17. Majulah Pemuda

Dirgahayu Indonesiaku yang ke-73. Tetaplah jaya, makmur, dan berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila.

----

Untuk Ayah,
berbahagialah di Sisi-Nya.

Ajaranmu, yang kini menjadi bagian dari hidupku, akan tetap kupegang teguh sampai akhir hayat. Nilai keluhuran yang kau limpahkan, akan tetap terngiang dalam hati. Sosok teguhmu, akan kami kenang, meski sejarah merobek-robek namamu.

Di tengah kekalutan saat kau pergi berjuang, semakin berujung pada kegilaan saat kau meninggalkan kami semua di tengah-tengah penjajah ini. Aku ingat benar bagaimana kakunya wajahmu saat tanganku gentar memegang bambu runcing,

"Jangan menjadi seperti perempuan! Teguhkan hatimu! Pegang dan bela tanah air kita!"

Apa dayaku, saat semua pemuda ikut berjuang demi tanah air kita, aku hanya bisa berdiam diri, dengan bambu runcing di tangan kanan gemetarku. Aku takut, dan aku tak mungkin bisa memberitahumu kalau aku lemah terhadap darah. Perjuanga  fisik bukanlah caraku untuk berjuang.

Aku hampir gila, dengan semua kekalutan ini. Benar, aku anak pertama dan aku seharusnya menjaga Ibu dan adik-adikku dari para penjajah, tapi bagaimana aku bisa, Ayah? Sekujur tubuhku gemetar saat melihat darah Ibu harus tumpah ketika melindungi kami. Aku hampir gila dengan semua ini.

Saat semua adik-adikku terbunuh satu demi satu, di hadapanku. Aku lari, menyelamatkan diri, dengan akal sehat hampir menjerit nyeri.

Hari ini, tepat satu tahun kepergian kalian semua, aku berada di sini. Berada di antara pemuda-pemuda lain, berkumpul, berikrar atas nama tanah air tercinta kita. Inilah jalan yang kupilih, Ayah, dan semoga kau meridoinya.

Tertanda,

Anakmu, 28 Oktober 1928

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top