19 | Kesalahan
Ibu dan anak sibuk di dapur, sementara Faiz menunggu sambil bermain-main dengan ponselnya. Dia memulai chatting dengan Kayla. Faiz memastikan kalau dia nanti tidak dikejutkan dengan kedatangan Iskha yang datang tiba-tiba karena memang namanya juga kejutan. Kalau bocor ya berarti gagal dong ngasih kejutan ke Iskha.
Faiz: Kay, aku sudah tahu apa keinginan Iskha.
Kayla: Ya? Apa emangnya?
Faiz: Dia ingin punya iPod. Gitu sih katanya. Alasannya karena tidak suka saja dengerin musik pakai ponsel.
Kayla: Nah, gitu dong. OK, aku akan usahakan cari iPod. Pasti dia bakalan suka nantinya.
Faiz: Trus, uangnya? Emang kamu punya uang?
Kayla: Halah, itu nggak masalah. Kalau cuma iPod mah aku bisa beli. Ngomong-ngomong hadiahnya kamu yang kasih ya nanti. Anggap itu hadiah darimu.
Faiz: Hah? Koq aku?
Kayla: Woi, masih ingat kesepakatan kita? Kamu harus ungkapkan perasaanmu kepadanya. Atau aku yang akan sebarin ke semuanya kalau kamu suka ama Iskha.
Faiz: Waduh, jangan! Iya deh. Iya. Aku yang akan kasih itu hadiah. Tapi suwer, untuk bisa bilang suka ke Iskha itu susah. Biarpun kita sering main bersama, biarpun kita deket tapi untuk deket lebih lagi rasanya gimana gitu. Duh, gimana ya...? :(
Kayla: Yeee, jangan cengeng napa? Kamu itu cowok. Yang berani napa?
Faiz: Eh, kalau cuman ngadepin preman aku berani lho. Mau kelahi lawan siapa saja berani, tapi aku jadi anak ayam kalau deket ama Iskha.
Kayla: Nah.... wkwkwkwk
Faiz: Kita besok ketemuan di mana?
Kayla: Sehabis pulang sekolah kita ke atap aja. Di sana tempat yang paling aman, kayaknya nggak ada ekstra yang pake di tempat itu.
Faiz: Oke, tapi kamu emangnya yakin punya duit untuk beli itu?
Kayla: Sudahlah, nggak usah khawatir.
Faiz: Atau minta bantuan Arief saja?
Kayla: Nggak, ngapain minta bantuan Arief untuk beli hadiah. Ntar rasa hadiahnya nggak pas dong. Hadiah itu kan dari hati, kamu yang berjuang untuk mencari tahu apa yang diinginkan Iskha, sedangkan aku yang akan mengusahakannya. Aku sudah nyiapin Arief untuk bantu yang lain.
Faiz: Hah? Apaan?
Kayla: Ada deh, mau tahu aja.
Faiz: Bukan begitu maksudku. Hanya saja aku malu banget lho ntar. Aku cowok, tapi kalau ngadepin Iskha.. duh, gimana ya jelasinnya.
Kayla: Hihihihi. Tenang aja. Semuanya akan baik-baik saja. Aku mau belanja sekarang. Sampai ketemu besok.
Sepertinya hari esok bakalan jadi hari yang aneh bagi Faiz. Kayla akan mengajarinya cara untuk menyatakan perasaan cinta. Eh, sebentar. Emangnya Kayla pernah punya pacar sampai mau mengajarinya segala? Bukannya dia masih single. Aneh aja sih. Faiz lalu menyimpan ponselnya. Dia masih menunggu-nunggu kapan ibu dan anak itu selesai memasak.
Dia merebahkan punggungnya ke sofa. Sebenarnya luka-luka yang ada di tubuhnya tak begitu parah. Ia memang sengaja agar bisa berlama-lama di rumah Iskha. Gadis itu juga sebenarnya tahu maksud Faiz, tetapi dasar memang Faiz suka menggodanya. Kira-kira apa yang mereka masak? Karena sekarang tiba-tiba tercium bau yang harum. Bau masakan yang membuat perut Faiz berontak ingin mencicipinya.
"Hmm... wangi sekali," puji Faiz.
"Tuh, Faiz sudah ngiler," ujar mamanya Iskha.
Iskha tersenyum mendengar pujian Faiz. Dia sekarang sedang mempersiapkan meja makan sedangkan ibunya mengatur masakan lalu menatanya di piring-piring saju. Keduanya sibuk sekali sampai-sampai Faiz tidak sabar untuk melihat apa saja yang mereka masak.
"Masih lama ya tante?" tanya Faiz.
"Sebentar lagi. Yang sabar yah!" ucap mamanya Iskha.
"Puasa dulu, belum waktunya berbuka," ucap Iskha sambil nyengir.
"Waduh." Faiz langsung berbaring di sofa seperti kucing. "Ini cacing di perutku sudah protes."
Beberapa saat kemudian sepertinya semuanya sudah diatur dengan rapi. Mamanya Iskha memberikan isyarat agar Iskha mengajak Faiz ke meja makan.
"Oi, Landak! Sini udah siap!" panggil Iskha.
"Hush, koq dipanggil landak sih?" tegur mamanya.
"Lha, kan model rambutnya mirip landak ma," bela Iskha.
"Tapi ya jangan dipanggil landak juga," ucap mamanya.
Iskha tertawa saja. Faiz yang mendengar panggilan itu segera beringsut ke dapur. Dia melihat meja makan yang penuh dengan makanan. Dia sudah benar-benar kelaparan.
"Nah, kaan? Dibilang koq. Dia emang Landak. Dipanggil Landak langsung datang," ujar Iskha.
Mamanya menepuk bahu Iskha agar tidak meneruskan gurauan itu. "Awas ya, ntar kalau kamu jadian beneran ama Faiz, kamu bakalan nyesel manggil dia landak."
"Sekali landak tetep landak," ujar Iskha. Dia tak peduli kalau Faiz menatapnya dengan tatapan sebal.
Cowok itu bingung mau mengambil apa dulu. Tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan Iskha yang mengambilkannya piring, kemudian meletakkannya di depannya.
"Mau berapa nasinya?" tanya Iskha.
Faiz nyengir. "Yang banyak juga nggak apa-apa." Iskha lalu mengambil satu sendok besar, lalu berikutnya lagi. Melihat nasinya yang diambil terlalu banyak Faiz langsung menghentikannya. "Stop! Ini sih kebanyakan."
"Kan katanya banyak?" goda Iskha.
Melihat polah tingkah Iskha, mamanya hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Iskha, yang bener dong ah. Masa' dari dulu kalian nggak pernah berubah. Yang satu sukanya menggoda, yang satunya sukanya ngerjain."
"Hihihihi, biarin ma," jawab Iskha sambil mengambil piring yang berisi masakan ayam mentega. Asapnya tampak mengepul-ngepul. Faiz benar-benar bisa mencium aroma mentega dan ayamnya yang mantab. Bahkan ada juga cah kangkung, lalu jamur krispi, serta ayam kecap. Rasanya ingin segera ia menyantap masakan itu. Iskha menaruh paha ayam ke piring Faiz, setelah itu ia mengambilkan cah kangkung, serta mengakhirinya dengan taburan jamur krispi.
"Ini boleh segera dimakan?" tanya Faiz kepada semuanya.
"Tahun depan aja, biar mati kelaparan," jawab Iskha.
Sekali lagi mamanya menyeletuk, "Iskha, jangan gitu! Langsung saja dimakan Faiz, nggak apa-apa. Anggap saja seperti rumah sendiri."
Faiz senang sekali. "Bismillah!" dia segera menyantap sesendok nasi serta mencuil sepotong ayam. Rasanya nikmat sekali. Dagingnya lembut, rasanya benar-benar bikin ketagihan. Iskha dan mamanya sangat pintar memasak. Bagaimana pun juga Faiz bisa-bisa ketagihan masakan mereka nantinya.
"Enak tante!" puji Faiz.
"Harusnya yang dapat pujian itu Iskha. Dia yang masak lho. Mama cuma ngarahin aja," ujar mamanya Iskha.
"Iya, enak kan?" ucap Iskha.
Faiz mengangguk. Dia makan dengan lahap. Iskha dan mamanya pun ikut makan bersama. Iskha senang sekali kalau masakannya dipuji. Dia sangat senang terlebih Faiz makan dengan lahap. Bahkan setelah nasi di piringnya habis Faiz masih nambah lagi.
"Tambah aja, puas-puasin makannya!" ucap mamanya Iskha.
"Iya, tambah aja biar kamu jadi bulet trus kita kalau lomba lari bakalan menang aku," ledek Iskha.
"Bodo amat. Kapanlagi bisa makan enak kayak gini?" ujar Faiz. Dia sudah menyendok sendiri nasi dan sayurnya tanpa dikomando.
"Besok main lagi ke sini. Nanti tante ama Iskha bakal masakin lagi," ucap mamanya Iskha.
"Boleh. Tentu saja tante. Besok aku akan main lagi. Kalau bisa tiap hari. Hehehe," ujar Faiz dengan senangnya.
Malam itu menjadi malam yang tak terlupakan bagi Iskha. Melihat Faiz begitu lahap memakan masakannya membuatnya senang. Berkali-kali Faiz memuji masakannya. Dengan cepat Iskha sudah melupakan peristiwa yang terjadi di taman lagi, tak terasa dia mulai dekat lagi dengan Faiz.
* * *
Kayla berdandan. Malam ini ia ingin pergi ke mall mencarikan hadiah untuk Iskha. Dia tak begitu kesulitan kalau soal uang. Di lemarinya uangnya sudah sangat banyak. Kalau mau membeli rumah baru pun sudah pasti akan bisa. Dia perlu mencari-cari informasi lewat internet tempat dimana ada toko yang menjual gadget. Sampai akhirnya diapun menemukan tempat toko yang menjual hardwarde dan gadget canggih di kota ini. Setelah mendapatkan informasinya ia mulai mempersiapkan bajunya untuk keluar. Dia menemukan baju kemeja kotak-kotak biru bergaris putih, kemudian celana jins sebetis, tak lupa ia membawa tas warna pink. Tak lupa ponselnya ia masukkan ke celana untuk menghubungi ayahnya sewaktu-waktu.
Sebelum Kayla bergegas untuk keluar kamarnya tiba-tiba dia ditelepon seseorang. Begitu ia melihat layar ponselnya tampak nama tertera di sana. Arief? Kenapa dia menelpon malam-malam begini?
Kayla pun mengangkat teleponnya, "Halo?"
"Hai, di rumah?" tanya Arief.
"Iya, kenapa menelpon?" tanya Kayla balik.
"Bagaimana sudah tahu mau beli apa?" tanya Arief.
"Ehm, Faiz ngasih tahu kalau Iskha ingin banget punya iPod. Aku mau cari benda itu," jawab Kayla.
"Oh, begitu. Ngomong-ngomong aku bisa nganter kamu," ucap Arief menawarkan diri.
"Udah, nggak usah. Nggak perlu. Aku bisa jalan sendiri koq," tolak Kayla.
"Tidak baik menolak rejeki. Membantumu itu salah satu rejeki yang harus kau terima. Aku anterin ke tempat yang cocok untuk mencari gadget-gadget seperti itu," tawar Arief.
"Nggak usah. Aku tahu koq tempatnya. Aku sudah cari di mesin pencari Google," tolak Kayla lagi.
"Baiklah. Tapi untuk ke tempat itu kau butuh seseorang yang mau mengantarkan bukan?"
"Aku bisa minta tolong ayahku," tolak Kayla sekali lagi.
"Ayahmu apa tidak sibuk? Aku kira akan lebih baik kalau aku mengantarkanmu, sekalian kau aku tunjukkan sesuatu di kota ini yang kau tidak ketahui," ucap Arief. Dia belum menyerah rupanya.
"Nggak usah, nggak perlu. Aku sudah tahu semuanya koq," tolak Kayla sekali lagi.
"Aku tunggu di depan rumahmu bagaimana?" tanya Arief.
"Hah? Apa maksudmu?"
"Rumah kamu di perumahan Emerald bukan? Aku sudah ada di depan rumahmu sepertinya. Blok I nomor 8?" tanya Arief untuk meyakinkan diri kalau ia tak salah alamat.
"Buset, jangan bilang kalau kamu...," tentu saja Kayla terkejut. Dia segera membuka tirai kamarnya untuk memastikan Arief ada di luar pagar rumahnya. Ternyata benar. Terlihat cowok itu nongkrong di atas motor kesayangannya sambil menelpon.
"Aku sudah di depan rumahmu berarti. Hahahaha, aku tidak nyasar," ucap Arief.
Kayla buru-buru keluar dari kamarnya. Ia segera pergi menuju ke pagar. Di sana Arief melambaikan tangannya.
"What's wrong with you?!" tanya Kayla.
"Whoa, kau tak apa-apa? Kenapa nanya pake bahasa Inggris segala. Ya jelas aku mau nganter kamu. Kan aku menawarkan diri untuk membantu," jawab Arief.
"Kamu pulang aja. Aku ingin kamu menyiapkan sesuatu yang lain, aku ingin kau siapkan bahan-bahan untuk kejutannya, seperti lilin, kue dan lain-lain," ucap Kayla.
"Itu soal gampang. Aku bisa mengusahakannya koq. Yang penting sekarang, yuk!" ujar Arief sambil menepuk sadel sepeda motornya.
Kayla menelan ludah. Dia bingung sekarang menghadapi bocah serba keras kepala ini. Kepalanya terasa pusing untuk beberapa saat. Ada sesuatu yang terjadi? Apa yang terjadi? Perasaannya tidak enak. Ia tak mau lagi merusak sejarah hanya gara-gara berbuat konyol.
"Baiklah," ucap Kayla. Kayla menoleh ke arah rumahnya. Ayahnya sedang tidak ada di rumah. Ayahnya sedang mengusahakan untuk bisa segera mungkin menemukan IC yang terbakar itu.
"Nah, gitu. Ini helmnya," ucap Arief sambil menyerahkan helm berwarna putih dan bergaris pink.
Kayla menerimanya. Segera dia nangkring di atas sadel belakang, setelah itu Arief menghidupkan motornya. Dia juga memakai helm full-face-nya lalu dengan perlahan mulai menarik gas. Sepeda motor pun mulai bergerak.
"Pegangan Kay!? Aku tak mau kau jatuh!" ucap Arief.
Segera setelah itu Arief menarik gas sedikit lebih kencang, Kayla langsung melingkarkan tangannya ke perut cowok itu. Dengan cepat sepeda motor itu pun melaju kencang. Arief segera konsentrasi di jalan, sedangkan Kayla berharap ia tak melakukan kesalahan dengan peristiwa ini.
Selama di jalan Kayla diam saja. Pikirannya berkecamuk. Seharusnya tak terjadi seperti ini. Tetapi ia tak bisa juga harus berdiam diri di masa depan. Ternyata misi untuk menyerahkan arloji itu tak semudah yang dikira. Perjalanan itu pun sampai juga di mall yang menjadi tujuan mereka. Setelah masuk ke tempat parkir akhirnya keduanya masuk ke dalam bangunan yang penuh dengan hiruk-pikuk orang sekedar jalan-jalan atau memang punya tujuan belanja.
Kayla menoleh kiri-kanan. Berbeda tentu saja. Suasana mall yang dia rasakan sangat berbeda dengan mall masa depan. Mall yang berada di masa depan serba otomatis. Semua pengunjung yang datang tinggal masuk ke toko-toko yang mereka inginkan, langsung mengambil barang tanpa perlu membayar. Mereka kebanyakan pergi ke mall sudah tahu apa yang mereka cari, bahkan untuk bisa dibuat jalan-jalan pun sangat nyaman karena para pengunjung bisa berjalan sambil menikmati berbagai macam nuansa pemandangan seperti nyata di alam terbuka karena layar LED yang terpasang di seluruh tembok di semua lantai. Bahkan tak hanya itu saja ada juga hologram yang menjadi hiasan di sudut-sudut ruangan mempromosikan produk-produk mereka dari hardware, software barang-barang yang tidak biasa ditemui di zaman sekarang. Di zaman ini, mall-mallnya seperti yang dilihat Kayla sekarang. Riuh dengan orang-orang yang sekedar cuci mata atau memang tujuannya untuk membeli sesuatu.
Kayla keheranan ketika dia melihat seorang anak kecil sedang naik troli. Di zamannya troli seperti itu tidak lagi ditemukan. Anak-anak biasanya dinaikkan ke mesin yang bisa berjalan sendiri dengan didampingi orang tua. Jadi mesin yang sebenarnya juga sama dengan troli itu berjalan otomatis mengiringi para orang tua membawa anak-anak mereka sementara mereka berbelanja.
"Kau kenapa?" tanya Arief mendorong bahu Kayla.
"Hah?" tanya Kayla yang tersadar kalau Arief ada di dekatnya. "Oh ada apa?"
"Kamu itu lho kayak baru saja melihat sesuatu yang aneh gitu. Heran melihat troli? Heran melihat mall kayak nggak pernah ke mall saja," terang Arief.
"Oh tidak. Aku sering ke mall koq. Tetapi kan tiap mall punya sesuatu yang unik. Aku takjub aja melihat mall yang ada di sini," ucap Kayla.
"Kenapa? Takjub kenapa? Pastinya lebih jelek ya daripada mall yang pernah kamu kunjungi," kata Arief.
Kayla menggeleng. "Nggak koq. Nggak jelek. Unik saja dan yang pasti suasana seperti ini tak akan aku temui di tempatku berada."
"Tidak kamu temui? Memangnya kamu lihat mall dimana sih?" tanya Arief.
"Ah, sudahlah. Buat apa kamu ingin tahu? Yuk kita cari barangnya!" ajak Kayla mengalihkan pembicaraan. Ia tak mau Arief lebih tahu banyak tentang dirinya.
Keduanya naik ke lantai dua. Di sini barang-barang elektronik gampang ditemui. Kayla mampir dari satu stand ke stand yang lainnya untuk mencari gadget yang dimaksud. Ternyata selain gadgetnya, harganya juga banyak yang bersaing. Kayla tak masalah dengan harga, ia bahkan mampu membeli sepuluh biji gadget hipster itu. Tetapi ia ingin bisa seperti orang-orang lainnya yaitu tawar-menawar. Arief cukup heran dengan kegigihan Kayla dalam menawar barang, dia pergi dari satu toko ke toko yang lain sampai-sampai kakinya capek sendiri. Dari sini saja Arief mulai faham mendampingi cewek belanja itu bukan soal yang mudah. Dia sering membaca gurauan-gurauan meme di internet kalau wanita itu kalau sudah belanja lupa segalanya, seperti sekarang ini. Kayla lupa sama sekali kalau Arief itu bersamanya.
Akhirnya sampailah mereka di toko yang memberikan harga bersaing. Lebih murah meskipun hanya terpaut Rp. 2.000,-- tapi itu lebih berharga bagi Kayla. Ia memenangkan pertarungan tawar-menawar harga untuk mencari produk. Bagaimana bisa produk gadget ditawar? Bisa saja. Mungkin selama ini orang-orang menganggap harga-harga yang ada di stand itu tak bisa ditawar, tapi nyatanya Kayla bisa.
Sebuah iPod generasi keempat telah mereka beli. Kayla membelinya dengan uang cash. Arief melirik ke arah uang yang dibawa Kayla. Suatu bukti Kayla anak orang kaya. Uangnya banyak dan dia mengeluarkannya begitu saja seolah-olah tak butuh dengan uang itu.
"Akhirnya dapaaat!" seru Kayla sambil mengacungkan gadget produksi Apple itu.
"Kau aneh deh. Benda seperti itu dibeli. Itukan produk lama," ujar Arief.
"Aku tahu. Justru ini yang diinginkan Iskha, meskipun produk lama tetapi masih banyak orang yang pake koq," ucap Kayla. "Kamu kenapa koq kayak pucat gitu?"
Arief tak menjawab. Dia malu untuk mengatakan mengikuti cewek belanja itu melelahkan.
"Kau capek yah? Makanya kan sudah kubilang nggak usah," ujar Kayla.
"Siapa bilang? Aku baik-baik saja koq. Makan yuk?! Laper nih!" ajak Arief mendahului Kayla.
"Eh, tunggu!" sergah Kayla. Dia beringsut menyusul Arief yang sudah mendahuluinya.
Beberapa saat kemudian akhirnya mereka makan di suatu stand makanan yang berada di mall tersebut. Kayla memesan makanan nasi goreng, sedangkan Arief memesan ramen halal. Arief merasa kelaparan setelah mendampingi Kayla berbelanja tadi. Ia makan dengan lahap. Kayla juga begitu. Dia makan dengan lahap. Rasanya seperti ia belum pernah memakan nasi goreng, padahal ibunya sering membuatkannya nasi goreng untuk sarapan.
"Ahh, enak sekali nasi gorengnya," puji Kayla. "Apa rasanya seoriginal ini?"
"Ramennya juga enak. Tidak sia-sia aku memesannya tadi," ucap Arief sambil menyeruput kuah ramen. Dia lalu menyumpit sepotong daging filet ayam setelah itu dimasukkan ke mulutnya.
"Kamu seperti orang yang sudah berhari-hari belum makan," ledek Kayla.
"Terserah deh. Ngikutin kamu muter-muter dari satu toko ke toko lainnya itu capek tauk!" keluh Arief.
"Hahahahaha, begitulah. Cewek emang suka belanja. Aku sama sekali nggak capek lho," ucap Kayla. Mulutnya penuh dengan makanan.
"Dan nafsu makanmu besar. Heran aku apa kamu nggak pernah mikirin berat badan?" tanya Arief.
Kayla mengangkat bahunya. "Aku sama sekali tak pernah memikirkannya. Kenapa? Aku masih dalam masa pertumbuhan."
"Masa pertumbuhan? Pfffttt." Arief tertawa mendengar ucapan Kayla. "Masa pertumbuhan katamu? Kamu itu udah gedhe, pake masa pertumbuhan segala."
"Biarin," ucap Kayla cuek.
"Ngomong-ngomong, kamu sudah punya pacar?" tanya Arief tiba-tiba.
Kayla menatap Arief. Dia mengernyit. "Maksudnya?"
"Kamu punya pacar?" Arief mengulangi pertanyaan Kayla.
"Ehm," Kayla bingung untuk menjawab.
"Kalau belum bilang aja belum, kalau punya bilang aja punya. Apa susahnya?"
"Sudah punya," ucap Kayla langsung.
"Siapa?" tanya Arief
"Ada deh."
"Anak mana?" selidik Arief
"Bukan dari kota ini," jawab Kayla.
"Dari mana?"
"Ada pokoknya."
"Bohong!" ucap Arief.
"Suwer!"
"Nggak percaya."
"Terserah."
"Berarti belum punya," ucap Arief sambil tersenyum sinis.
"Dibilang koq."
"Aku pernah membaca psikologi, kalau orang kalau berbohong itu matanya melirik ke arah kiri. Kau baru saja melakukannya," ujar Arief.
"Masa'?"
"Tuh kan?! Berarti emang nggak punya. Hahaha," ucap Arief dengan tawa kemenangan.
"Ah, sial. Trus kalau belum punya emangnya mau apa?" tanya Kayla.
"Yah, nggak apa-apa. Nanya doang. Ngomong-ngomong ulang tahun Iskha kan dua hari lagi. Ulang tahunmu kapan?" tanya Arief.
"Apa sih? Kepo banget." Kayla tak suka diserbu pertanyaan seperti itu. Dia merasa Arief sedang ada usaha untuk mendekatinya. Ini berbahaya.
"Ah, gampang. Ntar aku tanya saja Bu Rina," ucap Arief.
"Ngebet banget sih pengen tahu?" gerutu Kayla.
"Yah, kalau nggak kepengen ngasih tahu juga nggak apa-apa. Aku bisa cari tahu ke yang lain koq," ucap Arief sambil tersenyum.
Kayla memutar bola matanya. Anak ini tak kenal menyerah, pikirnya.
Setelah menyelesaikan makannya, mereka pun lanjut untuk pergi lagi. Kali ini Kayla ingin segera cepat pulang. Dia tak mau berlama-lama bersama Arief.
"Aku mau cepat pulang," ujar Kayla.
"Lho, kenapa? Kau tak mau jalan-jalan dulu?" tanya Arief.
"Sudahlah, aku mau pulang saja. Toh tujuanku keluar sudah terpenuhi," jawab Kayla.
"Up to you," ujar Arief. Cowok ini menggeber sepeda motornya menembus lalu lintas malam yang masih terlihat padat saja meskipun malam mulai larut. Mungkin saat-saat seperti ini orang-orang banyak yang keluar, karena sebagian besar sudah pulang dari kantor lalu berkumpul bersama keluarganya.
Kembali lagi di jalan tak ada yang dibicarakan. Kayla diam membisu dengan kedua tangannya merangkul pinggang Arief. Dia sekarang bimbang, bagaimana caranya untuk bisa menjauhi Arief? Kayla merasa pemuda ini mulai mendekatinya, ia juga tak mungkin berterus-terang kepada Arief tentang siapa dirinya. Itu akan mengubah banyak hal, ia sudah mengubah banyak hal dan tak ingin mengubah yang lainnya lagi.
Mereka akhirnya sampai juga di depan rumah Kayla. Gadis itu melihat lampu rumahnya belum dinyalakan. Itu artinya ayahnya belum pulang. Kayla segera turun dari sadel sepeda motor. Dia lalu melepas helm yang menutupi kepalanya, rambutnya yang panjang pun tergerai lagi. Arief juga ikut turun. Ia melepas helmnya lalu beringsut mengikuti Kayla.
"Eh, mau kemana?" tanya Kayla.
"Boleh masuk?" tanya Arief.
"Nggak, nggak boleh," jawab Kayla.
"Ayolah, boleh ya?!" pinta Arief.
"Aku bisa laporin ke orang tuaku lho," jawab Kayla.
"Orangtuamu sedang tidak ada kan? Tuh, rumahmu sepi, lampunya mati," ucap Arief sambil menunjuk ke halaman rumah yang gelap.
"Bukan urusanmu," ucap Kayla. "Sudah deh, makasih ya sudah mengantarkanku hari ini. Sampai ketemu besok." Kayla akan membuka pagar, sampai tiba-tiba tangannya dipegang Arief.
"Tunggu!" cegah Arief.
"Ap....," belum sempat Kayla bicara tiba-tiba dia dikejutkan Arief yang menarik tubuhnya hingga menempel ke badan cowok itu. Tak hanya itu bibir Arief tiba-tiba sudah menempel di bibirnya. Kayla terkejut, lututnya terasa lemas. Ini tak boleh terjadi. Seharusnya tak boleh terjadi. Mereka berciuman.
Kayla mendorong Arief kuat-kuat. Dia lalu menutup bibirnya. "Apa yang kau lakukan?"
"M-maaf, aku tak bisa menghentikan diriku. Aku menyukaimu, Kay!" ucap Arief kepadanya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Kayla sekali lagi sambil matanya berkaca-kaca. "Kita tak boleh begini. Tak boleh."
"Kenapa?"
"Pergilah! Pergi!" perintah Kayla sambil menunjuk tangannya mengusir Arief.
"Kay, aku menyukaimu. Maafkan tindakanku tapi aku tak bisa menyembunyikannya lagi. Selama ini aku melihatmu sebagai seorang cewek yang... unik, aneh, misterius dan siapapun dirimu, aku telah mengatakan yang sebenarnya. Maafkan aku," ucap Arief.
"PERGI KATAKU!" bentak Kayla.
"Ok, aku pergi," ucap Arief. Dia kemudian kembali ke motornya. Menaruh helm putih milik Kayla tadi ke pegangan sadel belakang. Setelah itu dia hidupkan sepeda motornya. Arief sangat menyesal dia tadi melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan tetapi dia tak bisa menahan dirinya. Dia benar-benar menyukai Kayla. "Sampai ketemu besok."
Arief kemudian menarik gas. Sepeda motornya melaju pergi perlahan meninggalkan rumah Kayla. Sementara itu Kayla menangis. Dia seharusnya tidak boleh melakukan ini, tapi semuanya terlanjur. Sekarang bagaimana ia akan memperbaiki ini semua? Dia melihat kedua tangannya, sesuatu terjadi dengan kedua tangannya. Ia tak salah lihat. Kedua tangannya meredup seperti tembus pandang.
"Oh tidak. Jangan. Apa yang telah aku lakukan? Apakah waktuku akan berakhir? Nenek, apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan?" ucap Kayla. Dia kemudian tertunduk. Dia telah melakukan kesalahan. Kesalahan besar yang membuat masa depannya berubah.
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top