengkar," Ibra memberi jeda sebelum melanjutkan, "hak asuh Ruby diberikan sama aku sebagai gantinya aku tiap bulan memberinya uang."
Arumi tidak tahu mau ngomong apa, ia tidak ingin mencampuri urusan Ibra dan Maya. Ia tidak habis pikir bagaimana mungkin seorang ibu menukar darah dagingnya dengan sejumlah uang.
"Aku mau kita kembali setelah aku resmi menduda, Rum." lanjutnya, sekarang Ibra menghadap dirinya.
"Hah?" Ia tidak percaya pada pendengarnya, Ibra memintanya kembali begitu putusan sidang keluar.
Harusnya Arumi senang bisa kembali sama Ibra, tapi kenapa ia tidak merasakan apa-apa.
"Kamu mau kan?" mohon Ibra sambil menggenggam kedua tangan Arumi.
"Mas, aku..."
tbc
Duren duren...duren sawit...📢📢📢
Sapa yang mau adopsi 😋😋 tunjuk tangan☝☝
Mlg,29-9-17
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top