Movie night (Hyunjin/Felix) pt 2
A/N : dedicated to cheonsagateun ❤
This one is filled with gado-gado english-indo and semi formal diction and perhaps a corny discussion based on movie which Kak Neb's choose.
"So Felix, what movie should we watch tonight?"
Haris terus mencondongkan badannya, sampai tahap Ia bisa melihat bayangannya di mata Felix yang jernih. Jantungya mulai berpacu liar dan suhu ruangan terasa lebih panas. Sekala diantara mereka hanya tinggal beberapa senti lagi. Bibir mereka sudah hampir bersua.
"Iron Man. Kita nonton Iron Man saja," usul Felix menghentikan semua pergerakan Haris secara anti-klimaks.
Dirasuki kekesalan, Haris menarik tubuhnya menjauhi Felix seraya melepas senyum masam. Salah satu penghuni kos Graha Ksatria itu bukan tipe penonton anti film super hero, tetapi mereka sudah pernah menonton film pertama Iron Man sebanyak 8 kali. Itu bahkan lebih banyak dari intensitas Haris menamatkan 30 juz Al-quran sepanjang hidupnya. Masak sih Felix gak merasa bosan sedikitpun? Okelah dia fans berat tetapi ngak usah lebai juga lah.
"Lo mau nonton itu lagi? Yakin?"
Nada bertanya Haris dilingkupi kejenuhan yang kental. Namun detik berikutnya ia menyesal tidak menahan lidahnya. Kini Binar-binar antusiasme di sepasang netra Felix terlihap meredup, persis seperti kumpulan lampu jalanan yang otomatis mati saat sang fajar membentang di cakrawala. Dan Haris tidak suka itu, lebih tidak suka lagi karena ia menjadi penyebab utamanya.
Rasa bersalah singgah di garis-garis wajah Haris. Otaknya dipaksa berputar merangkai kata untuk memperbaiki 'kerusakan' yang dia sebabkan.
"Bukannya apa-apa sih Lix tapi-"
Ujung kalimat Haris terpotong, menyaksikan pacarnya tidak mengacuhkan perkataannya. Tatapan Felix tercebur pada layar datar ponsel. Dari gestur jemarinya yang sibuk menggeser permukaan smartphone, Haris menebak kekasihnya sedang mencari sesuatu di sana.
"Uhm... Felix," sahut Haris berusaha mendapatkan perhatian si pirang kembali.
Pemilik nama yang dipanggil merespon Haris dengan kepala terangkat dan sunggingan tipis. Telapak tanggan pria Halim itu menjorokkan handphone-nya di depan wajah Haris, melahirkan beberapa kerutan heran dahinya.
"Ini kronologi 23 film yang harus kita tonton sampai End Game. Gue mau bernostalgia bareng lo aja. Movie night every weekend sounds fun," jelas lelaki bersuara bass itu.
Sepasang alis Haris tersambung. "Film pertamanya kan dimulai dari Captain America bukan Iron man."
Seulas cengiran menggantung di wajah Felix. "Kemarin gue udah nonton itu dan Captain Marvel. Sekarang giliran Iron Man cuy!"
Haris memanyunkan bibir. "Cih! bilangnya mau nostalgia bareng tapi lo malah curi start duluan."
"Sorry Ris yang penting kan endingnya nonton End Game untuk kedua kalinya sama lo," ujar Felix membela diri.
Damn! Entah pria blasteran Australia-China-Indonesia itu memang dianugrahi bakat menjadi smooth talker atau mungkin Haris terlalu gampang dirayu. Lihat saja muka cowok pecinta kopi hitam tanpa gula tersebut sekarang. Ia tampak terkesima dengah pipi bersemburat merah.
"Jadi nonton ini aja ya Ris?"
Males banget, itu kata batin Haris. "Yasudah gue ngikut mau lo aja deh!" Ini yang keluar dari mulut penuh dustanya.
Mau tahu hal yang lebih konyol? Haris menyetujui usulan Felix sambil memaksakan diri tersenyum lebar. Saking lebarnya terlihat tidak natural, namun Felix tampak tidak ambil pusing.
Anak bungsu di keluarga Halim sudah keburu excited, menonton ulang film yang dibintangi aktor idolanya Robert Downey Jr. Jari-jari Felix menempel di mousepad hitam, mengarahkan kursor untuk memutar file berjudul Iron Man. Laptop Felix sendiri sudah tersambung dengan tv plasma, Jadi mereka bisa menonton langsung dari layar 60 inch.
Hampir satu jam berlalu dan netra Felix masih setia terpaku di layar kaca. Melalui ujung matanya Haris memperhatikan terkadang mulut Felix sedikit terbuka menginsyaratkan kekaguman. Then he blurts out randomly in other scene later.
Pola tingkah Felix tidak ubahnya dengan anak kecil yang baru pertama kali menonton film tersebut, padahal realitanya jauh dari itu. Haris bahkan berani mempertaruhkan motornya Aji, kalau Felix setidaknya hapal lima puluh persen dialog dari film tentang Tony Stark itu.
Yah. saking Asyiknya Felix dengan dunianya sendiri dia tidak menyadari jika sedari tadi Haris lebih sering menambah pasokan lemak tubuh, melalui cara mengunyah popcorn penuh mentega, daripada mengikuti jalan cerita film yang sedang berlangsung.
Sikon seperti ini mendorong Haris diam-diam merutuki diri sendiri. Mungkin Aji selama ini benar. He is in denial. Dia sudah kena serangan virus bucin namun terlalu gengsi untuk mengakuinya. Kalau ditinjau baik-baik, mana ada manusia normal berani meminjam motor hitam Honda Adv 150 punya Aji. Ya, Aji Djinendra as known as titisan Thanos, yang tingkat kepelitan dan kegalakannya sanggup menyaingi dosen killer dalam memberi nilai bagus ke para mahasiswa.
Well, nasi sudah menjadi bubur. Jadi tinggal tambahin saja suwiran ayam, kerupuk, kecap dan sambal agar jadi bubur ayam yang bisa dinikmati. Hitungannya sudah jauh-jauh dari Depok menuju selatannya ibu kota, nikmati aja sajian di depan mata. Here he goes again, berusaha memanipulasi otaknya untuk menikmati sisa-sisa scenes dari film berdurasi lebih dari dua jam.
Sayangnya malam ini, kesialan masih ngotot bernaung di punggung Haris. Pas banget tatapannya balik ke layar, adegan dance diantara Tony dan asistenya Pepper sedang diputar. Itu scene paling membosankan sepanjang film dalam kacamata Haris.
Jangan salah paham dulu. Haris actually adores miss Potts. Sedikit banyak Pepper Potts mengingatkan dia pada Felix. Both are Georgeous Blondie, Smart and Loyal.
Hanya saja dia lebih suka dinamika antara the brainy duo, Tony dan Bruce alias Iron man dan Hulk. Ini masalah selera aja sih sebenarnya. Dari dulu kalau sudah menyangkut 'kapal-kapalan, Haris lebih suka minor ship yang gak banyak 'penumpangnya'. Maklum selera Haris memang rada 'anti-mainsetrum'.
"I never understand straight people anyway. Potts dan Stark sebenarnya uda saling suka. Tapi mau jadian aja harus nunggu film kedua rilis." celetuk Felix asal, sebelum ia mendengus seraya geleng-geleng kepala mendapati toples popcorn di meja nyaris kosong.
Seringaian terulas di paras tampan Haris. "Sorry lix gue lapar. Anyway Pepper dan Tony lambat jadian gak ada hubungannya sama orientasi seksual. Kalau gue jadi Pepper, gue gak akan serta-merta mau terima Tony."
Felix menekan tombol pause di remote tv. "Kenapa? Dia tampan dan mapan!"
Haris tersenyum simpul. Matanya dihujani kelip sukacita karena dia berhasil 'mengalahkan' Iron Man untuk mendapatkan atensi Felix sepenuhnya.
"Dan emang itu semua cukup untuk menciptakan hubungan yang nyaman? First of all, Tony is Pepper's boss. Dinamika hubungan uda off dari awal. Makanya mereka jadian pas pepper uda diangkat jadi CEO di film kedua. Disitu kedudukan mereka jadi lebih seimbang. Tony gak bisa mendominasi Pepper and vice versa."
"Oh... jadi cuma karena itu," ujar Felix seraya memegang remote tv lagi.
"Eits, belum selesai," Sela Haris sambil merebut panel pengontrol sebelum Felix bisa melanjutkan film lagi.
"Apa lagi?" Intonasi Felix terdengar lebih seperti protes daripada ajuan sebuah pertanyaan.
"Pepper ragu nerima Iron Man karena cowok satu ini tipe avoidant dalam menjalin hubungan emosional," tukas Haris. Remote tv tetap beraada dalam genggaman eratnya. Sengaja, jaga-jaga saja supaya fokus Felix tidak beralih ke sinema lagi.
Kelopak Felix mengerjab beberapa kali. "Playboy gitu maksud lo?"
"Gak sesimpel itu Lix. Tipe Avoidant tuh ngehindarin terlibat mendalam secara emosional dalam segala bentuk hubungan. Not only in romance but also friendship. Temenan sih temenan tapi tipe avoidant ini gak pernah 100% nunjukkin dirinya. Ya kayak si Tony ini. Everytime things get too personal, he will run away. Most of chances when he talk something complicated with other avengers, he avoid eye contatcs. Waktu Steve kelihatan sedih di Avenger pertama pas nolongin Tony yang luka parah, dia malah cracking a joke, so suasana yang udah sendu dan emosional malah mendingin lagi. That's simply because he dislike getting into next level of brothership with Steve. Yang paling kentara pas di Spiderman homecoming. Dia terang-terangan nolak pelukan Peter dan bilang dia cuma mau bukain pintu karena pas saat itu, dia gak nganggep Peter sepenting itu dalam hidupnya.
Felix menganggut-anggut kepalanya, tanda paham. Dia meluruskan punggungnya dan mengangkat kakinya dari lantai, dan meraih satu bantal persegi dalam dekapan. Posisi duduk Felix dibuat menghadap Haris secara penuh. Kontur muka sang adam menunjukkan ketertarikan yang pekat. Maklum dia gak pernah dapat pengetahuan humanis kayak gini di akuntansi, kerjaannya ngurusin angka melulu.
"Ris, kalau di sekitar kita, ada gak sih yang tipe avoidant gitu?"
-TBC-
a/n jadinya kupecah tiga bagian karena kepanjangan. Kalau ada yang merhatiin judulnya berubah tapi ice cream part will still be there. Also i do love Iron Man, Pepper Potts and Pepperony ship kok, harus buat Hyunjin's character dislike all of them supaya plotnya flows. Thank you for reading, vomments and criticts are appereciated deeply.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top