6. Sebelum Dia Pergi

selamat datang di setelah jatuh cinta, dia... kaver baru, judul baru. what do you think?

***

Kau bisa saja mengungkapkan cinta,
namun akankah itu menjadikan segalanya lebih baik?

***

ATURAN MEMBACA:

1. Siapkan hati dan sekotak tisu.

2. Komentar bagian yang kalian suka. Sematkan vote. Itu adalah dukungan nyata bagi buku ini.

3. Rekomendasikan ke satu temanmu yang suka baca di Wattpad.

***

Ini adalah hari terakhir kalian bertemu.

Dia telah lulus SMA, sebentar lagi pindah ke luar kota, menetap sangat lama, lanjut di sebuah universitas, mengejar mimpi-mimpi, dan mungkin... melupakanmu.

Dia tak pernah tahu bahwa kau mencintainya, teramat mencintainya. Yang dia tahu kau hanyalah adik kelas yang paling pendiam dan pemalu, terjebak dalam ekstrakulikuler yang dia juga ikuti.

Tak ada percakapan spesial di antara kalian. Hanya dirinya yang seringkali menjailimu. Dan, hanya dirimu yang senang mengirimnya pesan lewat LINE, berpura-pura bertanya hal-hal semacam...

Besok ada ekskul, Kak?

Kakak hadir?

Gimana rasanya duduk di bangku kelas dua belas, Kak?

Matematika makin sulit, ya, Kak?

Mau lanjut ke mana, Kak?

Kau terlalu takut mengirimkan sinyal dan kode. Dan, dia seperti tak ada rasa padamu.

Namun, ini adalah hari terakhirnya di sekolah. Hari perpisahan. Aula yang panas. Ceramah kepala sekolah yang panjang. Siswa-siswa berjas necis, siswi-siswi berkebaya. Adik-adik kelas yang sukarela membantu berjalannya acara ini. Termasuk dirimu. Berdiri di pojokan, mencari kakak kelas yang kau cintai.

Namun, hingga acara berakhir, kau tak menemukannya.

Para siswa kelas dua belas beranjak dari kursi-kursi, berkumpul dan berpelukan dengan teman-teman yang akan mereka tinggalkan, berfoto bersama berulang kali, dan kau masih mencarinya. Kini, matamu fokus melihat pintu keluar.

Satu rombongan, dua rombongan, tiga rombongan... semuanya meninggalkan aula, tetapi dia tak ada di sana.

Kau masih menunggu. Empat, lima, enam rombongan..., dan, di sanalah dia; kakak kelas favoritmu yang akan pindah jauh, meninggalkanmu, melupakanmu.

Dia merangkul teman-temannya, berbincang dan tertawa. Lalu, teman-teman berkata sampai jumpa, meninggalkannya sendiri. Dia kemudian merogoh saku, mengambil ponsel, menggulirkan layar ponsel dan mengetik, berdiri lama di sana bersama ponselnya.

Ini kesempatanku, ujarmu dalam hati. Kesempatan terakhir.

Tetapi, dadamu bergerumuh kencang sampai-sampai kau kesulitan bernapas. Kakimu terlalu berat melangkah meski kau ingin.

Jika ini adalah film romantis, kau sudah berlari, pergi mengejarnya, meneriakkan namanya.

Dan, dia akan terkejut, menatapmu dengan senyum favoritmu.

"Wah, nggak bakal ketemu lagi kita. Yuk, foto bareng," kira-kira itu yang akan diucapkannya jika kau memanggilnya.

Dan, di sinilah, kau dengan kaku dan polosnya, mengungkapkan perasaanmu.

"Kak..., sebenarnya, aku suka sama Kakak," katamu, gemetar dan pelan, tak berani melihat wajahnya.

Dan, jika ini film romantis, dia akan menunduk, menyejajarkan tingginya dengan tinggimu, menyentuh dagumu, mengangkatnya agar kau memandangnya.

Dia tersenyum lebar tanpa menjawab. Tetapi, dia mengelus rambutmu, dan itu menghangatkan hatimu.

Jika ini adalah film romantis, akan ada pelukan terakhir.

Namun, kenyataannya, kau masih berdiri di pojokan, terus memandangnya, berharap dia balik memandangnmu.

Seakan harapanmu terkabul, dia mengangkat muka dari ponselnya, melihat sekitar, dan menangkap tatapanmu.

Dia tersenyum. Napasmu tercekat.

Lalu, dia mengambil langkah, menuju dirimu, dengan senyum yang sama. Badai dan gempa terjadi bersamaan di dalam dadamu.

"Gimana, Dek? Siap jadi siswa kelas dua belas?" tanyanya, kalian hanya terpisah satu langkah, saling berhadapan.

"Si... siap, Kak," jawabmu. Kau ingin bertanya, tetapi tidak ada pertanyaan yang muncul, melainkan satu kalimat singkat, tiga kata, telah berada di ujung bibirmu.

Katakan, tidak, katakan, tidak...

"Semangat, ya. Jangan malas belajar. Aku pamit dulu," ujarnya, berbalik, memunggungimu, berjalan menjauh.

Katakan, tidak, katakan, tidak, katakan...

"Kak," panggilmu, untuk kali terakhir. Dia berbalik, dan lidahmu sudah kelu, lututmu amat lemas, telapak tanganmu basah oleh keringat dingin.

Katakan, tidak, katakan, tidak...

"Aku... umm, su..."

Kau menelan ludah, berusaha mengembuskan napas yang sedari tadi tertahan.

"Su... sukses selalu, ya, Kak. Mudah-mudahan cita-citanya tercapai," ucapmu, sedikit lebih keras, menguatkan diri untuk tersenyum lebar, menahan napas agar air mata tak jatuh.

Kakak kelas favoritmu tersenyum. Mungkin, ini senyum terakhir yang akan kau lihat.

"Makasih, ya, Dek. Kamu juga. Semoga cita-citanya tercapai."

Dan, dia pergi, begitu saja.

Teman-teman akan bilang kau bodoh.

Suara dalam kepalamu berkata kau akan menyesal selamanya.

Hatimu nelangsa.

Tetapi, aku tidak setuju.

Kau mengucapkan kalimat yang paling bijaksana dari seseorang yang sedang jatuh cinta. Kau bisa saja mengungkapkan cinta, namun akankah itu menjadikan segalanya lebih baik? Dia akan fokus mengejar mimpi-mimpinya di luar kota, apakah kau ingin dia terbebani oleh ungkapan cintamu padahal kalian akan berpisah?

Sungguh, tidak apa-apa, jangan menangis lagi.

Karena kau masih sangat muda hari ini. Perjalananmu masih sangat panjang. Seluruh kisah cinta yang terjadi hari ini hanya akan jadi kenangan di kemudian hari.

Dan, umm...

Sebenarnya, aku ingin mengakhiri bab ini seperti ini:

Karena kau masih sangat muda hari ini. Perjalananmu masih sangat panjang. Seluruh kisah cinta yang terjadi hari ini hanya akan jadi kenangan di kemudian hari. Dan, dia... mungkin jadi jodohmu di masa depan.

Tetapi, aku khawatir kau berharap lebih, terjebak dalam ekspektasi, tak bisa berhenti mengingatnya, maka aku hanya ingin bilang...

Kembali buka bukumu, belajarlah lebih giat, lakukan berbagai hal untuk menemukan hal yang kau sukai, dan kejar mimpimu. Masa-masa sekolah dan kuliah hanya berlangsung sekali seumur hidup.

Tak ada yang mau membersamai seorang pemalas yang mudah berputus asa.

See you on top! []

catatan penulis:

makasih banget kalian udah mau baca sampai di sini. ada yang pergi, ada yang datang, tapi kamu bertahan. thank you. :")

sebenarnya, ini masuk bab sepuluh di buku. jadi, sudah ada empat bab yang tidak kutaruh di sini. ada bab ketika usiamu delapan belas, cerita cinta paling sedih, jodoh yang sedang mendoakanmu, love & body shaming. bab-bab ini ekslusif di bukunya, ya.

btw, yes, judulnya udah keluar: jika kita tak pernah jatuh cinta. gimana kesanmu saat baca judulnya? apa yang kamu bayangkan? apakah kamu menyukainya?

untuk kaver, ini belum official. masih tunggu dari penerbit. ^_^

sampai jumpa di bab berikutnya, ya!

thankyou,

alvi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top